• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai hasil suatu program atau kegiatan dan merupakan suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Evaluasi membandingkan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan (Notoadmodjo, 2011). Evaluasi merupakan proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai, serta dilaksanakan sebagai upaya untuk melakukan perbaikan atas segala kegiatan (Ayuningtyas, 2014).

Terdapat tiga elemen penting yang harus diperhatikan dan harus ada dalam proses evaluasi, yaitu kriteria atau pembanding yang merupakan ciri ideal dari situasi yang diinginkan yang dapat dirumuskan dalam tujuan operasional, bukti atau kejadian merupakan kenyataan yang diperoleh dari hasil penelitian, dan penilaian yang dibentuk dengan membandingkan kriteria dengan kejadian tersebut sehingga evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis (Sutjipta, 2009).

2.1.2 Fungsi Evaluasi

Adapun fungsi evaluasi yaitu, memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja suatu program, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan-tindakan yang direncanakan (Ayuningtyas, 2014). Selain itu fungsi pengawasan dan pengendalian adalah fungsi yang erat kaitannya dengan fungsi perencanaan. Untuk menerapkan fungsi

(2)

pengawasan dan pengendalian diperlukan standar meliputi input, proses, output, dan outcome yang dituangkan dalam bentuk-bentuk target atau prosedur kerja. Standar input digunakan untuk menilai keberhasilan persiapan dan pelaksanaan program. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan (Muninjaya, 2011).

2.1.3 Jenis Evaluasi

Jenis evaluasi yang dibedakan berdasarkan sasaran dan waktu pelaksanaannya dibedakan menjadi tiga jenis (Muninjaya, 2011), yaitu:

1. Evaluasi input

Evaluasi input dilaksanakan sebelum kegiatan program dimulai, untuk mengetahui ketepatan jumlah, mutu sumber daya, metode, standar prosedur pelaksanaan disesuaikan dengan sumber daya yang dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan program. Evaluasi ini bersifat pencegahan (preventive evaluation) karena kegiatan evaluasi ini mengkaji persiapan kegiatan sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan sedini mungkin.

2. Evaluasi proses

Evaluasi proses dilaksanakan pada saat kegiatan sedang berlangsung. Tujuannya untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan kegiatan program atau metode yang digunakan, meningkatkan motivasi staf, dan memperbaiki komunikasi di antara staf, dan sebagainya. Evaluasi ini disebut dengan formative evaluation.

3. Evaluasi output

Evaluasi output dilaksanakan pada hasil kegiatan program. Kegiatan evaluasi ini disebut summative evaluation atau impact evaluation. Dilaksanakan setelah

(3)

pekerjaan selesai untuk mengetahui ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan. Output dibandingkan dengan target, efek, atau outcome untuk mengetahui pengaruh kegiatan program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk mengetahui mutu pelayanan kesehatan dibandingkan dengan standar mutu yang sudah ditetapkan pada saat penyusunan perencanaan.

2.2 Puskesmas

2.2.1 Pengertian Puskesmas

Berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kemenkes RI, 2004).

1. Unit Pelaksana Teknis

Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

2. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

(4)

3. Penanggung jawab Penyelenggaraan

Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.

4. Wilayah Kerja

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).

2.2.2 Fungsi Puskesmas

Fungsi Puskesmas berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas (Kemenkes RI, 2004) terdiri dari:

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut

(5)

menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi:

a. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

2.2.3 Upaya dan Azas Puskesmas

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung

(6)

jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas (Kemenkes RI, 2004), upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yang terdiri dari Upaya Promosi Kesehatan, Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, Upaya Perbaikan Gizi, Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, dan Upaya Pengobatan.

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.

Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas (Kemenkes RI, 2004) adalah:

1. Azas pertanggungjawaban wilayah

Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya.

(7)

2. Azas pemberdayaan masyarakat

Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas.

3. Azas keterpaduan

Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan, yakni: 2.1 Keterpaduan lintas program

Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas.

2.2 Keterpaduan lintas sektor

Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. 4. Azas rujukan

Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas terbatas. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus ditopang oleh azas rujukan.

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya.

(8)

Salah satu yang diperlukan dalam keberhasilan pelayanan kesehatan adalah sistem rujukan yang adekuat sesuai dengan kapabilitas fasilitas kesehatan dan kolaborasi antara rujukan yang berjenjang dan lintas sektor (Murray & Pearson, 2006).

