• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosiologis Kehidupan Sosial Tokoh Utama Watanabe Dalam Novel Norwegian Wood Karya Haruki Murakami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sosiologis Kehidupan Sosial Tokoh Utama Watanabe Dalam Novel Norwegian Wood Karya Haruki Murakami"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Endaswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra Edisi Revisi. Yogyakarta : Media Pressindo

Luxemburg,Jan Van 1992. Pengantar Ilmu Sastra Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Ratna, Nyoman Kuta. 2002. Sosiologi sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Soemarjdo (1980) sastra pengertian : sastra.

soetomo (2004).masalah sosial dan upaya pemecahannya

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Wiyarti,Sri.2008.sosiologi.Surakarta : UNS Press

SOSIAL-DAN-KEBERFUNGSIAN

Nawawi. 2001. MetodePenelitian. Yogyakarta:PustakaBelajar.

Soekanto. 2003:411. Teorisastra.

(2)

Shri, Heddy A. (Makalah) 2009. ParadigmaIlmuSosialBudaya. Bandung: UniversitasPendidikan Indonesia.

Siswoyo, dkk. 2008. Ilmusosiologis. Yogyakarta: UNY Press.

17 Juni 2016

23 Agustus 2016

KBBI.web.id/pendidikanDiaksestanggal 23 Agustus 2016

September 2016

2016

(3)

BAB III

ANALISIS SOSIOLOGIS KEHIDUPAN SOSIAL TOKOH UTAMA DALAM NOVEL “NORWEGIAN WOOD” KARYA HARUKI MURAKAMI

3.1Sinopsis Cerita Novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami

Novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami menceritakan tentang Watanabe Toru seorang pria yang berumur 37 tahun yang baru saja tiba dari Jerman. Norwegian wood adalah judul lagu The Beatles yang terkenal pada tahun 1960-an. Seluruh remaja pada saat itu, menggemari lagu-lagu dari band tersebut, tak terkecuali oleh seorang yang bernama Naoko. Gadis ini selalu mendengarkan lagu ini di setiap kesempatannya. Lagu inipula yang mengingatkan Watanabe akan gadis yang pernah menjadi kekasihnya. Kisahnya terjadi pada tahun 1968-1970. Kurun waktu 2 tahun yang menjadi memori masa remaja.

Naoko sebenarnya adalah kekasih Watanabe, Kizuki yang tewas bunuh diri menghirup asap knalpot mobil di usia 17. Kematian tragis itu meninggalkan luka psikologis kepada Naoko dan Watanabe. Hal tersebut membuat keduanya menjadi lebih dekat. Sebagaimana dialami oleh remaja biasanya, mereka juga mengalami masa-masa sulit sebagai remaja : pergaulan, beban pelajaran, beban orang tua, tuntutan orang tua agar menjadi murid terbaik, asmara dan masalah-masalah lainnya. Problem khas remaja itu terjadi pada banyak pribadi lalu menjadi tekanan yang tak tertahankan. Banyak dari remaja itu yang pada akhirnya mengalami gangguan kejiwaan dan memilih bunuh diri sebagai jalan menyudahi masalah tersebut.

(4)

hanya memiliki sahabat karib Nagasawa serta Kizuki sahabat SMA yang dahulu mati bunuh diri.

Lain halnya dengan Naoko yang tidak bisa menerima kematian Kizuki. Pada akhirnya Naoko mengalami gangguan kejiwaan karena tidak mampu menahan penderitaan dan rasa cintanya kepada Kizuki. Naoko yang telah bersama-sama dengan Kizuki sejak 2 SD, merasa tidak mampu menjalani kehidupan tanpa Kizuki. Pada awalnya, Naoko dirawat pada sebuah tempat pengobatan khusus untuk penderita gangguan psikologi selama beberapa tahun, meski demikian Watanabe tetap rela menjenguknya sesekali serta mencintainya dengan tulus.

Watanabe tetap menjalani kehidupan sebagaimana mestinya; dia menjadi seorang mahasiswa di perguruan tinggi negri. Meskipun hubungannya dengan Naoko terbilang sulit dan rumit, bukan berarti ia lalu tak bisa dekat dengan wanita lain. Malah untuk urusan kencan dan tidur dengan wanita, baginya bukan hal yang sulit. Seks bebas baginya bukan pantangan. Saat hubungannya dengan Naoko menemui hambatan, Watanabe bertemu dengan teman kelasnya Midori ; yang menawarkan kehangatan cinta. Midori yang mempunyai perangai periang, jujur dan terus terang, akhirnya membuat Watanabe merasakan hal yang lain.

Watanabe merasa bimbang dipersimpangan. Bersama Naoko, cintanya berjalan dengan tenang, seperti sungai tanpa riak. Sementara dengan Midori hidup juga terasa nyaman. Kemudian pada beberapa waktu, Reiko ,teman dari Naoko memberitahukan kepada Watanabe bahwa Naoko telah meninggal dengan car bunuh diri di hutan.

(5)

3.2 Kehidupan Sosial tokoh Watanabe Dalam Novel “Norwegian Wood” karya Haruki Murakami

Diri manusia ternyata lebih kompleks dari apa yang dibayangkan sebelumnya, dalam artian bahwa manusia tidak sama seperti penampilan luarnya. Identitas, kepribaddian dan fungsi-fungsi mental lainnya sebenarnya lebih kompleks daripada penampilan luar seseorang. Manusia sejak bayinya, selalu mengusahakan kebutuhan-kebutuhan biologi dan naluriahnya. Dan sebagaimana dia tumbuh dewasapun manusia mulain mengendalikan dorongan-dorongan naluriahnya ini. Dorongan-dorongan-dorongan tersebut direpresikan dalam alam pikiran tak sadar, dimana dorongan tersebut kadang menghasilkan, pembangkangan, obsesi dan lain sebagainya. Perkembangan-perkembangan dalam individu tersebut nyatanya mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat.

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini kebudayaan barat meluas semakin berkembang pesat. Hal ini dapat kita lihat dari semakin banyaknya negara-negara asia yang bergaya hidup seperti kebarat-kebaratan seperti mabuk-mabukan, clubbing, memakai pakaian mini, berciuman ditempat umum hingga seks bebas seperti sudah lumrah.

(6)

pada tokoh-tokoh di dalam novel ini, mereka kehilangan pegangan hidup dan tampaknnya ini berhubungan dengan hubungan manusia akan sesuatu diluar dirinya yang tidak atau belum teraih yang melampaui dan yang terjadi.

3.3Analisis Interaksi Sosial Tokoh Utama Watanabe 3.3.1 Watanabe dengan Naoko

1. Cuplikan (hal.28)

Ya betul. Semua orang mengira aku adalah perempuan yang lemah gemulai. Padahal orang tidak tergantung pada penampilannya, katanya diimbuhi sedikit tawa... Aku betul-betul capai. Memalukan,ya. Maaf ya seharian aku terus membuatmu menemaniku. Tapi aku senang bisa mengobrol denganmu.)

Cuplikan diatas merupakan pernyataan sang tokoh utama Watanabe kepada teman dekatnya Naoko. Didalam kalimat cuplikan diatas, terdapat sebuah kalimat “seharian aku terus membuatmu menemaniku” , dari suatu pernyataan bisa digambarkan bahwa sang tokoh utama dan tokoh Naoko sering melakukan pertemuan langsung. Pertemuan langsung sendiri merupakan suatu syarat dalam terbentuknya hubungan baik suatu interaksi sosial. Hubungan mereka di dalam novel “Norwegian Wood” karya Haruki Murakami cukup dekat. Mereka berdua sering bertemu. Seperti konsep interaksi sosial sendiri menurut Soekanto, interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yakni kontak langsung serta komunikasi. Analisis:

(7)

3.3.2 Watanabe Dengan Tokoh Midori 1. Cuplikan (hal. 258)

Watanabe, apa kabarmu selama ini?.

