• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Bahan Penyerap Logam Krom, Kadmiun dan Besi Dalam Air Lindi TPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Bahan Penyerap Logam Krom, Kadmiun dan Besi Dalam Air Lindi TPA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

257

Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Bahan Penyerap Logam Krom,

Kadmiun dan Besi Dalam Air Lindi TPA

N o h o n g*

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Haluoleo Kendari Abstract

This Research aim to know influence of heavy variation adsorben of waste know and time contact to chrome metal absorption, iron and cadmium water of Lindi TPA. Obstetrical heavy metal Cr, Cd and Fe which remain in lindi after interaction with absorber analysed to use Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). To know the level of metal Cr, Cd and Fe adsorbent by adsorber of soybean waste, hence concentration of Cr, Cd and Fe in lindi before interaction lessened with metal concentration of Cr, Cd and Fe which remain in lindi after interaction.

Result of Research indicate that There influence of heavy variation and time contact adsorben of waste know to metal absorption of Cr and Fe in liquid waste of TPA ( lindi). There no influence of heavy variation and time contact absorber of waste know to metal absorption Cd liquid waste lindi TPA. Optimum condition absorber of absorbent soybean waste metal of Cr and Fe in liquid waste of lindi TPA weight 1000 mg and time contact 150 minute. Maximum ability absorber of absorbent soybean waste chrome in liquid waste of lindi TPA equal to 100% and iron equal to 95,53 %, while maximum ability waste know in permeating metal of cadmiun not be obtained.

Key: word: adsorben, heavy metal, lindi

A. Pendahuluan

Limbah tahu dapat digunakan untuk mengikat ion atau logam yang ada dalam air karena limbah tahu yang berasal dari buangan industri tahu yang masih memiliki sifat yang sama dengan tahu yang telah jadi meskipun telah hancur. Pemanfaatan limbah tahu ini sebagai penyerap (pengadsorpsi) karena tahu mengandung protein yang memiliki daya serapan dari asam-asam amino yang membentuk zwitter ion (bermuatan dua). Protein yang memiliki sisi-sisi (gugus ) aktif ini dapat mengikat ion-ion logam ataupun senyawa lainnya. Logam-logam berbahaya seperti kadmium, timbal, merkuri, krom dan arsen yang bersifat toksik dapat diikat dengan protein sebagai metalotionein (Darmono, 1995). Herlina 2003 telah berhasil melakukan penyerapan logam timbal (Pb) dalam larutan menggunakan limbah tahu yang menyatakan bahwa dalam setiap gram kering tahu (limbah) dapat mengabsorpsi

maksimum 29,85 mg ion Pb. Husain Sosidi, 2006 juga telah berhasil menentukan pH optimalisasi dan waktu interaksi terhadap jumlah ion logam timbal yang terserap dengan penyerap limbah tahu. Hasilnya adalah serapan optimum ion logam timbal pada pengadsorpsi limbah tahu pada kondisi pH 6 dengan waktu kontak optimum pada 30 menit.

Hasil analisa kandungan logam berat dalam Air Lindi TPA Puuwatu Kendari menunjukkan bahwa logam besi, kadmium dan krom adalah 16,837; 0,137 dan 1,429 mg/L pada musim kemarau serta 11,85; 0,178 dan 9,475 mg/L pada musim hujan (Ichrar, A., 2001). Keberadaan logam besi, kadmium dan krom dalam Air Lindi TPA sangat berbahaya karena logam ini adalah logam yang bersifat sangat toksit. Logam besi, kadmium dan krom yang berada dalam lindi akan merembes ke dalam tanah yang akan mencemari air tanah. Jika ketiga logam ini merembes ke dalam tanah maka

(2)

akan mencemari sumur-sumur penduduk yang ada di lingkungan TPA Puuwatu.

Sejumlah teknik telah dilakukan untuk menurunkan kandungan beberapa logam dalam Air Lindi TPA. Teknik paling umum yang digunakan untuk pengambilan logam berat dalam larutan yang sedang dikembangkan adalah serapan dengan berbagai penyerap. Upaya menyerap polutan logam berat telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Yahya (2006) telah meneliti penggunaan karbon aktif sebagai pengabsorpsi untuk menyerap logam Cd dalam Air Lindi TPA. Tetapi upaya untuk menyerap logam lain masih jarang dilakukan.

Dari latar belakang penelitian terdahulu dan dengan pertimbangan memperoleh material penyerap lain yang efisien ditinjau dari kemampuan, kelimpahan dan biaya operasional, maka dalam penelitian ini dilakukan kajian pemanfaatan limbah tahu sebagai pengabsorpsi logam besi, kadmium dan krom dalam larutan air lindi yang berasal dari TPA Puuwatu Kendari. Pengabsorpsi limbah tahu dipilih sebagai material penyerap karena merupakan bahan yang mengandung protein yang memiliki gugus-gugus aktif dan mudah memperoleh sumbernya.

Penelitian ini juga diharapkan dapat mengetahui pengaruh variasi berat dan waktu kontak limbah tahu terhadap adsorpsi logam besi, kadmium dan krom pada Air Lindi TPA Puuwatu Kendari. Mengetahui berat dan waktu optimal limbah tahu dapat mengadsorpsi logam besi, kadmium dan krom pada Air Lindi TPA Puuwatu Kendari.

B. Landasan Teori

1. Limbah Tahu

Limbah tahu berasal dari buangan atau sisa pengolahan kedele menjadi tahu yang terbuang karena tidak terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat dikonsumsi. Limbah tahu terdiri atas dua jenis yaitu limbah cair dan limbah

padat. Limbah ini terjadi karena adanya sisa air tahu yang tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau tak sedap bila dibiarkan (Nurhasan dkk.,1991).

Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan suspensi atau terlarut yang akan mengalami perubahan fisik dan kimia yang dapat menghasilkan senyawa beracun atau membentuk media pertumbuhan bagi mikroorganisme penyebab penyakit. Jika limbah tersebut mengalir dan meresap ke dalam tanah dapat mencemari sumur dan bila dibiarkan mengalir ke dalam sungai akan menimbulkan dampak yang lebih besar seperti penyakit gatal, diae dan lain sebaginya (Nurhasan dkk., 1991).

Limbah tahu yang berasal dari buangan industri tahu masih memiliki sifat yang sama dengan tahu yang telah jadi meskipun telah hancur. Pemanfaatan limbah tahu ini sebagai penyerap karena tahu mengandung protein yang memiliki daya serapan dari asam-asam amino yang membentuk zwitter ion (bermuatan dua). Protein yang memiliki sisi-sisi aktif ini dapat mengikat ion-ion logam ataupun senyawa lainnya. Logam-logam bebahaya seperti kadmium, timbal, merkuri dan arsen bersifat toksik dapat diikat dengan protein sebagai metalotionein (Darmono, 1995).

Tahu maupun limbah tahu dapat menyerap logam berat karena memiliki kandungan protein tinggi. Protein adalah suatu senyawa jenis polimer alami atau biopolimer yang secara kimiawi merupakan polimer. Protein merupakan gabungan dari asam-asam amino yang tergabung oleh ikatan peptida yang terbentuk dari asam amino tersebut sehingga protein disebut juga polipeptida. Di alam polimer ini terutama terdapat sebagai penyusun sebagian besar tubuh manusia dan hewan. Jaringan otot, darah dan enzim, merupakan protein.

(3)

Gambar 1. Struktur protein

Asam amino adalah senyawa yang mengandung gugus karboksilat; -COOH dan gugus amino; -NH2. Selain unsur C, H,

O dan N, ada juga unsur belerang atau fosfor yang terkandung dalam asam amino. Asam amino jumlahnya banyak sekali, tetapi hasil hidrolisis protein ternyata hanya ada dua puluh dua jenis asam amino. Asam amino memiliki sifat khas antara lain;

a. Asam amino rnempunyai gugus -COOH yang bersifat asam dan gugus –NH2 yang bersifat basa sehingga

molekul ini bersifat amfoter.

b. Oleh karena asam amino mengandung gugus yang bersifat asam dan basa di dalam larutannya, asam amino membentuk zwitter ion. Zwitter ion sebenarnya terletak di tengah-tengah sistem keseimbangan antara kation dan anion seperti di bawah ini.

c. Asam amino mempunyai pH isoelektrik, yaitu pH yang muatan positif dan muatan negatifnya sama kuat.

Dari sifat asam amino inilah sehingga tahu dan limbah tahu dapat mengikat logam berat.

2. Biosorpsi dan Serapan

Gadd and White dalam Nurdin (1998) menyatakan bahwa biosorpsi adalah proses penyerapan yang tidak bergantung pada metabolisme yang terjadi terutama pada permukaan dinding sel dan permukaan lainnya melalui mekanisme fisik dan kimia. Penyerapn logam melibatkan ikatan ion dan kovalen dengan biopolimer seperti protein dan karbohidrat sebagai sumber gugus fungsi yang berperan penting dalam mengikat ion logam. Ligan yang tersedia merupakan muatan negatif seperti karboksilat, fosfat, fosfodiester dan thiolat atau gugus amida yang berkoordinasi dengan atom pusat logam melalui pasangan elekron bebas.

Serapan merupakan fenomena yang terjadi pada permukaan zat lain (Sukardjo, 1990). Atau serapan adalah suatu akibat medan gaya pada permukaan padatan (penyerap) yang menarik molekul-molekul gas/uap atau cairan (adsorbat) (Majid, 2001). Penyerapan secara umum dapat diartikan sebagai proses pengumpulan benda-benda terlarut yang terdapat dalam larutan dua permukaan itu bisa antar cairan dan gas, padatan dan cairan (Baba, 1999).

Menurut Giles dalam Widodo (2003), gaya-gaya yang bekerja dalam serapan larutan adalah sebagai berikut : a. Gaya tarik Van der Waals;

b. Ikatan Hidrogen (Sukardjo, 1985). c. Pertukaran Ion

(4)

3. Lindi

Pembuangan sampah secara land fill akan mengalami perubahan fisik, kimia dan biologis seara simultan yang diantaranya menghasilkan cairan yang disebut lindi atau leachate (Damanhuri, 1993). Cairan lindi adalah cairan yang tersusun dari bahan terlarut yang timbul karena terjadinya kontak antara sampah dan air, dengan komposisi ditentukan oleh karakteristik material sampah dan faktor lingkungan (Pojasek, dalam lchrar, 2001). Menurut Salvato (dalam lchrar, 2001) cairan lindi adalah cairan atau zat cair hasil perkolasi sampah berdegradasi dan di dalamnya terkandung material yang berasal dari sampah tersebut. Demikian pula Clark (dalam lchrar, 2001) menyatakan bahwa cairan lindi dari TPA merupakan cairan yang berasal dari luar seperti aliran permukaan, curah hujan dan air tanah setelah melewati atau memasuki limbah padat yang mengalami dekomposisi. Tchobanoglous, (1977) berpendapat bahwa cairan lindi adalah cairan hasil tapisan sampah dari hasil ekstraksi zat-zat atau material terlarut dan tersuspensi pada sampah. Dalam hal ini mekanisme pembentukan cairan lindi belum dapat diketahui secara keseluruhan, Fungaroli dan Schoenberger (dalam Ichrar, 2001) melakukan suatu studi yang menunjukan bahwa cairan lindi banyak dihasilkan oleh suatu TPA, dimana model tata air cairan lindi menunjukkan bahwa, air hujan yang masuk ke dalam sebuah TPA walaupun aliran permukaan kurang, tetap dapat menghasilkan cairan lindi.

