• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI PRAKTIS TEGANGAN GESER DASAR DAN OFFSHORE-ONSHORE SEDIMENT TRANSPORT UNTUK GELOMBANG ASIMETRIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FORMULASI PRAKTIS TEGANGAN GESER DASAR DAN OFFSHORE-ONSHORE SEDIMENT TRANSPORT UNTUK GELOMBANG ASIMETRIS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

FORMULASI PRAKTIS TEGANGAN GESER DASAR DAN OFFSHORE-ONSHORE

SEDIMENT TRANSPORT UNTUK GELOMBANG ASIMETRIS

Lulut Alfaris1, Suntoyo2, Sholihin

1)

Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, FTK – ITS, Surabaya

2

2)

Dosen Teknik Kelautan , FTK – ITS, Surabaya

Abstrak

Keakuratan tegangan geser dasar merupakan langkah yang sangat penting yang diperlukan sebagai inputan pada kebanyakan model transportasi sedimen. Fenomena gelombang di laut pada kenyataannya adalah gelombang asimetris yang mempunyai bentuk tidak simetris secara horizontal dan vertikal (mis. sawtooth dan cnoidal waves) ketika gelombang tersebut menjalar dari perairan dalam menuju dekat pantai (near-shore). Permodelan tegangan geser dasar yang akan digunakan dalam tugas akhir ini adalah, metode yang diusulkan oleh Tanaka dan Samad (2006) serta Suntoyo dan Tanaka (2009). Metode kedua menggunakan efek akselerasi sangat berpengaruh pada tegangan geser yang terjadi. Perbandingan metode transportasi sedimen dengan menggunakan metode Ribberink (1998) serta Suntoyo dan Tanaka (2009). Metode kedua didalam persamaannya menggunakan efek akselerasi maka hasilnya sangat handal, kemudian metode tersebut dimodifikasi dengan menggunakan data dari percobaan Ahmed dan Sato (2003), dengan mendapatkan nilai dari rasio transportasi sediment ekperimet dengan transportasi sediment dengan metode kedua. Dari hasil grafik dapat ditunjukkan bahwa metode kedua tersebut sangat baik karena menunjukkan grafik yang hampir sama dengan data Ahmed dan Sato (2003).

Kata-kata kunci : Gelombang asimetris, tegangan geser dasar, transportasi sedimen 1. PENDAHULUAN

Gelombang saat berada pada perairan yang dangkal menjadi nonlinier dan memegang peranan penting dalam pergerakan partikel dan transportasi sedimen. Kecepatan orbital gelombang dekat dasar adalah merupakan parameter pokok untuk transportasi sedimen tegak lurus pantai (cross-shore sediment transport) dibawah gelombang pecah dan gelombang mendekati pecah. Fenomena gelombang pada kenyataannya di alam sering mempunyai bentuk tidak simetris secara horizontal dan vertikal (mis. sawtooth

dan cnoidal waves) ketika gelombang tersebut menjalar dari perairan dalam menuju dekat pantai (near-shore). Puncak gelombang meningkat, panjangnya menurun dan selanjutnya menjadi luar biasa tidak linier (Gambar

1.), dimana, Umax adalah kecepatan dipuncak

gelombang, T adalah periode gelombang,Tc adalah

periode kecepatan puncak (onshore), Tt adalah periode

kecepatan lembah (offshore). Ni =Umax/û adalah

parameter ketidaksimetrisan gelombang (non-linearity index), û adalah total amplitudo kecepatan. Ketidaksimetrisan secara vertikal dan horizontal gelombang memegang peranan penting terjadinya laju pergerakan sedimen. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya sedimentasi pada pantai bila laju pergerakan sedimen menuju arah daratan dan akan mengakibatkan terjadinya erosi pada pantai bila laju pergerakan sedimen menuju arah lepas pantai.

