• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Kulit Jeruk Keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) Sebagai Bahan Penguat Nanokertas Selulosa Bakteri Dari Air Kelapa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Kulit Jeruk Keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) Sebagai Bahan Penguat Nanokertas Selulosa Bakteri Dari Air Kelapa"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

i   

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JERUK KEPROK (

Citrus

Reticulata Blanco syn

) SEBAGAI BAHAN PENGUAT

NANOKERTAS SELULOSA BAKTERI

DARI AIR KELAPA

SKRIPSI

REISYA ICHWANI

090802043

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

(2)

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JERUK KEPROK (

Citrus

Reticulata Blanco syn

) SEBAGAI BAHAN PENGUAT

NANOKERTAS SELULOSA BAKTERI

DARI AIR KELAPA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

REISYA ICHWANI

090802043

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

(3)

iii   

PERSETUJUAN

Judul : PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JERUK KEPROK

(Citrus Reticulata Blanco syn) SEBAGAI BAHAN

PENGUAT NANOKERTAS SELULOSA BAKTERI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA

Saharman Gea Ph,D Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 196811101999031001 NIP. 195408301985032001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JERUK KEPROK (Citrus Reticulata Blanco syn) SEBAGAI BAHAN PENGUAT NANOKERTAS

SELULOSA BAKTERI DARI AIR KELAPA

SKRIPSI

Saya mengakui skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2013

REISYA ICHWANI

(5)

v   

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim, syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT

yang telah memberikan berkah dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Dalam berjalannya penulisan skripsi ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ibunda tercinta, Syafura Darus yang dengan doa dan kerja kerasnya yang telah

membesarkan, menghidupi, menuntun, dan menemani penulis agar dapat menjadi orang

yang berguna bagi dunia dan akhirat. Terima kasih Ibu, Allah memang tidak pernah

tidur melihat perjuangan kita. Adinda Hasfi Rifky yang selalu memberi tawa dan

menampung cerita.

2. Ayah, Armaz Ma’mun yang dengan ikhlas mendidik penulis hingga dewasa ini. Pak

Saiful, Atok, Andong, Mualim dan keluarga besar Darus yang telah banyak membantu

dan menjadi motivator terbesar dalam berpendidikan hingga saat ini.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S. selaku ketua jurusan kimia FMIPA USU dan Bapak

Drs. Albert Pasaribu, M. Sc selaku sekretaris jurusan kimia.

4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S. sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Saharman

Gea, Ph.D sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan

dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini.

5. Drs.Amir Hamzah, MS , sebagai dosen wali penulis, dan seluruh Bapak dan Ibu dosen

yang telah banyak membantu selama penulis dalam masa studi untuk program sarjana

di FMIPA USU.

6. Bapak Saharman Gea, Ph.D dan Ibu Mutia, yang telah memberikan dukungan dan

motivasi yang luar biasa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dan

dapat menjadi tim yang mewakili Sumatera Utara dalam Pekan Karya Ilmiah Nasional

(PIMNAS) 2012 di Yogyakarta. Pembantu Rektor III Drs. Raja Bongsu Hutagalung

beserta staf ahli yang telah ikut serta mengantarkan kami. Segenap staf Biro

Kemahasiswaan Biro Rektor USU yang telah mengurus semua keperluan. DIKTI yang

(6)

7. Teman-teman seperjuangan kimia FMIPA USU terkhusus angkatan 2009 yang sangat

luar biasa. Kakak, abang, dan adik-adik di Departemen Kimia yang namanya tidak

dapat disebutkan satu persatu serta asisten Biokimia yang selalu memberikan semangat

dan perhatiannya di Laboratorium Biokimia / KBM FMIPA USU.

8. Keluarga besar HMI Komisariat FMIPA yang telah mengajarkan arti kerjasama, kerja

keras, tanggung jawab dan indahnya persaudaraan. Jayalah HMI. Yakin usaha sampai.

Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu memberikan

dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah, penulis mengucapkan terima

kasih. Semoga Allah memberikan berkahnya kepada kita semua dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua.

Penulis

(7)

vii   

ABSTRAK

(8)

ABSTRACT

(9)

ix 

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jeruk 6

(10)

3.2.5. Purifikasi selulosa bakteri 25

3.2.6 Disintegrasi selulosa bakteri 26

3.2.7 Preparasi kulit jeruk 26

3.2.8 Isolasi selulosa dari kulit jeruk 26

3.2.9 Pencampuran selulosa bakteri dengan selulosa dari kulit jeruk 27

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil penelitian 36

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 46

5.2 Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

(11)

xi   

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

Gambar 2.1 Jeruk keprok 6

Gambar 2.2 Rumus molekul selulosa 9

Gambar 2.3 Bakteri Acetobacter xylinum 12

Gambar 2.4 Kurva tegangan dan regangan bahan polimer 21 Gambar 4.1 Kurva strain-stress untuk nanokertas (100 SB:0 KJ;

50 SB:50 KJ; 60 SB:40 KJ; 80 SB:20 KJ) 37 Gambar 4.2 Kurva temperatur-massa untuk nanokertas (100 SB : 0 KJ),

nanokertas (50 SB:50 KJ), dan selulosa kulit jeruk murni

(0 SB:100 KJ) 38

(12)

DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi air kelapa muda dengan air kelapa tua 8

Tabel 2.2 Sumber selulosa 9

Tabel 3.1 Komposisi selulosa bakteri dan selulosa kulit jeruk pada

tiap-tiap variasi perbandingan 28

Tabel 4.1 Kadar air bahan penyusun nanokertas 36

Tabel 4.2 Kadar air nanokertas 36

Tabel 4.3 Modulus Young’s nanokertas 42

(13)

xiii   

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN

Lampiran 1. Ukuran diameter serat dari nanokertas (50 SB:50 KJ) 53

Lampiran 2. Foto Nanokertas 54

Lampiran 3. Foto Mikrokertas (0 SB:100 KJ) 55

Lampiran 4. Foto pengukuran ketebalan dengan mikrometer sekrup digital 55 Lampiran 5. Perhitungan kadar air nanokertas 56

(14)

ABSTRAK

(15)

viii   

ABSTRACT

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konsumsi kertas dunia adalah sekitar 300 juta ton pada tahun 1996/1997 dan

diperkirakan akan naik sekitar 500 juta ton pada tahun 2011 (Hurter dan riccio, 1998).

Menurut asosiasi pulp dan kertas Indonesia (APKI), konsumsi kertas Indonesia

mencapai 5,2 juta ton pada tahun 2011 dan akan meningkat 3-5% pada tahun 2012.

Produksi kertas saat ini masih mengandalkan kayu sebagai bahan baku utama,

sedangkan proses reboisasi hutan memerlukan jangka waktu yang lama dibandingkan

dengan besarnya kebutuhan kertas Indonesia saat ini.

Faktanya sekitar 1 milyar ton kayu per tahun digunakan sebagai bahan bakar

dan kayu bangunan (Aspinall, 1983). Dibeberapa negara, kayu tidak tersedia dalam

jumlah yang cukup dengan permintaan pulp dan kertas yang terus meningkat

(Pahkala, 2001). Dilihat dari penggunaan bahan baku kayu yang telah berkurang

untuk pembuatan pulp kertas dan bertambahnya permintaan dari masyarakat untuk

produk kertas, bahan baku baru untuk pembuatan pulp seperti serat nonkayu mulai

diteliti secara meluas di dunia (Ververis et. al., 2004). Selulosa bakteri (selulosa

nonkayu) dapat dijadikan sebagai solusi bahan pengganti kertas yang terbarukan.

Satu hal yang terpenting dari selulosa bakteri adalah kemurnian seratnya, yaitu

tidak seperti serat selulosa yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung

hemiselulosa dan lignin yang sulit untuk dihilangkan (Bielecki et. al., 2004). Untuk

proses pemisahan hemiselulosa dan lignin dari pulp kertas tersebut masih

(17)

2   

Selulosa bakteri merupakan selulosa yang terbentuk dari organisme

nonfotosintesis , dimana bakteri yang dapat menghasilkan selulosa bakteri termasuk

dalam famili Acetobacter, Rhizobium, Agrobacterium dan Sarcina (Jonas dan Farah,

1998). Selulosa Bakteri adalah suatu material murah, ramah lingkungan dan

merupakan hasil sintesis dengan bakteri “Acetobacter xylinum” Selulosa bakteri

memiliki diameter serat sebesar 4-7 nm (Ozawa dan Kikuchi, 2006). Oleh karena

ukuran diameter seratnya yang berukuran nanometer, maka kertas yang dihasilkan

oleh paduan selulosa bakteri disebut dengan nanokertas.

