• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI, KESEGARAN, DAN DUGAAN PEMALSUAN SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN DASAR KEJU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU (IPS) FEBRIANA WULANDARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPOSISI, KESEGARAN, DAN DUGAAN PEMALSUAN SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN DASAR KEJU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU (IPS) FEBRIANA WULANDARI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI, KESEGARAN, DAN DUGAAN PEMALSUAN

SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN DASAR KEJU PADA

INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU (IPS)

FEBRIANA WULANDARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi, Kesegaran, dan Dugaan Pemalsuan Susu Segar sebagai Bahan Dasar Keju pada Industri Pengolahan Susu (IPS) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2012 Febriana Wulandari NIM B04080043

(4)

4

ABSTRAK

FEBRIANA WULANDARI. Komposisi, Kesegaran, dan Dugaan Pemalsuan Susu Segar sebagai Bahan Dasar Keju pada Industri Pengolahan Susu (IPS). Dibimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN.

Komposisi susu segar sebagai bahan dasar keju menentukan kualitas keju yang dihasilkan. Kesegaran susu semestinya terjamin dan tidak dipalsukan, sesuai dengan SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang Susu Segar. Penelitian ini bertujuan menguji komposisi susu segar, kesegaran susu, dan dugaan pemalsuan susu segar yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan keju di industri pengolahan susu (IPS). Penentuan komposisi meliputi berat jenis (BJ), kadar lemak (KL), bahan kering (BK), bahan kering tanpa lemak (BKTL), dan kadar protein (KP). Kesegaran susu diuji dengan uji alkohol, uji didih, dan pengukuran derajat keasaman (pH). Dugaan pemalsuan susu segar diuji dengan uji Storch, uji karbonat, uji santan, dan uji amilum. Data yang diperoleh, diolah secara deskriptif dan dibandingkan dengan standar SNI. Sampel susu yang diperiksa mengalami ketidaksesuaian dengan SNI sebesar 94.28% untuk BJ, 37.14% untuk BKTL, 14.28% untuk KP, dan 2.86% untuk BK, sedangkan KL dari seluruh sampel telah sesuai dengan SNI. Selain itu, diketahui bahwa sebanyak 17.14% sampel tidak memenuhi rentang nilai pH yang ditetapkan SNI dan 17.14% sampel mengalami penambahan susu masak. Sampel susu yang diperiksa masih dapat dijadikan keju, namun keju yang dihasilkan dapat mengalami penurunan kualitas.

Kata kunci: dugaan pemalsuan, keju, kesegaran, komposisi, dan susu segar

ABSTRACT

FEBRIANA WULANDARI. Composition, Freshness, and Falsification Supposition of Fresh Milk as the Cheese Raw Material in the Milk Processing Industry. Under direction of TRIOSO PURNAWARMAN.

Composition of fresh milk as cheese raw material determines quality of the cheese. The freshness of the milk should be guaranted and not falsified, according to SNI No. 01−3141 − 2011 about Fresh Milk. This study aims to examine the composition of fresh milk, freshness of milk, and falsification supposition of fresh milk were used as a cheese raw material in the milk processing industry. The milk composition test consist of specific gravity, fat content, solid content, solid-non-fat content, and protein content. Freshness of milk test were did by alcohol test, boiling test, and measurement of the degree of acidity (pH). Falsification supposition test were did by Storch test, carbonate test, coconut-milk test, and starch test. Data were analyzeddescriptively and compared with SNI. Samples of milk were examined are incompatible with SNI as much as 94.28% for specific gravity, 37.14% for solid-non-fat content, 14.28% for protein content, and 2.86% for solid content, while the milk fat content entirely in accordance with SNI. In addition, it is known that as much as 17.14% of the sample did not have similar specified range of pH values on SNI and 17.14% of the sample were experiencing addition of cooked milk. Milk samples examined still can be used as raw material for cheese, but the cheese produced can undergo degradation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

KOMPOSISI, KESEGARAN, DAN DUGAAN PEMALSUAN

SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN DASAR KEJU PADA

INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU (IPS)

FEBRIANA WULANDARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(6)
(7)

Judul Skripsi : Komposisi, Kesegaran, dan Dugaan Pemalsuan Susu Segar sebagai Bahan Dasar Keju pada Industri Pengolahan Susu (IPS)

Nama : Febriana Wulandari NIM : B04080043

Disetujui oleh

Dr drh Trioso Purnawarman, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga skripsi dengan judul Komposisi, Kesegaran, dan Dugaan Pemalsuan Susu Segar sebagai Bahan Dasar Keju pada Industri Pengolahan Susu (IPS) dapat diselesaikan.

Rasa terima kasih yang besar ingin penulis sampaikan kepada:

1 Dr drh Trioso Purnawarman, MSi selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2 drh Adi Winarto, PhD dan Dr drh Gunanti, MS selaku dosen penguji dan penilai atas segala bimbingan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

3 Dr drh R P Agus Lelana, SpMp, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa FKH IPB.

4 Bapak M Nur Jauhari AMd, Ibu Sri Wahyuni, kakak Agustian Hariyuni STp, dan adik Lia Ariesta atas kepercayaan, doa, kasih sayang, dan dukungan yang diberikan selama ini.

5 Seluruh staf dan pegawai Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

6 Rekan-rekan penelitian, teman-teman Avenzoar (Angkatan 45 FKH IPB), teman-teman teman-teman Wisma Aisyah II, Felix House, Wisma Nabila, dan Wisma Edelweis atas segala bantuan, persahabatan, dan kebersamaan.

7 Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kesalahan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi bagi penulis. Terlepas dari kekurangan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, November 2012

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Penelitian 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Komposisi Susu 5

Kesegaran Susu 11

Dugaan Pemalsuan Susu Segar 14

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata komposisi susu segar dari pemasok industri pengolahan susu

(IPS) 5

2 Jumlah sampel susu segar dari pemasok industri pengolahan susu (IPS) yang tidak memenuhi SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang susu segar 6 3 Pengujian kesegaran sampel susu dari pemasok industri pengolahan susu

(IPS) 12

4 Jumlah sampel susu segar dari pemasok industri pengolahan susu (IPS) yang tidak memenuhi standar uji kesegaran sesuai SNI No. 01 – 3141 –

2011 13

5 Pengujian dugaan pemalsuan susu pada sampel pagi hari 14 6 Pengujian dugaan pemalsuan susu pada sampel sore hari 14 7 Jumlah sampel susu segar dari pemasok industri pengolahan susu (IPS)

yang tidak memenuhi standar pengujian dugaan pemalsuan sesuai SNI

No. 01 – 3141 – 2011 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Syarat mutu susu segar menurut SNI No. 01 – 3141 – 2011 19 2 Rata-rata dan standar deviasi komposisi susu segar dari pemasok

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring perkembangan kreativitas industri-industri pengolahan pangan dan peningkatan kesadaran menyajikan produk olahan pangan yang lebih sehat, penggunaan keju dalam produk olahan pangan mengalami peningkatan. Semula, penggunaan keju hanya terbatas untuk masyarakat ekonomi menengah ke atas serta untuk makanan western style. Saat ini keju dapat ditemukan sebagai paduan untuk olahan makanan tradisional. Keju dinilai sehat karena memiliki kandungan protein dan lemak yang mudah dicerna serta kandungan kalsium, vitamin, dan mineral yang tinggi (Winarno dan Fernandez 2007). Impor keju di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data Kementan RI (2012), impor keju dan dadih susu di Indonesia yang pada bulan Januari 2012 tercatat sebesar 713 ton, meningkat menjadi 3 067 ton pada bulan April 2012.

Peningkatan kebutuhan keju merupakan salah satu faktor yang mendorong perkembangan industri pengolahan susu (IPS). Keju yang umum diproduksi oleh IPS antara lain jenis Mozarella, Gouda, dan Cheedar. Produksi keju jenis tersebut dinilai memiliki pasar yang baik karena umum digunakan dalam produk olahan pangan yang berkembang saat ini. Perkembangan IPS bukan hanya pada skala besar, tetapi juga pada skala sedang, kecil, bahkan rumah tangga. Selain karena adanya peningkatan terhadap kebutuhan keju nasional, hadirnya industri-industri keju skala sedang, kecil, dan rumah tangga juga turut dipengaruhi oleh pertumbuhan kemandirian peternak. Ketergantungan peternak pada IPS skala besar beresiko terhadap perekonomian peternak. Saat harga susu yang ditentukan IPS tinggi, peternak dapat menutupi biaya produksi dan mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, di saat harga susu rendah peternak dapat mengalami kerugian (Lee 2010). Hal ini memicu sebagian peternak untuk mengurangi ketergantungan terhadap IPS skala besar dengan berusaha menciptakan produk olahan susu secara mandiri. Salah satu produk olahan susu tersebut adalah keju.