Banyak peneliti telah melakukan kajian tentang

boundary layer dan bottom friction yang dikaitkan dengan pergerakan gelombang simetris (sinus) (mis. Fredsøe and Deigaard, 1992). Kajian-kajian yang melibatkan laju transportasi sedimen di bawah gelombang sinus telah menunjukkan bahwa net sediment transport dalam satu periode gelombang

(2)

2

T

c

T

t

U

max

ˆu

U

t

T

adalah nol. Namun begitu kenyataan gelombang di pantai adalah tidak linier dan mempunyai ketidaksimetrisan antara puncak dan lembah gelombang dan ketidaksimetrisan percepatan yang teraktualisasi pada gelombang sehingga net sediment transport dalam satu periode gelombang dihasilkan atau tidak nol.

Gambar 1.1. Bagan definisi gelombang Cnoidal (Suntoyo dan Tanaka, 2009)

Bed-load transport secara umum tergantung pada tegangan geser dan kecepatan gelombang yang terjadi dekat dasar karena apabila bed-load dominan terjadi maka transportasi sedimen secara akurat dapat diprediksi dengan melakukan perhitungan tegangan geser dasarnya. Tanaka (1998) memprediksi tegangan geser akibat pergerakan gelombang non-linier dengan memodifikasi teori fungsi aliran dan mengusulkan formula untuk memprediksi transportasi gelombang diluar surf zone dimana efek percepatan memegang peranan penting. Perhitungan tegangan geser dasar merupakan langkah yang sangat penting sebagai inputan pada kebanyakan model untuk memprediksi laju transportasi sedimen yang terjadi. Oleh karena itu, akurasi dari hasil estimasi tegangan geser dasar yang digunakan untuk mengevaluasi jumlah transportasi sedimen yang diperoleh dari pergerakan gelombang simetris perlu diklarifikasi dengan estimasi transportasi sedimen yang menggabungkan faktor kecepatan dan percepatan. Suntoyo dan Tanaka (2009) telah menyelidiki efek kekasaran pada tegangan geser dan transportasi sedimen untuk gelombang asimetris. Namun laju transportasi sedimen yang dihasilkan belum dievaluasi dengan data percobaan. Selain itu

tranportasi yang diketahui hanya mengarah ke

onshore, namunbelummencakup tranportasisedimen yang mengarah ke offshore. Oleh karena itu perlu adanya studi lebih lanjut terkait dengan model transportasi sedimen untuk gelombang asimetris, dengan cara memodifikasi antara formula yang telah diberikan oleh Suntoyo dan Tanaka (2009) dan dari data percobaan (Ahmed dan Sato, 2003).

Dalam tugas akhir ini akan diteliti formula praktis tegangan geser dasar dan transportasi sedimen untuk gelombang asimetris berdasarkan data percobaan (Ahmed dan Sato, 2003). Untuk perhitungan tegangan geser dasar menggunakan metode Tanaka dan Samad (2006), serta metode Suntoyo dan Tanaka (2009). Dari hasil perhitungan di atas kemudian dihitung laju transportasi sedimennya dengan menggunakan rumusan dari Ribberink (1998), serta Suntoyo dan Tanaka (2009) yang kemudian dilakukan perbandingan atas hasil perhitungan dengan data percobaan.

2. DASAR TEORI

Penelitian yang melibatkan laju transportasi sedimen di bawah gelombang sinus telah menunjukkan bahwa net sediment transport dalam satu periode gelombang adalah nol. Akan tetapi kenyataan dilapangan adalah bahwa gelombang di pantai adalah tidak linier dan mempunyai ketidak simetrisan antara puncak dan lembah gelombang dan ketidaksimetrisan percepatan

(asymmetric velocity) yang teraktualisasi pada gelombang sehingga net sediment transport dalam satu periode gelombang dihasilkan atau tidak nol. Ketidaksimetrisan secara vertikal dan horizontal gelombang memegang peranan penting terjadinya laju pergerakan sedimen.

