• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOBOT LAHIR KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERIKAN KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cocoa L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BOBOT LAHIR KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERIKAN KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cocoa L.)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BOBOT LAHIR KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE)

YANG DIBERIKAN KULIT BUAH KAKAO

(Theobroma cocoa L.)

(The Birth Weight of Etawah Grade Fed on Cocoa Pod Husk

(Theobroma cocoa L.)

F.F.MUNIER

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jl. Raya Lasoso 62, Biromaru 94364

ABSTRACT

The cocoa plant has potency as animal feed prepared from cocoa pod husk (KBK). By product of cocoa fruits are KBK about 73,73 – 74,00%. The purpose of this study was to investigate the effect of KBK supplementation on birth weight of goat raised in semi intensive system. It was conducted from March to December 2006. The cooperator farmers involved were six farmers from Farmer Group of Mappasidapi, Jono-Oge village and six farmers from Farmer Group of Lelea Katuvua, Tondo village, Sirenja Sub Districk, Donggala Regency. Five heads of goat were used from each farmers with a total number of goats used became 60 heads of 8 – 12 months pregnancy. The pregnant goat (30 heads) in Jono-Oge village was observed for male kids and 30 heads in Tondo village for female kids. Treatmen were divided as P0 = without KBK supplementation, P1 = 1000 g/head/day of KBK and P2 = 1500 g/head/day of KBK. KBK was given to goat every morning. The birth weight was determined by weighing at the time of delivery. Every treatment (10 heads of pregnant) was selected randomly five heads for male (Jono-Oge village) and female (Tondo village) respectively. Statistical analysis used Complete Random Design (CRD). Statistical analysis showed that KBK supplementation was significantly different (P < 0,01) for birth weight between male and female young goats. The highest average birth weight for male in P2 was 3,15 kg, followed by P1 3,05 kg and the lowest in P0 was 2,70 kg. While the highest average for female birth weight in P2 was 2,90 kg, followed by P1 2,60 kg and the lowest in P0 was 2,40 kg.

Key Words: Etawa Grade Doe, Cocoa Pod Husk (KBK), Birth Weight

ABSTRAK

Tanaman kakao memiliki potensi sebagai penyedia pakan untuk ternak ruminansia terutama kulit buah kakao (KBK). Limbah dari proses pemanenan buah kakao yang tertinggi adalah KBK yaitu 73,73 – 74,00%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian KBK sebagai pakan tambahan terhadap bobot lahir anak kambing yang dipelihara secara semi intensif. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret – Desember 2006. Petani koperator yang dilibatkan sebanyak enam orang anggota Kelompok Tani Mappasidapi di Desa Jono-Oge dan enam orang anggota Kelompok Tani Lelea Katuvua di Desa Tondo, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala. Setiap petani koperator digunakan kambingnya lima ekor, jumlah kambing betina yang digunakan sebanyak 60 ekor, jenis kambing Peranakan Etawah (PE) yang sedang bunting berumur 8 – 12 bulan. Kambing bunting sebanyak 30 ekor di Desa Jono-Oge diamati untuk kelahiran anak jantan dan kambing bunting sebanyak 30 ekor di Desa Tondo diamati untuk kelahiran anak betina. Perlakuan terdiri dari; P0 = tanpa pemberian KBK, P1 = 1000 g/ekor/hari KBK, P2 = 1500 g/ekor/hari KBK. KBK diberikan pada kambing setiap pagi hari sebelum digembalakan. Bobot lahir diamati dengan melakukan penimbangan saat anak kambing baru dilahirkan. Setiap perlakuan pakan (10 ekor kambing bunting) diambil lima ekor berkelamin jantan (Desa Jono-Oge) dan betina (Desa Tondo) secara acak. Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan KBK pada kambing PE bunting memberikan pengaruh nyata (P < 0,01) terhadap bobot lahir anak jantan dan betina. Rataan bobot lahir anak tertinggi berkelamin jantan pada P2 yakni 3,15 kg, diikuti oleh P1 3,05 kg dan terendah P0 hanya 2,70 kg, sedangkan rataan bobot lahir anak tertinggi berkelamin betina pada P2 yaitu 2,90 kg, diikuti oleh P1 2,60 kg dan terendah dan P0 hanya 2,40 kg.