Perkembangan kemandirian ini seringkali tidak diikuti dengan pengawasan kualitas susu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan keju. Keju hasil produksi IPS di Indonesia harus memiliki kualitas yang baik agar dapat bertahan dan bersaing dengan produk asing. Kualitas keju yang diproduksi juga bergantung pada kualitas susu sebagai bahan dasar pembuatannya. Menurut Suhendar et al. (2008), secara umum kualitas susu hasil pemerahan oleh peternak masih rendah.

Salah satu produsen lokal untuk keju di Indonesia yang mulai dikenal adalah sebuah IPS yang terdapat di Kabupaten Sukabumi. Susu segar yang digunakan sebagai bahan dasar dalam industri tersebut seharusnya berkualitas baik agar dapat menghasilkan keju yang berkualitas baik pula. Untuk mengetahui kualitas susu segar yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan keju pada industri tersebut, dilakukan pengujian terhadap komposisi, kesegaran, dan dugaan pemalsuan susu segar.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji komposisi susu segar, kesegaran susu, dan dugaan pemalsuan susu segar yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan keju pada industri pengolahan susu (IPS).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas susu segar yang digunakan sebagai bahan dasar dalam industri pengolahan susu (IPS), yaitu sebagai bahan dasar keju. Informasi tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap pengawasan kualitas bahan dasar keju. Pengawasan ini menjadi penting mengingat kualitas bahan dasar untuk pembuatan keju juga akan mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung pada tanggal 22 Februari sampai 11 Maret 2011. Pengambilan sampel dilakukan pada salah satu IPS di Kabupaten Sukabumi dan pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah susu, H2SO4 p.a. 91%, amil alkohol, alkohol 70%, HCl parafenildiamin 2%, H2O2 0.5%, asam asetat glasial, lugol, dan kunyit.

Alat

Alat yang digunakan adalah cool box, ice pack, plastik 1 liter, label, spidol, gelas ukur 250 ml, tabung erlenmeyer 500 ml, tabung reaksi, rak tabung, penjepit tabung reaksi, pipet, pipet tetes, pipet khusus 10.75 ml, pipet otomatis, corong, kertas saring, termometer, pH meter digital, laktodensimeter soxhlet, butirometer gerber, sumbat karet, kain lap, sentrifus, penangas air, pembakar bunsen, object glass, cover glass, mikroskop, dan mortar.

(13)

3 Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel susu dilakukan setiap satu minggu sekali selama tiga minggu berturut-turut. Sampel susu ditampung pada plastik 1 liter kemudian disimpan di dalam cool box dengan suhu tidak lebih dari 4 oC.

Pemeriksaan Sampel

Pemeriksaan Komposisi Susu

Menurut Latif dan Sanjaya (2009), komposisi susu dapat diperiksa dengan melakukan penentuan nilai-nilai sebagai berikut:

a. Penentuan Nilai Berat Jenis (BJ)

Sampel susu dihomogenkan kemudian dimasukkan dalam gelas ukur 250 ml sampai 2/3 dari volumenya dan dipastikan berada dalam selang 20−30 oC. Laktodensimeter soxhlet dimasukkan ke dalam gelas ukur dan ditera pada suhu 27.5 oC, kemudian dibenamkan serta dibiarkan timbul tenggelam sampai akhirnya diam. Selanjutnya, dilakukan pembacaan skala laktodensimeter dan pengukuran suhu susu. Angka yang didapat dari pembacaan skala adalah desimal 2 dan ke-3 setelah 1.0, sedangkan desimal ke-4 dikira-kira. Nilai BJ ditentukan dengan cara menambah atau mengurangi skala yang terbaca pada laktodensimeter dengan koefisien pemuaian susu sebesar 0.0002 setiap penurunan atau kenaikan suhu 1 oC. b. Penentuan Kadar Lemak (KL)

Butirometer gerber diisi secara berturut-turut dengan 10 ml H2SO4, 10.75 ml sampel susu homogen, kemudian 1.0 ml amil alkohol. Butirometer ditutup rapat menggunakan sumbat karet dan dilapisi kain lap, kemudian diputar dengan alur seperti angka delapan selama 5 menit. Selanjutnya, butirometer disentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 1 200 putaran/ menit. Butirometer dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 65 oC selama 5 menit dengan bagian yang bersumbat berada di bawah. Pembacaan hasil dilakukan dengan melihat jumlah larutan berwarna kekuningan yang ada pada skala tabung butirometer (dalam %). c. Penghitungan Kadar Bahan Kering (BK) dan Bahan Kering Tanpa Lemak

(BKTL)

Kadar BK dapat dihitung dengan menggunakan rumus Fleischmann setelah BJ (pada suhu 27 ºC) dan KL diketahui, sedangkan BKTL dapat dihitung setelah kadar BK diketahui. Rumus Fleischmann adalah sebagai berikut:

dengan: KL : kadar lemak (dalam %) BJ : berat jenis susu pada 27.5 oC

Selanjutnya, kadar BKTL dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: BKTL (dalam %) = BK KL

d. Penghitungan Kadar Protein (KP)

Penghitungan KP dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: dengan: KL : kadar lemak

(14)

4

Pemeriksaan Kesegaran Susu

Menurut Sudarwanto (2009), kesegaran susu dapat diperiksa dengan cara: a. Uji Alkohol

Uji alkohol dilakukan dengan penambahan 1 bagian susu terhadap 1 bagian alkohol 70%.

b. Uji Didih

Sebanyak 5 ml sampel susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dididihkan di atas pembakar bunsen. Sampel susu yang telah didihkan, didiamkan beberapa saat sampai dingin, selanjutnya sampel tersebut diamati. Sampel positif ditandai dengan terbentuknya endapan, gumpalan, atau butir-butir halus pada dinding tabung reaksi.

c. Penentuan Nilai Potensial Hidrogen (pH)

Nilai pH ditentukan dengan menggunakan pH meter digital. Sampel susu dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer kemudian diukur intensitas keasamannya (nilai pH) menggunakan pH meter digital.

Pemeriksaan Pemalsuan Susu Segar

Menurut Sudarwanto dan Sanjaya (2009), pemeriksaan pemalsuan susu segar dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Uji Storch

Tabung reaksi diisi dengan 5 ml sampel susu, 2 tetes HCl parafenildiamin 2%, dan 4 tetes H2O2 0.5%. Setelah 30 detik, dapat dilakukan pembacaan hasil. Susu segar yang tidak dicampur dengan susu yang telah dimasak akan berwarna biru, sedangkan susu segar yang dicampur dengan susu yang telah dimasak akan berwarna abu-abu.

b. Pemeriksaan terhadap Penambahan Karbonat atau Basa

Kunyit dihaluskan menggunakan alu dan mortar. Selanjutnya, kunyit yang telah halus diambil secukupnya dan diletakkan pada object glass. Diteteskan beberapa tetes sampel susu pada kunyit yang telah halus tersebut, kemudian dihomogenkan. Jika terjadi perubahan warna menjadi merah, maka sampel susu telah ditambah karbonat atau bahan yang bersifat basa.

c. Pemeriksaan terhadap Penambahan Santan

Dibuat preparat natif dengan penetesan satu tetes sampel susu pada object glass, kemudian ditutup dengan cover glass. Preparat natif tersebut kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 10×10 dan perbesaran 10×40. Susu yang ditambah dengan santan akan mengandung butir lemak santan yang berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan butir lemak susu.

d. Pemeriksaan terhadap Penambahan Amilum atau Tepung

Tabung reaksi diisi dengan 10 ml susu, kemudian ditambahkan 0.5 ml asam asetat glasial ke dalam tabung reaksi tersebut. Selanjutnya, dilakukan pemanasan menggunakan pembakar bunsen hingga terjadi penggumpalan. Larutan didinginkan dan disaring menggunakan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan ditampung pada tabung reaksi, kemudian diberi 3−4 tetes lugol. Jika terjadi perubahan warna menjadi biru, maka sampel susu dinyatakan mengandung amilum.