Estimasi tegangan geser dasar yang digunakan adalah merupakan langkah yang sangat penting diperlukan sebagai inputan pada kebanyakan model transportasi

(3)

3

( )

( )

+

 +

=

t

t

U

a

t

U

f

t

U

c w

σ

σ

ϕ

2

/

*

( ) ( )

t

U

t

U

f

t

w o

σ

ρ

ϕ

τ

2

1

=

 −

sedimen. Metode perhitungan tegangan geser dasar yakni metode Tanaka dan Samad (2006), metode ini berdasarkan pada harmonic wave cycle dan metode Suntoyo (2009) yang didasarkan pada penggabungan efek kecepatan dan percepatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Suntoyo dan Tanaka (2009) yang didasarkan pada efek percepatan dan kecepatan selanjutnya dapat diaplikasikan untuk merumuskan laju transportasi sedimen. Oleh karena itu, akurasi dari hasil estimasi tegangan geser dasar yang digunakan untuk mengevaluasi jumlah transportasi sedimen yang diperoleh dari pergerakan gelombang simetris perlu diklarifikasi dengan estimasi transportasi sedimen yang menggabungkan faktor kecepatan dan percepatan. Suntoyo dan Tanaka (2009) telah menyelidiki efek kekasaran pada tegangan geser dan transportasi sedimen untuk gelombang asimetris. Namun laju transportasi sedimen yang dihasilkan belum dievaluasi dengan data percobaan. Selain itu tranportasi yang diketahui hanya mengarah ke onshore,

namun belum mencakup tranportasi sedimen yang

mengarah ke offshore. Oleh karena itu perlu adanya studi lebih lanjut terkait dengan model transportasi sedimen untuk gelombang asimetris, dengan cara memodifikasi antara formula yang telah diberikan oleh Suntoyo dan Tanaka (2009) dan dari data percobaan (Ahmed dan Sato, 2003).

2.1 Metode Tegangan Geser Dasar

Perhitungan tegangan geser dasar merupakan hal yang paling penting dalam memodelkan transportasi sedimen. Pada saat bed load transport adalah dominan maka transportasi sedimen dapat diprediksi secara akurat dengan melakukan perhitungan pada tegangan geser dasarnya. Metode perhitungan yang digunakan untuk mencari tegangan geser dasar pada tugas akhir ini terdiri atas dua metode. Metode 1 adalah metode Tanaka & Samad (2006), dan metode 2 adalah metode Suntoyo & Tanaka (2009).

2.1.2 Metode Tanaka & Samad (2006)

Metode pertama berdasarkan pada harmonic wave

cycle yang dimodifikasi dengan beda fase diusulkan oleh Tanaka dan Samad (2006) (Metode 1). Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut :

(1)

Dengan

f

wadalah wave friction factor, diasumsikan konstan dan

ρ

adalah massa jenis air laut, τo(t) adalah tegangan geser dasar yang seketika itu juga (instantaneous bottom shear stress), U(t) adalah variasi waktu dari kecepatan aliran bebas, ϕ adalah beda fase antara bottom shear stress dan free stream velocity.

2.1.3 Metode Suntoyo & Tanaka (2009)

Metode kedua merupakan metode perhitungan baru bottom shear stress yang diusulkan oleh Suntoyo dan

Tanaka (2009) untuk near-shore waves yang

didasarkan pada penggabungan efek kecepatan dan percepatan yang diberikan dalam bentuk instantaneous wave friction velocity, U*(t) seperti diberikan pada persamaan (7). Di dalam metode baru ini diberikan sebuah koefisien baru yaitu koefisien percepatan, ac

digunakan untuk mengekspresikan kecondongan dan ketidak simetrisan gelombang yang terjadi pada gelombang skew dan cnoidal yang ditentukan secara empiris. Instantaneous friction velocity, diekspresikan sebagai berikut :

(2)

Hasil rata-rata koefisien percepatan ac sebagai fungsi

non-linearity index, Ni diplot. Selanjutnya, persamaan

yang didasarkan garis regresi untuk mengestimasi koefisien percepatan ac sebagai fungsi Ni telah

diusulkan oleh Suntoyo dan Tanaka (2009) adalah sebagai berikut:

(4)

4

( )

0

.

411

ln

592

.