Damanhuri (1998), mendefinisikan lindi sebagai cairan yang merembes meIaui tumpukàn sampah dengan membawa materi-materi terlarut ataupun tersuspensi, terutama hasil dari dekomposisi materi sampah. Dekomposisi sampah berlangsung aerobik dilanjutkan secara anaerobik apabila oksigen habis. Dekomposisi dapat menghasilkan lindi dan gas. Cairan lindi mengandung zat padat tersuspensi yang sangat halus, biasanya terdiri atas Ca, Mg, Na, K, Fe, Zn, Cr, Pb, Ni, khlorida, sulfat, H2S, phosfat, CO2, H2O, N2, NH3, dan

asam organik (Bruner dalam lchrar, 2001). Dalam keadaan normal, lindi dijumpai pada dasar land fill, pergerakan lindi bisa ke arah vertikal maupun horizontal tergantung pada karakteristik material di sekitarnya (Fungaroli dalam Ichrar, 2001).

4. Logam Berat

Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Bila unsur logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, biasanya tidaklah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh. Karena unsur besi (Fe) dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam berat baik itu logam beracun yang dibutuhkan seperti tembaga (Cu) bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh. Jika yang masuk ke dalam tubuh organisme hidup adalah unsur logam berat beracun seperti merkuri (Hg) atau disebut juga air raksa, maka dapat dipastikan bahwa organisme tersebut akan langsung keracunan. (Drs. Heryanto Palar, Oktober 2004).

Menurut Arnold (1990 dalam Subowo et.al. 1999), Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari g/cm3 antara lain Cd, Hg, Pb, Cu, Zn, Cr dan Ni. Logam berat Cu, Zn dan Ni merupakan logam esensial sedangkan Cd, Hg, dan Pb dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi mahluk hidup. Logam berat berbahaya umumnya memiliki rapat massa tinggi dan jumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya, seperti merkuri atau air raksa (Hg), Kadmium (Cd), Arsen (As), kromium (Cr) , Talium (Ti) dan timbal (Pb) .

(5)

Karakteristik dari kelompok logam berat menurut Murphy (1981) adalah sebagai berikut :

a. Memiliki spesifikasi graviti yang sangat besar (lebih besar dari 4) b. Mempunyai nomor atom 22 – 34 dan

40 – 50 serta unsur-unsur Lantanida dan Aktinida.

c. Mempunyai respon biokimia khas (spesifik) pada organisme hidup. Nieboer dan Richardson (1980), menggunakan istilah logam berat untuk menggantikan pengelompokan ion-ion logam ke dalam 3 kelompok biologi dan kimia (bio-kimia).

Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Logam berat dalam jumlah kecil dibutuhkan atau belum berbahaya bagi manusia. Seperti diperlukan dalam pembentukan sel-sel darah merah (Fe dan Cu) dan metabolisme pertumbuhan anak (Zn). Namun dalam jumlah besar akan bersifat racun. Seperti gangguan pada pencernaan (As), meracuni syaraf (Pb dan Hg), kanker kulit atau gangguan pernafasan (Cr) seperti diutarakan oleh Pikukuh (1985) dan mengganggu kualitas air minum (Fe, Mn dan Zn) (Widyanto dan Suselo, 1977).

C. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium dengan rancangan faktorial 6 x 6 secara acak kelompok.

Faktor yang diberikan dalam penelitian ini adalah;

a. Berat penyerap (W) sebanyak 6 taraf yaitu; 0, 100, 300, 500, 700 dan 1000 mg.

b. Waktu kontak (T) sebanyak 6 taraf yaitu; 0, 30, 60, 90, 120 dan 150 menit.

Dari kedua kombinasi ini akan diperoleh perlakuan sebanyak 36 kali.

2. Alat dan Bahan Penelitian

a. Peralatan yang digunakan selain peralatan gelas juga digunakan peralatan khusus lainnya yakni; Pembuatan penyerap; Oven merek Fisher Scientific,

b. Peralatan Analisis; Spektrofotometer Serapan Atom, Peralatan penggojok (shaker) 30 rpm.

c. Bahan yang digunakan adalah; Limbah tahu yang diambil dari industri tahu Kota Kendari.

d. Bahan kimia antara lain; Standar Besi, Cd, Cr, dan akuades.

3. Sampel Penelitian

a. Sebagai bahan pembuatan penyerap digunakan limbah tahu yang berasal dari limbah pembuatan tahu di Kota Kendari.

b. Sampel penelitian adalah limbah cair (lindi) yang berada di TPA Puuwatu Kendari.

4. Prosedur Penelitian

a. Preparasi Penyerap dari limbah

tahu.