(2)

PENDAHULUAN

Komoditas kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang cukup diminati oleh para petani untuk dibudidayakan. Hal ini disebabkan karena merupakan salah satu komoditas ekspor dengan harga jual biji kakao kering yang relatif stabil, bahkan harga jualnya cenderung meningkat. Rataan perkembangan luas areal tanaman kakao rakyat selama lima tahun terakhir mencapai 14,99% per tahun (DISTANBUNNAK PROP. SULTENG, 2007). Pengembangan areal tanaman kakao ini memiliki potensi untuk menyediakan hijauan pakan untuk ternak ruminansia baik berupa limbah tanaman kakao maupun daun gamal (Gliricidia sepium) sebagai tanaman penaung tanaman kakao (BAHAR, 2006). Kondisi ini diharapkan dapat mengatasi terbatasnya ketersediaan hijauan bagi ternak ruminansia karena semakin menyempitnya areal padang penggembalaan.

Tanaman kakao memiliki potensi sebagai penyedia hijauan pakan ternak ruminansia yakni daun kakao (limbah pangkasan) dan kulit buah kakao (KBK) (pod cocoa husk) setelah bijinya dikeluarkan. Limbah dari proses pemanenan buah kakao yang tertinggi adalah KBK yaitu 73,73 – 74,00%, sisanya plasenta 2,00%, biji kakao 21,98% dan kulit biji kakao 2,40% (ERLINAWATI, 1986; GINTING, 2004). Hasil samping lainnya dari proses pengolahan buah kakao yaitu ampas cucian biji (lumpur), kulit biji, dedak biji dan bungkil biji (BAKRIE dan MULADI, 1997). Berdasarkan pengamatan ditingkat petani-peternak limbah kakao yang baru dimanfaatkan hanya KBK. KBK dimanfaatkan oleh petani-peternak untuk pakan tambahan pada ternak sapi dan kambing, tetapi pemberiannya belum optimal. Terbatasnya pemanfaatan KBK ini karena KBK tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Disamping itu pemanfaatan KBK untuk pakan ternak ruminansia belum diketahui secara luas oleh petani-peternak sehingga pemanfaatannya masih terbatas pada kalangan petani-peternak tertentu saja.

Pemberian KBK pada kambing sebaiknya dicacah untuk mengurangi ukuran partikel pakan agar memudahkan kambing saat mengunyah. Disamping itu dengan pencacahan

kandungan air (ARORA, 1995; MAKKA et al., 2005). Pencacahan dan pelayuan KBK diharapkan dapat menurunkan kandungan senyawa alkaloid yakni theobromine dan memberikan daya tarik kambing untuk mengkonsumsi karena ukurannya lebih kecil sesuai dengan ukuran mulut kambing. Pemberian KBK pada kambing betina yang sedang bunting sebagai pakan tambahan dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan perkembangan calon anak (foetus) yang sedang dikandungannya. Pemberian suplemen pakan lengkap pada induk kambing dapat meningkatkan rataan bobot lahir yang dapat mencapai 3,37 kg (PRABOWO et al., 2004).

Kegiatan penelitian ini diharapkan para petani-peternak dapat memanfaatkan KBK sebagai pakan tambahan pada ternak kambing secara optimal sehingga KBK tidak berserakan di sekitar kebun kakao. Keuntungan lainnya dengan pemanfaatan KBK juga dapat memutus siklus hidup hama dan penyakit tanaman kakao. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian KBK sebagai pakan tambahan terhadap bobot lahir anak kambing yang dipelihara secara semi intensif.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jono-Oge dan Desa Tondo, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah dari bulan Maret – Desember 2006. Penentuan lokasi penelitian ini berdasarkan arahan dari Pemerintah Kecamatan Sirenja karena kedua desa ini memiliki areal perkebunan kakao rakyat yang cukup luas dan sebagian petaninya juga memelihara kambing. Petani koperator yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 12 orang yakni enam orang anggota Kelompok Tani Mappasidapi di Desa Jono-Oge dan enam orang anggota Kelompok Tani Lelea Katuvua di Desa Tondo. Setiap petani koperator digunakan kambingnya lima ekor sehingga jumlah kambing betina yang digunakan sebanyak 60 ekor, jenis kambing Peranakan Etawah (PE) yang sedang bunting berumur 8 – 12 bulan. Kambing bunting sebanyak 30 ekor di Desa Jono-Oge diamati untuk kelahiran anak jantan dan