(....Jujur saja,aku tak pernah....kenapa? Apa aku tak punya pesona?)

“Belakangan ini kamu jarang kelihatan, beberapa kali aku meneleponmu, “kata Midori.

Ada keperluan apa? “tak ada,sekedar merespon. Kalau tidak seperlunya ada apa saya mau pergi.

(8)

Terlebih lagi dengan masih adanya hubungan Watanabe dengan Naoko membuat hubungan interaksi Watanabe dengan Midori tidak begitu akrab.

3.3.3 Watanabe Dengan Nagasawa 1. Cuplikan (hal 44)

(Pada saat itu hanya ada satu orang di sekitarku yang pernah membaca Great Gatsby dan karena itu aku jadi akrab dengannya, bernama Nagasawa-san...)

(aku dan dia pergi ke Shibuya atau Shinjuku lalu masuk ke bar atau tempat-tempat hiburan (tentu saja tempat-tempat yang biasa ia kunjungi), lalu mencari perempuan berdua,lalu mengobrol; kala itu aku betul-betul kagum pada bakatnya yang luarbiasa)

(“Diantara orang-orang yang pernah kutemui sampai saat ini,kamulah yang paling lurus, “dia menimpali. Dan dia membayarkan semuanya.

Cuplikan diatas terjadi di lingkungan asrama dan luar. Pada pertama kali saat Watanabe bertemu dengan Nagasawa di asrama barunya. Setelah itu hubungan pertemanan mereka menjadi lebih dekat karena mereka mempunyai hobi yang sama mengenai karangan karya sastra tempo dulu dan modern. Keakraban mereka pun semakin terjalin dengan seringnya mereka pergi keluar seperti ke bar-bar, tempat hiburan dan lainnya. Kedua antar tokoh ini juga memiliki kualitas komunikasi yang baik,karena adanya respon satu sama lain atas apa yang dilakukan ataupun yang dikatakkan. Syarat suatu interaksi dikatakkan baik pula telah dilakukan oleh kedua tokoh Watanabe dan Nagasawa di dalam novel. Hubungan interaksi kedua tokoh ini adalah persahabatan karib.

(9)

Pada novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami, ini tokoh-tokoh yang berperan dalam novel tersebut dengan dasar suasana dan dengan arena yang manusia tersebut harus terlibat, maka otomatis seorang individu sebagai anggota suatu masyarakat akan mempunyai banyak status berkaitan dengan keadaan atau elemen kebudayaan yang ada. Sebagai contoh, Watanabe sebagai seorang mahasiswa, Naoko sebagai seorang yang penyakitan, Reiko sebagai seorang guru dan lain sebagainya. Dari kenyataan tersebut maka status akan terikat pada peranata apa yang mengikat individu dalam arena tertentu.

Pengambaran yang tampak dalam novel Norwegian Wood ini dalam interaksi sosial tokoh-tokohnya seakan-akan tokoh yangs satu dengan yang lain tetap berjarak. Meskipun akrab atau merupakan sahabat karib tetapi ada yang menjadi batas pergaulan atas privasi-privasi masing-masing. Seperti halnya yang dialami oleh beberapa tokoh yang memutuskan untuk bunuh diripun mereka merupakan seorang individu yang dapat dikatakan memiliki tingkat pergaulan yang sosialis, berpendidikan tinggi tetapi sangat tertutup soal pemikiran hati dan pikiran mereka.

Pertemanan atau persahabatan antar individu masyarakat Jepang tetap pada tingkat-tingkat keakraban tertentu. Bagi mereka, hal-hal yang pribadi bisa mereka utarakan atau ceritakan pada sahabat mereka, akan tetapi tetap pada hal pribadi yang umum. Untuk hal-hal pribadi yang khusus, seperti menyangkut perasaan terdalam, pikiran terdalam, mereka terkadang hanya menyimpannya untuk dirinya sendiri. Maka dari itu, anak-anak muda Jepang banyak yang memiliki buku harian atau tenggelam pada dunia maya.

(10)

sebenarnya tengah berusaha atau belajar bagaimana tentang memahami tindakan sosial orang atau kelompok lain. Sebuah interaksi sosial akan kacau bilamana antara pihak-pihak yang berinteraksi tidak saling memahami motivasi dan makna tindakan sosial yang mereka lakukan.

Ketika berinteraksi denga orang, yang itu berarti seseorang tampil dipanggung depan maka yang ditampilkan adalah pernyataan yang diberikan sesuai dengan apa yang ingin dikesankan si pembaca. Sedangkan apabila seseorang berada dipanggung belakang, penyataan dan perilaku apapun yang ditampilak oleh si pembicara tidaklah menjadi persoalan. Seseorang atau kelompok yang telah mampu berempati dan menilai diri sendiri sesuai dengan pandangan orang lain disebut sebagai diri (the self). Diri diubah kemudian dibentuk melalui adanya interaksi dengan orang lain : seseorang tidak dilahirkan dengan identitas dan karakteristik yang telah menjadi, melainkan ia akan dibentuk melalui lingkungannya melalui simbol-simbol dan sosialisasi. Kemampuan untuk menyesuaikan perilaku seseorang sebagai tanggapan terhadap situasi-situasi sosial tertentu sebagai pengambilan peranan.

3.4 Penyimpangan Perilaku Kehidupan Sosial tokoh Watanabe

3.4.1 Tindakan yang Nonconform

(11)

absen, memakai pakaian tidak sopan ke kampus serta menyalakan radio sekeras-kerasnya di wilayah asrama.

1. Cuplikan (hal. 22)

(...“Karena kamar pria, kebanyakan sangat kotor. Di dasar tong sampah menempal sampah jeruk yang sudah bulukan, dibekas kaleng minuman yang sudah berubah fungsi menjadi asbak puntung rokok menggunung setinggi 10 centimeter dan kalau apinya masih menyala mereka memadamkannya dengan menyiramkan kopi atau bir,karenanya disitu tercium bau tengik.)

Cuplikan diatas menceritakan bagaimana tingkah serta perilaku anak-anak lelaki asrama di lingkungan Watanabe di dalam novel, yang dimana kebanyakan daripada anak lelaki asrama yang sama sekali tidak menjaga kebersihan lingkungan asrama. Jelas, apa yang dilakukan oleh para lelaki asrama ini merupakan suatu jenis perilaku menyimpang nonconform yang dimana, perilakunya tidak berefek ke orang lain,namun hanya ke si pelaku-pelaku sendiri, namun tindakannya tidak mematuhi aturan norma norma yang berlaku, yakni seperti ; menjaga lingkungan kebersihan.

Analisis:

2. Cuplikan (Hal.97)

(...didalam ruangan kelas tersebut beberapa murid yang hadir dan seperti biasanya, sang dosen mengisi daftar absen kehadiran para mahasiswa yang hadir untuk beberapa saat. Satu persatu nama dipanggil ,dan tak sedikit tidak mendengarkan sang dosen..“Hei, kenapa dalam kuliah tadi kamu tidak menyahut waktu di absen? “ tanya Watanabe kepada Nagasawa)

(12)

Cuplikan ini adalah pernyataan Watanabe terhadap salah satu teman sekelasnya. Berdasarkan konteks cuplikan, Nagasawa sengaja tidak mendengarkan sang dosen dan tidak menyahut ketika dosen memanggil namanya padahal jelas dia berada di dalam ruangan kelas tersebut. Kesengajaan yang dilakukan oleh temannya ini masuk kedalam jenis perilaku menyimpang nonconform juga. Tindakan menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang dalam novel ini tidak selalu merupakan tindakan menyimpang yang di asumsikan sebagai tindak kejahatan besar seperti merampok,membunuh dan lain-lain. Melainkan pula berupa tindakan pelanggaran kecil.