0

+

=

i c

N

a

          + − =





− 0 07 . 8 53 . 7 exp 100 . 0

z

a

m fw

( ) ( )

t

U

t

U

f

t

w o

σ

ρ

ϕ

τ

2

1

=

 −

(3)

Untuk metode ini perhitungan tegangan geser dasarnya diberikan pada persamaan :

(4)

2.1.4 Faktor Friksi Gelombang (wave friction

factor)

Aliran gelombang pada kenyataannya selalu turbulent saat berada diatas dasar yang kasar. Tanaka dan Thu (1994) telah mengusulkan wave friction factor ( fw) yang bisa digunakan pada semua metode perhitungan saat ini. Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut :

(5)

Dengan am

ω

= Umax/σ adalah amplitudo orbital partikel

diatas boundary layer, dimana Umax adalah kecepatan pada puncak gelombang, =

2

π

T

adalah frekuensi sudut, T adalah periode gelombang, dan z0 = ks/30

adalah tinggi kekasaran, dimana ks = 2.5d50 adalah

Nikuradse’s equivalent roughness.

2.2 Transportasi Sedimen

Dalam memperkirakan perubahan topografi pantai dibutuhkan evaluasi secara kuantitatif untuk laju transportasi sedimen (net sediment transport rate). Transpor sedimen sepanjang pantai banyak menyebabkan permasalahan seperti pendangkalan di pelabuhan dan erosi pantai dan. Cross-shore transport

secara umum disebabkan oleh pergerakan orbital gelombang sedangkan longshore transport disebabkan oleh gabungan antara gelombang dan arus yang sejajar dengan pantai. Secara umum transportasi sedimen dibagi menjadi tiga tipe yaitu bed load transport,

suspended load transport dan sheet flow transport. Dalam transportasi sedimen selain tiga tipe diatas juga

terdapat tipe intermediet antara bed load dan

suspended load yaitu bed load-suspended load intermediate.

Menurut Horikawa (1988) mode transport diklasifikasikan menjadi empat, yaitu :

1. Bed Load (BL) : Dasar laut pada dasarnya datar dengan tidak ada riak-riak pasir maupun sedimen yang beterbangan di atas dasar. Partikel sedimen berpindah sepanjang permukaan dasar, dan sering mempengaruhi bagian lain.

2. Bed Load-Suspended Load Intermediate (BSI) : Butiran-butiran sedimen yang beterbangan berbentuk seperti riak dasar. Tipe ini lebih lanjut dibagi menjadi beberapa subtype :

a. Subtype A (BSI-A) : Ketika panjang riak dan diameter partikel orbital air mendekati sama, bagian dari partikel sedimen yang beterbangan selama aliran diarahkan lebih positif yang dibatasi oleh sebuah vortex, dan kemudian ditransportasikan dalam arah negatif setelah perubahan arah aliran, jatuh ke dasar. Pada sisi lain, partikel sedimen bed load yang telah dimulai bergerak selama paruh pertama periode gelombang ditransportasikan ke arah positif. Oleh karena itu, kumpulan transportasi sedimen dalam pergerakannya pada paruh waktu pertama periode gelombang baik pada arah positif maupun negatif bergantung terhadap bed load and suspended load.

b. Subtype B (BSI-B) : Jika panjang riak lebih pendek daripada diameter partikel orbital air, partikel sedimen yang beterbangan selama aliran diarahkan lebih positif tidak dibatasi oleh sebuah vortex, tetapi ditransportasikan ke arah positif dan dan disimpan pada dasar. Vortex ini tidak cukup kuat untuk membatasi sedimen yang menggantung,pada mereka dan perpindahan mereka sendiri pada arah positif selama aliran positif. Kumpulan kedua

(5)

5

( )

(

)

3 50 1 / ) ( gd t q t s − = Φ ρ ρ

( )

{

t

} ( )

t

{

( )

t

cr

}

sign

*

*

*

*

11

τ

τ

0.5

τ

τ

=

suspended load dan bed load bergerak selama aliran positif pidah dalam arah positif.