Kertas berkekuatan tinggi telah diproduksi dari selulosa bakteri yang disintesis

secara ekstraselular oleh bakteri Acetobacter xylinum. Dibandingkan dengan selulosa

dari kayu, selulosa bakteri memiliki kemurnian, kristalinitas, dan kekuatan tarik yang

lebih tinggi. Dengan demikian, Selulosa bakteri cocok digunakan sebagai bahan

penguat pada pulp kertas dengan metode disintegrasi dan mencampurkannya dengan

material berserat lainnya karena terlihat bahwa selulosa bakteri terfragmentasi pada

permukaan lainnya (Yamanaka et. al., 1989; Iguchi et. al., 2000).

Dari penelitian sebelumnya, Ververis (2006) menyebutkan bahwa

pencampuran biomassa alga, kulit jeruk dan lemon efektif dalam pembuatan pulp

kertas dengan penghematan sekitar 45% dari biaya bahan baku material. Gea (2010)

juga meyebutkan bahwa apple dan lobak memiliki potensi sebagai alternatif

pembuatan pulp kertas dan mudah diperoleh dimana-mana sebagai bahan makanan.

Sumatera Utara merupakan salah satu daerah penghasil jeruk keprok (Citrus

Reticulata Blanco syn) terbesar yaitu sejumlah 856.019 ton pada tahun 2010. Akibat

dari konsumsi jeruk yang banyak, maka akan timbul limbah kulit jeruk yang banyak

pula yang belum dimanfaatkan dan masih dibuang begitu saja. Pada penelitian ini,

penulis ingin memanfaatkan limbah kulit jeruk tersebut sebagai bahan baku yang

berpotensi dalam pembuatan pulp kertas. Selulosa bakteri dipadukan dengan selulosa

yang diisolasi dari kulit jeruk untuk menghasilkan kertas berukuran nanometer (10-9

m) yang diharapkan berpotensi dalam berbagai aplikasi penggunaan kertas, misalnya

sebagai bahan baku prangko, kertas sertifikat, bahan baku pembuatan uang dan kertas

(18)

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah limbah kulit jeruk dan selulosa bakteri dapat dimanfaatkan dalam

pembuatan nanokertas?

2. Apakah nanokertas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai kertas

konvensional?

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini objek masalah dibatasi sebgai berikut :

1. Kulit jeruk yang digunakan adalah kulit jeruk jenis keprok (Citrus Reticulata

Blanco syn) yang diperoleh dari limbah rumah makan Komda, Jl.Zainul Arifin

Medan. Jeruk keprok tersebut diperoleh dari Desa Siberteng, Kecamatan

Barusjahe, Kabupaten Karo.

2. Air kelapa tua dan muda yang digunakan adalah air kelapa dari Pasar

Tradisional Pringgan, Jl. D.I. Pandjaitan Medan.

3. Stater bakteri Acetobacter xylinum diperoleh dari hasil pengembangan industri

rumah tangga Nata de coco di Tembung.

4. Waktu fermentasi gel selulosa bakteri dilakukan selama 14 hari.

5. Pembuatan nanokertas dengan pencampuran selulosa bakteri yang telah

dihaluskan dan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk dengan perbandingan

A(100:0%), B(80:20%), C(60:40%), D(50:50%) dan E(0:100%) berdasarkan

berat keringnya.

6. Uji fisik dan mekanik dari kertas yang dihasilkan dilakukan uji morfologi

dengan scanning electron microscope (SEM), uji termal dengan

(19)

4   

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Untuk memperoleh nanokertas dari hasil pencampuran antara selulosa bakteri

dengan kulit jeruk dengan kualitas terbaik.

2. Sebagai upaya dalam pemanfaatan limbah kulit jeruk dan residu dari air kelapa

tua.

3. Mengetahui kelayakan nanokertas sebagai alternatif kertas di pasaran, baik

sebagai bahan baku uang, sertifikat, maupun perangko.

1.5. Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, menjadi inisiator untuk perkembangan nanoteknologi dan informasi

penelitian lebih lanjut, khususnya di Sumatera Utara Medan.

2. Bagi pemerintah dan masyarakat, penelitian ini dapat mengurangi keberadaan

limbah yang terdapat di sekitar wilayah tempat tinggal.

3. Bagi pengusaha, sebagai bahan alternatif untuk memproduksi kertas dengan harga

yang lebih hemat namun menghasilkan produk yang lebih berkualitas

dibandingkan kertas konvensional.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan FMIPA

USU, Laboratorium Penelitian FT USU, Laboratorium Geologi Kuarter Bandung,

(20)

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium. Ada beberapa tahapan

penelitian yang dilakukan dalam pembuatan nanokertas. Adapun langkah-langkah

analisisnya adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan stater selulosa bakteri

2. Penumbuhan selulosa bakteri ( Nata de coco )

3. Purifikasi dan desintegrasi selulosa bakteri ( Nata de coco )

4. Preparasi limbah kulit jeruk

5. Isolasi selulosa dari kulit jeruk

6. Pencampuran selulosa bakteri dengan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk

7. Uji fisik dan mekanik dari kertas yang dihasilkan dilakukan dengan uji

morfologi dengan SEM (Scanning Electron Microscope), uji termal dengan

TGA (Thermogravimetry Analysis), uji tensil dan uji kadar air.

Adapun variabel yang digunakan dalam pembuatan kertas adalah :

1. Variabel bebas yaitu massa selulosa bakteri yang telah dihaluskan

(100:80:60:50:0%) dan massa selulosa yang telah diisolasi dari kulit jeruk

(0:20:40:50:100%) dari massa keseluruhan.

2. Variabel tetap yaitu massa dari carboxyl methyl cellulose (CMC) pada setiap

perbandingan 20% dari massa keseluruhan.

3. Variabel terikat yaitu karakterisasi yang dilakukan meliputi uji morfologi

(21)

6   

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jeruk

Jeruk (Citrus sp.) termasuk dalam famili Rutaceae. Buah jeruk yang masak sempurna

mengandung air sebesar 77-92 %, gula 2-15 %, protein yang kurang dari 2 %, dan

asam sitrat 1-2 % (Ashari, 1995). Buah jeruk telah banyak digunakan untuk

menghasilkan jus dan produk makanan lainnya. Dalam proses produksi jus, sejumlah

besar limbah jeruk akan dihasilkan. Oleh karena limbah jeruk mengandung bahan

yang berharga, maka limbahnya harus dimanfaatkan untuk menghasilkan produk

bernilai tinggi (Goto et al., 2010).

Tanaman jeruk sudah lama dibudidayakan di Indonesia. Sumatera Utara

adalah daerah terbesar penghasil buah jeruk. Buah jeruk dinikmati karena segar

rasanya sebagai pelepas dahaga dan buah pencuci mulut. Buah jeruk dapat diolah

menjadi minuman, makanan, dan obat penurun demam (AAK, 1994).

 

(22)

Daerah pusat penghasil jeruk terpenting di Indonesia adalah Garut, Malang,

Cibinong yang tak berarti lagi saat ini. Beberapa daerah penghasil jeruk yang masih

bertahan hingga sekarang adalah Berassitepu (Sumatera Utara), Cilacap, Madura, dan

Palembang. Jeruk keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) yang tumbuh di Berastagi

(Sumatera Utara) berasal dari Tiongkok Selatan yang hidup di daratan tinggi dengan

sinar matahari dan curah hujan 1900-2040 mm/tahun. Jeruk ini tumbuh pada curah

hujan tipe C yaitu 5-7 bulan basah dan 4-6 bulan kering (Joesoef, 1993). Buah jeruk

bukan hanya daging buahnya saja yang dapat dimanfaatkan untuk makanan, tetapi

kulitnya pun digunakan untuk pembuatan pektin ataupun pembuatan jelly. 500 gram

kulit jeruk dapat menghasilkan 14-18 gram pektin kering. Pektin adalah senyawa

polimer yang bersifat mengikat air, membentuk gel atau mengentalkan cairan

(Soelarso, 1996).

2.2. Tanaman Kelapa

Indonesia merupakan salah satu negara tropika yang terkenal karena hasil kelapanya

berlimpah, bahkan pernah menjadi pengekspor kelapa terbesar didunia. Tanaman

kelapa merupakan tanaman asli daerah tropis, dapat ditemukan tersebar di Indonesia.

Bagi Rakyat Indonesia, kelapa adalah salah satu komoditas terpenting setelah padi,

dan sumber pendapatan yang dapat diandalkan dari pemanfaatan tanah pekarangan

(Warismo, 1998).

Kelapa menghasilkan air sebanyak 50-150 ml per butir. Air kelapa sangat baik

digunakan sebagai bahan dalam pembuatan nata, karena mengandung nutrisi yang

dibutuhkan bagi pertumbuhan, perkembangbiakan, dan aktivitas bibit nata yang

berupa bakteri Acetobacter xylinum. Untuk Pertumbuhan dan aktivitasnya,

Acetobacter xylinum membutuhkan unsur makro dan mikro. Unsur makro terdiri atas

karbon dan nitrogen.