2.3 Manajemen Puskesmas

Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematik untuk menghasilkan output yang efektif dan efisien (Depkes RI, 2006c). Ada tiga fungsi manajemen puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan, penilaian, dan pertanggungjawaban (Kemenkes RI, 2004).

2.3.1 Perencanaan (P1)

Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa (Handoko, 2014). Perencanaan Tingkat Puskesmas adalah proses penyusunan rencana kegiatan puskesmas pada tahun yang akan datang yang dilakukan secara sistematis untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya (Depkes RI, 2006c). Dilakukan dengan empat tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap analisa situasi, tahap penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK), tahap penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK).

2.3.2 Pelaksanaan dan Pengendalian (P2)

Pelaksanaan dan pengendalian adalah proses penyelenggaraan, pemantauan, serta penilaian terhadap penyelenggaraan rencana tahunan puskesmas (Kemenkes RI, 2004).

(9)

1. Pengorganisasian

Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan puskesmas, perlu dilakukan pengorganisasian yang berupa penentuan penanggung jawab dan pelaksana untuk setiap kegiatan dan untuk setiap satuan wilayah kerja, serta berupa penggalangan kerjasana tim secara lintas sektoral. Penanganan kasus kesehatan yang tepat dan efektif memerlukan pembagian tugas dan wewenang yang jelas pada setiap anggota tim (PATH, 2013). Melalui pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi akan diatur penggunaannya secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004). Menurut Siagian (2003) rotasi pekerjaan mampu meningkatkan motivasi melalui variasi kegiatan petugas, mengurangi kejenuhan, meningkatkan fleksibilitas petugas dalam bekerja serta dapat memperluas keterampilan dan pengetahuan petugas karena petugas telah dilatih untuk melakukan pekerjaan yang berbeda.

2. Penyelenggaraan

Fungsi pelaksanaan (aktuasi) merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerjasama diantara pimpinan dengan staf maupun antar staf (Muninjaya, 2004). Dalam menyelenggarakan rencana tersebut perlu melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Mengkaji ulang rencana pelaksanaan yang telah disusun.

b. Menyusun jadwal kegiatan bulanan utnuk setiap petugas sesuai dengan rencana yang telah disusun.

c. Menyelenggarakan kegiatan sesuai jadwal yang telah ditetapkan dengan tetap memperhatikan azas penyelenggaraan puskesmas, standar dan pedoman pelayanan puskesmas, sesuai prinsip kendali mutu yaitu mengikuti siklus pemecahan masalah, dilaksanakan

(10)

melalui kerjasama tim, sesuai sumber daya yang tersedia, serta sesuai prinsip program kendali biaya yaitu kepatuhan terhadap berbagai standar dan pedoman pelayanan serta etika profesi, yang terjangkau oleh pemakai jasa pelayanan.

3. Pemantauan

Penyelenggaraan kegiatan harus diikuti dengan kegiatan pemantauan yang dilakukan secara berkala, yaitu:

a. Melakukan telaah penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai yang terdiri dari:

1) Telaah internal, yaitu Lokakarya Mini Bulanan puskesmas atau telaah bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai puskesmas dibandingkan dengan rencana dan standar pelayanan (Depkes RI, 2006a). Data yang digunakan diambil dari Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) yaitu SP2TP, survei lapangan, laporan lintas sektor, dan laporan sarana kesehatan swasta.

2) Telaah eksternal dilakukan dalam Lokakarya Mini Triwulan puskesmas yang merupakan telaah triwulan terhadap hasil yang dicapai oleh saranan pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya serta sektor terkait yang ada di wilayah kerja puskesmas (Depkes RI, 2006a).

b. Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaian kinerja puskesmas serta masalah dan hambatan yang ditemukan dari hasil telaah bulanan dan triwulanan.

(11)

2.3.3 Pengawasan, Penilaian, dan Pertanggungjawaban (P3)

Keberhasilan atau kegagalan dari suatu kegiatan dinilai dari pencapaian akan sasaran yang telah ditetapkan. Pengawasan pengendalian dilaksanakan karena adanya dorongan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan (Supriyanto & Damayanti, 2007). Untuk terselenggaranya hal tersebut dilakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Pengawasan dan pengendalian

Pengawasan mencakup aspek administratif, keuangan dan teknis pelayanan. Pengawasan dibedakan atas dua macam yaitu pengawasan internal yang dilakukan secara melekat oleh atasan langsung dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta pihak-pihak terkait lainnya. Apabila ditemukan penyimpangan maka perlu dilakukan pengendalian dengan cara pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Fungsi pengawasan dan pengendalian dilaksanakan dengan monitoring dan evaluasi. Fungsi monitoring dan evaluasi di puskesmas bertujuan untuk proteksi dari penyimpangan, memperbaiki penyimpangan, dan mencegah penyimpangan (Sulaeman, 2009).