3. Suspended Load (SL) : Tipe ini merupakan bagian yang utama dalam menentukan total sedimen yang berpindah (total load) . Tipe ini dibagi menjadi 2 subtipe :

o Subtipe A (SL-A) : Jika Panjang ripple dan diameter orbital partikel air mendekati sama, partikel air yang suspended selama paruh pertama periode gelomabang, pertama kali dibatasi oleh vortex, kemudian ditransportasikan pada arah negatif dan disimpan di dasar.

o Subtype B (SL-B) : Jika panjang ripple lebih pendek daripada diameter orbital patikel air, partikel sedimen menggantung tetapi tetapi tidak terbatas dengan sebuah vortex dan ditransportasikan pada arah positif dan disimpan pada dasar. Type ini terjadi sebagai bagian antara model SL dan SF.

4. Sheet Flow (SL) : Ripples menghilang saat tegangan geser dasar tinggi. Partikel sedimen berpindah sebagai sebuah layer pada mode SF. Sedangkan khusus butiran permukaan bergerak pada mode BL, partikel sedimen di bawah permukaan seperti halnya pada permukaan yang pindah ke SF mode. Partikel sedimen yang telah dimulai perpindahannya selama aliran positif ditransportasikan pada arah positif.

Gambar 2.1. Tipe sedimen transport (Horikawa 1988)

Pada transportasi sedimen dapat diketahui bahwa bed load transport kurang lebih memiliki kontak secara terus-menerus dengan dasar maka bed load dapat menjelaskan fungsi dari tegangan geser yang berlangsung pada permukaan butiran. Dengan demikian laju transportasi sedimen (net sediment transport rate) dapat dicari dengan menggunakan tegangan geser yang telah diketahui dari perhitungan sebelumnya. Metode perhitungan yang digunakan untuk mencari laju transportasi sedimen pada tugas akhir ini terdiri atas 2 metode yang kemudian diplot pada grafik. Metode pertama menggunakan persamaan transportasi sedimen dari Ribberink dengan bentuk persamaannya adalah sebagai berikut :

(6)

Dimana tegangan geser dasar yang digunakan dalam Ribberink (1948) adalah metode perhitungan tegangan geser dasar yang diberikan dalam Metode 1. Metode 2 menggunakan persamaan transportasi sedimen dari Suntoyo dan Tanaka (2009) yang berdasarkan pada laju transportasi sedimen seketika di bed load, q(t) diekspresikan sebagai fungsi Shileds number τ*(t) seperti yang diberikan dalam persamaan berikut:

(7) Dengan,Φ(t) adalah laju transportasi sedimen seketika tidak berdimensi,ρs adalah kerapatan material dasar, g adalah percepatan gravitasi, d50 adalah median

diameter partikel sedimen, τ*(t) adalah Shields parameter yang didefinisikan dengan (τ(t)/(((ρs/ρ )-1)gd50)) dimana τ(t) adalah tegangan geser dasar

seketika yang dihitung dari Metode 2. Sementaraτ*cr

(6)

6

(

)

{

}

0.72 * 58 . 0 * *

09

.

0

09

.

0

exp

1

055

.

0

+

=

S

S

cr

τ

(

)

ν

ρ

ρ

4 1 / 503 * gd S = s

( )

{

t

} ( )

t

{

( )

t

}

dt

sign

T

F

1

T

*

*

0.5

*

*

cr 0

τ

τ

τ

τ

=

F

A

=

Φ

( ) ( )

t U t U f t w o

σ

ρ

ϕ

τ

2 1 =       −           + − =





− 0 07 . 8 53 . 7 exp 100 . 0

z

a

m fw

( )

( )

+

 +

=

t

t

U

a

t

U

f

t

U

c w

σ

σ

ϕ

2

/

*

( )

0

.

411

ln

592

.