(15)

5 Analisis Data

Penarikan sampel dilakukan dengan rancangan acak sederhana. Sampel susu segar merupakan susu hasil pemerahan pagi dan sore hari dari 6 pemasok, dengan jumlah total 35 sampel. Data yang diperoleh, diolah secara deskriptif dan dibandingkan dengan SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang Susu Segar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Susu

Sampel yang menjadi bahan penelitian adalah susu segar yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan keju di industri pengolahan susu (IPS). Rata-rata nilai BJ, KL, BK, BKTL, dan KP dari seluruh sampel susu yang diperiksa secara berturut-turut adalah 1.0252 ± 0.0021, 3.7 ± 0.3%, 11.6 ± 0.5%, 7.8 ± 0.5%, dan 3.1 ± 0.3%. Secara umum, sampel yang diambil pada pagi hari memiliki nilai rata-rata BJ dan BKTL yang sedikit lebih tinggi dibanding sampel yang diambil pada sore hari, namun sebaliknya nilai rata-rata KL, BK, dan KP sampel pagi hari lebih rendah. Komposisi sampel susu segar yang diperiksa dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel 1.

Tabel 1 Rata-rata komposisi susu segar dari pemasok industri pengolahan susu (IPS)

Parameter Pagi Sore Rata-rata Batas minimum SNI

No. 01 – 3141 – 2011 BJ 1.0256 ± 0.0023 1.0238 ± 0.0006 1.0252 ± 0.0021 1.0270 KL (%) 3.6 ± 0.3 4.1 ± 0.2 3.7 ± 0.3 3.0% BK (%) 11.6 ± 0.6 11.7 ± 0.2 11.6 ± 0.5 10.8%* BKTL (%) 8.0 ± 0.6 7.6 ± 0.2 7.8 ± 0.5 7.8% KP (%) 3.0 ± 0.3 3.4 ± 0.1 3.1 ± 0.3 2.8%

Ket: BJ: berat jenis, KL: kadar lemak, BK: bahan kering, BKTL: bahan kering tanpa lemak, KP: kadar protein.

* tidak dicantumkan pada kriteria SNI No. 01 – 3141 – 2011, namun dapat diketahui dengan menjumlahkan batas minimum KL dan BKTL.

Nilai komposisi sampel susu segar pada penelitian ini selanjutnya dibandingkan dengan SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang Susu Segar. Nilai minimum BJ, KL, BK, BKTL, dan KP menurut standar tersebut secara berturut-turut adalah 1.0270, 3.0%, 10.8%, 7.8%, dan 2.8%. Nilai minimum BK tidak dicantumkan dalam SNI No. 01 – 3141 – 2011, namun dapat diketahui dengan menjumlahkan nilai minimum KL dan BKTL. Sampel susu segar yang diperiksa secara umum tidak memenuhi standar BJ yang ditetapkan SNI, namun seluruhnya memenuhi standar KL. Banyaknya sampel susu segar yang tidak sesuai dengan SNI disajikan pada Tabel 2.

(16)

6

Tabel 2 Jumlah sampel susu segar dari pemasok industri pengolahan susu (IPS) yang tidak memenuhi SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang Susu Segar

Parameter Jumlah sampel (%) yang tidak memenuhi SNI Batas minimum SNI

No. 01 – 3141 – 2011 Pagi (n = 26) Sore (n = 9) Total (n = 35)

BJ 24 (92.31%) 9 (100%) 33 (94.28%) 1.0270

KL 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3.0%

BK 1 (3.85%) 0 (0%) 1 (2.86%) 10.8%

BKTL 7 (26.92%) 6 (66.66%) 13 (37.14%) 7.8%

KP 5 (19.23%) 0 (0%) 5 (14.28%) 2.8%

Ket: BJ: berat jenis, KL: kadar lemak, BK: bahan kering, BKTL: bahan kering tanpa lemak, KP: kadar protein, n:besaran sampel.

Berat jenis (BJ) suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tersebut dengan berat air pada volume dan temperatur yang sama. BJ susu dipengaruhi oleh kadar lemak (KL) dan bahan kering tanpa lemak (BKTL). Semakin tinggi nilai KL dalam susu, maka BJ susu akan semakin rendah. Nilai BJ susu akan semakin tinggi apabila kadar BKTL di dalam susu juga semakin tinggi (Muchtadi et al. 2010). Nilai berat jenis lemak adalah 0.930, sedangkan nilai berat jenis untuk protein, laktosa, garam dan bahan lain sebagai komponen BKTL secara berturut-turut adalah 1.346, 1.666, 4.12, dan 1.616 (Vishweshwar dan Krishnaiah 2005). Susu merupakan koloid kompleks sehingga berat jenisnya tergantung pada berat jenis dan proporsi masing-masing komponen penyusunnya tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai BJ sampel susu segar lebih rendah dibandingkan standar minimum yang telah ditetapkan pada SNI No. 01 – 3141 – 2011. Rata-rata nilai BJ dari seluruh sampel susu segar baik dari hasil pemerahan pagi maupun sore adalah 1.0256, sedangkan standar minimum BJ susu segar yang ditetapkan dalam SNI adalah 1.0720. Persentase kesesuaian antara nilai BJ dari seluruh sampel pagi dan sore dengan SNI No. 01 – 3141 – 2011 hanya sebesar 5.71%. Hal tersebut berarti hanya terdapat dua sampel susu segar yang sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI, dua sampel susu segar tersebut diperoleh dari pemerahan pada pagi hari. Menurut Susatyo et al. (2011), susu segar dari ternak sapi di Indonesia rata-rata memiliki nilai BJ sebesar 1.0250. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai rata-rata BJ susu segar yang diperoleh dari penelitian ini.

Menurut Vishweshwar dan Krishnaiah (2005), penurunan nilai BJ susu segar dapat disebabkan oleh penambahan air, penambahan lemak, dan kenaikan suhu. Penambahan air dapat menyebabkan susu menjadi cair sehingga konsentrasi zat-zat penyusun dalam susu menurun. Penurunan konsentrasi zat-zat penyusun dalam susu dapat menurunkan nilai BJ susu. Penambahanan lemak dapat menurunkan BJ susu karena nilai BJ lemak yang rendah. Nilai BJ suatu koloid merupakan penjumlahan dari nilai BJ masing-masing penyusunnya, sehingga bila konsentrasi lemak tinggi dalam susu maka lemak dengan nilai berat jenisnya yang rendah akan lebih mempengaruhi nilai BJ koloid. Kenaikan suhu dapat mengakibatkan lemak susu mencair sehingga susu menjadi sedikit lebih cair dan gaya ke atas terhadap laktodensimeter berkurang. Hal tersebut menyebabkan nilai BJ susu menurun.

Penurunan berat jenis susu segar juga dapat terjadi karena mastitis (Hanafi 2007). Mastitis adalah penyakit radang ambing yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, terutama bakteri. Mastitis dapat mengakibatkan

(17)

7 kerusakan pada kelenjar ambing, sehingga terjadi penurunan kualitas dan kuantitas susu. Susu juga akan mengalami perubahan fisik menjadi sedikit lebih cair dibanding susu normal sehingga berat jenis susu akan turun. Produksi enzim dari mikroorganisme seperti asam laktat, plasmin dan produk lain juga merubah dan merusak laktosa, protein, dan kandungan lainnya, sehingga konsentrasi BK dan BKTL turun. Penurunan BK dan BKTL akan menurunkan nilai BJ. Mastitis subklinis tidak dapat diamati perubahannya secara langsung baik pada susu maupun pada ambing, namun tetap menurunkan produksi susu dan merubah kompisisinya.

Lemak merupakan komponen penting dalam susu. Kadar minimum lemak dalam susu segar yang ditetapkan pada SNI adalah 3% dan seluruh sampel yang diperiksa pada penelitian ini telah memenuhi standar. Kisaran nilai KL dari seluruh sampel yang diperiksa adalah 3.10-4.40%. Menurut Muchtadi et al. (2010), nilai KL memiliki kisaran komposisi terbesar, yaitu 2.60-6.00%. Hal tersebut terjadi karena KL susu sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai KL tersebut adalah jenis sapi perah, umur sapi perah, waktu laktasi, pakan, iklim, serta prosedur dan waktu pemerahan.

Faktor internal yang mempengaruhi nilai KL susu segar adalah jenis sapi perah, umur sapi perah dan waktu laktasi. Sapi Friesian Holstein (FH) dan peranakannya merupakan jenis sapi perah yang banyak dipilih di Indonesia karena memiliki kemampuan produksi yang tinggi, meskipun nilai KL susunya lebih rendah. Menurut Sudono et al. (2003), susu dari sapi FH memiliki kandungan lemak 3.65% dan di Indonesia produksi susu rata-rata perhari sapi tersebut adalah 10 liter/ekor. Sampel susu segar yang diperiksa pada penelitian ini memiliki nilai KL rata-rata yang sedikit lebih tinggi, yaitu 3.7 ± 0.3%. Umur sapi perah berpengaruh terhadap nilai KL susu, namun dapat diabaikan karena pengaruh umur sapi terhadap nilai KL susu yang dihasilkan sangat kecil (Siregar 1983; Muchtadi et al. 2010). Laktasi adalah sekresi terus menerus dan penyimpanan susu di ambing. Nilai KL mengalami peningkatan dan penurunan selama laktasi. Siregar (1983) dan Muchtadi et al. (2010) menyatakan, mulai hari kelima hingga minggu keenam nilai KL akan naik, kemudian dengan meningkatnya produksi pada minggu keenam hingga minggu kedelapan nilai KL akan turun. Nilai KL akan kembali naik pada saat akhir tahap laktasi.