Penyimpangan perilaku seperti ini dapat dikatakan sebagai bentuk ketidakpatuhan yang bersifat lebih kepada motivasi diri, kebiasaan dan ketidakpedulian. Tidak ada unsur tertekan ataupun depresi, melainkan condong terhadap ego diri. Jadi amatlah wajar bila perilaku-perilaku menyimpang seperti ini terkadang tidak terlalu dipersoalkan karena tidak terlalu membahayakan

3.4.2 Tindakan yang Antisosial atau Asosial

Tindakan yang anti sosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Di dalam novel “Norwegian Wood” karya Haruki Murakami terdapat beberapa penyimpangan sosial yang terdapat di dalamnya, seperti seks bebas, mabuk, demonstrasi kampus lebian serta lainnya.

1. Cuplikan (hal.62)

(13)

memang penuh dengan perempuan yang berduaan) , lalu mengobrol, minum sake, setelah itu masuk hotel dan berhubungan seks)

Cuplikan diatas merupakan perilaku yang dilakukan oleh tokoh Watanabe dengan salah seorang temannya yang bernama Nagasawa. Tindakan yang dilakukan kedua tokoh dalam novel “Norwegian Wood” karya Haruki Murakami ini menegaskan pula dengan perilaku menyimpang asosial atau anti sosial. Dengan status masih mahasiswa, pergi ke tempat hiburan malam dan berhubungan seks jelas melawan segala norma-norma ataupun aturan masyarakat.

Analisis:

Begitu gambalangnya digambarkan kehidupan sosial yang berkaitan dengan seks bebas serta minum berakohol ini ditangkap oleh sang penulis novel. Disini terlihat respon Watanabe terhadap pengaruh-pengaruh sosial yang terjadi di sekelilingnya. Penyimpangan ini jika di Indonesia termasuk kedalam penyimpangan normatif, didasarkan atas asumsi bahwa penyimpangan yang terjadi merupakan suatu pelanggaran dari suatu norma sosial. Norma dalam hal ini adalah suatu standar tentang “apa yang seharusnya atau tidak seharusnya dipikirkan, dikatakkan atau dilakukan oleh warga masyarakat pada suatu keadaan-keadaan tertentu.

Mabuk itu sendiri dalam masyarakat Jepang bukanlah merupakan suatu hal yang ditabuhkan karena sudah menjadi suatu kebiasaan atapun tradisi, terutama sebagai pekerja pelepas stress dan penghilang beban. Sering pula dijadikan suatu tradisi dalam perayaan ataupun pesta. Mungkin pula hal ini lahir dari kekosongan kontrol ataupun kendali sosial.

(14)

“Kenapa ia bunuh diri, tak seorang pun tahu alasannya. Sama dengan kasus Kizuki. Betul-betul persis. Usianya pun 17 tahun dan sebelumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda akan bunuh diri, tidak ada surat wasiat. Sama, kan?

Cuplikan diatas merupakan pernyataan atas bunuh dirinya Naoko di tengah hutan. Dimana dijelaskan Naoko sendiri mengalami gangguan jiwa seperti terbeban berat akan hidup, kurang suka bersosial dan mudah menyerah. Hingga pada suatu hari,ia ditemukan telah mengakhiri hidupnya di tengah hutan. Segala alasan apapun mengenai bunuh diri, bunuh diri tetaplah merupakan tindakan menyimpang. Tindakan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh Naoko termasuk dalam jenis asosial ataupun anti sosial. Bunuh diri atas dasar apapun merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan norma ataupun aturan-aturan masyarakat.

Analisis:

Dalam kasus ini, bunuh diri merupakan hal yang dapat dikatakan tidak asing lagi dalam kehidupan di Jepang. Tekanan dan tujuan hidup biasanya menjadi alasan yang paling mendasar untuk melakukan hal tersebut. Pada novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami terdapat 3 novel yang meninggal karena bunuh diri, yang dimana menyisakan duka bagi orang yang ditinggalkannya dan tidak sedikit mengubah pola pikir mereka akan kehidupan.

Kemungkinan yang mendasari rasa tertekan itu adalah keinginan dan impiann yang tidak terpenuhi, tak jarang pula karena akumulatif perasaan terasingkan dari lingkungan keluarga. Ini jelas menghilangkan motif pada anak untuk selalu berusaha patuh atau berada dalam lingkungan norma keluarga. Akibatnya lebih jauh adalah mereka cenderung untuk menolak dan melawan setiap aturan.

(15)

(...Tak ingin minum beer bersama? Sekedar menghabiskan malam itu bukanlah hal yang sulit, jikalau kita berdua bisa lakukan bu, respon Nagasawa . “Ibu lesbian. Betul. Mau bagaimanapun menutupinya sampai matipun ibu tetap lesbian.”....)

Cuplikan diatas adalah percakapan antar seorang guru terhadap muridnya Nagasawa (teman asrama Watanabe). Pada saat itu, dalam pembicaraan yang cukup serius, terdapat penyimpangan sosial yang pertama yakni sang guru memberitahukan bahwa ia adalah penyuka sesama jenis,sehingga walau bagaimanapun sang murid menggodanya, ia akan tetap penyuka sesama jenis. Pernyataan yang dilemparkan sang guru,jelas termasuk kedalam jenis tindakan menyimpang asosial atau anti sosial. Terdapat juga penyimpangan yang kedua yakni, sang murid (Nagasawa) yang menggoda sang guru, mengajak minum beer dan menghabiskan malam. Dari pernyataan cuplikan diatas, perkataan sang murid jelas sudah menyimpang bagaimana mungkin seorang murid menggoda gurunya sendiri.

Analisis:

Hidup seperti ini akhirnya menggiring manusia ke dalam jurang kehausan jiwanya. Seperti banyak yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam novel “Norwegian Wood” karya Haruki Murakami , kehausan yang bertanya akan keberadaan dirinya. Di satu sisi bisa saja dia menemukan dirinya sebagai satu unit sederhana, sepotong icon dalam relasi budaya yang tercipta. Atau juga kesadaran bahwa ia bukan hasil dari suatu esensi kepribadian, melainkan suatu proses terus-menerus yang dikonstruksikan dalam masyarakat.

(16)

awalmeskipun pada akhirnya nanti terjadi proses pencampuran apa yang diterima dari luar dan keluarga.

(17)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Setelah membahas mengenai tokoh utama Watanabe dan kehidupannya dalam skripsi yang berjudul “Analisis Sosiologis Kehidupan Sosial tokoh Watanabe dalam novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Novel Norwegian Wood merupakan hasil karya Haruki Murakami yang menceritakan tentang bagaimana kehidupan sosial yang dilakukan oleh tokoh Watanabe. Dimana kehidupan sosial didalamnya sama seperti kehidupan anak muda lainnya. Mabuk-mabukkan, cabut pelajaran, tidak menjaga kebersihan asrama, segala tindakan menyimpang seperti nonconform dan asosial yang terdapat dalam kehidupan sosial tokoh Watanabe. Hubungan interaksi antara Watanabe dengan teman dekatnya, dengan sahabat-sahabatnya mulai dari yang menjalin hubungan akrab hingga tidak, yang dimana membuat warna dalam hari-hari kehidupan Watanabe.

(18)

3. Dari analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa adanya interaksi yang baik kepada satu tokoh dengan lainnya seperti hubungan antar tokoh Watanabe dengan Naoko yang dimana kedua tokoh memiliki interaksi hubungan yang baik layaknya teman dekat. Adapun hubungan tokoh Watanabe dengan Midori malah berbeda dari tokoh Naoko.