0

+

=

i c

N

a

menggunakaan persamaan (8) sebagaimana yang

diusulkan oleh Tanaka dan To (1995). Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut:

(9) Dimana, S* adalah ukuran partikel sedimen tidak berdimensi didefinisikan melalui persamaan berikut:

(10)

Dengan, v adalah viskositas kinematis, Φ adalah laju transportasi sedimen tidak berdimensi, F adalah fungsi

Shields parameter dan qnet adalah laju transportasi

sedimen dalam volume per satuan waktu dan lebar.

Laju transportasi sedimen net yang dirata-ratakan terhadap satu periode gelombang diekspresikan melalui persamaan (11).

(11)

(12)

Persamaan (22) diasumsikan hanya dikerjakan pada fase |τ*(t)|>τ*cr dan selama fase |τ*(t)|<τ*cr fungsi

integral tersebut diasumsikan hasilnya nol.

3. PEMBAHASAN

3.1. Tanaka & Samad Bottom Shear Stress

Bentuk variasi kecepatan gelombang yang digunakan dalam studi ini adalah menggunakan fungsi kecepatan terhadap waktu yang diberikan oleh persamaan :

(13) dengan :

w

f

= wave friction factor, diasumsikan konstan.

ρ

= adalah massa jenis air laut.

= tegangan geser dasar yang seketika itu juga (instantaneous bottom shear stress).

U(t) = variasi waktu dari kecepatan aliran bebas.

ϕ = beda fase antara bottom shear stress dan

free stream velocity

Perhitungan wave friction factor dengan menggunakan persamaan milik Tanaka dan Thu (1994), dengan bentuk persamaannya adalah sebagai berikut :

(14)

dengan :am

Umax adalah kecepatan pada puncak gelombang, = Umax/ σ adalah amplitudo orbital partikel diatas boundary layer,

ω

=

T

π

2

adalah frekuensi sudut.

T = periode gelombang.

Z0 = ks/30 adalah tinggi kekasaran, dimana ks =

2.5d50 adalah Nikuradse’s equivalent roughness.

3.2. Suntoyo & Tanaka Bottom Shear Stress

Menghitung instantaneous friction velocity dengan :

U* = instantaneous friction velocity w

f

= wave friction factor, diasumsikan konstan.

ρ

= adalah massa jenis air laut.

= tegangan geser dasar yang seketika itu juga (instantaneous bottom shear stress).

U(t) = variasi waktu dari kecepatan aliran bebas.

ϕ = beda fase antara bottom shear stress dan free stream velocity

Menghitung koeficien percepatan

dengan :

Ni = paramater ketidaksemetrisan gelombang. Nilai Ni : 0.6

(7)

7 0 1 U ( t) m /s Umax = 1.16 m/s 0 1 2 3 Time (s) 0 0.005 τ O (t) /ρ ( m 2 /s 2 ) Case 1 Metode 1 Metode 2 Bootom Shear Stress ditunjukkan dengan persamaan :

= tegangan geser dasar yang seketika itu juga (instantaneous bottom shear stress).

ρ

= adalah massa jenis air laut. U* = instantaneous friction velocity

Dalam perhitungan bentuk variasi kecepatan gelombang dengan menggunakan fungsi kecepatan tersebut, maka diplotkan dalam grafik dengan menngunakan software GP.

Gambar3.1. Grafik fungsi kecepatan dengan nilai Umax 1.16 m/s.

Gambar grafik diatas menunjukkan kecepatan variasi maximum Umax yang berbeda-beda, bahwa semakin besar nilai Umax maka nilai U(t) akan semakin besar, sehingga gelombang tersebut akan semakin memiliki kecondongan. Kecondongan tersebut sangat mempengaruhi dalam permodelan gelombang saat penjalarannya menuju pantai setelah gelombang tersebut pecah.

Setelah mendapatkan grafik fungsi kecepatan, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan perhitungan tegangan geser dasar dengan menggunakan Metode 1 dan Metode 2. Hal yang membedakan dari kedua metode ini yaitu metode 1 tidak memasukkan efek akselerasi dalam perhitungannya, sedangkan Metode 2 memasukkan efek akselerasi dalam perhitungannya.