Air kelapa yang baik adalah air kelapa yang diperoleh dari kelapa tua optimal,

tidak terlalu tua dan tidak pula terlalu muda. Dalam air kelapa yang terlalu tua,

terkandung minyak dari kelapa yang dapat menghambat pertumbuhan bibit nata

(23)

Selulosa merupakan polimer yang paling melimpah di alam. Nama Selulosa

diciptakan oleh Anselme Payen, seorang ahli kimia fisika dan matematika Perancis.

Selulosa adalah bahan utama dari tanaman berkayu, yang memiliki keragaman

aplikasi yang berkisar dari perumahan ke kertas dan tekstil. Dapat dikatakan, selulosa

adalah salah satu senyawa kimia yang paling berpengaruh dalam sejarah budaya

manusia. Biasanya selulosa disertai berbagai zat lain, seperti lignin, di dinding sel

tumbuhan matriks. Dalam spesies tertentu, seperti kapas, selulosa terdapat dalam

bentuk murni tanpa bahan tambahan dan dalam beberapa kasus, seperti alga Valonia,

selulosa hampir benar-benar dalam bentuk Kristal (Kontturi, 2005).

Selulosa merupakan salah satu jenis polisakarida. Dalam selulosa, molekul

glukosa dalam bentuk rantai panjang tidak bercabang yang mirip dengan amilosa.

Bagaimanapun, unit-unit dari glukosa dalam selulosa terikat pada ikatan β-1,4-

(24)

baris paralel oleh ikatan hidrogen diantara kelompok hidroksil pada rantai yang

berdekatan. Hal ini yang menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam air. Ini

memberikan struktur rigis ke dinding sel kayu dan serat yang lebih tahan terhadap

hidrolisis daripada pati (Timberlake, 2008).

Gambar 2.2 Rumus Molekul Selulosa (Gortner, 1938)

Sumber selulosa nanokristalin adalah mikrokristalin selulosa (kayu), bakteri

(Nata de coco), kapas, alga (Valonia) dan tunicate.

Tabel 2.2 Sumber Selulosa (Beck-Candanedo et. al., 2005)

Sumber Selulosa Panjang Jarak celah Aspek Ratio Tunicate 100 nm – micron 10-20 nm 5 to > 100 (tinggi)

Algal(Valonia) > 1000 nm 10 to 20 nm 50 to > 10 nm (tinggi)

Bacterial 100 nm – micron 5-10 x 30-50 nm 2 to > 100 (medium)

Kapas 200-350 nm 5 nm 20 to 70 (rendah)

Kayu 100 – 300 nm 3 – 5 nm 20 to 50 (rendah)

Polisakarida adalah makromolekul biologi yang terdapat luas di alam.

Polisakarida dapat dibedakan berdasarkan tempat morfologinya menjadi polisakarida

intraseluler dan ekstraseluler. Polisakarida intraseluler terletak didalam, atau sebagai

bagian pada membran sitoplasma; dinding sel polisakarida membentuk bagian

struktural pada dinding sel, dan polisakarida ekstraselular terletak diluar dinding sel.

Polisakarida ekstraseluler terdapat dalam dua bentuk yaitu lendir longgar, tidak

(25)

10   

meningkatkan viskositas dalam medium cair; dan mikrokapsul atau kapsul, yang

menyatu dengan dinding sel. Mereka memiliki bentuk nyata dan berdiri sendiri, yang

hanya pelan-pelan diekstraksi dalam air atau garam. Oleh karena itu, memungkinkan

untuk memisahkan kapsul terpisah dan mikrokapsul dari lendir longgar dengan teknik

sentrifugasi.

Eksopolisakarida adalah polisakarida rantai panjang yang terdiri dari satuan

cabang berulang dari gula atau gula derivatif, terutama glukosa, galaktosa dan

rhamnosa dalam rasio yang berbeda. Polisakarida ini diklasifikasikan menjadi dua

kelompok yaitu homopolisakarida (selulosa, dekstran, mutan, pullulan, curdlan), dan

heteropolisakarida (gellan dan xanthan). Homopolisakarida terdiri dari satuan

berulang dari hanya satu jenis monosakarida (D-glukosa atau D-fruktosa), sedangkan

heteropolisakarida terdiri dari beberapa bentuk oligosakarida, yang mengandung 3-8

monosakarida, yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme.

2.3.1. Selulosa Bakteri

Selulosa bakteri merupakan eksopolisakarida yang diproduksi oleh berbagai jenis

bakteri, seperti Gluconacetobacter (sebelumnya Acetobacter), Agrobacterium,

Aerobacter, Achromobacter, Azotobacter, Rhizobium, Sarcina, dan Salmonella.

Produksi selulosa dari Acetobacter xylinum pertama kali dilaporkan oleh Brown

(1886) yang mengamati sel-sel istirahat Acetobacter xylinum memproduksi selulosa

dengan adanya oksigen dan glukosa.

Rumus molekul selulosa bakteri (C6H10O5)n sama dengan selulosa yang berasal

dari tanaman, tetapi secara fisik keduanya memiliki fitur kimia yang berbeda. Bakteri

selulosa lebih disukai daripada selulosa tanaman karena dapat diperoleh dalam

kemurnian yang lebih tinggi, tingkat polimerisasi dan kristalinitas yang lebih tinggi

serta kekuatan tarik dan kapasitas menahan air yang tinggi (Chawla et. al., 2008).

Selulosa bakteri lebih cocok digunakan untuk memproduksi membran audio

berkualitas tinggi, kertas berkualitas tinggi, fuel-cell, industri makanan, material medis

seperti obat-obatan, dressing luka, kosmetik, dan tekstil (Czaja et. al., 2005; Zhou et.

(26)

Serat selulosa bakteri sekitar 100 kali lebih tipis daripada selulosa tanaman,

yang membuatnya menjadi bahan yang sangat berpori. Selulosa bakteri dengan

struktur jaringan pita yang unik memiliki dimensi pita kira-kira 3-4 nm untuk

ketebalan dan 70-130 nm untuk lebar. Jaringan pita ini dibentuk dari rantai agregat

menjadi sub-fibril, dimana lebarnya sekitar 1,5 nm, dan kemudian sub-fibril tersebut

dikristalisasi membentuk bundel yang merupakan bentuk sementara dari struktur pita

(Bielecki et. al., 2004; Jonas et. al., 1998; Yamanaka et. al., 2000).

Relatif tingginya biaya produksi selulosa dapat dibatasi pada bahan tambahan

produk serta bahan kimia khusus yang digunakan. Pengurangan biaya dalam

fermentasi dapat dibatasi dari biaya harga bahan baku substrat selulosa bakteri.

Akibatnya, produksi selulosa bakteri selalu mungkin lebih mahal daripada sumber

selulosa konvensional. Untuk alasan komersialisasi ini, keberhasilan penggunaan

selulosa bakteri bergantung pada ketepatan memilih aplikasi di mana kinerja yang

unggul dapat memberikannya nilai yang lebih tinggi.

Sebagai salah satu sumber selulosa yang dihasilkan dalam skala ilmiah,

selulosa bakteri diproduksi secara ektraselular yang salah satunya disintesis oleh

bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri gram negatif Acetobacter xylinum merupakan

contoh selulosa sintesis dari bakteri prokariotik. Ini ditemukan sebagai lembaran

gelatin pada permukaan yang siap dibudidayakan di dalam laboratorium sebagai

sumber selulosa murni (Aspinall, 1983). Di Jepang, matriks selulosa bakteri dalam

limbah industri digunakan sebagai bahan pembuatan cuka tradisional (Ozawa et. al.,

2006).

2.4. Acetobacter

Sel Acetobacter sp. berbentuk elips atau tongkat yang melengkung. Kultur yang masih

muda merupakan bakteri gram negatif, sedangkan kultur yang sudah agak tua

merupakan bakteri dengan gram yang bervariasi. Acetobacter sp. merupakan bakteri

aerob yang memerlukan respirasi dalam metabolismenya. Acetobacter sp. dapat

mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat

(27)

12   

Berbagai spesies Acetobacter sp. dapat ditemukan pada buah-buahan dan

sayur-sayuran. Bakteri inilah yang menyebabkan pengasaman jus buah-buahan

(Banwart, 1981).

2.4.1. Acetobacter xylinum

Klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum :

Kerajaan : Bacteria

Divisio : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Pseudomonadales

Famili : Pseudomonodaceae

Genus : Acetobacter

Spesies : Acetobacter xylinum (Budiyanto,2002)

Bakteri Acetobacter xylinum sering ditemukan dalam hubungan simbiosis

dengan berbagai tanaman seperti tanaman tebu dan kopi. Sebuah sel bakteri

Acetobacter xylinum tunggal mampu melakukan polimerisasi molekul glukosa

200.000 per detik menjadi rantai β-1,4-glikosidik yang kemudian diekskresikan ke

dalam medium disekitarnya membentuk ikatan pita mikroserat menyerupai lebar dan

struktur rata-rata serat tanaman dan alga.