(3)

Tondo diamati untuk kelahiran anak betina. Kambing bunting ini diharapkan melahirkan anak 50% jantan dan 50% betina. Kambing bunting ini dibagi tiga kelompok perlakuan yakni satu kelompok kontrol (kebiasaan petani) dan dua kelompok untuk perlakuan pakan. Kambing ditempatkan di dalam kandang secara acak pada kandang model panggung. Setiap kelompok perlakukan (per kandang) menggunakan 10 ekor kambing betina. P0 =

tanpa pemberian KBK (kebiasaan petani), P1 =

1000 g/ekor/hari KBK, P2 = 1500 g/ekor/hari

KBK. KBK diberikan pada kambing setiap pagi hari sebelum digembalakan selama masa kebuntingan. Untuk mengurangi kadar air KBK maka dilakukan pencacahan dengan ukuran 1 x 5 cm dan dilayukan (dikering-anginkan). Pencacahan KBK dilakukan sore hari untuk pemberian pakan pagi hari berikutnya. Air minum selalu tersedia (ad libitum) di dalam kandang perlakuan.

Pakan dasar berupa rumput alam dan leguminosa sentro (Centrosema pubescens) dikonsumsi kambing saat digembalakan di perkebunan kelapa milik masyarakat dengan sistem ikat pindah dari 12.00 – 17.00. Ikat pindah kambing dilakukan dua kali sehari yaitu pertama pukul 12.00 – 14.00 dan kedua pukul 14.00 – 17.00. Kambing PE bunting yang digunakan pada pengkajian ini sebelumnya diberikan obat parasit cacing berbentuk kaplet. Pemberian vitamin B-kompleks untuk memperbaiki kondisi fisik kambing yang sedang bunting dan meningkatkan nafsu makan. Kambing yang terserang kudis (scabies) diobati dengan penyuntikan dibawah kulit (subcutaneous). Adaptasi pemberian pakan KBK dilaksanakan selama dua minggu.

Pengaruh pemberian pakan KBK terhadap bobot lahir diamati dengan melakukan penimbangan saat anak kambing baru dilahirkan. Dari setiap perlakuan pakan (10 ekor kambing bunting) diambil lima ekor berkelamin jantan (Desa Jono-Oge) dan betina (Desa Tondo) secara acak.

Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut prosedur KUSRININGRUM (2008) dengan rumus:

Yij = µ + Ti + Eij; i = 1,2,3, …… t j = 1,2,3, ...… n

dimana:

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ : nilai tengah umum Ti : pengaruh perlakuan ke-i

Eij : pengaruh galat atau acak percobaan (kesalahan percobaan) pada perlakuan ke i dan ulangan ke j (t = banyaknya perlakuan, n = banyaknya ulangan) Apabila hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakukan pemberian pakan berpengaruh nyata terhadap bobot lahir anak kambing PE jantan dan betina, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) menurut KUSRININGRUM (2008) dengan rumus:

BNT (α) = t (α) (d.b. galat) x √ s2 [1/n

A + 1/nB]

dimana:

t (α) : titik kritis sebaran t untuk taraf nyata α dan derajat bebas dari galatnya

s2 : kuadrat tengah galat (KTG)

nA dan nB: banyaknya pengamatan (ulangan)

untuk perlakuan A dan B HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan hijauan pakan sebagai pakan dasar

Kambing umumnya digembalakan di bawah pohon kelapa dan sebagian kecil digembalakan di serkitar lahan perkebunan kakao, lahan sawah atau lahan palawija setelah panen. Ketersediaan hijauan pakan khususnya di bawah pohon kelapa sangat terbatas karena tidak semua hijauan pakan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hasil pengamatan pada lokasi penelitian ini menunjukkan bahwa hanya dua jenis hijauan pakan yang tumbuh dan berkembang dengan baik di bawah pohon kelapa yaitu rumput alam dan sentro (Centrosema pubescens). Sentro merupakan salah jenis leguminosa yang tahan naungan di bawah tanaman kelapa. Hasil penelitian di Bali dan Sulawesi Utara menunjukkan bahwa centro merupakan salah satu leguminosa herba yang tahan terhadap naungan bila ditanam di bawah pohon kelapa (PRAWIRADIPUTRA, 2005).