4. Adanya bentuk penyimpangan sosial sendiri yang terjadi dalam kehidupan tokoh Watanabe adalah dalam bentuk penyimpangan nonconform serta

Asosial. Bentuk penyimpangan Nonconform yang terdapat adalahtidak menjaga kebersihan atau membuang sampah sembarangan, tidak mendengarkan ketika di absen serta menyalakan radio sekeras-kerasnya dilingkungan asrama. Adapun bentuk penyimpangan asosial sendiri adalah

Seks bebas,mabuk-mabukan dan penyimpangan anak muda lainnya.

SARAN

Dengan melihat segala kondisi sosial yang terdapat dalam novel “Norwegian Wood” yakni seperti bebasnya kehidupan kaum muda dalam bentuk interaksi dan penyimpangan sosialnya, penulis berharap agar setiap kita mampu mengontrol diri sendiri didalam kerasnya kehidupan , bersifat pantang menyerah untuk maju dengan tetap mematuhi aturan-aturan norma yang masih berlaku dilingkungan masyarakat.

(19)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA

2.1 Konsep Novel

2.1.1 Definisi Novel

Abraham dalam Nurgiyantoro (1995:9) mengungkapkan bahwa novel berasal dari bahasa Italia yaitu Novella yang secara harfiah berarti sebuah barang baru yang kecil kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.

Novel adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita, Aminuddin (2006:66).

Diantara genre utama karya sastr ,yaitu puisi,prosa, dan drama, genre prosalah, khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang ditemukan, diantaranya :

A) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas

B) bahasa cenderung merupakan bahasa sehari-hari,bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa novel merupakan sosiologis yang responsif sebab peka terhadap fluktuasi sosiohistoris.

(20)

yang tidak dapat dilihat, tidak dapat dipegang, tidak dapat didengar, melainkan dirasakan oleh batin yang semua itu diperoleh secara tersirat dari gambaran tokohnya, dari peristiwanya, dari tempat yang dilukiskan atau waktu yang disebutkan.

Fielding dalam Atmaja (1986:44) mengatakan novel merupakan modifikasi dunia modern paling logis, dan merupakan kelanjutan dari dunia epik. Pernyataan ini tidak saja terbukti kebenarannya namun relevan untuk situasi kini, suatu masa dimana novelis tidak lagi menampilkan tokoh-tokoh hero di dalam karya sastra mereka, tetapi lebih banyak menampilkan segi-segi sosial dan psikologis dipermasalahan masyarakat biasa.

Menurut Johnson dalam Faruk (2003:45-46) novel mempresentasikan suatu gambaran yang jauh lebih realistik mengenai kehidupan sosial. Ruang lingkup novel sangat meyakinkan untuk melukiskansesuatu lewat kejadian atau peristiwa yang dijalin oleh pengarang atau melalui tokoh-tokohnya. Kenyataan dunia seakan-akan terekam dalam novel, berarti ia seakan keadaan hidup yang sebenarnya. Dunia novel adalah pengalaman pengarang yang sudah melewati perenungan kreasi dan imajinasi sehingga dunia novel itu tidak harus terikat oleh dunia sebenarnya.

Sketsa kehidupan yang tergambar dalam novel akan memberi pengalaman baru bagi pembacanya karena apa yang terjadi pada karya sastra tidak sama persis dengan apa yang ada dalam karya sastra. Dengan demikian novel menceritakan segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang melewati segala sisi kehidupannya.

2.1.2 Resensi Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami

A. Tema

(21)

Sementara itu, Fananie (2001:84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya suatu karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, budaya, teknologi dan tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan.

Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita membaca cerita serta menganalisis. Hal itu dapat dilakukan dengan mengetahui alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena ketiganya memiliki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita. Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan sedangkan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungi untuk mendukung alur dan untuk mengetahui bagimananya jalan cerita tersebut, dari alur inilah kita dapat menafsirkan tema cerita novel tersebut. Berdasarkan pengertian tema diatas, maka tema dalam novel “Norwegian Wood”karya Haruki Murakami ini adalah bagaimana seorang anak yang berjuang keras untuk melewati proses hidupnya.

B. Alur (Plot)

Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa tersebut berakhir, Aminuddin (2000:83)

(22)

1. Perkenalan, pada bagian ini pengarang menggambarkan situasi dan memperkenalkan tokoh-tokohnya.

2. Pertikaian, pada bagian ini pengarang mulai menampilkan pertikaian yang dialami sang tokoh.

3. Perumitan, pada bagian ini pertikaian semakin menghebat 4. Klimaks, pada bagian ini puncak perumitan mulai muncul 5. Peleraian, disini persoalan demi persoalan mulai terpecahkan

Menurut susunanya alur terbagi dalam dua jenis, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama,kedua,ketiga dan seterusnya sampai akhir cerita itu berakhir. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian akhirnya kembali pada peristiwa akhir tadi.

Berdasarkan uraian cerita tersebut, alur dalam novel “Norwegian Wood” karya Haruki Murakami adalah alur campuran. Jalianan peristiwanya tidak lurus, tetapi diselingi dengan alur lain, sebagai contoh adanya flashback sebagai selingan cerita.

Bagian Awal

Pada bagian awal diceritakan bahwa Watanabe mempunyai seorang teman baik bernama Kizuki. Kizuki mempunyai seorang pacar yang bernama Naoko. Tak lama kemudian Kizuki meninggal dan akhirnya Watanabe dekat dengan Naoko, seperti cuplikan dibawah ini ;

(23)

dan Naoko adalah pacarnya, Kizuki dan dia merupakan teman kecil, dan rumah mereka pun tidak lebih dari jarak 200 meter”

(Norwegian Wood hal. 388)

Ketika itu Kizuki meninggal dunia diakibatkan karena bunuh diri. Tak ada seorang pun yang tahu dengan jelas apa penyebab dia membunuh dirinya sendiri. Entah mungkin karena tekanan yang dialaminya. Tak seorang pun yang tahu.

“Kematian yang menangkap Kizuki dimalam bulan Mei ketika ia berusia 17 tahun itu, secara bersamaan menangkapku pula “ (Norwegian Wood hal.46)

Setelah Kizuki meninggal, Watanabe pun mulai dekat dengan Naoko. Tetapi hubungan itu bukanlah hubungan layaknya kekasih. Mereka dekat tetapi mereka tetap dalam alurnya masinhg-masing. Sehingga lambat laut mereka saling membutuhkan meskipun dengan cara yang tidak biasa.

Bagian Tengah

Pada alur bagian tengah ini Watanabe mengalami kesulitan dalam memilih cintanya. Dia mencintai Naoko dengan setulus hsatinya dengan berbagai kesulitan yang dihadapinya, tapi dia juga mencintai Midori dengan segala rasa berbeda yang dirasakannya. Naoko menjalani perawatan untuk gangguan mentalnya. Watanabe tetap menjaganya, merawatnya dan juga menyayanginya dengan setulus hatinya. Dengan hadirnya Midori membuat hari-hari Watanabe lebih seru dan menyenangkan. Akan tetapi, kehadiran Midori yang ia rasakan sangat bertolak-belakang dengan perasaannya yang tenang terhadap Naoko, sehingga itu membuat dia bimbang. Hal ini tercermin dalam kutipan berikut ;

(24)

kekuatanmu dan rasanya aku akan terus terbawa hanyut oleh kekuatan itu. Cinta yang kurasakan terhadap Naoko sangat lembut dan tenang sedangkan dengan Midori sangatlah berbeda. Cinta itu seperti hidup, berdiri, berjalan dan bernafas.”