Preparasi sampel; Sebanyak 1 kg limbah tahu basah dikeringkan dalam ruangan, diperoleh limbah tahu kering

± 250 gram. Limbah tahu kering selanjutnya dimasukkan dalam oven dan dipanaskan pada temperatur 60°C selama 14 jam. Hasilnya berupa limbah tahu bebas air yang dapat digunakan sebagai penyerap.

b. Penentuan Kondisi Optimum

Sebanyak 100 mg penyerap (limbah tahu) di interaksikan dengan 100 mL lindi dalam gelas kimia. Waktu interaksi dimulai dari 0, 30, 60, 90, 120 dan 150 menit. Kemudian disaring dengan kertas saring untuk memisahkan filtrat dari penyerap. Filtrat disisihkan, selanjutnya dianalisis kandungan logam besi, kadmium dan krom dengan menggunakan alat AAS. Perlakuan di atas diulangi dengan mengganti berat penyerap (limbah tahu) yang bervariasi yaitu 300, 500,

(6)

700 dan 1000 mg pada waktu masing-masing waktu interaksi.

c. Penentuan Kandungan Logam

Krom, Cd dan Fe

1) Dibuat larutan krom (VI), Cd dan Fe 1000 mg/L

2) Ditentukan panjang gelombang maksimum. (SNI M-35-1990-03)

3) Analisa kadar Cr, Cd dan Fe pada panjang gelombang masing-masing logam. Selanjutnya konsentrasi Cr, Cd dan Fe dalam sampel ditentukan dari persamaan garis linier kurva kalibrasi standar.

5. Analisa Data

Uji Hipotesa: Data yang diperoleh

dianalisis dengan menggunakan Analisa Varians (ANAVA) dua arah (Agus Irianto, H., 2004).

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Analisa Laboratorium

Kemampuan penyerap menyerap logam besi, kadmium dan kromium ditentukan dengan cara membandingkan konsentrasi logam sisa dengan konsentrasi logam mula-mula. Jumlah logam besi, kadmium dan kromium yang terserap oleh penyerap dalam limbah cair seperti pada tabel berikut.

Tabel 1. Logam kromium terserap pada berbagai massa penyerap dan waktu kontak.

Waktu Kontak (menit)

Konsentrasi logam Cr terserap (mg/L) pada berbagai berat penyerap (mg) 0 100 300 500 700 1000 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 30 0 1,27 1,84 2,40 3,60 3,80 60 0 3,94 4,80 5,70 5,80 5,82 90 0 5,80 5,30 6,20 6,44 6,47 120 0 6,50 6,30 6,50 6,90 6,97 150 0 7,10 7,80 7,77 7,87 8,00

Tabel 2. Logam kadmium terserap pada berbagai massa penyerap dan waktu kontak.

Waktu Kontak (menit)

Konsentrasi logam Cd terserap (mg/L) pada berbagai berat penyerap (mg) 0 100 300 500 700 1000 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 30 0 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 60 0 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 90 0 0,01 0,00 0,01 0,01 0,01 120 0 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 150 0 0,00 0,01 0,01 0,00 0,00

Tabel 3. Logam besi terserap pada berbagai massa penyerap dan waktu kontak.

Waktu Kontak (menit)

Konsentrasi logam Fe terserap (mg/L) pada berbagai berat penyerap (mg) 0 100 300 500 700 1000 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 30 0 7,74 8,86 10,43 10,24 10,84 60 0 9,25 10,16 11,35 11,65 12,15 90 0 10,77 11,39 12,27 13,47 13,52 120 0 11,50 12,80 13,12 14,40 14,45 150 0 12,80 14,06 14,45 15,11 15,60

(7)

2. Pembahasan

Limbah industri tahu dapat dimanfaatkan untuk menjadi pengadsorpsi dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini dapat kita lakukan karena dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tiap 1 kg limbah tahu dapat menghasilkan ± 0,250 kg pengadsorpsi. Proses pengolahan sangat sederhana, waktu yang relatif singkat (± 14 jam) serta tidak menggunakan bahan kimia.

a. Pengaruh Waktu Kontak

Pengadsorpsi Terhadap Adsorpsi Logam Krom,Kadmium dan Besi.

Kadar logam Cr, Cd dan Fe dalam limbah air lindi TPA sebelum diolah adalah 8,00 mg/L, 0,01 mg/L dan 16,33 mg/L. Pengaruh perlakuan variasi waktu kontak penngadsorpsi terhadap adsorpsi logam Cr, Cd dan Fe dalam limbah air lindi TPA (lindi) disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 3, 4 dan 5.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 30 60 90 120 150 180

Waktu interaksi (menit)

K ro m t e ra d s o rp s i (m g /L ) 0 100 300 500 700 1000

Gambar 3. Grafik hubungan waktu kontak pengadsorpsi dengan jumlah Cr teradsorpsi.

Gambar 3 grafik hubungan antara waktu kontak pengadsorpsi dengan jumlah krom teradsorpsi. Semakin lama pengadsorpsi kontak dengan limbah air lindi akan berbanding lurus dengan teradsorpsinya krom. Hal ini menunjukkan bahwa pengadsorpsi dari limbah tahu memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi krom. Adsorpsi pada 30 menit pertama menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan 30 menit berikutnya. Pada berat pengadsorpsi 100, 300, 500, 700 dan 1000 mg memperlihatkan bahwa adsorpsi krom

pada 30 menit hingga 90 menit masih mengalami peningkatan serapan krom. Hal ini disebabkan karena efektivitas penyerap masih tinggi dimana kapasitas gugus aktifnya masih banyak, begitu juga jumlah krom dalam larutan masih cukup tinggi. Akan tetapi setelah 90 menit sampai 150 menit tidak mengalami peningkatan adsorpsi krom yang signifikan lagi. Hal ini dapat dimungkinkan karena gugus-gugus aktif yang ada pada pengadsorpsi mulai jenuh oleh krom dan konsentrasi krom dalam larutan semakin kecil jumlahnya. Kondisi ini sangat kecil kemungkinan untuk terjadinya adsorpsi oleh gugus aktif terhadap molekul-molekul krom. Pada waktu interaksi 150 menit untuk berat pengadsorpsi 1000 mg ternyata telah dapat mengadsorpsi semua logam krom yang terdapat dalam larutan air lindi.