(28)

Serat yang terbentuk di membran dengan sintase selulase dan hasilnya

dikeluarkan dari baris 50-80 pori-pori seperti lembaran sepanjang sumbu longitudinal

sel. Pembentukan ini menghasilkan matriks selulosa yang mengambang pada

permukaan, sehingga diperkirakan bakteri Acetobacter xylinum adalah sebuah bakteri

sebuah aerob obligat, yang tumbuh dengan adanya oksigen yang tinggi pada

permukaan medium (Muthukumarasamy, 2001).

Pengamatan mikroskop elektron menunjukkan bahwa selulosa yang dihasilkan

oleh bakteri Acetobacter xylinum terjadi dalam bentuk serat. Bakteri Acetobacter

xylinum telah diterapkan sebagai model mikroorganisme untuk studi dasar selulosa.

Acetobacter xylinum adalah bakteri yang paling sering dipelajari sebagai sumber

selulosa karena kemampuannya untuk menghasilkan tingkat polimer yang relatif

tinggi dari berbagai sumber karbon dan nitrogen. Selulosa bakteri diproduksi sebagai

gelatin membran dan dapat dicetak dengan berbagai bentuk dan ukuran tergantung

pada teknik fermentasi dan kondisi yang digunakan (Chawla et. al., 2008).

2.4.2. Pembuatan selulosa bakteri (Nata de coco)

Beberapa tahap kegiatan dalam pembuatan selulosa bakteri adalah sebagai berikut :

1. Preparasi

Tahap preparasi terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut :

a. Penyaringan

Penyaringan bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau benda

benda asing yang tercampur dengan air kelapa, seperti misalnya sisa gabut.

Penyaringan yang lebih baik apabila dilakukan dengan menggunakan kain

penyaring.

b. Penambahan gula pasir dan urea

Ketersediaan karbohidrat dan protein yang terdapat dalam air kelapa belum

mencukupi kebutuhan untuk pembentukan selulosa bakteri, kedalam air

(29)

14   

Jenis sumber karbon bisa berupa bahan seperti misalnya glukosa, laktosa,

fruktosa. Demikian juga dengan jenis sumber nitrogen yang digunakan dapat berupa

nitrogen organik seperti misalnya protein, maupun nitrogen anorganik seperti

misalnya ammonium fosfat, ammonium sulfat, dan urea.

c. Perebusan

Perebusan dilakukan sampai mendidih dan dipertahankan selama 5-10

menit untuk meyakinkan bahwa mikroba kontaminan telah mati, dan juga

menyempurnakan pelarutan gula pasir yang ditambahkan.

d. Penambahan cuka

Tujuan penambahan cuka/asam asetat adalah untuk menurunkan pH air

kelapa dari sekitar 6,5 sampai mencapai pH 4,3, yang merupakan kondisi

optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.

e. Pendinginan

Pendinginan paling baik dilakukan dengan cara membiarkan cairan dalam

nampan selama satu malam. Hal ini sekaligus untuk mengecek ada

tidaknya kontaminan yang tumbuh pada cairan.

2. Inokulasi, fermentasi, dan pengendaliannya

a. Pemberian bibit (inokulasi)

Pemberian bibit dilakukan apabila campuran air kelapa, urea, dan asam

asetat/cuka telah benar-benar dingin. Bila pemberian bibit dilakukan pada

waktu cairan air kelapa masih dalam keadaan panas atau hangat, maka

bibit bakteri Acetobacter xylinum dapat mengalami kematian, sehingga

proses fermentasi tidak dapat berlangsung.

b. Fermentasi atau pemeraman

Campuran air kelapa yang sudah diberi bibit, dibiarkan selama 14 hari agar

terjadi proses fermentasi dan terbentuklah selulosa bakteri (Pambayun,

(30)

2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan selulosa bakteri (Nata de coco)

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi selulosa bakteri yang maksimal adalah

sebagai berikut.

1. Jenis dan konsentrasi medium

Medium fermentasi harus mengandung banyak karbohidrat (gula) disamping

vitamin dan mineral, karena pada hakekatnya selulosa bakteri tersebut adalah benang

– benang halus dari sel bakteri yang kaya akan selulosa yang diproduksi dari glukosa

oleh bakteri Acetobacter xylinum. Selulosa bakteri merupakan hasil fermentasi dari

bakteri Acetobacter xylinum, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang dalam medium

gula dan akan mengubah gula menjadi selulosa.

2. Jenis dan Konsentrasi starter

Pada umumnya bakteri Acetobacter xylinum merupakan starter yang lebih

produktif dari jenis starter lainnya, dan konsentrasi 5-10% merupakan konsentrasi

yang ideal.

3. Waktu Fermentasi

Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan selulosa bakteri

umumnya 2–4 minggu. Minggu ke 4 dari waktu fermentasi merupakan waktu

maksimal produksi selulosa bakteri, yang berarti lebih dari 4 minggu, kualitas selulosa

bakteri yang diproduksi akan menurun.

4. Temperatur Fermentasi

Pada umumnya temperatur fermentasi untuk pembuatan selulosa bakteri

adalah suhu kamar (28oC). Temperatur yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan

mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk selulosa, yang akhirnya juga

menghambat produksi selulosa bakteri.

5. pH Fermentasi

Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan selulosa bakteri adalah

3–5 atau dalam suasana asam. Pada kedua sisi pH optimum, aktifitas enzim seringkali

menurun dengan tajam. Suatu perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan

(31)

16   

6. Jenis dan konsentrasi suplemen

Kandungan karbohidrat dalam bahan untuk pembuatan selulosa bakteri

merupakan bahan yang terpenting. Limbah dengan kadar karbohidrat rendah jika ingin

digunakan sebagai medium pembuatan nata perlu ditambahkan dengan gula pasir.

7. Tempat Fermentasi

Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah korosif

yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk selulosa bakteri.

Di samping itu, tempat fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya matahari langsung,

jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam kondisi steril.

Selain itu, dalam pembuatan selulosa bakteri juga harus diperhatikan bahwa

selama proses penumbuhan berlangsung harus dihindari gerakan atau goncangan di

sekitar tempat fermentasi. Akibat adanya gerakan atau goncangan ini, akan

menenggelamkan lapisan selulosa bakteri yang telah terbentuk dan menyebabkan

terbentuknya lapisan selulosa bakteri yang baru yang terpisah dari selulosa bakteri

yang pertama. Hal ini menyebabkan ketebalan produksi selulosa bakteri tidak standar

(Budiyanto, 2002).

2.5. Nanoteknologi

''Nano'' adalah istilah yang menandakan nanometer (10-9 m). Konsep nanoteknologi

diperkenalkan pertama kali oleh Richard Feynman pada tahun 1959 pada pertemuan

American Physical Society. Sejak itu, nanoteknologi telah berkembang menjadi area

multidisiplin bidang ilmu terapan dan teknologi.

Nanoteknologi adalah kemampuan untuk bekerja pada skala sekitar 1-100 nm

sekitar untuk memahami, membuat, mengkarakterisasi dan menggunakan suatu

struktur materi, perangkat dan system dengan sifat baru yang berasal dari struktur

nanometer tersebut (Roco, 2003). Akibat ukurannya, nanopartikel memiliki luas

permukaan proporsional yang besar dan memiliki permukaan atom yang lebih besar

dibandingkan dengan partikel berukuran mikrometer (Boccuni et al., 2008; Kahn,

2006). Kontrol yang baik terhadap sifat tersebut berdampak menuntun ke pengetahuan

(32)

Penggunaan nanoteknologi berbasis biomaterial polimer adalah nanopartikel

pembawa obat, partikel miniemulsi, katalis polimer elektroda fuel cell terikat, lapis

demi lapis film polimer rakitan, electrospun nanofibers, imprint lithography, polimer

campuran dan nanokomposit. Bahkan di bidang nanokomposit, terdapat aplikasi

beragam seperti komposit penguat, sifat penghalang, tahan api, kosmetik dan sifat

bakterisida (Paul dan Robenson, 2008).

2.5.1. Nanokomposit

Komposit adalah material yang dibentuk dengan kombinasi dua atau lebih komponen.

Membatasi untuk polimer, definisi komposit termasuk plastik kopolimer yang

diperkuat, karet yang diisi karbon hitam, dan lain-lain. Oleh karena itu, istilah ini akan

mencakup papan serat, papan berpartikel, papan keras, papan isolasi, papan semen,

dan lain-lain. Papan ini memiliki persaingan dengan material teknik tradisional.

Dalam komposit, serat diperlukan sebagai mendukung bahan utama. Komposit serat

bersifat anisotropik dan heterogen, sehingga mekanika fraktur hanya dapat diterapkan

kepada mereka dengan pemesanan tertentu (Bhatnagar, 2004).