(Norwegian Wood hal.503)

Bagian Akhir

Pada bagian akhir, Naoko akhirnya memilih untuk bunuh diri. Separuh hidup Watanabe terasa kosong karenanya, hampa. Dia lalu memutuskan mengasingkan diri sejenak. Kemudian Watanabe memilih untuk mengakui pada dirinya sendiri tentang rasa cintanya kepada Midori dan mengatakannya.

“Aku menelepon Midori. Aku ingin berbicara denganmu. Banyak sekali yang ingin kusampaikan padamu. Banyak sekali yang harus kubicarakan denganmu. Didunia ini tidak ada yang kucari selain kamu. Aku ingin bertemu denganmu dan berbicara denganmu. Aku ingin memulai segala sesuatu dari awal denganmu, itu yang kukatakan.”

(Norwegian Wood hal.549)

C. Latar (Setting)

Latar atau setting adalah penggambaran situasi,tempat,dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa, Aminuddin (2000:94). Latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tempat,hubungan, waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro,1995:216)

(25)

Latar tempat dalam novel “Norwegian Wood” ini berpindah-pindah dan bersifat sementara. Satu tempat tidak pernah dikarakterkan dengan waktu yang lama

Watanabe sendiri tinggal di sebuah asrama ketika dirinya diterima di perguruan tinggi. Dia menjalani kehidupan sebagai seorang mahasiswa dan menjalani interaksi dengan beberapa teman dilingkunganya tersebut.

“Pertama kali masuk ke asrama ini, karena merasa heran aku sengaja bangun pukul enam untuk menyaksikan upacara yang patriotik itu “.

(Norwegian Wood hal 20)

Salah satu teman Watanabe yang tinggal sekamar dengannya adalah Kopasgat. Watanabe sering menceritakan kejadian-kejadian dirinya dengan kopasgat kepada Naoko, karena Naoko menyukai cerita-cerita Watanabe tentangnya.

Ada sebuah hutan pinus yang dimana Watanabe dan Naoko sering menghabiskan waktu berjalan bersama-sama.

Seperti dalam kutipan ;

“Aku dan Naoko menyusuri jalanan di hutan pinus itu perlahan sambil menunduk seolah-oleh ada sesuatu yang sedang dicari”.

(Norwegian Wood hal 122)

Salah satu kota yang dijadikan latar tempat dalam novel ini adalah kota Shinjuku. Tempat dimana Naoko menjalani rehabilitasinya.

(26)

(Norwegian Wood hal 16

Latar Waktu

Latar waktu yang terbagi ke dalam novel “Norwegian Wood” ini merupakan gabungan alur atau alur waktu. Kejadian pada novel ini berlangsung selama 2 tahun.

Berikut kutipan tentang latar waktu dalam novel “Norwegian Wood” - Oktober

“Punggung gunung yang berselimut debu selama musim panas terbilas bersih oleh hujan lembut yang berlangsung beberapa hari, kini menunjukkan birunya yang cemerlang, angin oktober menggoyang pucuk-pucuknya ilalang kesana kemari, awan tipis membentang beranak dilangit biru yang seolah membeku”

(Norwegian Wood hal. 3) - Minggu kedua September

“Minggu kedua September, aku sampai pada kesimpulan bahwa pendidikan pada universitas itu sama sekali tidak bermakna”

(Norwegian Wood hal.99) - Minggu siang pertengahan bulan Mei

“Aku dan Naoko turun dari trem di stasiun Yotsuya, lalu berjalan diatas tanggul rel kereta api. Minggu siang pertengahan bulan Mei”

(Norwegian Wood hal.30)

D. Penokohan ( Perwatakan)

(27)

dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal ini memiliki hubungan yang sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tokoh harus mendukung watak tokoh tersebut , Aminuddin (2000 : 79 ).

Sedangkan tokoh dalam cerita menurut Abram dalam Nurgiyantoro adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan, Nurgiyantoro (2002:165). Melalui tokoh cerita, penulis juga dapat menyampaikan pesan, amanat, moral atau sesuatu yang memang ingin disampaikan oleh pembaca, Nugiyantoro (2002 :167).

Penokohan dalam novel “Norwegian Wood” adalah sebagai berikut

1. Watanabe Toru

Watanabe Toru adalah seorang mahasiswa di perguruan tinggi yang mempunyai kehidupan yang kompleks. Sifatnya yang menonjol adalah tenang dan bijaksana serta mencintai tulus.

Karakter :

Watanabe adalah seorang pria yang puitis, dimana dia dapat menyampaikan apa yanga da di kepala dan dihatinya dengan kata-kata yang tepat.

“Aku bukan orang pintar, untuk memahami sesuatu aku perlu waktu, tetapi kalau cukup waktu aku akan dapat memahamimu dengan baik, sehingga dapat mengerti dirimu lebih daripada siapapun didunia ini”

(Norwegian Wood hal 12)

Pembawaannya pun bersifat tenang, dalam artian tidak tergesa-gesa dalam bertindak dan mengambil keputusan. Seperti dalam kutipan ;

(28)

(Norwegian Wood hal 10)

Diapun seorang yang bijak, memandang segala sesuatunya dengan cermat, setelah melalui pertimbangan dari berbagai sisi. Seperti dalam kutipan ;

“Kehidupan kita ini secara bersamaan menumbuhkan kematian. Tetapi itu hanya sebagai kebenaran yang harus kita pelajari.”

(Norwegian Wood hal 512) 2. Naoko

naoko adalah seorang wanita yang dikasihi oleh Watanabe. Sifatnya yang rapuh, tidak percaya diri dan rumit membuat Watanabe ingin selalu menjaganya.

Karakter :

Perasaan tertekan biasanya muncul karena orang yang bersangkutan merasa terpojokkan, terkucilkan ataupun merasa tak ada seorang pun yang dapat mengerti dirinya. Begitu pula halnya yang dirasakan oleh Naoko.

Seperti dalam kutipan berikut :

“Surat yang kukirim padamu bulan Juli kutulis dengan perasaan sangat tertekan. (terus terang saja aku tidak ingat tentang apa yang kutulis, tentu sangat buruk yah!)”

(Norwegian Wood hal 164)

(29)

“Karena mustahil seseorang dapat melindungi yang lain untuk selamanya. Misalnya begini, kalau aku menikah denganmu. Kau bekerja di suatu perusahaan. Lantas selama kau bekerja siapa yang akan menjagaku? Ketika kau sedang pergi tugas luar, siapa yang akan melindungiku? Apa aku harus terus menempal padamu sampai aku mati? Itu tidak adil. Kau pun tidak bisa mengatakan itu suatu hubungan. Benar kan? Lalu suatu saat kau bosan denganku, apakah gerangan hidupku ini? Aku tidak mau seperti itu jadi masalahku tidak akan terpecahkan.

( Norwegian Wood hal 10 )

Sebagai salah satu karakternya yang lain, pesimis adalah yang paling dominan. Dia tidak merasa bahwa kehidupan berpihak padanya, bahwa apa-apa yang diterimanya adalah merupakan hal yang patut dia dapatkan.

Seperti dalam kutipan berikut :

“Sejak dulu aku hanya hidup seperti ini, sekarang pun begitu. Sekali saja longgar tidak bisa kembali seperti semula. Aku tercerai-berai, bertebaran entah kemana. Kenapa kau tak mengerti? Tanpa memahaminya, mengapa kau mengatakan kau mengetahui kesulitanku?”

(Norwegian Wood hal 11)

c. Midori Kobayashi

Midori Kobayashi adalah teman satu kampus yang disukai Watanabe. Sifatnya yang periang, ramah, juga berbeda dari orang lain membuat Watanabe merasa berbeda dan lebih hidup.