Faktor eksternal yang mempengaruhi nilai KL susu segar adalah pakan, iklim, serta prosedur dan waktu pemerahan. Pakan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai KL susu segar. Kandungan lemak dalam pakan serta perbandingan konsentrat dengan hijauan yang diberikan akan mempengaruhi nilai KL susu (Siregar 1983; Muchtadi et al. 2010). Pakan dengan kandungan lemak yang tinggi akan menaikkan nilai KL dalam susu. Menurut Lukman et al. (2009), 10% lemak dalam susu langsung disintesis dari asam lemak yang berasal dari pakan. Hijauan merupakan pakan yang penting diberikan untuk menunjang pembentukan lemak susu. Suherman (2005) menyatakan, nilai KL susu tertinggi dicapai pada ransum dengan imbangan hijauan berupa rumput lapang dengan konsentrat sebesar 70:30, sedangkan KL susu terendah dicapai pada imbangan rumput lapang dengan konsentrat sebesar 30:70. Ransum sapi perah dengan jumlah konsentrat yang terlalu banyak dan hijauan yang terbatas akan berakibat pada penurunan produksi saliva, sehingga pH rumen menjadi rendah. Keadaan ini

(18)

8

menyebabkan perbedaan komposisi asam-asam lemak terbang atau volatile fatty acid (VFA) dalam rumen sehingga produksi asam asetat menjadi berkurang. Asam asetat merupakan prekursor pembentuk lemak susu, sehingga berkurangnya VFA dapat mengakibatkan penurunan pembentukan lemak susu.

Selain pakan, faktor eksternal yang mempengaruhi nilai KL susu adalah iklim, prosedur pemerahan, dan waktu pemerahan. Sapi perah yang dipelihara pada daerah dingin akan menghasilkan susu dengan KL yang lebih tinggi. Selanjutnya, prosedur dan waktu pemerahan juga akan mempengaruhi KL, namun tidak mempengaruhi kadar protein dan laktosa (Muchtadi et al. 2010). Pemerahan yang tidak sampai habis (tuntas) akan mengakibatkan hambatan atau gangguan fungsi kelenjar, kadar lemak berkurang, dan sapi mudah menderita mastitis (Lukman et al. 2009). Saat dilakukan pemerahan, tekanan dalam alveol kelenjar ambing menurun, sehingga pembentukan lemak kembali terjadi. Pemerahan yang tidak tuntas dapat menyebabkan tekanan di dalam alveol tetap tinggi, sehingga pembentukan lemak terhambat. Interval dan frekuensi pemerahan yang tidak teratur akan mempengaruhi KL. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai KL pada setiap pemerahan.

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum nilai BJ pada sampel susu segar yang diuji tidak memenuhi SNI, namun seluruh sampel memenuhi standar nilai KL. Pengujian terhadap dugaan penambahan lemak ke dalam susu menunjukkan hasil negatif, sehingga peningkatan KL dan penurunan BJ tidak disebabkan oleh penambahan lemak. Nilai KL yang tinggi dapat disebabkan oleh faktor genetik sapi perah dan manajemen pakan dalam peternakan asal sampel. Nilai BJ yang rendah dapat disebabkan oleh mastitis subklinis. Penelitian dengan ternak asal sampel yang sama oleh Rohmah (2012) menunjukkan bahwa seluruh ternak asal sampel positif terhadap mastitis subklinis.

Bahan kering (BK) adalah komponen penyusun susu selain air, sedangkan bahan kering tanpa lemak (BKTL) adalah komponen penyusun susu selain air dan lemak. Menurut Hariono et al. (2011), BKTL dalam susu tersusun atas protein, laktosa, vitamin, enzim, dan gas. Nilai BK dan BKTL minimal menurut SNI No. 01 – 3141 – 2011 adalah 10.8% (BK) dan 7.8% (BKTL). Tabel 1 memperlihatkan Rata-rata BK dan BKTL dari susu segar yang dipasok untuk IPS yang diteliti. Rata-rata nilai BK dan BKTL dari sampel yang diuji telah memenuhi standar tersebut. Rata-rata BK dari seluruh sampel yang diperiksa adalah 11.6 ± 0.5%, sedangkan Rata-rata BKTL adalah 7.8 ± 0.5%. Menurut Sumantri et al. (2005), kadar BK dapat dipengaruhi oleh kadar lemak, protein, laktosa, dan abu, sedangkan kadar BKTL dipengaruhi oleh bahan selain lemak.

Faktor utama yang mempengaruhi kadar BKTL adalah potensi genetik individual dari masing-masing sapi perah, umur, tingkat laktasi, kejadian infeksi pada ambing, dan pakan (Walsh 2007). Sapi jenis Friesian Holstein memiliki kandungan BKTL dalam susu yang lebih rendah dibanding jenis Ayrshire, Guernsey, Brown Swiss, dan Jersey. Kadar BKTL akan semakin bertambah seiring bertambahnya umur. Penyakit dan kondisi iklim (temperatur dan kelembaban) yang menyebabkan kenaikan temperatur tubuh sapi yang sedang laktasi akan mempengaruhi produksi dan komposisi susu. Kadar BK, BKTL, dan lemak dalam susu akan meningkat secara linier dengan peningkatan tahap laktasi (Bhoite dan Padekar 2002). Pemberian pakan dengan kandungan protein melebihi standar National Research Council (NRC) tidak akan menaikkan kadar BKTL

(19)

9 susu, tetapi pemberian pakan dengan kandungan protein yang rendah akan menurunkan kadar BKTL susu (Harris dan Bachman 1988).

Kadar BKTL minimum pada susu segar yang telah ditetapkan dalam SNI No. 01 – 3141 – 2011 adalah 7.8%. Jika dilihat dari nilai Rata-rata BKTL dari seluruh sampel, maka standar minimum tersebut telah terpenuhi. Jika setiap sampel dibandingkan dengan standar minimum tersebut, maka terdapat 13 (37.14%) sampel dari seluruh sampel yang tidak memenuhi standar, yaitu 7 sampel dari pemerahan pagi hari dan 6 sampel dari pemerahan sore. Persentase kesesuaian standar minimal BKTL sampel dari pemerahan pagi hari adalah 76.92%, sedangkan sampel dari pemerahan sore hari adalah 33.33%. Ketidaksesuaian tersebut dapat terjadi karena pengaruh berbagai faktor yang telah dijelaskan sebelumnya.

Selain lemak, komponen penting dalam susu lainnya adalah protein. Kadar protein (KP) erat kaitannya dengan pemanfaatan susu sebagai bahan dasar keju, karena dapat menjadi gambaran kadar kasein dalam susu. KP juga merupakan komponen yang paling menentukan kadar BKTL dalam susu. Nilai KP minimal yang ditetapkan dalam SNI 01 – 3141 – 2011 adalah 2.8%. Secara keseluruhan, sejumlah 5 (14.28%) sampel susu segar yang diperiksa tidak memenuhi standar minimal yang ditetapkan. Sejumlah 5 sampel tersebut merupakan sampel susu segar yang berasal dari pemerahan pagi hari.

Menurut Harris dan Bachman (1988), susu dari sapi FH rata-rata memiliki KP sebesar 3.2%. Nilai rata-rata KP dari seluruh sampel susu yang diperiksa adalah 3.1 ± 0.3%. Nilai rata-rata KP seluruh sampel susu segar yang diperiksa lebih rendah dari kriteria yang dinyatakan Harris dan Bachman (1988) tersebut. Sampel susu segar yang diperoleh dari proses pemerahan pagi memiliki nilai rata-rata KP sebesar 3.0 ± 0.3%, sedangkan pemerahan sore hari sebesar 3.4 ± 0.1%. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh beberapa faktor. Menurut Ng-Kwai-Hang et al. (1982), faktor utama yang dapat mempengaruhi nilai KP susu adalah jenis sapi perah, nutrisi, manajemen, dan penyakit.