Gambar 3.4. Grafik kecepatan dan tegangan geser dasar pada Case 1

3.3 Efek akselerasi pada tegangan geser dasar

Setelah mendapatkan grafik fungsi kecepatan dan percepatan, kemudian selanjutnya dilakukan perhitungan tegangan geser dasar. Untuk permodelan tegangan geser pada tugas akhir ini, metode perhitungan tegangan geser yang digunakan. Hal yang membedakan dari ketiga metode ini yaitu pada Metode 1 tidak memasukkan efek akselerasi dalam formulasi, sedangkan untuk Metode 2 memasukkan efek akselerasi dalam perhitungannya.

Gambar 3.6. Grafik kecepatan dan perbandingan formulasi tegangan geser

(8)

8

Gambar 3.7. Perbandingan nilai Φ dan F

Dari gambar 3.6 menunjukkan perbandingan hasil perhitungan tegangan geser dasar. Terlihat bahwa Metode 1 dan Metode 2 memberikan hasil yang hamper berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh beda fase dan efek akselerasi.

3.4 Perbandingan formulasi transportasi sedimen

Perhitungan tegangan geser dasar merupakan langkah yang penting untuk mendapatkan laju transportasi sedimen, karena dalam memformulasikan laju transportasi sedimen, kita harus mengetahui permodelan tegangan geser dasar yang terjadi. Hubungan antara laju transportasi sedimen tak

berdimensi (Φ) dan fungsi tegangan geser, ditunjukkan

dalam gambar. Hal ini menunjukkan bahwa efek akselerasi juga sangat menentukan dalam formulasi laju transportasi sedimen.

Perhitungan tegangan geser dasar merupakan langkah yang penting untuk mendapatkan laju transportasi sedimen, karena dalam memformulasikan laju transportasi sedimen, maka harus mengetahui pemodelan tegangan geser dasar yang terjadi. Hal ini ditampilkan pada grafik sebelumnya. Perbandingan Metode 1, Metode 2 dan experiment Ahmed & Sato ditunjukkan pada gambar 3.9, untuk memodifikasi formula transpor sedimen untuk aplikasi

offshore-onshore net sediment transport dengan data Ahmed dan Sato (2003) sebagai validasi.

3.5 Laju transportasi sediment pada gelombang asimetris.

Untuk memprediksi laju transportasi sediment yang terjadi pada offshore, harus memasukkan unsteady effect pada model sebelumnya. Unsteady effect dapat ditunjukkan rasio dari laju transportasi sediment berdasarkan eksperimen dengan laju transportasi sedimen berdasarkan model. Untuk mencari formula sediment transport rate maka harus memasukkan unsteady effect yakni :

Ф

qs =

Ф

laju sedimen transport dari ekeperimen Ahmed & Sato (2003)

qs = laju sedimen transport metode Suntoyo &

Tanaka (2009)

Sehingga didapatkan formula laju sedimentasi transport : Ф = Фqsr = Afr.

Gambar 3.8. Grafik rasio sediment transport ekperiment dengan perhitungan Metode 2.

(9)

9

Gambar 3.9. Perbandingan Metode 1, Metode 2 dan experiment Ahmed & Sato.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari pembahasan diatas adalah sebagai berikut :

1. Perbandingan hasil tegangan geser dasar yang dihasilkan oleh Metode 1 dan Metode 2 menunjukkan hasil yang berbeda. Metode 1 tidak memasukkan efek akselerasi acsedangkan Metode 2 menggunakan efek akselerasi. Efek akselerasi memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam mengestimasikan tegangan geser dasar dan laju transportasi sedimen untuk gelombang asimetris.

2. Metode Suntoyo & Tanaka (2009) hanya

menjelaskan laju sediment yang mengarah ke onshore, dengan memodifikasi dari data percobaan Ahmed & Sato. Yakni menghitung rasio r dari laju transportasi sediment berdasarkan eksperimen dengan laju transportasi sedimen berdasarkan perhitungan. Sehingga diaplikasikan ke dalam formula sediment transport rate menjadi

: Ф = Фqsr = AFr. Data percobaan Ahmed & Sato

diperlukan sebagai validasi transportasi sedimen, maka seperti yang ada di Gambar 3.9 Metode 2 dapat menunjukkan laju tranportasi sedimen yang mengarah ke offshore.