(4)

Rumput alam dan sentro ini merupakan hijauan pakan yang mendominasi dan berkembang di bawah pohon kelapa sebagai penyedia pakan bagi kambing yang digembalakan. Leguminosa merambat lainnya yang tumbuh di bawah pohon kelapa yaitu kalopo (Calopogonium muconoides), tetapi jumlahnya terbatas. Kalopo ini kurang begitu disukai kambing karena palatabilitasnya rendah yakni permukaan daun dan batangnya ditutupi dengan bulu-bulu coklat (FANINDI dan PRAWIRADIPUTRA, 2005). Jenis rumput alam yang umumnya tumbuh dibawah pohon kelapa adalah rumput pahitan (Axonopus compressus) dan sebagian kecil rumput Paspalum conyugatum. Hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa rumput pahitan dan leguminosa centro ini termasuk jenis hijauan pakan yang paling disukai kambing (palatablitasnya tinggi).

Ketersedian rumput alam dan centro ini di bawah pohon kelapa ini berkurang saat musim kemarau. Menurut WHITMEN et al. (1974) bahwa centro tidak tahan terhadap temperatur tinggi, pada temperatur 18 – 24oC pertumbuhan

centro akan terhambat. Temperatur di lokasi pengkajian saat musim kemarau dapat mencapai 32 – 34oC. Keterbatasan tersedianya

hijauan pakan ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kambing yang digembalakan di bawah pohon kelapa karena mengalami kekurangan hijauan pakan saat merumput. Pemberian pakan tambahan KBK ini dapat membantu untuk memenuhi kekurangan kebutuhan pakan bagi kambing. Kandungan nutrisi pakan

Kandungan nutrisi rumput alam dan KBK mengacu pada hasil pengkajian sebelumnya di lokasi yang sama. Kandungan nutrisi pakan

yang dikonsumsi oleh kambing selama masa kebuntingan dapat memenuhi kebutuhan unsur nutrisi untuk hidup pokok dan perkembangan calon anak didalam kandungan seperti pada Tabel 1.

Kandungan nutrisi KBK diatas mendekati nilai dari hasil penelitian sebelumnya. PRABOWO dan BAHRI (2002) melaporkan bahwa kandungan nutrisi KBK untuk protein kasar 9,15%, serat kasar 32,7% dan lemak 1,25%. Sedangkan RAMAYANTI (2004) melaporkan relatif berbeda yaitu bahan kering 85,82%, protein kasar 8,94%, serat kasar 36,52% dan lemak 1,20%. Adanya perbedaan kandungan nutrisi KBK ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan lokasi penelitian yang berkaitan dengan unsur hara yang tersedia didalam tanah tempat tumbuh tanaman kakao. Pemberian pakan tambahan KBK pada kambing bunting ini dapat menutupi kekurangan unsur nutrisi yang berasal dari rumput alam yang dikonsumsi. Unsur-unsur nutrisi ini akan menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak (TILLMAN et al., 1989).

Jumlah pakan yang dikonsumsi berdasarkan komposisi nutrisi KBK

Sistem pemeliharaan kambing di lokasi pengkajian adalah kombinasi digembalakan dan dikandangkan. Sistem pemeliharaan seperti ini umumnya bersifat usaha sampingan sehingga pemeliharaannya masih sederhana (SUTAMA, 2004). Pakan dasar (basal feed) yang dikonsumsi oleh kambing bunting setiap hari adalah rumput alam. Pakan tambahan (feed additive) diberikan berupa KBK dan centro. Rumput alam dan sentro dikonsumsi kambing saat digembalakan di bawah pohon kelapa. KBK diberikan saat kambing di dalam Tabel 1. Kandungan nutrisi pakan

Kandungan nutrisi (%) Jenis pakan

Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar Rumput alam* KBK* Centro** 32,9 18,7 27,0 7,5 9,9 19,9 2,2 9,2 - 29,5 32,7 -

(5)

Tabel 2. Jumlah konsumsi per individu berdasarkan kandungan nutrisi KBK

Total dikonsumsi (g) Perlakuan

Bahan kering Protein kasar Serat kasar Lemak kasar P0 P1 P2 0 187,0 280,5 0 99,0 148,5 0 327,0 490,5 0 92,0 138,0 Data diolah berdasarkan kandungan nutrisi KBK pada Tabel 1

kandang pada pagi hari. Perlakuan pemberian KBK ada tiga tingkatan yakni P0 = tanpa

diberikan KBK (kebiasan petani), P1 = 1000

g/ekor/hari KBK dan P2 = 1500 g/ekor/hari

KBK. Jumlah KBK yang dikonsumsi kambing bunting berdasarkan kandungan nutrisi dapat dilihat pada Tabel 2.