Susu sapi perah jenis FH memiliki nilai rata-rata KP yang sama dengan jenis Guernsey, sedangkan nilai rata-rata KP dari jenis Brown Swiss lebih rendah dan jenis Ayrshire serta Jersey lebih tinggi (Harris dan Bachman 1988). Jenkins (2006) menyatakan, komposisi hijauan dalam ransum mempengaruhi KP, pengurangan proporsi hijauan hingga 10% (dry matter) dalam pakan dapat meningkatkan nilai KP hingga 0.4% di dalam susu. Protein susu diperoleh dari asam amino dari dalam darah, sintesis asam amino dari asam lemak dalam ambing, immunoglobulin darah, serum albumin darah, dan enzim di dalam darah (Lukman et al. 2009). Selain menurunkan nilai KP, penyakit mastitis juga dapat merubah fraksi protein susu. Hidrolisis protein susu dapat terjadi bahkan pada mastitis subklinis (Urech et al. 1999). Penurunan nilai KP dalam penelitian ini mungkin terjadi karena penyakit mastitis subklinis dan manajemen pakan yang kurang baik. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, diketahui terdapat perbedaan rata-rata nilai BJ, KL, BKTL, dan KP antara pemerahan pagi dan sore yang cukup berarti. Nilai rata-rata BJ dan BKTL pada pemerahan pagi hari lebih tinggi dibanding pemerahan sore. Sebaliknya, nilai rata-rata KL dan KP justru lebih tinggi pada pemerahan sore dibanding pemerahan pagi hari. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan temperatur saat pemerahan, perbedaan interval pemerahan, maupun perbedaan manajemen pemberian pakan.

(20)

10

Sampel susu segar yang diperoleh dari pemerahan pagi hari dalam penelitian ini menunjukkan nilai BJ yang lebih besar dibanding susu segar yang diperoleh dari pemerahan sore hari. Nilai BJ susu akan semakin tinggi apabila kadar BKTL di dalam susu semakin banyak (Muchtadi et al. 2010). Kadar BKTL yang lebih tinggi pada pemerahan pagi pada penelitian ini dapat menyebabkan nilai BJ pada pemerahan pagi hari menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, nilai KL akan menurunkan nilai BJ susu. Nilai KL yang lebih tinggi pada pemerahan sore hari juga meyebabkan nilai BJ susu pada pemerahan tersebut menjadi lebih rendah.

Sampel susu segar pemerahan pagi hari pada penelitian ini memiliki nilai KL yang lebih rendah dibanding sampel susu segar pemerahan sore hari. Hal tersebut dapat terjadi karena interval pemerahan yang dilakukan tidak sama. Pemerahan pagi hari dilakukan pada pukul 05.00 WIB, sedangkan pemerahan sore hari dilakukan pada pukul 16.00 WIB. Interval pemerahan antara sore dan pagi hari adalah 13 jam dan interval pemerahan antara pagi dan sore hari adalah 11 jam. Interval pemerahan yang lama akan menyebabkan lumen alveol dalam ambing lebih lama terisi susu dibanding interval pemerahan yang singkat. Lumen alveol yang lebih lama terisi susu menyebabkan tekanan dalam alveol meningkat. Peningkatan tekanan alveol ini dapat menyebabkan penurunan sekresi lemak susu. Lukman et al. (2009) menyatakan, sekresi lemak susu hanya mungkin terjadi bila tekanan dalam alveol menurun. Pemerahan pagi hari memiliki interval yang lebih lama, sehingga nilai KL pada susu segar hasil pemerahan pagi hari lebih sedikit.

Seiring dengan nilai KL, rata-rata nilai KP susu hasil pemerahan pagi hari juga lebih rendah dibanding pemerahan sore hari. Menurut Nielsen et al. (2005), nilai KP susu tidak dipengaruhi oleh interval pemerahan. Perbedaan nilai KP susu pemerahan pagi dan siang dapat terjadi karena perbedaan manajemen pemberian pakan antara pagi dan sore.

Komposisi susu segar sebagai bahan dasar keju dapat mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan. Jika susu diubah menjadi keju, protein dan lemak terkonsentrasikan. Komponen lain, terutama air, tersingkirkan bersama-sama dalam bentuk whey protein. Tidak ada satupun komponen susu yang dapat dipertahankan sepenuhnya, akan terjadi penyusutan berat dari masing-masing komponen termasuk protein dan lemak. Hasil dan komposisi keju ditentukan oleh sifat-sifat susu dan cara pembuatannya (Walstra et al. 2006).

Sifat-sifat susu, terutama dalam hal komposisi, berpengaruh terhadap hasil dan komposisi keju. Aspek penting dari susu yang harus diperhatikan dalam pembuatan keju antara lain adalah kandungan serta perbandingan lemak dan kasein, kandungan laktosa, keberadaan penghambat pertumbuhan bakteri asam laktat seperti antibiotik, dan penyakit pada ambing yang yang menghasilkan susu (Walstra et al. 2006). Lemak dan kasein merupakan komponen dalam susu yang utama dalam pembuatan keju. Laktosa merupakan komponen yang akan digunakan sebagai sumber energi untuk mikroorganisme yang digunakan dalam pembentukan keju.

Menurut Kelly (2007), ada beberapa komponen paling penting dalam susu yang memegang peranan dalam pembuatan keju. Lemak mempengaruhi tekstur dan rasa keju, seperti halnya laktosa yang memfermentasi substrat untuk bakteri asam laktat sehingga produk fermentasi laktosa turut mempengaruhi rasa keju. Kasein berperan untuk membentuk rennet gel, mempengaruhi tekstur dan rasa keju selama pemeraman. IPS dalam penelitian ini memproduksi keju jenis Gouda,

(21)

11 namun pada kondisi tertentu juga memproduksi keju jenis Mozarella. Keju Gouda memiliki kandungan lemak 48% dalam bahan kering, sedangkan keju Mozarella merupakan keju lembut yang mengandung 40-50% lemak (Winarno dan Fernandez 2007). Kandungan lemak yang cukup tinggi pada dua jenis keju tersebut dapat tercapai melalui penggunaan susu dengan KL yang cukup tinggi sebagai bahan dasar keju. Selanjutnya, kadar kasein dalam susu juga perlu diperhatikan di samping kandungan lemIya. Sebanyak 80% dari KP susu adalah kasein, sehingga semakin tinggi nilai KP susu maka akan semakin baik digunakan sebagai bahan dasar keju.

Menurut CAC (2010), susu yang digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan keju Gouda sebaiknya memiliki kandungan lemak minimal 30% dalam bahan kering. Selanjutnya, kandungan minimal lemak dalam bahan kering susu yang akan digunakan untuk pembuatan keju Mozzarella adalah 18% untuk low moisture (kelarutan rendah) dan 20% untuk high moisture (kelarutan tinggi) (CAC 2007). Syarat nilai kandungan lemak susu dalam bahan kering untuk bahan dasar keju Gouda lebih tinggi dibanding keju Mozarella. Nilai rata-rata KL sampel susu dalam penelitian ini adalah 3.7 ± 0.3%, sedangkan nilai rata-rata BK sebesar 11.6 ± 0.5%. Nilai KL dalam bahan kering dapat diketahui dengan membandingkan nilai KL dengan nilai BK. Sampel yang diperiksa memiliki nilai rata-rata KL dalam bahan kering sebesar 32.0 ± 2.6% sehingga baik digunakan sebagai bahan dasar pembuatan keju.

Kualitas jenis keju yang dihasilkan akan sangat dipengaruhi oleh perbandingan antara kasein dan lemak. Fox et al. (2000) menyatakan, lemak akan mempengaruhi kelembaban keju. Pembuatan keju dengan meningkatkan perbandingan kasein terhadap lemak akan menghasilkan keju dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Nilai perbandingan kasein terhadap lemak akan berbeda untuk setiap jenis keju. Shook et al. (2004) menyatakan, jenis keju Gouda dan Cheddar sebaiknya dibuat dari susu dengan perbandingan kasein terhadap lemak sebesar 0.70 dan perbandingan protein terhadap lemak sebesar 0.84. Selanjutnya, perbandingan yang ideal untuk keju Mozarella adalah 1.05 untuk kasein berbanding lemak dan 1.26 untuk protein berbanding lemak. Rata-rata KP dari seluruh sampel yang diperiksa adalah 3.1 ± 0.3% dan rata-rata KL dari seluruh sampel adalah 3.7 ± 0.3%. Perbandingan protein terhadap lemak dapat diketahui dengan membandingkan nilai KP terhadap KL, sehingga perbandingan protein terhadap lemak dari sampel yang diteliti adalah 0.85 ± 0.08. Berdasarkan nilai tersebut, sampel yang diperiksa masih ideal digunakan sebagai bahan dasar keju Gouda dan Cheddar, namun tidak cukup ideal digunakan sebagai bahan dasar keju Mozarella.