4.2 Saran

Saran yang diberikan penulis untuk kelanjutan tugas akhir ini adalah

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pergerakan sedimen untuk tipe suspended load, agar nantinya dalam melakukan permodelan morfologi pantai dalam kondisi sebenarnya dapat lebih akurat.

5. DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, A.S.M. and Sato, S., 2003, A Sheetflow Transport Model For Asymmetric Oscillatory Flows Part I : Uniform Grain Size Sediments,

Coastal Engineering Journal, Vol. 45, pp. 321-337.

Horikawa, H., 1988, Nearshore Dynamic and

Coastal Processes, University of Tokyo Press, Tokyo.

Fredsøe, J., Deigaard, R.,1992. Mechanics of coastal sediment transport. Advanced Series on Ocean Engineering, vol. 3. World Scientific Publication.

Tanaka, H., and Thu, A., 1994, Full-Range Equation of Friction Coefficient and Phase Difference in A Wave-Current Boundary Layer, Coastal Engineering, Vol. 22, pp. 237-254.

Tanaka, H., and To, D. V., 1995, Initial Motion of Sediment Under Waves and Waves-Current Combined Motion, Coastal Engineering, Vol. 25, 153-163.

Suntoyo and Tanaka, H., 2008, Characteristics of Turbulent Boundary Layers Over A Rough Bed Under Saw-Tooth Waves and Its Application to Sediment Transport, Coastal Engineering, Vol. 55, pp. 1102-1112.

Suntoyo and Tanaka, H., 2009, Effect of Bed Roughness on Turbulent Boundary Layer and Net Sediment Transport Under Asymmetric Waves, Coastal Engineering, Vol. 56, pp. 960-969.

Gambar

Gambar 2.1. Tipe sedimen transport (Horikawa 1988)
Gambar grafik diatas menunjukkan kecepatan variasi  maximum Umax yang berbeda-beda, bahwa semakin  besar nilai Umax maka nilai U(t) akan semakin besar,  sehingga gelombang tersebut akan semakin memiliki  kecondongan
Gambar 3.7. Perbandingan nilai Φ dan F
Gambar 3.9. Perbandingan Metode 1, Metode 2 dan  experiment Ahmed &amp; Sato.

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat perbedaan penurunan kadar kolesterol total tikus Sprague-Dawley jantan dengan pakan tinggi lemak antara kelompok pemberian ekstrak kulit manggis dosis 400 mg/kgBB

Body comparison dengan artis K-pop perempuan dan body dissatisfaction yang lebih tinggi secara signifikan dapat membuat remaja perempuan Indonesia fans K-pop melakukan diet

Proses pemilihan Presiden pada dasarnya dibagi menjadi empat tahap: (1) fase pra- pencalonan, dimana para calon bersaing di pemilihan primer negara bagian dan kaukus bagi

Bogie adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua perangkat roda atau lebih yang digabungkan oleh rangka yang dilengkapi dengan sistem pemegasan, pengereman, dengan

Pada subjek A, subjek mendapatkan dukungan dari keluarga dan kerabat berupa dukungan emosi, penghargaan, instrumental dan informasi seperti keluarga dan kerabat peduli dan

Desain model uji kompetensi profesional guru TITL dikembangkan dengan sistematika dan tahapan yang runtut. Sistematika yang dimaksud mulai dari pendaftaran calon

Semakin lama penyimpanan daging ayam broiler dalam kemasan plastik yang disimpan dalam lemari es akan menurunkan nilai susut masak, pH (semakin asam), warna, tektur dan aroma

Di pihak lain, walaupun golongan nasionalis Melayu telah mencapai tujuan perjuangannya untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa rasmi yang tunggal di negara ini, namun mereka