(30)

Cara pandang Midori yang berbeda dari orang lain serta penyikapan masalah yang berbeda pula, membuat Watanabe berfikir dan menarik kesimpulan bahwa kepribadian Midori memang unik dan tidak biasa.

“unik, orisinil, kepribadianmu sangat tercermin disitu, jawabnya dengan hati- hati.”

(Norwegian Wood hal 144)

Midori selalu ceria dan senyumpun tak pernah lepas dari bibirnya. Dia wanita yang enerjik, hidup ,dan penuh warna sehingga siapapun yang melihatnya akan merasa nyaman dan segar ketika berada di dekatnya.

Seperti dalam cuplikan berikut ;

“Tetapi gadis yang sekarang duduk dihadapanku seperti binatang kecil yang baru saja muncul di dunia untuk menyambut musim semi, dan dari tubuhnya memancar sinar kehidupan yang menyegarkan. Matanya berbinar-binar seperti bentuk kehidupan yang lain yang mandiri, kadang-kadang ia tertawa, marah, kesal, pasrah. Sudah lama aku tidak melihat ekspresi yang hidup seperti ini, karena itu sejenak aku terkagum kagum memandangi wajahnya. “

(Norwegian Wood hal 96)

E. Amanat

(31)

Adapun amanat yang terkandung dalam novel “Norwegian Wood” adalah

1. orang-orang yang paling bahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik. Mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dalam setiap hal yang hadir dihidupnya.

2. Kualitas hubungan cinta tidak hanya ditentukan oleh seberapa banyak kita mampu menumpuk rasa senang dan bahagia bersama saja, namun juga bagaimana kita bisa saling merawat satu sama lain ketika muncul masa-masa sulit, konflik dan stress. 3. Persahabatan dan cinta yang mengalir dari hati tidak bisa dibekukan oleh

kesengsaraan dan waktu.

4. Hidup tidaklah mudah bagi siapapun. Tapi kita harus mempunyai kegigihan dan percaya pada diri sendiri. Kita harus percaya kita diberi suatu bakat dan bagaimanapun pengorbanannya, kita harus terus melangkah maju.

F . Sudut Pandang

Sudut pamdang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita novel tersebut. Dengan kata lain, posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut, apakah ia ikut terlibat langsung atau hanya sebagai pengamat yang berdiri diluar cerita, Aminuddin (2000:90)

Terdapat beberapa jenis sudut pandang (pusat pengisahan) yaitu :

1. Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.

(32)

3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada diluar cerita. Di sini pengarang menceritakan orang lain dalam segala hal.

Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Haruki Murakam i dalam novelnya “Norwegian Wood” hanya sebagai seorang pengarang yang menceritakn orang lain dalam segala hal.

Pengarang Haruki Murakami hanya sebagai pengamat yang berada diluar cerita.

2.2 Studi Sosiologi Sastra

Agar dapat menganalisis dan mengapresiasikan karya sastra dengan baik, dipemempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis. Sastra dan sosiologi memiliki persamaan yaitu mengambil manusia dan kehidupannya sebagai objeknya. Sosiologi sastra merupakan kehidupan sosial dan menunjukkan cara manusia mengahayati masyarakat dan perasaannya.

Welleck dan Warren dalam Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas (Darmono,1979:3) mengklasifikasikan sosiologi sastra sebagai berikut ;

1. Sosiologi pengarang yaitu yang mempermasalahkan tentang status sosial, sosiologi politik dan lain-lain yang menyangkut pengarang.

2. Sosiologi karya sastra yaitu yang mempermasalahkan tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan.

3. Sosiologi sastra yaitu yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosial terhadap masyarakat.

(33)

1. Telaah terhadap karya sastra dilihat sebagai dokumen sosio budaya yang mencerminkan suatu jaman.

2. Penelitian mengenai penghasilan dan pemasaran karya sastra terutama kedudukan sosial seorang penulis

3. Penelitian mengenai penerimaan masyarakat terhadap suatu karya sastra atau karya dari penulis tertentu.

4. Pengaruh sosiologi budaya terhadap penciptaan karya sastra

Menurut Sapardi Djoko ada dua kecenderungan dalam telaah sosiologi terhadap sastra. Pertama pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses ekonomi-sosial belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk menceritakan sastra. Sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor diluar sastra itu sendiri. Kedua, pendekatan yang mengutamakan, teks sastra sebagai penelaan. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks sastra untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan untuk lebih dalam lagi gejala sosial diluar sastra.

Sapardi Djoko juga mengatakan jika karya sastra dinilai sebagai cerminan masyarakat, maka pandangan sosial masyarakat harus diperhitungkan. Dengan mengetahui latar sosial pengarang maka terjadilah persamaan-persamaan dengan apa yang diungkapkan di dalam karyanya dan juga agar tidak terjebak dalam subjektivitas yang sangat keras dalam mengungkapkan persepsinya, sebab sastra adalah persepsi seorang pengarang terhadap realitas sosial yang dihadapinya.

(34)

Secara teoritis setidaknya ada dua syarat agar terjadinya interaksi sosial, yaitu terjadi kontak sosial dan komunikasi. Terjadinya kontak sosial tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan,tetapi juga bergantung kepada adanya tanggapan terhadapan tindakan tersebut. Sedangkan aspek terpenting dari komunikasi adalah bila seseorang memberikan tafsiran pada sesuatu atau perilaku orang lain.

Dalam komunikasi sering kali muncul berbagai macam penafsiran terhadap makna sesuatu atau tingkah laku orang lain yang mana itu semua ditentukan oleh perbedaan konteks sosialnya. Dalam hubungan interaksi komunikasi hubungan pula, baik-buruknya suatu hubungan antar individu adalah bergantung daripada bagaimana kualitas kontak sosial dan komunikasi mereka. Interaksi yang dikatakkan baik itu seperti sering melakukan kontak sosial baik langsung ataupun tidak; serta disertai dengan komunikasi yang lancar antar kedua belah pihak. Tentu hubungan interaksi antar kedua pelaku yang kurang baik, adalah kurangnya terjadi kontak sosial baik langsung maupun tidak;serta kurang lancarnya hubungan antar kedua individu.

Komunikasi melalui isyarat-isyarat sederhana adalah bentuk paling elementer dan yang paling pokok dalam komunikasi. Tetapi, pada masyarakat manusia, isyarat komunikasi yang dipakai tidaklah terbatas pada bentuk komunikasi ini. Hal ini disebabkan karena manusia mampu menjadi objek untuk dirinya sendiri (dan juga sebagai subjek yang bertindak ) dan melihat tindakan-tindakannya seperti orang lain dapat melihatnya.

(35)

Agar interaksi sosial dapat berjalan tertib dan teratur dan agar anggota masyarakat bisa berjalan dengan fungsi normal, maka yang diperlukan bukan hanya kemampuan untuk bertindak sesuai dengan konteks sosialnya, tetapi juga memerlukan kemampuan untuk menilai secara objektif perilaku kita sendiri dari sudut pandang ornag lain. Pertanyaan umum yangs sering muncul adalah : apakah perilaku tindakan kita sudah cukup pantas dihadapan X ataupun Y? Kalau kita biasa berbicara bebas dengan teman kita sendiri, misalnya apakah hal itu juga pantas kita bicarakan dengan orang tua?