Tidak ada pengertian yang pasti tentang material komposit, tetapi dari banyak

studi yang dilakukan, memberikan beberapa indikasi untuk menjelaskan tentang

pengertiannya. Ada tiga hal penting yang termasuk dalam pengertian komposit untuk

penggunaannya dalam berbagai aplikasi:

1. Bahan ini terdiri dari dua atau lebih material yang berbeda sifat fisik dan

mekanisnya.

2. Komposit ini dapat dibuat dengan mencampurkan material-material berbeda sifat

ini dalam berbagai cara dimana pemasukan dari satu material ke dalam material

lainnya dengan suatu cara terkontrol untuk memperoleh sifat optimum.

3. Sifat-sifatnya unggul, dan cukup unik jika ditinjau dari beberapa hal, dibandingkan

dengan sifat dari komponen penyusunnya (Hull, 1998)

Komposit pada umumnya terdiri dari matriks dan pengisi (filler). Filler adalah

fase terdispersi yang tersebar dalam matriks sebagai fase kontinu (Simonsen, 2008).

(33)

18   

(nanopartikel) akan menghasilkan nanokomposit. Nanopartikel memiliki luas

permukaan lebih besar secara proporsional dari pada partikel berukuran mikrometer,

dikarenakan interaksi filler dan matriks pada bahan yang dihasilkan. Selain penguat

nanometer, nanopartikel memiliki fungsi lain ketika ditambahkan kedalam suatu

polimer, seperti anti aktivitas mikroba, imobilisasi enzim, biosensing dan lain-lain

(Henriette dan Azeredo, 2009).

Penggunaan filler berukuran nanometer sebagai bahan penguat dalam

komposit biobasis telah diselidiki secara intensif. Dengan efek ukuran nanometer dan

area permukaan spesifik yang tinggi, nanofiller sangat potensial digunakan sebagai

penguat dalam material komposit. Muatan filler yang sangat kecil dan bersifat unik

dijadikan sebagai perbandingan dengan mikrokomposit konvensional lainnya (Grunert

dan winter, 2002; Samir et. al., 2005). Pada akhirnya, selulosa bakteri yang memiliki

struktur jaringan yang unik pada gabungan struktur pita yang dibentuk oleh nanoserat,

sering digunakan sebagai bahan penguat dalam polimer (Soykeabkaew et. al., 2009).

2.5.2. Nanokertas

Berdasarkan perkembangan nanoteknologi, terdapat kebutuhan untuk meninjau

metode terdahulu, metode kimia dan metode semi-kimia dalam industri kertas dan

kemasan. Nanokertas dihasilkan sebagai inovasi radikal dalam memperbaiki sifat

kertas sehingga menyebabkan peningkatan nilai tambah pada produk kertas dan

juga mempengaruhi pertumbuhan industri kertas (Kachlami dan Moghtader, 2012).

Istilah nanokertas menandai adanya komponen dasar kertas yang salah satu

ataupun keduanya berdimensi nanopartikel. Meniru proses pembuatan kertas, suspensi

selulosa nanoserat dapat digunakan untuk menyiapkan lembaran kertas sederhana

dengan menyaring suspensi tersebut untuk memperoleh gel basah dan menguapkan

kadar airnya. Nanoserat secara mekanik terikat dengan gel basah tersebut. Proses ini

akan menghasilkan nanokertas dengan kombinasi modulus Young’s, kekuatan tarik,

dan kekerasan yang baik. Nanokertas juga memiliki tingkat pemuaian termal yang

rendah dan karakter penahan oksigen yang baik. Beberapa prosedur penyiapan

(34)

panas gel basah, hot press, mengeringkan kandungan air, dan alat pembentuk

lembaran dinamik (Sehaqui et. al., 2010).

2.6. Scanning Electron Microscope (SEM)

Suatu berkas insiden elektron yang sangat halus discan menyilangi permukaan sampel

dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam sinar tabung katoda.

Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi

berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman

medan yang besar dan penampakan yang hampir 3 dimensi.

Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi

memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan

resolusi berkisar 100 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian

dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam

polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan

pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa

penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian

tubuhnya (Stevens, 2000).

2.7. Analisis Termal

Analisis termal adalah sebuah istilah umum yang mencakup kelompok teknik terkait

dimana analisis termal merupakan parameter perubahan sifat fisik suatu properti

terhadap perubahan temperatur. Definisi ini memiliki kekurangan tertentu sehingga

dianjurkan untuk digantikan dengan, Analisis termal adalah sekelompok teknik

dimana sifat fisik dari suatu substansi yang diukur menjadi fungsi temperatur,

sedangkan substansinya menjadi subjek yang dikontrol oleh program temperatur.

Selain menjadi lebih akurat, definisi ini memiliki keuntungan bahwa hal itu

dapat disesuaikan dengan semua definisi teknik termoanalitik. Sebagai contoh,

thermogravimetry (TG) adalah suatu teknik dimana massa dari suatu substansi yang

(35)

20   

dikontrol program temperatur. Hasilnya adalah kurva TG. Kurva TG dicatat

menggunakan thermobalance. Prinsip dari elemen thermobalance adalah

Microbalance elektronik, tungku, pemprogram temperatur, pengendali atmosfer dan

alat perekam output dari perangkat tersebut (Hatakeyama, 1998).

2.8. Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan

sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan

didefinisikan sebagai besarnya beban maksimum (Emaks) yang digunakan untuk

memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (A0).

σ =

...(

2.1)

keterangan :

σ = kekuatan tarik bahan ( )

F = tegangan maksimum ( kgf)

Ao = luas penampang ( mm2)

Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan (gaya per

satuan luas), maka bahan akan mengalami perpanjangan (regangan). Kurva tegangan

terhadap regangan merupakan gambar karakteristik dari sifat mekanik suatu bahan.

(36)

 

Gambar 2.4 Kurva tegangan dan regangan bahan polimer

Disamping bersama kekuatan tarik (σ) sifat mekanik bahan juga diamati dari sifat

kemulurannya (ε) yang didefenisikan sebagai :

ε = x 100%... (2.2)

ε = kemuluran (%)

I0 = panjang spesimen mula-mula (mm)

(37)
(38)
(39)

24   

3.2. Prosedur Penelitian 3.2.1. Pengambilan sampel

Sampel limbah air kelapa diperoleh dari pasar tradisional Pringgan Medan. Tanaman

kelapa dengan spesies Cocos Nucifera L. dan sampel limbah kulit jeruk keprok

diperoleh dari Rumah Makan Komda, Jl. Zainul Arifin Medan. Jeruk keprok tersebut

diperoleh dari Desa Siberteng, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo.

3.2.2. Pembuatan larutan pereaksi 3.2.2.1. Pembuatan larutan NaOH 2%

Ditimbang 20 g NaOH(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

liter, dan diencerkan hingga garis tanda.

3.2.2.2. Pembuatan larutan NaOH 2,5%

Ditimbang 25 g NaOH(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

liter, dan diencerkan hingga garis tanda.

3.2.2.3. Pembuatan larutan NaOCl 1,75%

Ditimbang 17,5 g NaOCl(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

liter, dan diencerkan hingga garis tanda.

3.2.2.4. Pembuatan larutan NaOCl 2,5%

Ditimbang 25 g NaOCl(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

liter, dan diencerkan hingga garis tanda.

3.2.2.5. Pembuatan larutan Na2SO3 2%

Ditimbang 20 g Na2SO3(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

(40)

3.2.2.6. Pembuatan larutan (NH4)2C2O4 0,5%

Ditimbang 5 g (NH4)2C2O4(s), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu

takar 1 liter dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda.

3.2.2.7. Pembuatan larutan HCl 0,05 N

Dipipet 4,2 mL HCl(aq), kemudian dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1

liter dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda.

3.2.3. Pembuatan Stater Selulosa Bakteri

Media kultur untuk produksi selulosa bakteri, setiap liter dari air kelapa tua

ditambahkan 3 g urea, 10 g gula pasir, dan 10 mL air kelapa muda. Media kultur ini

dimasak diatas kompor hingga mendidih, setelah itu didinginkan hingga temperatur

kamar. Keasaman dari media diatur menjadi pH=4 dengan menambahkan CH3COOH

glasial. Bibit dari bakteri Acetobacter xylinum diinokulasi ke dalam media kultur statis

selama 7 hari pada temperatur 28oC dalam botol kaca yang telah disterilisasi.

3.2.4. Penumbuhan Gel Selulosa Bakteri (Nata de coco)

Media kultur untuk produksi selulosa bakteri, setiap liter dari air kelapa tua

ditambahkan 3 g urea, 10 g gula pasir, dan 10 mL air kelapa muda. Media kultur ini

dimasak di atas kompor hingga mendidih, setelah itu didinginkan hingga temperatur

kamar. Keasaman dari media diatur menjadi pH=4 dengan menambahkan CH3COOH

glasial. Bibit dari bakteri Acetobacter xylinum diinokulasi ke dalam media kultur statis

selama 14 hari pada temperatur 28oC dalam media kaca 20cm x 20cm yang telah

disterilisasi.