2. Penilaian

Kegiatan penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran. Penilaian kinerja puskesmas adalah suatu upaya untuk melakukan penilaian hasil kerja atau prestasi puskesmas (Depkes RI, 2006b). Pelaksanaan penilaian dimulai dari tingkat puskesmas sebagai instrumen mawas diri, kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan verifikasi hasilnya. Lingkup penilaian kinerja puskesmas adalah berdasarkan upaya-upaya puskesmas dalam menyelenggarakan:

(12)

a. Pelayanan kesehatan Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan.

b. Pelaksanaan manajemen puskesmas yaitu proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan lokakarya mini dan pelaksanaan penilaian kinerja. Juga melingkupi manajemen sumber daya, manajemen alat, obat, keungan, dan lain-lain.

c. Mutu pelayanan puskesmas, meliputi:

1) Penilaian input berdasarkan standar yang ditetapkan.

2) Penilaian proses pelayanan dengan menilai tingkat kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan.

3) Penilaian output pelayanan berdasarkan upaya kesehatan yang diselenggarakan.

4) Penilaian outcome pelayanan. 3. Pertanggungjawaban

Pada setiap akhir tahun anggaran, kepala puskesmas harus membuat laporan pertanggungjawaban tahunan yang mencakup pelaksanaan kegiatan, serta perolehan dan penggunaan berbagai sumber daya termasuk keuangan. Laporan tersebut disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta pihak-pihak lainnya termasuk masyarakat.

2.4 Puskesmas Mampu PONED

Puskesmas mampu PONED adalah Puskesmas rawat inap yang mampu menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi atau komplikasi tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (Kemenkes RI, 2013a).

(13)

2.4.1 Sumber Daya dalam Penyelenggaraan PONED

Penanganan kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal memerlukan sumber daya yang jumlah dan ketersediaannya harus mencukupi, antara lain fasilitas, obat-obatan, peralatan, dan petugas kesehatan (US Department of Health and Human Services, 2014).

1. Sumber Daya Manusia (SDM)

Perencanaan dalam kebutuhan SDM dengan memastikan jumlah dan ketersediaan sangat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan program kesehatan ibu dan anak (Anwar, Kalim, & Koblinsky, 2009). Menurut Sutrisno (2009) semua potensi SDM berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan. Betapapun majunya teknologi, perkembangan informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, jika tanpa SDM sulit bagi organisasi itu untuk mencapai tujuannya. Tim kesehatan dalam penyelenggaraan PONED terdiri dari (Kemenkes RI, 2013a):

a. Tim Inti Sebagai Pelaksana PONED

Tenaga kesehatan yang berfungsi sebagai tim inti pelaksana PONED harus yang sudah terlatih dan bersertifikat dari Pusat Diklat Tenaga Kesehatan yang telah mendapat sertifikasi sebagai penyelenggara Diklat PONED. Tim ini pelaksana Puskesmas mampu PONED yaitu minimal satu orang Dokter Umum, satu orang Bidan (minimal D3), dan satu orang Perawat (minimal D3). Tenaga tim inti pelaksana PONED harus selalu siap (on side) selama 24 jam/hari dan 7 hari/minggu.

(14)

b. Tim Pendukung

Tim pendukung penyelenggaraan Puskesmas mampu PONED yaitu Dokter Umum minimal 1-2 orang, Perawat D3 minimal 5 orang, Bidan D3 minimal 5 orang, Analis Laboratorium minimal 1 orang, dan Petugas Administrasi minimal 1 orang.

c. Tim Promosi Kesehatan

Memiliki kemampuan Komunikasi Informasi Edukasi/Komunikasi Inter Personal dan Konseling (KIE/KIPK) dan pemberdayaan masyarakat.

d. Tenaga-tenaga Non Kesehatan Sebagai Penunjang Pelayanan

Diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan di fasilitas perawatan, sebagai tenaga penunjang untuk kelancaran penyelenggaraan PONED di Puskesmas. Tenaga penunjang tersebut adalah petugas dapur, petugas laundry, penjaga malam, cleaning service, dan pengemudi ambulan satu orang (bertugas bergantian dengan pengemudi Puskesmas Keliling).

