• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan merupakan suatu proses belajar. Hal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan merupakan suatu proses belajar. Hal"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan

2.1.1. Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan merupakan suatu proses belajar. Hal ini berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Craven dan Hirnle (1996) yang dikutip oleh Suliha (2002), pendidikan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru.

Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu, kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dan dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri. Dalam keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi

(2)

maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik (Suliha, 2002).

2.1.2.Tujuan Pendidikan Kesehatan

Secara umum menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmojo (1997) dalam suliha (2002), tujuan dari pendidikan kesehatan ialah mengubah perilaku individu/masyarakat di bidang kesehatan.Tujuan pendidikan kesehatan tersebut dapat diperinci yaitu untuk menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan dalam mencapai tujuan hidup sehat, mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.

Secara Operasional, tujuan pendidikan kesehatan diperinci oleh Wong (1974)yang dikutip Tafal(1984) dalam Suliha (2002) adalahagar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan, dan masyarakatnya, agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat yang disebabkan oleh penyakit, agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan perubahan-perubahan sistem dan cara memanfaatkannya dengan efisien dan efektif, dan agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan yang formal.

(3)

Dari kedua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai, mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai (Suliha 2002).

2.2. Media Pendidikan Kesehatan 2.2.1. Definisi Media

Media pendidikan adalah alat saluran (channel) untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien (Notoatmodjo, 2003).Yang dimaksud dengan media pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah alat bantu pendidikan yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan / pengajaran(Mubarak, 2007).

2.2.2.Tujuan Penggunaan Media

Secara terperinci, manfaat media menurut Notoatmodjo (2003) antara lain untuk menimbulkan minat sasaran pendidikan, mencapai sasaran yang lebih banyak, membantu mengatasi hambatan bahasa, merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan, membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat, merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain, mempermudah penyampaian bahan pendidikan / informasi oleh para pendidik / pelaku pendidikan, mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan, mendorong keinginan orang untuk mengetahui kemudian lebih mendalami dan akhirnya memberikan pengertian

(4)

Alat bantu (media) disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian / pengetahuan yang diperoleh. Dengan perkataan lain, media ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah pemahaman (Notoatmodjo, 2003). Hal ini diperkuat dengan pendapat Vermon A Magnesen yang menyatakan bahwa seseorang menyerap informasi 10 % dari yang dibaca, 20 % dari yang didengar, 30 % dari yang dilihat, 50 % dari yang dilihat dan didengar, 70 % dari yang dikatakan dan 90 % dari yang dikatakan dan dilakukan (Nurhidayah, 2010).

2.2.3. Jenis Media

Notoatmodjo (2003) membagi media sebagai alat bantu pendidikan menjadi 3 jenis yaitu alat bantu lihat (visual aids), alat bantu dengar (audio aids), alat bantu lihat-dengar (audiovisual aids). Alat bantu lihat (visual aids) berguna dalam membantu menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk yaitu alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip dan alat-alat yang tidak diproyeksikan, misalnya 2 dimensi (gambar, peta, bagan),3 dimensi (bola dunia, boneka). Sedangkan alat-alat bantu dengar (audio aids) berguna dalam membantu menstimulasi indera pendengaran pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan/ pengajaran. Misalnya piringan hitam, radio, pita suara, dan sebagainya. Alat bantu lihat-dengar (audiovisual aids), seperti televisi dan video. Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan AVA. Dalam menerima sesuatu yang baru, manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan atau lupa. Untuk mengatasi hal tersebut, AVA

(5)

(Audio Visual Aids) akan membantu menegakkan pengetahuan-pengetahuan yang telah diterima oleh manusia sehingga apa yang diterima akan lebih lama tinggal / disimpan didalam ingatan(Notoatmodjo, 2007).

Notoatmodjo (2003)membagi media sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan menjadi 3 jenis yaitu:

1. Media Cetak

Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi antara lain : booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar, leaflet

ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat, isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi, flyer (selebaran) ialah seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan,

flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik, biasanya dalam bentuk buku dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi kalimat sebagai pesan atau infomasi berkaitan dengan gambar tersebut, rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai bahasan suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan / informasi kesehatan yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum, foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

Media cetak memiliki beberapa kelebihan yaitu tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana dan mempermudah pemahaman. Walaupun demikian media cetak juga memiliki

(6)

kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek suara dan efek gerak serta mudah terlipat (Notoadmodjo, 2005).

2. Media Elektronik

Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan, jenisnya berbeda-beda antara lain televisi, radio,video, slide, dan film strip.