3.2.5. Purifikasi Gel Selulosa Bakteri

Setelah dihasilkan beberapa gel selulosa bakteri, dibiarkan dalam saringan untuk

(41)

26   

Gel yang ada dicuci dengan air keran yang mengalir , kemudian gel tersebut direndam

selama 1 malam dengan NaOH 2,5 %, setelah itu direndam dengan NaOCl 2,5 %.

Setelah itu, gel selulosa bakteri dicuci dengan air keran untuk menghilangkan pelarut

yang ada hingga pH mencapai kondisi netral (Gea, et. al, 2007).

3.2.6. Desintegrasi Gel Selulosa bakteri

Disintegrasi gel selulosa bakteri dilakukan dengan cara memotong-motong gel

selulosa bakteri (nata de coco), kemudian dihaluskan dengan blender. Ditentukan

kadar air dari gel selulosa bakteri.

3.2.7. Preparasi Kulit Jeruk

Kulit jeruk dibersihkan dengan air. Dikeringkan di bawah sinar matahari sampai

kering. Kemudian dihaluskan dengan blender 3 menit hingga menjadi serbuk halus.

3.2.8. Isolasi Selulosa dari Kulit Jeruk

Serbuk kulit jeruk 40 g diekstraksi dengan larutan azeotrope kloroform-heksana

(72:28) pada suhu 69oC selama 10 jam dalam alat soklet (Bicu et. al., 2011).

Kemudian diekstraksi dengan air panas pada suhu 60oC selama 4 jam, (NH4)2C2O4

0,5% pada suhu 80oC selama 4 jam, dan larutan HCl 0,05 N pada suhu 80oC selama 2

jam (Habibi et. al., 2008). Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

Selanjutnya didigesti dengan 300 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan

Na2SO3 2% pada suhu 50oC selama 1 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci

sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75%

pada temperatur mendidih selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci

sampai pH filtrat netral. Setelah itu, dilakukan pemurnian selulosa dari sampel dengan

500 mL larutan NaOH 17,5% pada suhu 80oC selama 0,5 jam. Kemudian disaring,

dicuci hingga filtrat netral. Dilanjutkan dengan pemutihan dengan NaOCl 1,75% pada

suhu 60oC selama 5 menit (Harahap, 2012). Ditentukan kadar air dari selulosa yang

(42)

3.2.9. Pencampuran Selulosa Bakteri dengan Selulosa dari Kulit Jeruk

Pembuatan Nanokertas dilakukan dengan pencampuran selulosa bakteri dan selulosa

yang diisolasi dari kulit jeruk dengan perbandingan A(100:0%), B(80:20%),

C(60:40%), D(50:50%) dan E(0:100%) berdasarkan perhitungan berat keringnya.

Campuran tersebut diaduk selama 2 jam kemudian disaring dan ditempatkan diatas

plat cetakan. Campuran yang telah dicetak dijemur selama 2 hari.

Berat teoritis setiap formulasi adalah 1 g, dengan penambahan carboxyl cethyl

cellulose (CMC) sebayak 0,2 g pada setiap formula. Perbandingan Selulosa bakteri :

selulosa kulit jeruk masing-masing formulasi adalah :

Formula A = (100 : 0%)

Kadar air selulosa bakteri (SB)

Pengujian kadar air dilakukan dengan metode gravimetri dimana sampel dipanaskan

pada suhu 110oC selama 2 jam dan didinginkan didalam desikator. Kemudian

ditimbang hingga berat sampel konstan. Berikut persamaan penentuan kadar air :

% Kadar air= x 100 %...(3.1)

Berdasarkan persamaan diatas, diperoleh kadar air sebesar 95,47 %, dan kadar

selulosa didalam selulosa bakteri sebesar 4,53 %.

Kadar air selulosa kulit jeruk (KJ)

Dengan perlakuan yang sama dengan selulosa bakteri, diperoleh kadar air dalam

selulosa kulit jeruk sebesar 94,37 %, dan kadar selulosa didalam kulit jeruk sebesar

(43)

28   

Berdasarkan perhitungan terhadap berat kering masing- masing sampel, maka

massa sampel pada perbandingan selulosa bakteri yang telah dihaluskan dengan

selulosa kulit jeruk; A(100:0 %), B(80:20 %), C(60:40 %), D(50:50 %) dan E(0:100

%) ditunjukkan pada Tabel 3.1 di bawah ini.

No. Komposisi Nanokertas (%)

Massa BC (g)

Massa KJ (g) 1. 100 SB : 0 KJ 17,66 - 2. 80 SB : 20 KJ 14,12 2,84 3. 60 SB : 40 KJ 10,59 5,68 4. 50 SB : 50 KJ 8,83 7,1

5. 0 SB : 100 KJ - 14,2

(44)

3.3. Parameter yang diamati 3.3.1. Penentuan kadar air

Pengujian kadar air dilakukan dengan metode gravimetri dimana sampel nanokertas

dipanaskan pada suhu 110oC didalam oven selama 2 jam dan didinginkan didalam

desikator. Kemudian nanokertas ditimbang hingga berat sampel konstan. Dihitung %

kadar air dengan persamaan (3.1).

3.3.2. Uji Morfologi

Nanokertas yang telah dicetak, diamati dengan pengamatan mikroskopik

menggunakan SEM diawali dengan merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari

logam spesimen older. Kemudian setelah sampel dibersihkan dengan alat peniup,

sampel dilapisi dengan emas dan palladium dalam mesin dionspater yang bertekanan

1492 x 10-2 atm. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam ruangan yang khusus dan

kemudian disinari dengan pancaran elektron bertenaga 15 kV sehingga sampel

mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat dideteksi dan

detektor scientor yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang

menyebabkan timbulnya gambar chatode ray tube (CRT). Pemotretan dilakukan

setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan

sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

3.3.3.Uji Tensil

Uji tensil dilakukan dengan menggunakan mesin Instron Gotech Al-7000M untuk

mengukur modulus elastisitas dan kemuluran. Sebelum uji dilakukan, sampel

disiapkan dengan panjang dan tebal sampel sekitar 50,0 mm dan 15 mm. Kedua sisi

nanokertas dijepit pada alat untuk ditarik oleh beban yang ditentukan massanya.

Kecepatan pengukuran 1 mm/menit dan dilakukan pengujian sebanyak tiga kali untuk

(45)

30   

3.3.4. Uji Ketahanan Termal

Karakterisasi ini menggunakan metode Thermogravimetri yang dilakukan dengan

Perkin Elmer Pyris TGA 7, kecepatan scan 20 oC /min dalam jarak temperatur 20-800

o

C. Sampel tersebut diuji di bawah aliran gas nitrogen. Uji ini digunakan untuk

(46)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Stater Selulosa Bakteri

Disaring

Dimasukkan kedalam panci

Ditambahkan 6 g urea

Ditambahkan 20 g gula pasir

Ditambahkan 20 mL air kelapa muda

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut

Didinginkan

Ditambahkan CH3COOH glacial

hingga pH=4

Dimasukkan kedalam 10 botol kaca yang telah disterilisasi

Ditambahkan 200 mL stater

bakteri Acetobacter xylinum

Diinokulasi pada temperatur 28oC selama 8 hari

2 liter air kelapa tua

Residu Filtrat

Media selulosa bakteri

(47)

32   

3.4.2 Pembuatan Selulosa bakteri (Nata de coco)

Disaring

Dimasukkan kedalam panci

Ditambahkan 3 g urea

Ditambahkan 10 g gula pasir

Ditambahkan 10 mL air kelapa muda

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut

Didinginkan

Ditambahkan CH3COOH glacial

hingga pH=4

Dimasukkan kedalam media kaca 20 cm x 20 cm yang telah disterilisasi

Ditambahkan 100 mL stater

bakteri Acetobacter xylinum

Diinokulasi pada temperatur 28oC selama 14 hari

1 liter air kelapa tua

Residu Filtrat

Media selulosa bakteri

(48)

3.4.3 Purifikasi dan Disintegrasi Selulosa Bakteri

Dicuci dengan air

Direndam dengan 2,5% NaOH selama 1 malam

Direndam dengan 2,5% NaOCl selama 1 malam

Dicuci dengan air kembali

Dihaluskan dengan blender

Dihitung % kadar airnya Gel selulosa bakteri

(49)

34   

3.4.4 Isolasi Selulosa dari Kulit Jeruk Keprok

Dibungkus dalam kertas saring

Diekstraksi dengan larutan azeotrope kloroform-heksana (72:28) pada suhu 69oC selama 10 jam dalam alat soklet (Bicu et. al., 2011)

Diekstraksi dengan air panas pada suhu 60oC selama 4 jam Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Diekstraksi dengan (NH4)2C2O4 0,5% pada suhu 60oC

selama 4 jam

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Diekstraksi dengan HCl0,05 N pada suhu 80oC selama 2 jam Disaring dan dicuci hingga filtrat netral (Habibi et. al., 2008)