Pakan dasar berupa rumput alam dikonsumsi di padang penggembalaan

Pemberian pakan tambahan KBK pada kambing bunting sebanyak 1.000 g/ekor/hari dan 1500 g/ekor/hari tidak menunjukkan ganggunan kesehatan baik pada calon induk maupun anak yang dikandungnya, bahkan memperlihatkan penampilan cukup baik hingga menjelang kelahiran anaknya. Jumlah pemberian KBK sebanyak 1.000 g/ekor/hari dan 1500 g/ekor/hari masih dalam ambang batas yang aman karena pemberian KBK secara berlebihan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. KBK mengandung senyawa pembatas yakni theobromine atau 3,7-dimethylxanthine (MAHYUDDIN dan BAKRIE, 1993), senyawa ini dapat mempengaruhi kesehatan ternak ruminansia. Para peneliti sebelumnya menganjurkan bahwa pemberian KBK pada ternak kambing tidak melebihi dari kisaran 30 – 70% dari total pakan karena jumlah pakan ini tidak mempengaruhi terhadap pertambahan bobot hidup harian (PRABOWO dan BAHRI, 2002). Pengkajian ini menggunakan kambing betina dengan rataan bobot hidup 23,5 kg, jumlah pakan diberikan sebesar 15% dari bobot hidup berarti rataan kebutuhan pakan harian 3,5 kg. Porsi KBK 1000 g/ekor/ hari dan 1500 g/ekor/hari atau masing-masing 28,6 dan 42,9%, porsi ini masih dibawah dari anjuran peneliti sebelumnya. Pemberian pakan tambahan KBK diatas 40% dari total pakan

pada kambing yang sedang bunting dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan calon induk dan anak dalam kandungnya dari pengaruh theobromine dalam KBK. Namun menurut BONADONNA et al. (1963) dalam MAHYUDDIN dan BAKRIE (1993) bahwa pemberian KBK (dihilangkan kandungan theobromine) di atas 30% dari total ransum tidak mempengaruhi produksi susu, kecepatan denyut jantung dan penurunan bobot hidup. Pada pengkajian ini untuk mengurangi kandungan theobromine pada KBK dengan perlakuan pencacahan dan dilayukan selama 12 – 24 jam.

Bobot lahir

Tinggi rendahnya bobot lahir (birth weight) anak kambing sangat dipengaruhi oleh kondisi induknya saat masa kebuntingan. Faktor utama yang paling menentukan adalah pakan yang berkaitan dengan jumlah dan mutu pakan yang dikonsumsi kambing. Kebutuhan pakan bagi kambing yang sedang bunting melebihi porsi pada kambing yang tidak bunting karena kebutuhan untuk hidup pokok calon induk dan untuk pertumbuhan calon anak yang dikandungnya. Kekurangan pakan (unsur nutrisi) umumnya mengakibatkan lemahnya fisik calon induk, produksi air susu rendah menjelang kelahiran, kondisi fisik anak lemah dan bobot lahir rendah. Namun apabila kebutuhan pakan kambing bunting dapat dipenuhi bahkan berlebih maka akan meningkatkan kondisi fisik calon induk, produksi air susu cukup menjelang kelahiran, kondisi fisik anak sehat dan diikuti dengan bobot lahir yang tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa angka kelahiran anak mendekati nilai 50% jantan dan 50% betina dengan kelahiran tunggal. Persentasi kelahiran

(6)

anak kambing ini mendekati nilai dari hasil penelitian sebelumnya. KRISTIANTO et al. (2004) melaporkan bahwa anak kambing yang dilahirkan dengan perbandingan antara jantan dan betina yakni 43,7 : 56,3%.