0,00 0,01 0,01 0,00 0,01 0,01 0 0,005 0,01 0,015 0,02 K a d m iu n t e ra d s o rp s i (m g /L ) 0 30 60 90 120 150

Lama interaksi (menit)

0 100 300 500 700 1000

Gambar 4. Grafik hubungan waktu kontak pengadsorpsi dengan jumlah Cd teradsorpsi.

Gambar 4 grafik hubungan antara waktu kontak pengadsorpsi dengan jumlah kadmiun teradsorpsi. Pada grafik ini terlihat bahwa secara umum logam kadmiun akan teradsorpsi semua pada menit 30 sampai dengan menit ke 150. Hal ini terjadi karena logam kadmiun yang terdapat dalam sampel lindi terlalu kecil hanya 0,01 mg/L.

(8)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 30 60 90 120 150 180

Waktu interaksi (menit)

B e s i te ra d s o rp s i (m g /L ) 0 100 300 500 700 1000

Gambar 5. Grafik hubungan waktu kontak pengadsorpsi dengan jumlah Fe

teradsorpsi.

Gambar 5 grafik hubungan antara waktu kontak penyerap dengan jumlah besi (mg/L) terserap, semakin lama penyerap kontak dengan limbah air lindi akan berbanding lurus dengan teradsorpsinya besi. Hal ini menunjukkan bahwa pengadsorpsi dari limbah tahu memiliki kemampuan untuk menyerap besi. Adsorpsi besi pada 30 menit pertama menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dan terus meninggkat sampai dengan 150 menit. Pada berat penyerap 100, 300, 500 dan 700 mg memperlihatkan bahwa adsorpsi besi pada 30 menit hingga 120 menit masih mengalami peningkatan adsorpsi besi. Hal ini disebabkan karena efektivitas penyerap masih tinggi dimana kapasitas gugus aktifnya masih banyak, begitu juga jumlah besi dalam larutan masih cukup tinggi. Akan tetapi setelah 120 menit sampai 150 menit tidak mengalami peningkatan serapan besi yang signifikan lagi. Hal ini dapat dimungkinkan karena gugus-gugus aktif yang ada pada pengadsorpsi mulai jenuh oleh besi dan konsentrasi besi dalam larutan semakin kecil jumlahnya. Kondisi ini sangat kecil kemungkinan untuk terjadinya adsorpsi oleh gugus aktif dari ion zwiter dari senyawa protein yang ada dalam bahan pengadsorpsi terhadap molekul-molekul besi.

b. Pengaruh Variasi Berat Penyerap

Terhadap Serapan Logam Krom, Kadmiun Dan Besi

Pengaruh perlakuan berat penyerap terhadap serapan krom, kadmiun dan besi dalam limbah cair TPA (lindi) disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 5.4, 5.5 dan 5.6. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 Massa Adsorben (mg) K ro m t e ra d s o rp s i (m g /L ) 0 menit 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit

Gambar 6 Grafik hubungan berat pengadsorpsi dengan jumlah Cr teradsorpsi.

Gambar 6 memperlihatkan bahwa massa pengadsorpsi yang berinteraksi dengan limbah air lindi berbanding lurus dengan teradsorpsinya krom. Serapan krom pada berat pengadsorpsi 100 mg (W1), 300 mg (W2) dan 500 mg (W3)

khusus untuk interaksi 30 dan 60 menit terjadi peningkatan. Tetapi pada massa 700 dan 1000 mg boleh dikatan tidak terjadi lagi peningkatan konsentrasi logam krom yang teradsorpsi lagi.

Konsentrasi logam krom yang teradsorpsi pada massa pengadsorpsi 100 mg sampai 300 mg untuk lama interaksi 90, 120 dan 150 menit memiliki pola adsorpsi yang sama. Terlihat bahwa peningkatan konsentrasi logam krom yang teradsorpsi pada massa pengadsorpsi 100 mg dan 300 mg mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini disebabkan karena efektivitas pengadsorpsi masih tinggi dimana kapasitas gugus aktifnya masih banyak begitu juga jumlah krom dalam larutan masih cukup tinggi. Akan tetapi untuk penambahan berat penyerap berikutnya (500 mg) peningkatan adsorpsi krom tidak lagi signifikan dalam penyerapan krom. Hal ini dapat dimungkinkan karena gugus-gugus aktif yang ada pada pengadsorpsi mulai jenuh oleh molekul-molekul krom dan

(9)

konsentrasi krom dalam larutan semakin kecil jumlahnya. Kondisi ini sangat kecil kemungkinan untuk terjadinya adsorpsi oleh gugus aktif dari ion zwiter dari senyawa protein yang ada dalam bahan pengadsorpsi terhadap molekul-molekul krom. 00 0,010,01 0,010,01 0,010,01 0,00 0,01 0,00 0,01 0 0,005 0,01 0,015 0,02 K a d m iu n t e ra d s o rp s i (m g /L ) 0 100 300 500 700 1000 Massa adsorben (mg) 0 30 60 90 120 150

Gambar 7. Grafik hubungan berat pengadsorpsi dengan jumlah Cd

teradsorpsi

Gambar 7 grafik hubungan antara massa pengadsorpsi dengan jumlah kadmiun teradsorpsi. Pada grafik ini terlihat bahwa secara umum logam krom akan teradsorpsi semua pada massa 100 mg sampai dengan massa 1000 mg. Hal ini terjadi karena logam kadmiun yang terdapat dalam sampel air lindi terlalu kecil hanya 0,01 mg/L. 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 Massa adsorben (m g) B e s i te ra d s o rp s i (m g /L ) 0 30 60 90 120 150