Media elektronik memiliki beberapa kelebihan yaitu sudah dikenal masyarakat,mengikutsertakan semua panca indera, lebih mudah dipahami, lebih menarik karena ada suara dan gambar bergerak, penyajian dapat dikendalikan,jangkauan relatif besar, dan sebagai alat diskusi serta dapat diulang-ulang. Walaupun demikian media elektronik juga memiliki kelemahan yaitu biaya lebih tinggi,sedikit rumit, perlu listrik, perlu alat canggih untuk produksinya dan perlu terampil dalam pengoperasian (Notoadmodjo, 2005).

3.Media Papan (Billboard)

Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai dan diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-kendaraan umum (bus dan taksi).

2.3. Perilaku 2.3.1.Definisi

Perilaku adalah aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

(7)

aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.

2.3.2.Domain Perilaku

Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain). Kemudian oleh para ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan sebagai pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2007).

2.3.2.1. Pengetahuan (kognitif)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :

1) Faktor internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.

(8)

3) Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi, media dan metode dalam pembelajaran.

Ada enam tingkatan pengetahuan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (aplication), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation).Pengetahuan yang harus dimiliki oleh ibu nifas untuk dapat melakukakan perawatan perineum mencakup 3 tingkatan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (aplication).

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendifinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, memperkirakan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat

(9)

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

2.3.2.2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) dikutip oleh Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, serta kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible). Sikap yang harus dimiliki oleh ibu nifas untuk dapat melakukakan perawatan perineum mencakup 3 tingkatan yaitu menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing).

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Kata kerja pada tingkatan ini adalah mendengarkan, menghadiri, memperhatikan dan melihat.

2) Merespon (responding)

Pada tahap ini dituntut kemampuan untuk memberikan respon pada sebuah pengalaman, pada awalnya karena patuh dan lambat laun secara suka rela dan dengan rasa puas. Tingkat ini menunjukkan pergeseran dari penolakan menuju penerimaan secara suka rela, yang dapat berubah menjadi perasaan senang akibat

(10)

beberapa pengalaman baru. Kata kerja pada tingkatan ini adalah berpartisipasi, mematuhi, mengikuti, dan mendiskusikan.

3) Penilaian (valuing)

Pada tahap ini menuntut kemampuan responden untuk menghargai atau menerima nilai dari suatu teori, ide, atau peristiwa, dengan memperlihatkan komitmen atau preferensi yang cukup besar yang dapat diidentifikasi dalam pengalaman yang dianggap memiliki nilai dan kesediaan yang jelas untuk menindaklanjuti nilai tersebut. Kata kerja pada tingkatan ini adalah memilih, bertindak, mengemukakan argumentasi, dan meyakinkan (Nurhidayah, 2011).

2.3.2.3. Tindakan (psikomotorik)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support).Tindakan ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu persepsi (perception), respon terpimpin (guided response), mekanisme (mecanism), adopsi (adoption). Tindakan yang harus dimiliki oleh ibu nifas untuk melakukakan perawatan perineum mencakup 2 tingkatan yaitu persepsi (perception) dan respon terpimpin (guided response).

1) Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama. Contoh : Seorang ibu dapat memilih penggunaan pembalut untuk perawatan perineumnya.

(11)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat kedua. Contoh: ibu dapat melakukan prosedur perawatan perineum dengan benar, mulai dari langkah pertama sampai langkah terakhir.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2007), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni kesadaran (awareness), tertarik (interest), evaluasi (evaluation), mencoba (trial), menerima (Adoption).

2.3.3. Proses Pembentukan Perilaku

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2007) :

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

(12)

masih terbatas pada perhatian, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Skema 2.1. Proses Pembentukan Perilaku menurut Teori Skinner 2.5. Masa Nifas

2.5.1.Definisi Nifas

Masa Nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari (Saifuddin,dkk.,2006).

2.5.2.Fisiologi Nifas

Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan fisiologi yaitu perubahan sistem tubuh meliputi sistem reproduksi, sistem urinaria, sistem muskuloskletal/integumen, sistem sirkulasi, sistem gastrointestinal, sistem perayarafan, dan sistem endokrin (Farrer, 2001)

Stimulus (Rangsangan) Proses Stimulus Perilaku Tertutup : Pengetahuan Sikap Perilaku Terbuka : Tindakan

(13)

Selama nifas sistem reproduksi mengalami perubahan. Perubahan pada organ-organ reproduksi disebut involusi. Perubahan ini terjadi pada uterus, serviks, vulva dan vagina, serta perineum (Farrer, 2001).