Hasil penimbangan bobot lahir anak jantan dan betina kambing PE dengan tiga tingkatan perlakuan pakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil analisis statistikmenunjukkan bahwa pemberian KBK sebagai pakan tambahan pada kambing PE yang sedang bunting berpengaruh nyata (P < 0,01) terhadap rataan bobot lahir anak jantan dan betina (Tabel 3). Hasil uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan tambahan KBK pada induk yang melahirkan anak jantan berbeda nyata (P < 0,01) pada P2 terhadap P0 dan P1 terhadap P0,

tetapi tidak berbeda (P > 0,05) pada P2

terhadap P1. Perlakuan pemberian pakan

tambahan KBK pada induk yang melahirkan anak betina berbeda nyata (P < 0,01) pada P2

terhadap P0, P1 terhadap P0 dan berbeda nyata

(P < 0,05) pada P2 terhadap P1.

Perbedaan rataan bobot lahir diantara anak kambing jantan dan betina pada P1 dan P2 ini

disebabkan oleh perbedaan tingkat pemberian pakan tambahan KBK pada calon induk yang sedang bunting. Perbedaan porsi pemberian KBK diantara perlakuan cukup tinggi yakni selisih 500 g/ekor/hari yang diikuti dengan perbedaan konsumsi nutrisi. Selisih konsumsi KBK pada P1 dan P2 adalah 93,5 g/ekor/hari

(bahan kering), 49,5 g/ekor/hari (protein kasar) dan 46,0 g/ekor/hari (lemak kasar).

P1 dan P2 memperlihatan perbedaan bobot

lahir yang tinggi pada anak betina tetapi pada anak jantan tidak berbeda. Hal kemungkinan disebabkan oleh makin banyak KBK diberikan pada kambing bunting maka diikuti oleh bobot lahir yang tinggi.

Calon induk kambing pada P2 yang

diberikan pakan KBK lebih banyak

dibandingkan P1 dengan komposisi nutrisi yaitu

bahan kering 280,5 g/ekor/hari, protein kasar 148,5 g/ekor/hari serat kasar 490,5 g/ekor/hari dan lemak 138,0 g/ekor/hari. Protein kasar yang dikonsumsi kambing pada P2 ini melebihi

standar kebutuhan hidup pokok dan produksi kambing betina yang direkomendasikan oleh NRC (1981) dalam CHEEKE (1999) yakni 38 g/ekor/hari untuk protein kasar dan 480 g/ekor/hari untuk bahan kering. Khusus bahan kering yang dikonsumsi kambing bunting masih dibawah standar kebutuhan hidup pokok dan produksi. Namun karena jumlah protein kasar yang dikonsumsi oleh calon induk berlebih maka dimanfaatkan untuk pertumbuhan calon anaknya di dalam kandungan. Kondisi ini yang mempengaruhi tinggi bobot lahir anak kambing jantan (3,15 kg) dan betina (2,90 kg) pada P2. P1

mendapatkan asupan KBK yang lebih rendah yaitu bahan kering 187,0 g/ekor/hari, protein kasar 99,0 g/ekor/hari, serat kasar 327,0 dan lemak kasar 92,0 g/ekor/hari sehingga melahirkan anak dengan bobot lahir lebih rendah baik jantan (3,05 kg) maupun betina (2,60 kg). P0 tidak diberikan pakan tambahan

KBK sehingga melahirkan anak dengan bobot yang terendah yakni 2,70 kg pada jantan dan 2,40 pada betina. Bobot lahir pada penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil pengkajian sebelumnya. PRABOWO et al. (2004) bahwa kambing PE betina yang diberikan KBK 30 – 70% + blok suplemen pakan lengkap dengan rataan bobot lahir 3,54 kg untuk anak jantan dan 3,20 kg untuk anak betina. Adanya perbedaan bobot lahir ini disebabkan oleh perbedaan pemberian pakan. Pada penelitian ini hanya diberikan pakan tambahan KBK sekitar 40% dari total pakan sedangkan pada pengkajian sebelumnya dengan kisaran 30 – 70% dan ditambahkan blok suplemen pakan lengkap.