Seseorang atau kelompok yang telah mampu berempati dan menilai diri sendiri sesuai dengan pandangan orang lain disebut sebagai diri (the self). Diri dibentuk dan diubah melalui interaksi dengan orang lain. Seseorang tidak dilahirkan dengan karakteristik serta kepribadian yang telah jadi, melainkan ia akan dibentuk oleh lingkungannya melalui simbol-simbol dan sosialisasi. Kemampuan untuk menyesuaikan diri perilaku seseorang sebagai tanggapan terhadap situasi-situasi sosial tertentu sebagai pengambilan peranan (Narwoko Suryanto 2007 ;22)

Dalam diri terdapat dua komponen, yakni I dan Me. Perilaku yang diperbuat dengan memperhitungkan kemungkinan reaksi atau sikap-sikap orang lain mencerminkan apa yang disamakan dengan me. Sedangkan I adalah perwujudan dari identitas pribadi dari orang per-orang yang khas.

(36)

Begitu pula kaitannya dengan peran sosial didalam hubungan interaksi kehidupan di masyarakat.

2.3.2 Perilaku Menyimpang Kehidupan sosial

Fenomena perilaku menyimpang dalam kehidupan masyarakat sangat menarik untuk dibicarakan. Menurut Narwoko dan Suryanto (2007 :98) mengungkapkan bahwa sumbangan sosiologi sendiri cukup signifikan dalam memetakan berbagai bentuk perilaku, reaksi, masyarakat yang ditimbulkannya. Kajian tentang perilaku menyimpang dipelajari oleh sosiologi karena berkaitan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan nilai-nilai yang telah ditegakkan di masyarakat. Selain itu melalui teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang dikembangkannya, sosiologi membantu masyarakat untuk dapat menggali akar-akar penyebab terjadinya tindakan menyimpang.

Definisi tentang perilaku menyimpang menurut Narwoko dan Suryanto ada empat yakni ;

1. Statistikal.

Definisi secara statistikal ini adalah segala perilaku yang bertolak dari suatu tindakan yang bukan rata-rata atau perilaku yang jarang dan tidak sering dilakukan.

2. Absolut dan mutlak

(37)

menyimpang absolut ini biasanya terjadi dalam komunitas di pedesaan atau masyarakat yang masih teguh memegang adat-istiadat.

3. Reaktif

Perilaku menyimpang menurut kaum reaktivis adalah bila berkenaan dengan reaksi masyarakat atau agen kontrol sosial terhadap tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Artinya apabila ada reaksi dari masyarakat atau agen kontrol sosial dan kemudian mereka memberi cap atau tanda terhadap si perilaku, maka perilaku itu dianggap telah menyimpang. Demikian pula si pelaku dianggap telah menyimpang.biasanya kaum reaktivis tidaklah mengecap penyimpangan sosial berdasarkan pengertian biologis yang dimana merupakan dari keturunan orang tua ataupun genetika.

4. Normatif

Sudut pandang ini didasarkan atas asumsi bahwa penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari suatu norma sosial. Norma dalam hal ini adalah suatu standar tentang apa yang seharusnya atau tidak seharusnya dipikirkan, dikatakan atau dilakukan oleh warga masyarakat pada suatu keadaan tertentu. Pelanggaran-pelanggaran terhadap norma seringkali diberi sanksi-sanksi oleh penonton sosialnya. Yang dimana norma pada konsepnya sebagai suatu evaluasi atau penilaian dari tingkah laku yang dianggap baik atau seharusnya tidak terjadi. Secara keseluruhan definisi normatif dari perilaku menyimpang adalah tindakan atau perilaku menyimpang dari norma-norma dimana tindakan-tindakan tersebut tidak di setujui atau mendapatkan celah serta sanksi negatif dari masyarakat.

(38)

1. Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang ada, contoh tindakan nonconform itu, misalnya memakai sandal butut ke kampus atau ke tempat-tempat formal, membolos atau meninggalkan jam pelajaran kemudian menitip tanda tangan ke teman, merokok di area larangan merokok, membuang sampah pada temoat yang tidak semestinya, dan sebagainya.

2. Tindakan yang anti sosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau tindakan umum. Bentuk tindakan asosial itu antara lain ; menarik diri dari pergaulan, tidak mau berteman, keinganan untuk bunuh diri, minum minuman keras, menggunakan narkotika atau obat-obatan berbahaya, terlibat di dunia prostitusi atau pelacuran, penyimpangan seksual (homo seksual dan lesbianisme) dan sebagainya.

3. Tindakan tindakan kriminal yang nyata melanggar aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa keselamatan orang lain. Tindakan kriminal itu misalnya, pencurian, pembunuhan, korupsi, perampokan dan berbagai bentuk tindak kejahatan lainnya, baik yang tercatat dikepolisian maupun yang tidak karena tidak dilaporkan oleh masyarakat, tetapi nyatanya mengancam keselamatan masyarakat.

(39)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi 1988 : 8 ).

Karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya. Sebagai media, peran karya sastra sebagai media untuk menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaikan kepada pembaca. Selain itu, karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungannya.

Karya sastra yang indah bukanlah karena bahasanya yang beralun-alun dan penuh irama,tetapi harus dilihat secara keseluruhannya seperti dalam tema,amanat,struktur dan pada nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu yang menyangkut nilai estetika,moral dan konsepsional. Dari sebuah karya sastra kita dapat mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi pada masyarakat pada zaman dimana karya itu dibuat. Jadi bisa dikatakan bahwa sastra adalah cerminan masyarakat. Seperti yang dikatakan Umar Junus, bahwa karya sastra bisa dihubungkan dengan realitas tertentu.

(40)

Karena sastra memiliki hubungan yang khas dengan sistem sosial dan budaya sebagai basis kehidupan penulisnya, maka sastra selalu hidup dan dihidupi oleh masyarakat dan masyarakat sebagai objek kajian sosiologi menegaskan adanya hubungan antara sastra sebagai displin ilmu dengan sosiologi sebagai displin ilmu lainnya. (Kurniawan, 2012:3)

Menurut Abercrombie dalam Kurniawan (2012:4) sosiologi mempunyai 2 akar kata: socius (dari bahasa latin) yang berarti “teman” dan logos (dari bahasa Yunani) yang berarti “ilmu tentang”. Secara harafiah, sosiologi berarti masyarakat. Secara lebih teknis,sosiologi adalah analisis mengenai struktur hubungan sosial yang terbentuk melalui interaksi sosial.

Salah satu contoh karya sastra yang banyak menggambarkan kehidupan masyarakat adalah novel. Pengertian novel itu sendiri adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti sebuah kisah,sepotong berita. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks daripada sebuah cerpen, serta tidak dibatasi oleh keterbatasan struktural dan metrical sandiwara atau sajak. Pada umumnya sebuah novel berisikan tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari dengan beberapa konflik yang terjadi.

Hal yang pertama kali penulis pikirkan ketika pertama kali membaca novel “NORWEGIAN WOOD” KARYA MURAKAMI HARUKI ini adalah, mungkinkah ini sebenarnya realita dari kehidupan anak muda Jepang sekarang? Lalu penulis mengangkat sebagai objek penelitian karena novel itu sendiri bisa jadi merupakan bentuk gambaran masyarakat pada jaman itu,yang diciptakan pengarang dengan dipengaruhi lingkungan sekitar.

(41)

Novel “NORWEGIAN WOOD” KARYA MURAKAMI HARUKI ini menceritakan tentang Watanabe Toru yang berusia 37 tahun yang baru saja tiba di Hamburg, Jerman. Norwegian Wood merupakan sebuah judul lagu dari The Beatles Band yang populer di tahun 1960 yang dimana lagu ini mengingatkan watanabe akan gadis yang dikasihinya bernama Naoko. Naoko sebelumnya adalah kekasih Kizuki,sahabat Watanabe Toru yang tewas bunuh diri menghirup asap knalpot mobil pada usia 17 tahun.

Kematian itu mengejutkan mereka berdua, dan menyimpan luka yang dalam khusunya pada Naoko. Mereka pun menjadi dekat layaknya pasangan kekasih karena melalui penderitaan yang dikatakan hampir serupa.