2.5.3.Tujuan Asuhan Masa Nifas

Menurut Saifuddin (2006) tujuan pemberian asuhan pada masa nifas adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik, melaksanakan skrining komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi bayinya dan perawatan bayi sehat, serta memberikan pelayanan keluarga berencana.

2.5.4.Infeksi Nifas

Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan. Infeksi nifas ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38 0C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak diketemukan sebab-sebab ekstragenital (Saifuddin,dkk.,2006).

Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Dengan cara eksogen, infeksi organ-organ reproduksi dapat disebabkan oleh masuknya mikroorgan-organisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteripada peralatan penampung lochea. Misalnya bakteriEscherichia Coli, sering berasal

(14)

dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi pada endometrium, vulva dan perineum (Wahyuningsih, 2009; Feerer 2011).

2.6. Perineum

2.6.1.Definisi Perineum

Secara anatomi, perienum adalah kulit antara pertemuan dua lipatan labia mayor dan anus yang merupakan area yang terbentang dari simfisis pubis di sisi anterior sampai ke coccygeusdi sisi posterior dan tuberositas ischiadica di sisi lateral (Setiadi, 2007). Didalam keperawatan maternitas, perineum sering mengacu pada keseluruhan daerah genitalia eksterna (Hamilton, 1997).

2.6.2.Perubahan Fisiologi Perineum pada Masa Nifas

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postpartum hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan (nulipara) (Farrer, 2001).

mengalami robeka ataupun dilakuka pada saat melahirkan bayi) dengan indikasi tertentu(Farrer, 2001).

2.6.3.Tujuan Perawatan Perineum

Menurut Feerer (2011 dalam Wahyuningsih, 2009), perawatan perineum dapat mencegah infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteripada peralatan penampung lochea (pembalut).

(15)

Sedangkan menurut Hamilton (1997), perawatan khusus perineum bagi wanita setelah melahirkan (masa nifas) bertujuan untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan.

2.6.4.Prosedur Perawatan Perineum

Menurut Hamilton (1997) prosedur perawatan perineum yang disarankan kepada perawat untuk diajarkan kepada ibu adalah :

1. Mencuci tangan

Bertujuan untuk membersihkan tangan dari bakteri sehingga perineum terbebas dari infeksi

2. Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat

3. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarah ke anus dan letakkan pembalut tersebut ke dalam kantung plastik

4. Berkemih dan BAB ke toilet

5. Semprotkan/siram keseluruhan perineum dengan air

6. Bersihkan perineum dari depan ke belakang dengan menggunakan air dan sabun

Membersihkan perineum dari depan (vulva) ke belakang (anus) bertujuan untuk mencegah berpindahnya bakteri dari anus ke daerah vagina

7. Semprotkan/bilaskembali keseluruhan perineum dengan air

8. Keringkan perineum dengan menggunakan tisue dari depan ke belakang 9. Pasang pembalut dari depan ke belakang

Gunakan pembalut yang bersih atau kain pembalut. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik, dan dikeringkan di bawah matahari, ganti

(16)

pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari atau setiap pembalut basah.

10. Cuci kembali tangan (untuk membersihkan tangan dari bakteri sehingga perineum terbebas dari infeksi).

Referensi

Dokumen terkait

Dasar hukum pelaksanaan program penyediaan jasa akses telekomunikasi perdesaan KPU/USO Tahun 2009 umumnya juga mengacu kepada beberapa peraturan perundang-undangan yang

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa (1) strategi yang digunakan oleh penerjemah adalah reduksi 34%, parafrasa 23%, kuplet 23%, perluasan 10%, shift 7%,

memperoleh informasi, menyajikan, dan mengolah data. d) Perencanaan guru PAI terkait dengan kegiatan Menalar. (Assosiating) yaitu dengan cara pengumpulan informasi

Menurut hasil observasi dan wawancara dengan salah satu guru, di kaitkan pada mata pelajaran, kondisi yang ada pada mayoritas siswa kurang tertarik mempelajari

2) Seksi Pelatihan Non Aparatur mempunyai tugas melakukan pemberian pelayanan penyelenggaraan pelatihan teknis dan profesi, pengembangan model dan teknik pelatihan

Terpujilah Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Kasih atas segala kelimpahan kasih, karunia dan pernyertaanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi “Sistem Pelaksanaan

Dalam rangka penelitian skripsi dengan judul Pengaruh Terpaan Tayangan Reportase Investigasi Trans TV terhadap Tingkat Kecemasan Masyarakat Sleman di Yogyakarta (Studi

Materi dari buku tidak dapat di copy paste Masih terdapat beberapa soal yang perlu perbaikan Masih perlu latihan untuk melueskan cara menerangkan materi Beberapa hal