Kesegaran Susu

Menurut SNI No. 01 – 3141 – 2011, susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Pemeriksaan kesegaran susu perlu dilakukan sebagai langkah awal pemeriksaan dugaan pemalsuan susu segar. Pengujian kesegaran susu yang dilakukan dalam penelitian

(22)

12

ini adalah uji alkohol, uji didih, dan pengukuran nilai pH susu. Syarat susu segar menurut SNI No. 01 – 3141 – 2011 adalah hasil uji alkohol dan uji didih negatif, serta rentang pH berkisar 6.30-6.80.

Uji alkohol dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan susu (dalam suhu kamar) maka peluang susu menjadi rusak (asam) semakin besar. Mikroorganisme yang ada di dalam susu mentah akan mengubah komposisi susu sehingga susu menjadi lebih asam. Streptococcus lactis merupakan mikroorganisme yang selalu ada dalam susu, berkembang biak dengan cepat, dan mudah menguraikan laktosa sehingga menyebabkan susu mengalami koagulasi atau penggumpalan protein (Ekawasti 2006). Susu yang tidak baik (misalnya susu asam) akan pecah atau menggumpal jika ditambah alkohol, semakin tinggi derajat asam maka kepekatan alkohol yang dibutuhkan untuk memecah susu dengan jumlah yang sama akan semakin sedikit (Sudarwanto 2009).

Susu yang tidak baik (susu asam) akan pecah atau menggumpal bila dimasak sampai mendidih karena kestabilan kaseinnya berkurang. Koagulasi kasein umumnya menyebabkan pecahnya susu. Koagulasi larutan tersebut terutama disebabkan oleh keasaman dan suhu tinggi. Susu yang pecah saat dididihkan dapat disebabkan oleh derajat keasaman susu yang tinggi, susu tercampur kolostrum, dan keadaan fisiologis individu sapi menyimpang sehingga menyebabkan komposisi susu tidak stabil (Sudarwanto 2009). Rentangan nilai pH susu dapat dipengaruhi oleh jumlah mikroorganisme yang ada dalam susu. Penelitian yang dilakukan Ekawasti (2006) menunjukkan uji alkohol positif disertai dengan nilai pH yang rendah dan jumlah mikroorganisme (Total Plate Count/TPC) yang tinggi. Hasil pengujian kesegaran susu pada sampel dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengujian kesegaran sampel susu dari pemasok industri pengolahan susu (IPS) Pemasok susu (n=a,b) Pagi Sore Uji alkohol negatif* Uji didih negatif* pH 6.30-6.80* Uji alkohol negatif* Uji didih negatif* pH 6.30-6.80* I (n=4,2) 4 (100%) 4 (100%) 4 (100%) 2 (100%) 2 (100%) 0 (0%) II (n=3,5) 3 (100%) 3 (100%) 2 (66.67%) 5 (100%) 5 (100%) 2 (40%) III (n=1,-) 1 (100%) 1 (100%) 1 (100%) - - - IV (n=12,-) 12 (100%) 12 (100%) 12 (100%) - - - V (n=4,-) 4 (100%) 4 (100%) 4 (100%) - - - VI (n=2,2) 2 (100%) 2 (100%) 2 (100%) 2 (100%) 2 (100%) 2 (100%) Total (n=26,9) 26 (100%) 26 (100%) 25 (96.15%) 9 (100%) 9 (100%) 4 (44.44%)

Ket: n: besaran sampel, a: sampel pemerahan pagi, b: sampel pemerahan sore. * syarat susu segar menurut SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang Susu Segar.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa seluruh sampel (100%) negatif terhadap uji alkohol dan uji didih. Tidak seluruh sampel memenuhi rentangan nilai pH susu segar yang ditetapkan SNI. Terdapat 1 sampel pemerahan pagi, yaitu dari pemasok II, yang tidak memenuhi standar pH. Sampel pemerahan sore yang tidak memenuhi standar pH berjumlah 5 sampel, 2 sampel dari pemasok I dan 3 sampel dari pemasok II. Satu sampel susu hasil pemerahan pagi yang tidak memenuhi standar nilai pH tersebut memiliki nilai pH sebesar 6.83, sedikit lebih tinggi dari standar yang ditetapkan. Nilai pH untuk 5 sampel

(23)

13 pemerahan sore yang tidak memenuhi standar adalah 6.21, 6.25, 6.28, 5.60, dan 6.22, seluruhnya lebih rendah dari standar yang ditetapkan. Menurut Saleh (2004), jika nilai pH susu lebih tinggi dari 6.70 dapat diartikan sapi yang diperah mungkin terkena mastitis dan jika pH dibawah 6.50 menunjukkan adanya kolostrum ataupun pengasaman oleh mikroorganisme. Pemalsuan susu dengan penambahan basa juga dapat menaikkan nilai pH susu.

Secara umum sampel yang diperiksa masih memenuhi standar kesegaran sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam SNI No. 01 – 3141 – 2011. Sampel yang tidak memenuhi rentang nilai pH didominasi oleh sampel dari pemerahan sore hari. Sampel dari pemerahan sore hari tersebut memiliki nilai pH yang lebih rendah dari standar yang ditetapkan. Hal ini dapat terjadi jika rentang waktu pemerahan dengan pemeriksaan pH susu terlalu lama dan tidak disertai dengan prosedur rantai dingin yang sempurna, sehingga susu telah mengalami pengasaman terlebih dahulu. Jumlah sampel yang tidak memenuhi standar pengujian kesegaran disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah sampel susu segar dari pemasok industri pengolahan susu (IPS) yang tidak memenuhi standar uji kesegaran sesuai SNI No. 01 – 3141 – 2011

Parameter Jumlah sampel (%) yang tidak memenuhi SNI Ketentuan dalam SNI

No. 01 - 3141 – 2011 Pagi (n = 26) Sore (n = 9) Total (n = 35)

Uji alkohol 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) negatif

Uji didih 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) negatif

pH 1 (5.85%) 5 (55.56%) 6 (17.14%) 6.30-6.80

Ket: n:besaran sampel.

Penurunan pH (pengasaman) dalam proses pembuatan keju dibutuhkan untuk memisahkan komponen padatan dan cairan dalam susu serta mengoptimalkan kerja enzim rennet untuk membentuk curd atau dadih. Curd yang sebagian besar disusun oleh kasein dan lemak akan diproses lebih lanjut menjadi keju. Menurut Winarno dan Fernandez (2007), pengasaman dapat dilakukan dengan penambahan lemon, asam tartrat, atau bakteri asam laktat seperti Streptococcus lactis. Selain bakteri asam laktat yang tidak berbahaya bagi tubuh, bakteri merugikan seperti Escherichia coli juga dapat memfermentasi laktosa dan menghasilkan asam laktat.

Syah (2011) menyatakan, produk-produk fermentasi yang dihasilkan pada susu akibat kerja dari Escherichia coli mengakibatkan perubahan sifat fisik dari susu. Susu akan berbau menyengat dan berbau asam, terdapat gelembung-gelembung udara (hidrogen dan karbondioksida), serta protein akan menggumpal akibat penurunan pH yang terjadi karena produksi asam yang tinggi dari Escherichia coli. Keberadaan bakteri ini dalam susu juga dapat mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan. Escherichia coli dapat membuat rekahan atau lubang pada keju karena aktif menghasilkan gas karbondioksida. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan tidak dapat dilepaskan, tetapi terjebak dalam keju. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya lubang-lubang atau rekahan pada keju.

Sampel susu dengan nilai pH dibawah standar yang telah ditetapkan SNI No. 01 – 3141 – 2011 masih dapat digunakan sebagai bahan dasar keju, namun dikhawatirkan penurunan nilai pH yang terjadi disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme merugikan seperti Escherichia coli. Kerugian dapat berupa penurunan kualitas keju yang dihasilkan, jika Escherichia coli yang

(24)

14

mengontaminasi merupakan jenis patogen maka juga dapat mempengaruhi kesehatan konsumen. Sampel susu segar yang diperiksa masih dapat digunakan sebagai bahan dasar keju dengan syarat susu segar tersebut dipanaskan terlebih dahulu. Menurut Winarno dan Fernandez (2007), pemanasan yang dapat dilakukan pada susu sebelum diproses menjadi keju adalah pasteurisasi pada suhu 70 ºC.