Tabel 3. Rataan bobot lahir anak kambing PE jantan dan betina

Perlakuan Bobot lahir jantan (kg) Bobot lahir betina (kg) Rataan P0 P1 P2 2,70a 3,05b 3,15b 2,40 a 2,60b 2,90c 2,55 2,83 3,03

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemberian pakan tambahan KBK (Theobroma cocoa L.) pada kambing PE bunting dapat meningkatkan bobot lahir anak jantan dan betina, sedangkan tidak diberikan pakan tambahan KBK melahirkan anak jantan dan betina berbobot lahir rendah. Rataan bobot lahir anak tertinggi pada anak kambing berkelamin jantan.

Disarankan pemberian pakan tambahan KBK (cacahan dan dilayukan) pada kambing bunting hingga 40% dari total pakan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala atas bantuan dan kerjasamanya pada kegiatan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara Zainal Arifin, AMd. (Penyuluh Desa Jono-Oge), Tasna, SP (Penyuluh Desa Tondo), H. Ade Rusmana, SP (Koordinator Penyuluh Kecamatan Sirenja) dan Aslan Lasenggo AMd. (Teknisi BPTP Sulteng) atas bantuannya dalam pengamatan, pengumpulan data, memotivasi dan menggerakkan anggota petani-peternak Kelompok Tani Mappasidapi, Desa Jono-Oge dan Kelompok Tani Lelea Katuvua, Desa Tondo.

DAFTAR PUSTAKA

ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh R. Murwani. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. BAHAR,S. 2006. Perbaikan Pakan Ternak Kambing

pada Perkebunan Kakao. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: Bogor, 5 – 6 September 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. pp. 497 – 505.

BAKRIE dan MULADI. 1997. Pemanfaatan Kulit Buah

Kakao sebagai Sumber Energi pada Ransum Sapi Potong. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. XIX(5 – 6):. 6 – 7. CHEEKE,P.R. 1999. Applied Animal Nutrition, Feed

and Feeding. 2nd Ed. Prentice-Hall, Inc., Upper Saddle River, New jersey, USA. DINAS PERTANIAN,PERKUBUNAN DAN PETERNAKAN

Provinsi Sulawesi Tengah. 2007. Statistik Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Tahun 2006 (Angka Tetap).

ERLINAWATI. 1986. Kemungkinan Penggunaan Kulit

Buah Coklat untuk Bahan Makanan Ternak Domba. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

FANINDI, A. dan B.R. PRAWIRADIPUTRA. 2005.

Karakteristik dan Pemanfaatan Kalopo (Calopogonium sp.). Pros. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor, 16 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 148 – 153.

GINTING, S.P. 2004. Tantangan dan Peluang

Pemanfaatan Pakan Lokal untuk Pengembangan Peternakan Kambing Di Indonesia. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Kebutuhan Inovasi Teknologi Mendukung Agribisnis yang Berdayasaing, Bogor, 6 Agustus 2004. hlm. 61 – 78.

KRISTIANTO, L.K., S. SUDARWATI, N.R. BARIROH, M.B. NAPPU dan R. WIDOWATI. 2004. Pola

Pengembangan Usaha Ternak Kambing melalui Pendekatan Integrasi dengan Subsistem Usahatani Tanaman.

KUSRININGRUM,R.S. 2008. Perancangan Percobaan: Untuk Penelitian Bidang Biologi, Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kedokteran, Kedokteran Hewan, Farmasi. Cetakan Pertama. Airlangga University Press, Surabaya.

MAHYUDDIN, P. and B. BAKRIE. 1993. Different

Levels of Cocoa Shell in Diets of Growing Cattle. Ilmu dan Peternakan 6(2): 1 – 4. MAKKA, D., M. HUTASUHUT, MUTIARA, DJONI H.,

D.B.WIJINO,D.E.WAHYONO,R.HARDIANTO, D.SULISTYOWATI,C.ANAM,HARTATI dan B.

SURYANTO. 2005. Identifikasi Potensi Limbah Pertanian dan Agroindustri untuk Pengembangan Peternakan. Laporan Akhir: Kerjasama Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, Dirjen. Bina Produksi Peternakan, Deptan dengan Loka Penelitian Sapi Potong, Grati.

PRABOWO, A., E. BASRI, FIRDAUSIL, A.B., B. SUDARYANTO dan S. BAHRI. 2004. Kajian

Sistem Usahatani Ternak Kambing pada Perkebunan Kakao Rakyat di Lampung. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Bali, 20 – 22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan Bekerjasama dengan BPTP Bali dan Crop-Animal Systems Research Network (CASREN). hlm. 366 – 374.