Gambar 8 Grafik hubungan berat pengadsorpsi dengan jumlah Fe teradsorpsi

Gambar 8 memperlihatkan bahwa massa pengadsorpsi yang berinteraksi

dengan limbah air lindi berbanding lurus dengan teradsorpsinya besi. Adsorpsi besi pada berat pengadsorpsi 100 mg (W1) dan

300 mgr (W2) mengalami peningkatan

secara signifikan baik untuk interaksi 30, 60, 90, 120 maupun 150 menit. Hal ini disebabkan karena efektivitas pengadsorpsi masih tinggi dimana kapasitas gugus aktifnya masih banyak begitu juga jumlah besi dalam larutan masih cukup tinggi. Penyerapn logam melibatkan ikatan ion dan kovalen dengan biopolimer seperti protein dan karbohidrat sebagai sumber gugus fungsi yang berperan penting dalam mengikat ion logam. Ligan yang tersedia merupakan muatan negatif seperti karboksilat atau gugus amida yang berkoordinasi dengan atom pusat logam melalui pasangan elekron bebas. Akan tetapi untuk penambahan berat pengadsorpsi berikutnya (700 mg) peningkatan adsorpsi besi tidak lagi signifikan dalam penyerapan besi. Hal ini dapat dimungkinkan karena gugus-gugus aktif yang ada pada pengadsorpsi mulai jenuh oleh molekul-molekul besi dan konsentrasi besi dalam larutan semakin kecil jumlahnya. Kondisi ini sangat kecil kemungkinan untuk terjadinya adsorpsi oleh gugus aktif dari ion zwiter dari senyawa protein yang ada dalam bahan pengadsorpsi terhadap molekul-molekul besi.

Pada keadaan gugus aktif pengadsorpsi belum jenuh oleh adsorban, maka peningkatan adsorban yang berinteraksi akan meningkatkan secara linier jumlah adsorban yang teradsorpsi. Peningkatan konsentrasi adsorban yang di interaksikan tidak akan meningkatkan jumlah yang teradsorpsi apabila gugus aktif pengadsorpsi telah jenuh oleh adsorban. Kecenderungan ini diperlihatkan oleh pengadsorpsi (100, 300 dan 500 mg) bahwa serapan mula-mula naik secara linier sebab konsentrasi besi masih tinggi, kemudian serapan berlangsung secara perlahan-lahan dan pada berat pengadsorpsi 700 dan 1000 mg tidak terlalu besar peningkatan serapan besi. Kecilnya jumlah serapan dibandingkan

(10)

dengan berat lainnya menunjukkan adanya indikasi bahwa permukaan pengadsorpsi pada pengadsorpsi tersebut mulai jenuh dengan molekul-molekul organik.

Faktor yang menentukan pengadsorpsi dari limbah tahu dalam penyerapan logam Cr, Cd dan Fe pada pengadsorpsi adalah kemampuan gugus amina untuk bertindak sebagai penukar ion. Dalam air, pengadsorpsi dapat membentuk ikatan-ikatan hidrogen dengan beberapa zat terlarut dan dapat juga berperan serta dalam reaksi-reaksi pertukaran ion melalui gugus-gugus

aminanya. Sedangkan gugus-gugus hidroksidanya terlindungi oleh air dengan cara yang sama yang dialami oleh sellulosa (Hodge dan Osman, 1976 dalam Suhardi, 1992).

Penyerap dari limbah tahu memiliki kemampuan mengikat (chelating) ion-ion positif karena elektron nitrogen yang ada dalam gugus-gugus amino tersubstitusi dapat memantapkan ikatan dengan ion-ion positif. Muzzarelli (1977) memperkirakan bahwa besi bergabung dengan logam-logam melalui pertukaran ion dan pengikatan.

COOH COO- COO- / -H+ / -H+ / R R R \ +H+ \ +H+ \ NH3+ NH3+ NH2

Asam Basa

Gambar 9. Protolisis gugus fungsional asa amino

Pada pH rendah, permukaan pengadsorpsi bermuatan positip, sedangkan pada pH tinggi permukaan pengadsorpsi menjadi bermuatan negatif yang disebabkan karena terjadinya pelepasan proton dari gugus hidroksil. Hal ini terjadi juga pada permukaan material organik, munculnya muatan permukaan disebabkan oleh hasil protolisis gugus fungsional amino dan karboksilat seperti reaksi pada gambar 9.

Sebagian besar oksida dan hidroksida memiliki perilaku amfoter, sehingga muatan permukaan sangat tergantung pada pH larutan. Pada pH rendah permukaan padatan akan bermuatan positip karena terjadi protonasi pada gugus anionik, sedangkan pada pH tinggi permukaan padatan akan bermuatan negatif karena terjadi deprotonasi pada gugus hidroksil atau amino. Pada saat titik isoelektrik, muatan permukaan adalah nol karena kerapatan muatan negatif sama dengan muatan positip.

Penyerapn logam melibatkan ikatan ion dan kovalen dengan biopolimer seperti protein sebagai sumber gugus fungsi yang berperan penting dalam mengikat ion logam. Ligan yang tersedia merupakan muatan negatif seperti karboksilat atau gugus amida yang berkoordinasi dengan atom pusat logam melalui pasangan elekron bebas.

Ikatan ionik atau pertukaran ion dihasilkan bila satu atau lebih elektron ditransfer oleh orbital atom satu ke orbital atom lain. Ikatan ion terjadi dari tarikan gaya elektrostatistik antara dua atom yang muatannya berlawanan. Pembentukan ikatan ion terjadi bila kation organik diganti oleh kation anorganik. Sifat kation dari molekul organik bergantung dari pH larutan.