2. Fasilitas Rawat Inap di Puskesmas Mampu PONED

a. Area tindakan yang berada di area terbatas (restrictive area), merupakan area tindakan secara umum yang dapat digunakan untuk tindakan kasus dalam PONED.

b. Ruang kerja sekaligus sebagai kamar jaga untuk perawat/bidan jaga (nurse station)

(15)

c. Ruang perawatan pasien:

1) Ruang rawat persalinan dengan 4 tempat tidur dewasa dan 3-4 box bayi yang akan digunakan sebagai Ruang rawat gabung (rooming in) untuk ibu dan neonatal

2) Pantry, ruang penyiapan makanan pasien 3) Kamar mandi dan WC pasien di luar kamar

4) Gudang tempat penyimpanan persediaan perlengkapan untuk ruang rawat. Gudang ini bukan tempat barang bekas

3. Peralatan dalam Penyelenggaraan PONED

a. Peralatan sesuai standar dalam jenis dan jumlahnya, harus selalu tersedia dalam keadaan bersih atau dalam keadaan steril dan siap pakai, untuk kelengkapan di fasilitas rawat inap, ruang tindakan atau persalinan, UGD obstetri atau neonatal maupun UGD umum, dan peralatan standar KIA di ruang rawat jalan Puskesmas.

b. Peralatan medis dan perawatan di fasilitas rawat jalan ibu dan bayi, UGD, Klinik KB, sebagai bagian peralatan yang tidak terpisahkan dari peralatan khusus PONED harus tersedia lengkap dan terpelihara baik dan siap pakai.

c. Peralatan penunjang medis sesuai standar. d. Peralatan non medis sesuai standar, terdiri atas:

1) Perlengkapan tempat tidur pemeriksaan ibu hamil, bayi, gynecologis bed di klinik KB, berada di fasilitas rawat jalan, masing-masing dilengkapi dengan meja dan kursi untuk pemberi pelayanan.

(16)

2) Perlengkapan di UGD, berupa beberapa tempat tidur periksa, dan kelengkapan penunjangnya, berada di fasilitas khusus UGD. 3) Perlengkapan di area terbatas.

4) Perlengkapan di Ruang Perawatan Bayi Khusus, di dekat ruangan perawat jaga.

5) Perlengkapan meubelair bagi tenaga kesehatan pemberi layanan di rawat inap termasuk PONED dalam melaksanakan tugasnya. 6) Perlengkaan ruang perawatan berupa kebutuhan jumlah tempat

tidur perawatan maternal, kebutuhan meubelair sederhana untuk pasien di ruang rawat inap, sebanyak tempat tidur untuk ibu, dan kursi tunggu keluarga pasien diluar ruangan rawat inap (teras fasilitas rawat inap), sebagai kelengkapan ruang rawat inap umumnya.

7) Tempat dan perlengkapan ruangan cuci linen atau laundry. 8) Kebutuhan perlengkapan kebersihan untuk ruangan di restrictive

area disediakan tersendiri, ruangan perawatan umumnya, ruangan dapur, ruang cuci, dan area lingkungan.

4. Obat dan Bahan Habis Pakai

Materials atau bahan baku merupakan suatu unsur yang merupakan objek yang digunakan sebagai sarana yang digunakan oleh sumber daya untuk mencapai tujuan (Satrianegara, 2009). Disediakan obat dan bahan habis pakai, baik jenis dan jumlahnya harus cukup, dengan buffer stock minimal sesuai ketentuan. Ketersediaan obat dan bahan habis pakai di fasilitas rawat inap sesuai dengan kebutuhan.

(17)

5. Sarana Pendukung Pelayanan PONED

a. Sarana transportasi rujukan pasien berupa Ambulan Gadar/Emergensi

b. Ambulans dilengkapi saranan perlengkapan medis (kit emergensi, O2 portable, transportable incubator)

c. Tersedia perangkat komunikasi (Radio medic atau Tele rujukan) yang dapat difungsikan setiap waktu dengan baik untuk mendukung pelaksanaan rujukan serta statis berada di ruang tindakan dan mobile di ambulans rujukan emergensi.