Dugaan Pemalsuan Susu Segar

Pemalsuan susu segar dapat dilakukan dengan pemasakan atau penambahan susu masak, penambahan basa, penambahan santan, dan penambahan tepung pada susu segar. Uji Storch merupakan uji pada susu segar untuk mendeteksi adanya proses pemasakan atau penambahan susu masak. Uji karbonat dilakukan untuk mendeteksi penambahan basa pada susu. Selanjutnya, uji santan digunakan untuk mendeteksi penambahan santan pada susu, sedangkan uji amilum digunakan untuk mendeteksi penambahan amilum atau tepung pada susu. Hasil pengujian terhadap sampel susu segar dari pemerahan pagi dan sore hari disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5 Pengujian dugaan pemalsuan susu pada sampel pemerahan pagi

Pemasok susu Uji Storch

negatif* Uji karbonat negatif* Uji santan negatif* Uji amilum negatif* I (n=4) 3 (75%)** 4 (100%) 4 (100%) 4 (100%) II (n=3) 3 (100%) 3 (100%) 3 (100%) 3 (100%) III (n=1) 0 (0%)** 1 (100%) 1 (100%) 1 (100%) IV (n=12) 9 (75%)** 12 (100%) 12 (100%) 12 (100%) V (n=4) 3 (75%)** 4 (100%) 4 (100%) 4 (100%) VI (n=2) 2 (100%) 2 (100%) 2 (100%) 2 (100%) Total (n=26) 20 (76.92%) 26 (100%) 26 (100%) 26 (100%)

Ket: n: besaran sampel.

* syarat susu segar menurut SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang Susu Segar.

** sampel negatif terhadap uji Storch menunjukkan warna susu biru, sedangkan sampel positif terhadap uji Storch menunjukkan warna susu abu-abu.

Tabel 6 Pengujian dugaan pemalsuan susu pada sampel pemerahan sore

Pemasok susu Uji Storch

negatif* Uji karbonat negatif* Uji santan negatif* Uji amilum negatif* I (n=2) 2 (100%) 2 (100%) 2 (100%) 2 (100%) II (n=5) 5 (100%) 5 (100%) 5 (100%) 5 (100%) III (n= -) - - - - IV (n= -) - - - - V (n= -) - - - - VI (n=2) 2 (100%) 2 (100%) 2 (100%) 2 (100%) Total (n=9) 9 (100%) 9 (100%) 9(100%) 9 (100%)

Ket: n: besaran sampel.

* syarat susu segar menurut SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang Susu Segar.

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh sampel menunjukkan hasil negatif terhadap uji karbonat, uji santan, dan uji amilum. Hal tersebut berarti seluruh sampel tidak mengalami penambahan basa, santan, dan amilum. Tidak seluruh sampel menunjukkan hasil negatif terhadap uji Storch. Sebanyak 6 sampel pemerahan pagi menunjukkan hasil positif terhadap uji Storch, sedangkan sampel

(25)

15 pemerahan sore hari seluruhnya negatif terhadap uji Storch. Sampel pemerahan pagi yang positif terhadap uji Storch adalah 1 sampel dari pemasok I, 1 sampel dari pemasok III, 3 sampel dari pemasok IV, dan 1 sampel dari pemasok V. Susu yang negatif terhadap uji Storch akan berubah menjadi biru, sedangkan keenam sampel tersebut menunjukkan perubahan warna susu menjadi abu-abu. Menurut Sudarwanto dan Sanjaya (2009), perubahan warna susu menjadi abu-abu pada uji Storch menunjukkan bahwa susu tersebut telah mengalami penambahan susu masak. Jumlah sampel yang tidak memenuhi standar pengujian dugaan pemalsuan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah sampel susu segar dari pemasok industri pengolahan susu (IPS) yang tidak memenuhi standar pengujian dugaan pemalsuan sesuai SNI No. 01 – 3141 – 2011

Parameter Jumlah sampel (%) yang tidak memenuhi SNI Ketentuan dalam SNI No. 01 - 3141 – 2011 Pagi (n = 26) Sore (n = 9) Total (n = 35)

Uji Storch 6 (23.08%) 0 (0%) 6 (17.14%) negatif

Uji karbonat 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) negatif

Uji santan 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) negatif

Uji amilum 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) negatif

Ket: n: besaran sampel.

Pemalsuan susu segar dilakukan dengan alasan-alasan tertentu. Penambahan susu masak pada susu segar atau pemasakan susu mungkin dilakukan untuk memanfaatkan hasil pemerahan yang tidak sempat dijual atau untuk mencegah susu menjadi basi. Penambahan karbonat atau basa dilakukan untuk menaikkan nilai pH susu basi. Selanjutnya, penambahan amilum dan santan dilakukan untuk memperbanyak volume susu yang akan dijual, sehingga susu tampak terlihat lebih banyak.

Pemanasan susu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein yang biasanya diikuti dengan proses koagulasi, sehingga terjadi penggabungan molekul-molekul kasein (Malaka 2010). Pemanasan susu pada suhu yang tepat perlu dilakukan sebelum susu diolah menjadi keju. Winarno dan Fernandez (2007) menyatakan, proses pembuatan keju diawali dengan pasteurisasi susu pada suhu 70 ºC untuk membunuh seluruh bakteri patogen. Penambahan karbonat atau basa dapat mengganggu proses pemisahan curd atau dadih dengan whey. Pengendapan kasein dalam bentuk curd dapat terjadi jika susu berada pada suasana asam. Buckle et al. (2009) menyatakan, penambahan basa hingga mencapai pH 8.5 dapat melarutkan kasein kembali. Penambahan santan dan amilum akan mengurangi persentase lemak susu dan protein susu yang berperan penting dalam pembuatan keju. Lemak santan pada susu yang dipalsukan akan menyebabkan bau tengik karena proses pasteurisasi susu sebelum diolah menjadi keju. Santan memiliki bilangan peroksida yang lebih tinggi dari susu sehingga lebih mudah tengik ketika dipanaskan.

Berdasarkan hasil penelitian, sampel susu tidak dipalsukan dengan penambahan karbonat, santan, dan amilum, namun mengalami penambahan susu masak. Sebanyak 6 sampel dari 26 sampel susu segar pemerahan pagi diketahui mengalami penambahan susu masak. Tidak diketahui pasti suhu pemanasan dalam pemasakan susu yang ditambahakan tersebut. Susu yang dipanaskan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat mengalami perubahan dan mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan. Menurut Fox dan Kelly (2000), pemanasan susu lebih dari 70 °C

(26)

16

akan mempengaruhi protein susu. Meskipun kasein relatif stabil terhadap panas, whey protein yang terdenaturasi pada suhu tersebut dapat mempengaruhi proses pembuatan keju. Koagulasi kasein oleh rennet dapat terganggu jika whey protein terkoagulasi. Selain itu, pemanasan lebih dari 70 °C dapat menyebabkan pengendapan kalsium fosfat yang terdapat dalam susu. Sampel susu yang diperiksa masih tetap dapat digunakan untuk membuat keju, namun keju dapat mengalami penurunan kualitas.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sampel susu segar yang diteliti belum sepenuhnya sesuai dengan SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang Susu Segar ditinjau dari aspek komposisi, kesegaran, dan pemalsuan. Keju yang diproduksi dari susu segar yang tidak memenuhi SNI No. 01 – 3141 – 2011 dapat mengalami penurunan kualitas. Sampel susu yang diteliti masih dapat digunakan sebagai bahan dasar keju meskipun dapat menyebabkan penurunan kualitas.

Saran

Perlu dilakukan penyuluhan kepada peternak tentang manajemen pemeliharaan dan penanganan susu segar di peternakan sapi perah.

DAFTAR PUSTAKA

Bhoite UY, Padekar RN. 2002. Factors affecting milk yield and composition of gir halfbreds. Indian J. Anim. Res. 36: 67-69.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 2009. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah; Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Food Science. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2007. Codex Standard 262-2007:

Codex Standard for Mozarella. Rome (IT): CAC.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2010. Amandment of Codex Standard 266-1966: Codex Standard for Gouda. Rome (IT): CAC.

Ekawasti F. 2006. Penggunaan uji alkohol untuk penentuan kesegaran susu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fox PF, Kelly AL. 2000. The caseins. Di dalam: Yada RY, editor. Proteins in Food Processing. Cambridge (US):CRC Pr.

Fox PF, McSweeney PLH, Cogan TM, Guinee TP. 2000. Fundamentals of Cheese Science. Maryland (US): Aspen Publisher Inc.

(27)

17 Hanafi M. 2007. Pengaruh mastitis terhadap kadar total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak susu di unit peternakan KUTT Suka Makmur Grati [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Hariono B, Sutrisno, Seminar KB, Maheswari RRA. 2011. Uji sifat fisika dan kimia susu sapi dan susu kambing yang dipapar dengan ultraviolet sistem sirkulasi. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Perteta 2011; Jember, 21-22 Jul 2011. Jember (ID): Kajian Teknik Pascapanen dan Proses Hasil Pertanian. hlm 173-186.

Harris B, Bachman KC. 1988. Nutritional and management factors affecting solids-non-fat, acidity and freezing point of milk. Florida (US): University of Florida.