C. Interaksi Berat Pengadsorpsi dengan Waktu Kontak

1. Limbah Tahu dengan Waktu

(11)

Tabel 4. Tabel Anava 2-arah untuk adsorpsi logam krom Sumber Keragaman Derajat kebebasan (dk SS) Jumlah Kuadrat (JK) Jumlah Kuadrat Rata-Rata (MS) Faktor (F)hitun g Ftabel (0,01 ) Ftabel (0,05) Berat Penyerap (A) 5 117, 33 23,55 23,55* 6,61 16,26 Waktu kontak (B) 5 177,98 35,60 35,60* 6,61 16,26 Interaksi (AB) 25 39,54 1,58 1,58 . 4,24 7,77

Keterangan: *) perbedaan yang nyata **) perbedaan yang sangat nyata

Hasil adsorpsi dan perhitungan jumlah logam Cr, Cd dan Fe sisa dalam larutan setelah diinteraksikan dengan pengadsorpsi seperti pada tabel 4.1, 4.2 dan 4.3 (lampiran 1, 2 dan 3). Selanjutnya jumlah logam Cr, Cd dan Fe tiap kelompok dianalisis dengan menggunakan Analisa Varians (ANAVA) dua arah. Hasil uji Anava disajikan pada tabel 4.

Dari tabel Anava (tabel 4), perlakuan variasi berat penyerap-pengadsorpsi (A) menunjukkan bahwa Fhitung (23,55) > Ftabel (6,61 dan 16,26) ini

menyatakan bahwa Ho ditolak, yang menyatakan bahwa ada perbedaan rata-rata perlakuan variasi berat pengadsorpsi terhadap kadar logam krom yang teradsorpsi dalam limbah air lindi. Begitu juga pada perlakuan variasi waktu kontak

(B) dengan perbedaan yang nyata yaitu Fhitung (35,60) > Ftabel (6,61 dan 16,26)

sehingga variasi waktu kontak antara pengadsorpsi dengan limbah air lindi memiliki perbedaan rata-rata terhadap adsorpsi logam krom. Pada tabel anava ini tidak menunjukkan pengaruh perlakuan berat pengadsorpsi dan waktu kontak terhadap adsorpsi alogam krom dalam limbah air lindi karena Fhitung (1,58) <

Ftabel (4,24 dan 7,77). Uji ini menunjukkan

tidak ada interaksi antara perlakuan berat pengabsorpsi dan waktu kontak terhadap adsorpsi logam krom dalam limbah air lindi.

2. Limbah Tahu dengan Waktu

Kontak Terhadap Logam Kadmium.

Tabel 5. Tabel Anava 2-arah untuk adsorpsi kadmiun

Sumber Keragaman Derajat kebebasan (dk SS) Jumlah Kuadrat (JK) Jumlah Kuadrat Rata-Rata (MS) Faktor (F)hitung Ftabel (0,01 ) Ftabel (0,05 ) Berat Penyerap (A) 5 0,00018 0,000036 0,000036 6,61 16,2 6 Waktu kontak (B) 5 0,00018 0,000036 0,000036 6,61 16,2 6 Interaksi (AB) 25 0,00052 0,000021 0,000021 4,24 7,77

Keterangan: *) perbendaan yang nyata **) perbedaan yang sangat nyata

Dari tabel Anava (tabel 5.2), perlakuan variasi berat penyerap (A) dan perlakuan variasi waktu kontak (B) menunjukkan bahwa Fhitung (0,000036) <

Ftabel (6,61 dan 16,26) ini menyatakan

bahwa Ho diterima, yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata perlakuan variasi berat pengadsorpsi dan waktu kontak terhadap kadar logam

(12)

kadmiun yang teradsorpsi dalam limbah air lindi.

Pada tabel anava ini tidak menunjukkan pengaruh perlakuan berat penyerap dan waktu kontak (AB) terhadap adsorpsi alogam kadmiun dalam limbah air lindi karena Fhitung (0,000021) < Ftabel

(4,24 dan 7,77). Uji ini menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan berat penyerap dan waktu kontak terhadap adsorpsi logam kadmiun dalam limbah air lindi.

3. Limbah Tahu dengan Waktu

Kontak Terhadap Logam Fe.

Dari tabel Anava (tabel 6) perlakuan variasi berat penyerap (A) menunjukkan bahwa Fhitung (106,21) > Ftabel

(6,61 dan 16,26) ini menyatakan bahwa Ho ditolak, yang menyatakan bahwa ada perbedaan rata-rata perlakuan variasi berat pengadsorpsi terhadap kadar logam besi yang teradsorpsi dalam limbah air lindi. Begitu juga pada perlakuan variasi waktu kontak (B) dengan perbedaan yang nyata yaitu Fhitung (113,44) > Ftabel (6,61 dan

16,26) sehingga variasi waktu kontak antara pengadsorpsi dengan limbah air lindi memiliki perbedaan rata-rata terhadap adsorpsi logam besi.

Tabel 6. Tabel Anava 2-arah untuk adsorpsi besi

Sumber Keragaman Derajat kebebasa n (dk SS) Jumlah Kuadra t (JK) Jumlah Kuadr at Rata-Rata (MS) Faktor (F)hitung Ftabel (0,01 ) Ftabel (0,05 ) Berat Penyerap (A) 5 531,03 106,21 106,21** 6,61 16,2 6 Waktu kontak (B) 5 567,18 113,44 113,44** 6,61 16,2 6 Interaksi (AB) 25 119,26 4,77 4,77* 4,24 7,77

Keterangan: *) perbendaan yang nyata **) perbedaan yang sangat nyata

Pada tabel anava ini juga menunjukkan pengaruh perlakuan berat pengadsorpsi dan waktu kontak terhadap adsorpsi logam besi dalam limbah air lindi karena Fhitung (4,77) < Ftabel (4,24 dan

7,77). Uji ini menunjukkan ada interaksi antara perlakuan berat pengadsorpsi dan waktu kontak terhadap adsorpsi logam besi dalam limbah air lindi pada tarap kepercayaan 95% tetapi pada tarap kepercayaan 99% tidak menunjukkan adanya interaksi.

E. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;

a. Ada pengaruh variasi berat dan waktu kontak pengadsorpsi dari limbah tahu

terhadap adsorpsi logam Cr dan Fe pada limbah air lindi TPA .

b. Tidak ada pengaruh variasi berat dan waktu kontak pengadsorpsi dari limbah tahu terhadap adsorpsi logam Cd pada limbah air lindi TPA.

c. Kondisi optimum pengadsorpsi dari limbah tahu mengadsorpsi logam Cr dan Fe dalam limbah air lindi TPA adalah pada berat 1000 mg dan waktu kontak 150 menit.

d. Kemampuan maksimum adsorben dari limbah tahu mengadsorpsi krom dalam limbah air lindi TPA sebesar 100% dan besi sebesar 95,53 %, sedangkan kemampuan maksimum limbah tahu dalam mengadsorpsi logam kadmiun tidak diperoleh.

e. Untuk analisa anava yang dilakukan pada pengaruh perlakuan berat pengadsorpsi (limbah tahu) dan waktu

(13)

kontak tidak menunjukkan adanya pengaruh adsorpsi logam krom, uji untuk pengaruh perlakuan berat pengadsorpsi dan waktu kontak terhadap adsorpsi kadmium tidak ada interaksi dan untuk perlakuan berat pengadsorpsi dan waktu kontak terhadap adsorpsi logam besi ada interaksi.

2. Saran

Adapun saran-saran yang diajukan adalah;

a. Perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut tentang kondisi dan faktor yang mempengaruhi proses serapan logam Cr, Cd dan Fe oleh penyerap dari limbah tahu dalam limbah air lindi TPA.

b. Masyarakat dapat menerapkan penggunaan penyerap dari limbah tahu dalam pengolahan limbah air lindi untuk mengadsorpsi beberapa logam berat.

c. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk kemampuan penyerap limbah tahu dalam menyerap logam berat yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Chatib, B., 1986. Pengelolaan Buangan

Padat, ITB, Bandung

Connel, M., 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.

UI-Press. Jakarta

Cotton, F.A., and G. Wilkinson, 1988,

Advanced Inorganic Chemistry, John Wiley &

Sons, Inc., New York.

Damanhuri, E., 1993. Peranan Biodegradasi Sampah Dalam Mempercepat Stabitas Lahan,

PAU Bioteknologi, ITB, Bandung

Fessenden, Ralp, J & Fessenden, Joan, S., 1982, Kimia Organik,

Erlangga, Jakarta.

Frank, K., 2002, Ammmonia Toxicity to Freswater Fish the Effects of pH and Temperature.

Ginting, P., 1995., Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Mahida, U.N., 1984. Pencemaran Air dan

Pemanfaatan Limbah Industri,

Rajawali, Jakarta

Mara, 0. 1994. Pemanfaatan Air Limbah

dan Ekskreta, ITB, Bandung

Meyer, L.H., 1959, Food Chemistry, Modern Asia Ed., Reinhold Publishing Corpporattion, New york.

Naczk,M., Synowiecki,J., Sikorski,Z.E., 1981, The Gross Chemical Composition of Antarctic Krill Shell Waste, Food Chemistry, 7(3), 175-179

Oscik, J., 1982, Adsorption, John Wiley, Chichester.

Oshima, H., 1998. Konsep Design Instalasi

Pengolahan Air Limbah. Japan

Internationaf Cooperation Agency (JICA)

Palar, H., 1994., Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat,

Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta

Senel, S., McClure,S.J., 2004, Potential Applications of Chitosan in Veterinary Medicine,

Advances Drug Delivery Reviews, 56(10), 1467-1480

Gambar

Gambar 1. Struktur protein
Tabel 3.  Logam besi terserap pada berbagai massa penyerap dan waktu kontak.
Gambar  3.  Grafik  hubungan  waktu  kontak  pengadsorpsi  dengan  jumlah  Cr   teradsorpsi
Gambar 5. Grafik hubungan waktu kontak  pengadsorpsi dengan jumlah Fe
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, memakai perbuatan melanggar hukum pada tanggung jawab pelaku usaha atas produknya yang merugikan konsumen menjadi saluran untuk menuntut ganti kerugian oleh

Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak akan terlepas dari yang namanya konflik atau pertikaian. Konflik biasanya diawali oleh permasalahan kecil yang lama

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terkait sentimen terhadap jasa transportasi online dengan menggunakan metode Naïve Bayes untuk menentukan kelas

Dengan mengajukan novel SSPJ karya Faisal Tehrani sebagai contoh, kajian Fong Peng menghujahkan bahawa hujah feminisme tentang sifat sendeng bias para penulis lelaki tidak lagi

Seperti yang terjadi dengan keluarga yang mempunyai anak seorang autis yaitu proses menanamkan nilai-nilai agama Islam menjadi sangat penting bagi anak untuk dapat

Bila gagal, Umar memerintahkan pejabat itu menyerahkan kelebihan harta dari jumlah yang wajar kepada Baitul Mal, atau membagi dua kekayaan itu separuh untuk yang

Dalam PPI tujuan seluruh proses pembelajaran adalah agar mahasiswa menjadi manusia bagi dan bersama orang lain. Secara lebih jelas itu diungkapkan dalam 4 C, yaitu

Katup udara digunakan untuk mencegah penambahan tekanan dalam botol yang dapat menghambat pengeluaran cairan atau udara dari rongga pleura.. Karena hanya