PRABOWO, A. dan S. BAHRI. 2002. Kajian Sistem

Usahatani Ternak Kambing pada Perkebunan Kakao Rakyat di Lampung. Laporan Hasil Pengkajian TA 2002. BPTP Lampung, Bandar Lampung. 16 hlm.

(8)

PRAWIRADIPUTRA, B.R. 2005. Pasang Surut

Penelitian dan Pengembangan Hijauan Pakan Ternak di Indonesia. Pros. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor 16 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 3 – 10.

RAMAYANTI, N. 2004. Kajian Fermentasi dan

Kecernaan In Vitro Kulit Buah Kakao

(Theobroma cocoa L.) yang Difermentasi

dengan Isolat Kapang Pestalotiopsis guepinii.

Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

SUTAMA, I-K. 2004. Tantangan dan peluang

peningkatan produktivitas kambing melalui

inovasi teknologi reproduksi. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 6 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 51 – 60.

THAHAR, A. and P. MAHYUDDIN. 1993. Feed

Resources. In: Draught Animal Systems and

Management: An Indonesian Study. ACIAR, Canberra, Australia. pp. 41 – 54.

TILLMAN,A.D.,H.HARTADI,S.REKSOHADPROJO,S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO.

1989. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

WHITMEN, P.C., L.R. HUMPREYS, N.H.H.

MONTHEITH, E.H. HOLT, P.M. BRYANT and

J.E.SLATER. 1974. Tropical Pasture Science. Watson Ferguson and Co. Ltd., Brisben.

DISKUSI Pertanyaan:

1. Kenapa pengukuran bobot lahir anak kambing hanya diambil lima ekor, tidak semuanya. 2. Sebaiknya fokus untuk membahas kondisi perkebunan kakao bukan kelapa.

Jawaban:

1. Diambil hanya lima ekor anak karena dengan asumsi induk akan melahirkan anak 50% jantan dan 50% betina, dan lima ekor anak lainnya sebagai cadangan apabila jenis kelamin yang diharapkan lahir kurang dari lima ekor, namun dari 10 ekor induk tiap perlakuan melahirkan anaknya lebih didominasi dengan proporsi 50% jantan dan 50% betina.

2. Perkebunan kelapa dibahas dalam makalah ini karena sebagai tempat digembalakan kambing (sistem ikat pindah) untuk mengkonsumsi rumput sebagai pakan dasar.

Gambar

Tabel 1. Kandungan nutrisi pakan
Tabel 2.  Jumlah konsumsi per individu berdasarkan kandungan nutrisi KBK  Total dikonsumsi (g)  Perlakuan
Tabel 3.  Rataan bobot lahir anak kambing PE jantan dan betina

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kepentingan penciptaan gagasan, penyebar luasan gagasan maka kerapkali intelektual dijadikan rujukanserta menjalankan roda kebudayan khususnya kebudayaan Bali yang

penulis akan menciptakan sebuah karya seni yang bersifat fungsional berupa Softcase Drumset dengan berbahan dasar kulit nabati yang nantinya akan diproses

Koreksi penuh pada peta laut dilakukan secara periodik dan akan menghasilkan peta edisi baru/ diperbarui yang dimutakhirkan oleh kumpulan informasi dalam Berita Pelaut (Notices

mawaddah warraohamah. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh yang signifikan bimbingan penyuluhan agama Islam dan keharmonisan keluarga. Pada

Assertive self- presentation ini terdiri dari ingratiation (tindakan yang dilakukan untuk menarik simpati, memuji diri sendiri, melakukan bantuan, memberikan hadiah,

Dengan adanya dukungan dari perusahaan agar pegawai tidak dipusingkan oleh hal-hal Dengan adanya dukungan dari perusahaan agar pegawai tidak dipusingkan oleh hal-hal lain

Namun kemudian, sebagai- mana dikemukakan oleh Muhammad Hami- dullah, secara bertahap, berdasarkan wahyu (al-Qur’an) dan sunnah Nabi Muhammad, sistem sosial yang

Beberapa saran yang dapat membantu siswa dalam memahami masalah yang kompleks: memberikan pertanyaan mengenai apa yang diketahui dan dicari, menjelaskan masalah sesuai dengan