2.4.2 Pelayanan yang Diberikan Puskesmas Mampu PONED

Dalam penanganan kasus kesehatan dibutuhkan kepatuhan dalam penggunaan Standard Operating Procedure (SOP). Standard Operating Procedures pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur operasional standar yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan serta penggunaan fasilitas proses yang dilakukan berjalan efektif dan efisien (Tambunan, 2008). Terdapat batasan kewenangan dalam kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang dapat ditangani oleh Puskesmas mampu PONED, yaitu (Kemenkes RI, 2013a):

1. Maternal

a. Perdarahan pada kehamilan muda b. Perdarahan post Partum

c. Hipertensi dalam Kehamilan d. Persalinan macet

e. Ketuban pecah sebelum waktunya dan sepsis f. Infeksi Nifas

(18)

2. Neonatal

a. Asfiksia pada neonatal

b. Gangguan nafas pada bayi baru lahir c. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) d. Hipotermi pada bayi baru lahir

e. Hipoglikemi dari ibu dengan diabetes millitus f. Ikterus

g. Kejang pada Neonatus h. Infeksi Neonatus

2.4.3 Evaluasi Puskesmas Mampu PONED di Indonesia

Puskesmas mampu PONED merupakan fasilitas kesehatan terdekat dengan masyarakat yang diharapkan mampu menangani kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang bertujuan untuk membantu menurunkan AKI dan AKB. Pelaksanaan Puskesmas mampu PONED tentunya dipengaruhi oleh ketersedian input dan proses sehingga mencapai output, outcome, dan impact yang diharapkan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pencapaian output pada Puskesmas mampu PONED dipengaruhi oleh ketersediaan input dan proses.

Penelitian yang berjudul Analisis Pelaksanaan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas PONED Kabupaten Kendal menunjukkan bahwa di Puskesmas PONED yang belum berjalan memiliki SDM secara kuantitas belum memadai dan secara kualitas belum mendapat pelatihan PONED, sarana prasarana belum memenuhi standar minimal, jarak dari masyarakat ke Puskesmas dan Rumah Sakit sama dekat, tidak ada dana khusus untuk program PONED,

(19)

komunikasi belum optimal, struktur birokrasi belum optimal yaitu tidak ada pelaporan kasus PONED ke DKK serta pembinaan dari DKK belum rutin dan tidak ada umpan balik. Sementara, Puskesmas PONED yang berjalan telah melaksanakan sosialisasi lintas program dan sektoral, memiliki sumber daya yang memadai, disposisi atau sikap pelaksana program mendukung (S. Handayani, 2012).

Selain itu, hasil penelitian yang berjudul Analisis Implementasi Program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Tlogosari Kulon dan Karangmalang Kota Semarang menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan program PONED belum berjalan efektif dipengaruhi oleh aspek komunikasi yaitu tidak dilakukannya sosialisasi lintas sektor dan belum mempunyai STO khusus PONED lengkap, hanya terdiri dari seorang dokter, bidan, dan perawat. Aspek ketersediaan sumber daya belum terpenuhinya kuantitas petugas yang memadai, tidak adanya dana alokasi khusus PONED dan pemberian dana insentif, fasilitas alat dan obat yang belum memenuhi standar, namun keterjangkauan lokasi masih terjangkau. Aspek disposisi sebagian besar petugas mendukung dan siap melaksanakan program PONED. Aspek stuktur birokrasi tidak adanya format pencatatan pelaporan khusus PONED serta belum ada kerjasama dengan RS PONEK dan organisasi profesi seperti POGI, PDAI, serta IBI (Wulan, 2012).

Hasil penelitian yang berjudul Inovasi Implementasi Puskesmas PONED dalam Upaya Akselerasi Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di 3 (Tiga) Kabupaten di Jawa Timur menunjukkan bahwa sumber daya manusia di puskesmas PONED dari jumlah dan penempatan belum memenuhi kebutuhan. Pemanfaatan puskesmas PONED dan RS PONEK belum maksimal. Dengan adanya inovasi daerah dalam implementasi puskesmas PONED seperti penempatan dokter SPOG

(20)

dengan SK Bupati di Dinas kesehatan, mendekatkan fasilitas pelayanan operasi seksio sesaria di puskesmas dan pemberdayaan bidan desa dalam tim PONED merupakan upaya dalam peningkatan cakupan PONED. Hambatan dalam pelaksanaan PONED terutama dalam hal koordinasi dan kebijakan yang mendukung pelaksanaan di lapangan (Rachmawati & Suprapto, 2010).