Jenkins TC, McGuiret MA. 2006. Major advances in nutrition: impact on milk composition. J. Dairy Sci 89: 1302-1310.

Kelly AL. 2007. What is the typical composition of cow’s milk and what milk constituents favour cheesemaking?. Di dalam: Mc. Sweeney PLH, editor. Cheese Problem Solved. Cambridge (US): Woodhead Publishing. hlm 3. [Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2012. Impor Keju dan

Dadih Susu Pernegara Asal Periode Januari s/d April 2012. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Latif H, Sanjaya AW. 2009. Pemeriksaan komposisi susu. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 1-5.

Lee A. 2010. Noviyanto, “Mozarella” dari Karanggeneng. KOMPAS.com. [terhubung berkala]. http://nasional.kompas.com/read/2010/08/20/03384247 [ 3 Juli 2011].

Lukman DW et al. 2009. Komposisi susu. Di dalam: Pisestyani H, editor. Higiene Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 15-25.

Malaka R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Makassar (ID): Masagena Pr.

Muchtadi TR, Sugiyono, Ayustaningwarno F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung (ID): Alfabeta.

Ng-Kwai-Hang KF, Hayes JF, Moxley JE, Monardes HG. 1982. Environmental influences on protein content and composition of bovine milk. J Dairy Sci 65: 1993-1998.

Nielsen NI, Larsen T, Bjerring M, Ingvartsen KL. 2005. Quarter health, milking interval, and sampling time during milking affect the concentration of milk constituents. J Dairy Sci 88: 3186-3200.

Planck N. 2007. Real Food: What to Eat and Why. New York (US): Bloomsbury Publishing.

Rath S. 2000. About Cows revised edition. Minnesota (US): Voyageur Pr.

Rohmah IL. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik manajemen peternakan di tingkat peternak sapi perah pemasok susu segar industri pengolahan keju [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saleh E. 2004. Dasar pengolahan susu dan hasil ikutan ternak [makalah]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Shook G, Shaver R, Ruegg P. 2004. Rethingking Dairyland No.7: Can we make the milk that cheese makers need?. Madison (US): University of Wisconsin-Madison.

(28)

18

Siregar SB. 1983. Berbagai faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu sapi perah. Wartazoa 1:13-15.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2011. SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang Susu Segar. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

Sudarwanto M. 2009. Pemeriksaan keadaaan susu. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 8-9.

Sudarwanto M, Sanjaya AW. 2009. Pemalsuan susu. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 38-40.

Sudono A, Fina RR, Susilo SB. 2003. Beternak Sapi Perah secara Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Suhendar Y et al. 2008. Pascapanen lalai kualitas susu terbengkalai. AGRINA. [terhubung berkala]. http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid= 7danaid=1257 [3 Juli 2011].

Suherman D. 2005. Imbangan rumput lapangan dan konsentrat dalam ransum terhadap kualitas produksi susu sapi perah Holstein. Animal Production 7: 14-20.

Sumantri C, Maheswari RRA, Anggraeni A, Diwyanto K, Farajallah A. 2005. Pengaruh genotipe kappa kasein (κ-kasein) terhadap kualitas susu pada sapi perah FH di BPTU Baturraden. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005. hlm 358-365.

Susatyo WP, Putjotomo D, Tifani TK. 2011. Analisa penyebab penurunan daya saing produk susu sapi dalam negeri terhadap susu sapi impor pada industri pengolahan susu (IPS) denngan metode fault tree analysis (FTA) dan barrier analysis. J@TI Undip 6: 71-80.

Syah SP. 2011. Pembusukan susu akibat kontaminasi Escherichia coli [makalah]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Urech E, Puhan Z, Schallibaum M. 1999. Change in milk protein fraction as affected by subclinical mastitis. J Dairy Sci 82: 2402-2411.

Vishweshwar SK, Krishnaiah N. 2005. Quality control of milk and processing. Di dalam: Reddy PS, editor. Intermediate Vocational Course, 2nd Year; Andhra Pradesh, 2005. Andhra Predesh (IN): Telugu Academy Publication. hlm 14-25.

Walsh JP. 2007. Factors affecting the solid-non-fat content of the milk of herds. J. Dairy Tech 21: 62-71.

Walstra P, Wouters JTM, Geurts TJ. 2006. Dairy Science and Technology Second Edition. New York (US): CRC Pr.

Winarno FG, Fernandez IE. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. Bogor (ID): M-BRIO Pr.

(29)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Syarat mutu susu segar menurut SNI No. 01 – 3141 – 2011

Karakteristik Syarat

Berat Jenis (pada suhu 27.5 oC) minimum 1.0270

Kadar lemak minimum 3.0%

Kadar BKTL minimum 7.8%

Kadar protein minimum 2.8%

Warna, bau, rasa, dan kekentalan tidak ada perubahan

Derajat asam 6.0−7.5 oSH

pH 6.3−6.8

Uji alkohol (70%) negatif

Cemaran mikroba maksimum

Total Plate Count 1x106 CFU/ml

Staphylococcus aureus 1x102 CFU/ml Enterobacteriaceae 1x103 CFU/ml

Jumlah sel somatis maksimum 4x105sel/ml

Residu antibiotika (golongan penisilin,

tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida) negatif

Uji pemalsuan negatif

Titik beku -0.520 s/d -0.560 oC

Uji peroxidase positif

Cemaran logam berbahaya maksimum

Timbal (Pb) 0.02 μg/ml

Merkuri (Hg) 0.03 μg/ml

Arsen (As) 0.10 μg/ml

Lampiran 2 Rata-rata dan standar deviasi komposisi susu segar dari pemasok industri pengolahan susu (IPS)

BJ BK BKTL KL KL* KP KP/KL Rata-rata Pagi 1.0256 11.6 8.0 3.6 31.1 3.0 0.85 Sore 1.0238 11.7 7.6 4.1 34.7 3.4 0.85 Total 1.0252 11.6 7.9 3.7 32.0 3.1 0.85 Standar deviasi Pagi 0.0028 0.6 0.6 0.3 2.3 0.3 0.06 Sore 0.0006 0.3 0.2 0.2 1.1 0.1 0.02 Total 0.0021 0.5 0.5 0.3 2.6 0.3 0.08

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Koto Agung, Sumatera Barat pada tanggal 28 Februari 1990. Penulis adalah anak kedua (dari tiga bersaudara) pasangan Bapak M Nur Jauhari AMd dan Ibu Sri Wahyuni. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sitiung dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertania Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi, yaitu Anggota Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (2008-2012), Staf LSO Entrepreneurship Koperasi Mahasiswa IPB (2008-2009), Sekretaris Divisi Eksternal dan Pengembangan Masyarakat Himpro Ruminansia (2009-2010), Sekretaris Divisi Kaderisasi Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) cabang IPB (2009-2010), Staf Divisi Multimedia Veterinary Integrity and Skill Improvement (VISI) II IPB (2009-2011), dan Bendahara Umum IMAKAHI cabang IPB (2011). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Histologi Veteriner I (2011), Histologi Veteriner II (2011), dan Embriologi dan Genetika Perkembangan (2012).

Penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) pada tahun 2009 dan dari Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) pada tahun 2010-2013. Tahun 2012 penulis masuk dalam sepuluh besar mahasiswa berprestasi tingkat FKH IPB.

Sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Hewan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Komposisi, Kesegaran, dan Dugaan Pemalsuan Susu Segar sebagai Bahan Dasar Keju pada Industri Pengolahan Susu (IPS).

Referensi

Dokumen terkait

Recall atau True Positif Rate (TPrate) .... 3.1 Rancangan Penelitian ... Pengerjaan pada dataset citra umum ... Pengerjaan pada dataset citra bunga ... Pemilihan dataset

(C) Saya tidak yakin kebijakan yang ditempuh selama ini berada pada jalur yang benar.. (D) BMKG meramal bahwa badai aan melanda

Maksim penerimaan merupakan maksim yang mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri

Skripsi yang berjudul “Persepsi Mahasiswa Akuntansi Senior dan Junior Mengenai Lingkungan Kerja Auditor Sebagai Pertimbangan Pilihan Karir (Studi pada mahasiswa akuntansi

(1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk menetapkan Pajak terutang atas jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud

Sehingga dengan menggunakan elemen – ele- men bangunan yang berarsitektur Hi – Tech ini akan dapat menarik banyak calon penyewa den- gan fasade yang berkesan modern, canggih serta

Mahasiswa Data Nama Data Password Password Password Password invalid Humas Mahasiswa 2.3 Lupa Password Penerima Tamu Data login Penerima tamu Info login Penerima tamu Password

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta, serta