Didigesti dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50o selama 1 jam

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Diputihkan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75% pada suhu mendidih selama 0,5 jam

Disaring dan dicuci benar-benar dengan aquadest (Harahap, 2012) Dihitung % kadar airnya

40 g Serbuk Kulit Jeruk Keprok

(50)

3.4.5 Pencampuran Selulosa Bakteri yang telah dihaluskan dengan Selulosa yang diisolasi dari Kulit Jeruk

Dicampurkan kedua bahan berdasarkan berat keringnya dengan perbandingan

A(100 SB:0 KJ), B(80 SB:20 KJ), C(60

SB:40 KJ), D(50 SB:50 KJ) dan E(0

SB:100 KJ)

Distirer selama 2 jam hingga homogen

Dicetak diatas plat cetakan dan dijemur

selama 2 hari Selulosa bakteri yang telah

dihaluskan

Selulosa yang diisolasi dari

kulit jeruk

Nanokertas (selulosa bakteri + selulosa kulit jeruk + CMC)

Uji Kadar air Uji Morfologi

(SEM)

Uji Termal Uji Tensil CMC

(51)

36   

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Penentuan kadar air

Berdasarkan dari hasil penelitian, diperoleh kadar air dari masing-masing komponen

penyusun nanokertas adalah sebagai berikut :

No. Bahan Kadar Air (%) Kadar Selulosa (%) 1. Selulosa Bakteri 95,47 4,53

2. Selulosa Kulit Jeruk 94,37 5,63

Selulosa bakteri (SB) dan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk (KJ) digunakan

sebagai bahan baku pembuatan nanokertas. Setelah proses pencampuran keduanya,

kemudian diuji kembali kadar airnya. Berikut disajikan kadar air Nanokertas pada

Tabel 4.2.

No. Komposisi Nanokertas (%) Kadar Air (%)

1. 100 SB : 0 KJ 7,142

2. 80 SB : 20 KJ 6,667

3. 60 SB : 40 KJ 7,692

4. 50 SB : 50 KJ 7,142

5. 0 SB : 100 KJ 7,692

Tabel 4.1. Kadar Air Bahan Penyusun Nanokertas

(52)

4.1.2. Pengujian Mekanik

Uji mekanik yang dilakukan adalah uji tarik atau tensil dengan menggunakan alat

Tensil Gotech Al-7000M dengan berat beban 2000 kgf. Uji tensil dilakukan untuk

mengetahui besar kekuatan nanokertas berdasarkan modulus Young’s yang diperoleh.

Kurva strain-stress yang dihasilkan terlihat pada Gambar 4.2 dibawah ini. Dari hasil

yang diperoleh, nanokertas (50 SB:50 KJ) adalah nanokertas yang memiliki kekuatan

tarik paling baik dengan besar modulus Young’s tertinggi yaitu sebesar 1,4 GPa.

Berikut disajikan kurva strain-stress nanokertas pada Gambar 4.2.

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10

0 10 20 30

stress(MPa

)

strain(-)

50 SB:50 KJ

60 SB:40 KJ

80 SB:20 KJ

100 SB:0KJ

(53)

38   

4.1.3. Pengujian Degradasi Termal

Uji degradasi terhadap termal dilakukan dengan alat termogravimetry analysis (TGA)

yang bertujuan untuk mengetahui perubahan massa nanokertas terhadap kenaikan

temperatur. Uji ini juga memberikan informasi terhadap hasil dekomposisi termal atau

massa residu yang dihasilkan. Pengujian degradasi termal ini dilakukan dengan besar

aliran gas nitrogen 15 ml/s, kenaikan temperatur 20 oC/s, dan menggunakan massa

sampel 20 mg untuk setiap variasi nanokertas. Kurva perubahan massa nanokertas

terhadap kenaikan temperatur disajikan pada Gambar 4.2. di bawah ini.

0 100 200 300 400 500 600

(54)

4.1.4. Pengujian Morfologi

Analisa permukaan dilakukan dengan Instrumen SEM JSM-6360 setelah memilih

bagian tertentu dari objek (sampel) yang tampak lebih homogen dan perbesaran yang

diinginkan agar diperoleh foto yang baik dan jelas. Nanokertas disinari dengan

pancaran elektron bertenaga 15 kV dengan perbesaran hingga 5000 kali.

Dari hasil yang diperoleh, uji morfologi dengan menggunakan alat SEM

menunjukkan bahwa nanokertas yang dihasilkan memenuhi kriteria dari

nanoteknologi sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.3. Nanoteknologi adalah

kemampuan suatu material bekerja pada skala 1-100 nm, dimana penggunaan

setidaknya salah satu ataupun keseluruhan komponen penyusun komposit berdimensi

nanometer. Dari gambar yang diperoleh, nanokertas (50 SB:50 KJ) yang dihasilkan

memenuhi dari kriteria nanoteknologi dengan perbesaran sebanyak 5000 kali. Gambar

hasil analisa morfologi menunjukkan bahwa besar diameter serat nanokertas berkisar

50 hingga 100 nm. Berikut disajikan Gambar 4.3. di bawah ini.

(55)

40   

4.2. Pembahasan

4.2.1. Selulosa bakteri (SB)

Pembiakan bakteri Acetobacter xylinum dilakukan pada medium kultur air kelapa

yang telah dimasak dengan penambahan urea, air kelapa muda dan gula pasir sebagai

penambah nutrisi dari air kelapa. Penambahan air kelapa muda disini bertujuan untuk

memberikan jumlah vitamin untuk pertumbuhan bakteri. Penambahan CH3COOH

glasial dilakukan untuk menyesuaikan pH air kelapa yaitu pH 4. pH tersebut

merupakan kondisi optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum

(Pambayun, 2002). Pembuatan selulosa bakteri dilakukan dengan penambahan bibit

bakteri Acetobacter xylinum pada wadah steril dengan proses inokulasi selama 14 hari

yang bertujuan untuk menghasilkan selulosa bakteri yang optimal.

Selulosa bakteri yang dihasilkan, dipurifikasi dengan NaOH 2,5% dan NaOCl

2,5% untuk menghilangkan komponen organik bukan selulosa pada selulosa bakteri

seperti asam nukleat dan protein sisa dari kultur medium (Gea et. al., 2007). Selulosa

bakteri yang diperoleh mengandung 4,53 % selulosa.

4.2.2. Selulosa dari Kulit Jeruk (KJ)

Isolasi selulosa dari kulit jeruk dilakukan dengan mengekstraksi serbuk halus kulit

jeruk dengan menggunakan pelarut kloroform-heksana dengan perbandingan (72:28)

(56)

(Bicu et. al., 2011). Tahap ini dilakukan untuk memisahkan komponen bukanselulosa

dari kulit jeruk seperti lemak, resin, minyak, lilin, dan zat pewarna yang disebut

dengan fraksi larut lemak (liposoluble). Residu yang diperoleh diekstraksi kembali

dengan air panas, (NH4)2C2O4 0,5%, dan HCl0,05N untuk menghilangkan komposisi

pektin yang terkandung dalam kulit jeruk (Habibi et. al., 2008). Delignifikasi kulit

jeruk dilakukan dengan proses digesti menggunakan larutan NaOH 2% dan Na2SO3 2

%. Proses pemutihan pulp dilakukan dengan penambahan NaOCl 1,75% sehingga

derajat keputihan pulp naik tajam. Penambahan NaOH 17,5% digunakan untuk

mengendapkan selulosa sebelum diputihkan kembali kedua kalinya dengan NaOCl

1,75% (Harahap, 2012). Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh selulosa kulit jeruk

dengan kadar selulosa 5,63 %.

4.2.3. Hasil Nanokertas

Dalam penelitian ini, selulosa bakteri yang telah diblender selama 20 menit

dicampurkan dengan selulosa yang telah diisolasi dari kulit jeruk dengan

menggunakan magnetik stirer selama 3 jam. Hal ini dilakukan agar kedua material

tersebut membentuk campuran yang merata dengan baik. Campuran yang diperoleh,

diperas untuk menghilangkan kandungan airnya dengan menggunakan wire mesh

untuk mempercepat waktu pengeringan. Setelah itu, campuran dicetak dan

dikeringkan selama 2 hari.

(57)

42   

4.2.4. Hasil Pengujian Mekanik

Uji mekanik yang dilakukan adalah uji tarik yang bertujuan untuk mengetahui

peningkatan kekuatan nanokertas dari campuran selulosa bakteri (SB) dengan selulosa

dari kulit jeruk (KJ). Dari pengolahan data yang diperoleh, dihasilkan Modulus

Young’s dari masing-masing nanokertas yang disajikan pada Tabel 4.3.