(21)

29

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian

Indikator Penelitian Kismoyo (2012) Penelitian Desita (2012) Penelitian Ini

Judul penelitian Benarkah Puskesmas PONED Efektif? Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Obstetri

dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Karang Malang Semarang

Evaluasi Implementasi Puskesmas Mampu PONED di Kabupaten Karangasem

Tujuan Untuk melihat implementasi

pelayanan puskesmas mampu kegawatdaruratan Obstetrik dan Neonatal Dasar (PONED) di Kabupaten Bantul

Untuk mengevaluasi pelaksanaan PONED di Puskesmas Karang Malang

Untuk mengevaluasi

implementasi Puskesmas mampu

PONED di Kabupaten

Karangasem

Tempat Yogyakarta Semarang Karangasem, Bali

Jenis Penelitian Deskriptif kualitatif Deskriptif kualitatif Studi evaluatif

Unit Analisis Manajemen pelayanan PONED,

ketersediaan SDM, sarana prasarana, penatalaksanaan kasus

Variabel tenaga khusus, sarana prasarana, keterjangkauan lokasi, pendanaan, SOP, sosialisasi, kualitas pelayanan petugas, sistem rujukan, pencatatan pelaporan dan supervsisi

Ketersediaan input yaitu SDM, dana, bangunan fasilitas dan peralatan, obat dan bahan habis pakai, Pedoman Puskesmas Mampu PONED, dan SOP; aktivitas manajerial dan

operasional; output yang dicapai Subyek Penelitian Dokter, bidan perawat, laboran, dan

sopir ambulans serta pemangku kebijakan dinas kesehatan

Tiga tim PONED dan Kepala Puskesmas, 6 informan triangulasi terdiri dari Kabid Kesga DKK Semarang serta 5 sasaran PONED

Tim inti PONED, Kepala Puskesmas, dan Kepala Seksi Kesga Dinas Kesehatan

Metode pengumpulan data

Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen

Wawancara mendalam dan observasi Observasi, telaah dokumen, dan wawancara mendalam

(22)

30

Hasil Tidak semua puskesmas dapat

melayani kegawatdaruratan obstetri dan neonatal, provider pelayanan belum mampu memahami tujuan pelayanan dengan baik. Alat, obat, dan infrastruktur belum seluruhnya tersedia. Pengelolaan rujukan kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal belum berjalan baik, cencerung rujukan dini.

Pelaksanaan PONED belum berjalan efektif karena kuantitas tenaga khusus PONED belum memadai, tidak ada dana khusus, obat belum memenuhi standar, belum ada SOP yang terpasang di salam puskesmas, belum ada supir pengganti untuk rujukan puskesmas, tidak ada format pencatatan dan pelaporan khusus PONED, belum ada supervisi untuk pelaksanaan PONED, lokasi terjangkau.

Gambar

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Praktek mengajar merupakan kegiatan pokok pelaksanaan PPL, dimana mahasiswa terlibat langsung dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan tujuan agar mahasiswa memperoleh

P"#$K yang terkena Aorce (aeure waib memberitahukan adanya peristiwa Aorce (aeure tersebut kepada P"#$K yang lain secara tertulis paling lambat @

Berdasarkan dari hasil analisis data penelitian dengan menggunakan analisis korelasi Spearman Brown, diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif konformitas

Karyawan mempunyai disiplin tinggi jika tidak memiliki catatan pelanggaran selama kerjanya, mentaati suatu peraturan tanpa ada paksaan dan secara sukarela dapat menyesuaikan

Jika kekuatan fisik lembaran pulp putih dibandingkan dengan SNI 6107:2009 (Spesifikasi Pulp Kraft Putih Kayudaun (LBKP)) maka secara umum kekuatan fisik pulp BBPK masih

Agar keempat langkah pembelajaran di atas dapat dilakukan dengan baik, Guru harus mempertimbangkan kemampuan siswa memahami substansi materi yang ada pada permasalahan,

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kausalitas yaitu untuk menganalisis kesiapan teknologi informasi, persepsi kemudahan penggunaan, dan

Pada daerah dataran tinggi atau daerah gunung api penduduk akan mendirikan pemukiman secara tersebar karena mencari daerah yang tidak terjal, morfologinya rata dan relatif