No. Komposisi

Berdasarkan besar Modulus Young’s yang diperoleh, bahwa nanokertas dengan

perbandingan (50 SB:50 KJ) memiliki kekuatan tarik yang paling besar dibandingkan

dengan nanokertas dengan perbandingan komposisi lainnya. Hal ini diduga bahwa

terjadi interaksi antara selulosa bakteri (SB) dengan selulosa dari kulit jeruk (KJ),

dimana celah serat dari selulosa bakteri diduga diisi oleh selulosa dari kulit jeruk (KJ)

sehingga menghasilkan perpaduan yang lebih padat.

Berdasarkan penjelasan diatas diduga bahwa selulosa bakteri berperan sebagai

matriks dan selulosa yang diisolasi dari kulit jeruk berperan sebagai Filler. Dari data

yang diperoleh, terlihat bahwa semakin meningkatnya komposisi dari selulosa kulit

jeruk (KJ) yang ditambahkan pada nanokertas, maka kekuatan kertas semakin

meningkat sebagaimana terlihat dengan meningkatnya nilai modulus Young’s,

sehingga diduga kulit jeruk berperan sebagai bahan penguat pada nanokertas yang

dihasilkan.

(58)

4.2.5. Hasil Pengujian Degradasi Termal

Uji degradasi termal dilakukan untuk mengetahui perbandingan besar kehilangan

massa nanokertas terhadap meningkatnya temperatur. Kurva yang terlihat pada

Gambar 4.2. menunjukkan bahwa ketiga sampel yang diuji memberikan kurva

perubahan massa yang hampir sama, dimana perubahan massa yang terjadi dipisahkan

menjadi 3 bagian.

Bagian pertama, yaitu bagian yang menunjukkan terjadinya kehilangan massa

akibat penguapan air dan kehilangan komponen oraganik seperti protein pada

temperatur 50oC sampai 220oC. Bagian kedua, yaitu bagian yang menunjukkan

terjadinya kehilangan massa yang sangat tajam akibat dekomposisi termal pada

temperatur 220oC hingga 380oC. Bagian terakhir, yaitu pada temperatur 380oC hingga

500oC mungkin terjadi proses karbonisasi dari selulosa yang meningkatkan proses

dari degradasi termal. Nanokertas (50 SB:50 KJ) menunjukkan kurva yang berada

diantara selulosa bakteri (SB) dan selulosa yang diisolasi kulit jeruk (KJ). Berikut

disajikan hasil residu degradasi termal pada Tabel 4.4. di bawah ini.

No. Komposisi nanokertas

Analisa permukaan terhadap nanokertas dilakukan untuk mengamati dan mengukur

diameter serat dari nanokertas dengan menggunakan alat SEM Selulosa yang diisolasi

dari kulit jeruk menunjukkan permukaan yang lebih merata dengan memiliki diameter

serat yang berukuran mikrometer. Berikut disajikan hasil SEM dari selulosa yang

diisolasi dari kulit jeruk pada Gambar 4.6. di bawah ini.

(59)

44   

Dari gambar yang diperoleh dengan menggunakan alat SEM, selulosa bakteri

menunjukkan permukaan dengan celah serat yang tampak lebih teratur dan halus.

Berikut disajikan gambar hasil SEM dari selulosa bakteri pada Gambar 4.7 di bawah

ini.

Gambar 4.6 Hasil SEM Mikrokertas (0 SB:100 KJ)

(60)

Dari gambar yang dihasilkan, terlihat bahwa nanokertas dengan komposisi (50

SB:50 KJ) menunjukkan serat yang tampak lebih padat setelah penggabungan kedua

komponen penyusunnya. Dari gambar yang dihasilkan, diduga bahwa celah selulosa

bakteri (SB) yang tampak teratur dan halus sebagaimana terlihat pada Gambar 4.7.

diisi oleh selulosa dari kulit jeruk (KJ) yang lebih merata, sehingga perpaduan dari

kedua komponen tersebut menyebabkan serat nanokertas tampak lebih padat. Berikut

disajikan pada Gambar 4.8. di bawah ini.

Gambar 4.8. Hasil SEM Nanokertas (50 SB:50 KJ)

(61)

46   

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa :

 Nanokertas yang dihasilkan dari pencampuran selulosa bakteri dan selulosa kulit jeruk dengan perbandingan komposisi (50 SB:50 KJ) merupakan

nanokertas dengan kualitas terbaik dan memenuhi kriteria dari nanoteknologi,

karena memiliki diameter serat 50-100 nm sebagaimana terlihat pada analisa

morfologi.

 Dari hasil penelitian bahwa limbah kulit jeruk dan air kelapa tua dapat

dimanfaatkan sebagai material baru untuk pembuatan kertas konvensional

sebagai alternatif penanganan limbah.

 Dari hasil penelitian, bahwa nanokertas dari pencampuran selulosa bakteri dan selulosa kulit jeruk layak digunakan sebagai material pembuatan nanokertas

berdasarkan dari hasil uji tarik dimana, besar modulus Young’s yaitu sebesar

1,4 GPa dengan kadar air 7,412 %, dan massa residu pada nanokertas (50

SB:50 KJ) sebesar 3,05 mg, dimana ketahanan termal nanokertas berada di

antara kedua material penyusunnya yaitu selulosa bakteri dan selulosa yang

diisolasi dari kulit jeruk.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk membuat nanokertas dengan

memanfaatkan material lainnya seperti kulit terong belanda, atau tandan kosong

kelapa sawit sehingga ada alternatif terbaharukan untuk penanganan limbah dan

mengurangi penebangan hutan.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Yogyakarta: Kanisius.

Ashari, S. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. Jakarta : UI-Press.

Aspinall, G. O. 1983. The Polysaccharides Molecular Biology an International Series of Monographs and Textbooks.Volume 2. First Edition. Orlando : Academic Press,Inc.

Banwart, J. G. 1981. Basic Food Microbiology. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Bhatnagar, M. S. 2004. A textbook of polymer (Chemistry and Technology of Polymer): processing and applications. Volume II. NewDelhi : S. Chan & Company, Ltd.

Bielecki, S., Krystynowicz, A., Turkiewicz, M., Kalinowska, H.2004. Bacterial Sellulose. In: Polysaccharides I: Polysaccharides from prokaryotes.

Biopolymers. Volume 5. Weinheim: Wiley-Vch.

Bicu, I., Mustafa, F. 2011. Cellulose Extraction from Orange Peel using Sulfite Digestion Reagents. Bioresource Technology. 102, 10013-10019.

Boccuni, F., Rondinone, B., Petyx, C., Iavicoli, S. 2008. Potential occupational exposure to manufactured nanoparticles in Italy. Journal of Cleaner Production. 16, 949–956.

Brown, R. M., Saxena, I. M. 2007. Cellulose : Molecular and Structural Biology Selected Articles on the Synthesis, Structure, and Applications of Cellulose. Netherlands: Springer.

Budiyanto, K. A. 2004. Mikrobiologi Terapan. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga. Malang: UMM Press.

Candanedo, B., Roman, M., Gray, D.G.. 2005. Effect of reaction conditions on the properties and behavior of wood cellulose nanocrystal suspensions.

Biomacromolecules. 6, 1048-54.

Chawla, P. R., Bajaj, I. S., Survase, S. A., Singhal, R. S. 2008. Microbial Cellulose: Fermentative Production and Applications. Food Technology Biotechnology. 47, 107–124.

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi air kelapa muda dengan air kelapa tua
Tabel 2.2 Sumber Selulosa (Beck-Candanedo et. al., 2005)
Gambar 2.3. Bakteri  Acetobacter xylinum
Gambar 2.4 Kurva tegangan dan regangan bahan polimer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanolik kulit jeruk keprok dapat menekan karsinogenesis melalui penghambatan proliferasi dan penekanan ekspresi

Pembuatan nanokertas dimulai dengan proses pembiakan bakteri Acetobacter xylinum ke dalam medium kultur air kelapa yang telah di autoklaf dengan penambahan selulosa kulit

Hasil PCR dengan penanda ISSR pada tanaman jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma menunjukkan berbagai pola, yaitu pitanya sama, kehilangan pita, dan mengalami penambahan

Pembuatan nanokertas dimulai dengan proses pembiakan bakteri Acetobacter xylinum ke dalam medium kultur air kelapa yang telah di autoklaf dengan penambahan selulosa

Bakteri endofit yang diisolasi dari daun jeruk keprok varietas Madura yaitu ada 9 macam koloni bakteri dan di karakteristikkan dengan media PCA, NA dan MCA

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah yang berkaitan dengan potensi antibakteri dari ekstrak kulit buah Genus Citrus yang digunakan dalam menghambat

Rerata Derajat Esterifikasi Pektin Akibat Perbedaan Varietas Kulit Jeruk Jenis Jeruk Derajat Esterifikasi % Jeruk Keprok Batu 55 102,43d Jeruk Siam 64,39a Jeruk Manis Pacitan

Cukup beraroma jeruk Hasil analisis pengujian organoleptik terhadap aroma dari permen jelly kulit buah jeruk menunjukan bahwa konsentrasi penambahan bubuk agar tidak berpengaruh nyata