Sebagaimana banyak dialami oleh remaja dunia, mereka juga menjalani masa-masa sulit di kota besar : pergaulan, beban pelajaran,tuntutan orang tua agar menjadi murid terbaik disekolah,libido yang sering tak tertahankan,minuman keras dan cinta. Lalu tak banyak pula masalah-masalah itu yang menjadi tekanan sehingga menimbulkan masa depresi. Banyak dari remaja itu yang akhirnya mengalami gangguan kejiwaan dan akhirnya memilih mengakhiri hidupnya sebagai jalan terbaik untuk menyudahi semua permasalahan tersebut.

(42)

dipersimpangan. Bersama Naoko, hidup berjalan sangat tenang,bagai sungai tanpa riak. Damai. Sementara dengan Midori hidup selalu menggairahkan.

Kehidupan jaman anak muda Jepang yang terdapat dalam novel yakni sang tokoh Watanabe yang sempat melalui fase masa stress akibat kematian sang sahabat ; tidak halnya pada Naoko (gadis yang ia cintai) yang akhirnya bunuh diri di hutan. Pergaulan, seks bebas, fase stres, gaya hidup yang dijalani Watanabe dalam novel yang dimana poin-poin tersebut merupakan sesuatu yang ada pada konteks masyarakat. Tidak ketinggalan juga, adanya penyimpangan perilaku kehidupan sosial yang terdapat dalam novel yang dimana perkembangan gaya hidup yang sangat modern membuat segala sesuatu perilaku terlihat biasa dikalangan pemuda saat itu, namun merupakan bentuk segala penyimpangan perilaku kehidupan sosial.

Kehidupan sosial yang terdapat pada novel “Norwegian Wood” ini merupakan sesuatu yang menarik untuk diteliti dari suatu tinjauan sosiologi. Didalam masyarakat, manusia selalu ada, dan selalu dimungkinkan dengan adanya istilah yang disebut dengan double reality yaitu sistem fakta dan sistem normatif. Sistem fakta yaitu sistem yang tersusun atas segala apa yang ada dalam kenyataan. Sedangkan sistem normatif yaitu sistem yang berada di dalam mental yang membayangkan segala apa yang seharusnya.

Kompleksnya pergaulan yang dialami oleh tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel ini terutama mengenai perilaku interaksi sosial dan penyimpangan perilaku seperti bunuh diri,seks bebas dan sebagainya. Sehingga menimbulkan masalah dalam kehidupan sosial seorang tokoh dalam novel “NORWEGIAN WOOD” KARYA HARUKI MURAKAMI sehingga perlu dikajih lebih jauh.

Atas dasar pemikiran tersebut, penulis memutuskan untuk menulis skripsi ini dengan

(43)

UTAMADALAMNOVEL “NORWEGIAN WOOD” KARYA HARUKI MURAKAMI (satu tinjauan sosiologis)

1.2Perumusan Masalah

Perumusan masalah dibutuhkan oleh penulis untuk memudahkan dan mengefektifkan proses penelitian. Dengan adanya perumusan masalah,suatu penelitian menjadi terarah dan mendalam sehingga permasalahan akan lebih mudah dipahami dan dimengerti.

Permasalahan penelitian dibutuhkan sebagai dasar mengapa penelitian dilakukan, dimana permasalahan dituangkan ke dalam latar belakang penelitian. Latar belakang dimulai dari hal yang bersifat umum kemudian mengerucut ke dalam masalah yang lebih spesifik.

Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Sastrawan biasanya mengungkapkan kehidupan manusia dan masyarakat melalui emosi, subjektif, dan evaluatif. Sastra juga memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi tetap didominasi oleh emosional. Begitu juga dengan novel “NORWEGIAN WOOD”KARYA HARUKI MURAKAMI. Di dalam novel ini banyak menunjukkan kehidupan sosiologi masyarakat Jepang pada zaman itu, yaitu mengenai interaksi-interaksi atau hubungan antara orang-orang peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam suatu masyarakat. Jika dihubungkan dengan kenyataan yang pernah terjadi, ada banyak perbedaan hubungan interaksi antar pelaku dalam masyarakat tersebut. Maka, masalah-masalah tersebut akan diuraikan dalam pertanyaan :

(44)

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga penelitian dapat terarah dan fokus.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologis dalam meneliti bagaimana kehidupan sosial yang terdapat pada novel “NORWEGIAN WOOD” KARYA HARUKI MURAKAMI. Adapun pendekatan sosiologis itu maksudnya adalah pendekatan yang menganalisis manusia terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Nyoman Kutha Ratna (2004 : 60) bahwa dasar pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat.

Dengan menggunakan pendekatan sosiologis diatas, penulis akan meneliti seperti apa kehidupan sosial tokoh utama menurut novel “NORWEGIAN WOOD” KARYA HARUKI MURAKAMI serta interaksi sosial dan bentuk-bentuk penyimpangan kehidupan sosial yang turut berjalan dalam novel tersebut juga.

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1. Tinjauan Pustaka

(45)

Dalam analisis ini, penulis memfokuskan pembahasan mengenai kehidupan sosial ataupun penyimpangan sosial yang terdapat pada kehidupan Watanabe yang berjuang melawan segala masalah pada masa mudanya,melewati segala perjalanan hidup masalah sosial di Jepang dan beberapa penyimpangan sosial yang dilakukan sang tokoh maupun tokoh-tokoh lainnya di dalam novel yang dimana penyimpangan kehidupan sosial itu berupa hal yang tidak biasa,merugikan atupun yang tidak merugikan.

Penulis menganalisis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan sosiologis analisis sebagai acuan penelitian.supaya pembahasan lebih jelas dan memiliki akurasi data yang tepat dan jelas,maka penulis dalam bab II menjelaskan juga mengenai novel catatan Norwegian Wood karya Haruki Murakami , setting novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami, sosiologi sastra.

1.4.2.Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian akan disoroti.

Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diminati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris.

(46)

dikenal dalam sosiologi sebagai ilmu. Konsep-konsep dasar tersebut merupakan sarana ilmiah yang dipergunakan untuk mengungkapkan kebenaran yang ada dalam masyarakat (Soekanto, 2003:411).

Karena di dalam penelitian ini dibahas mengenai analisis sosiologis terhadap novel “NORWEGIAN WOOD” KARYA HARUKI MURAKAMI, maka teori yang digunakan adalah studi sosiologi. Teori lainnya yang digunakan adalah teori Narwoko Suyanto, yang dimana, seseorang tidak dilahirkan dengan karakteristik serta kepribadian yang telah jadi, melainkan ia akan dibentuk oleh lingkungannya melalui simbol-simbol dan sosialisasi. Kemampuan untuk menyesuaikan diri perilaku seseorang sebagai tanggapan terhadap situasi-situasi sosial tertentu sebagai pengambilan peranan (Narwoko Suryanto 2007 ;22)

Dengan pandangan kerangka teori berfikir di atas, maka di dalam penelitian ini akan ditujunjukkan mengenai interaksi antar pelaku serta berkembangnya perilaku penyimpangan kehidupan sosial melalui novel “NORWEGIAN WOOD” KARYA HARUKI MURAKAMI.

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian A. Tujuan Penelitian

Dari semua penelitian yang dilakukan, tujuan penelitianlah merupakan inti dari segala bentuk pergerakan penulis dalam meneliti. Sebelum meneliti akan sesuatu, hendaklah dahulu setiap penulis harus mendasari segala sesuatunya mengenai tujuan dilakukannya penelitian sebelumnya. Adapun tujuan yang mendasari penelitian ini adalah, yakni :

(47)

B. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat,sejalan dengan tujuan diatas. Adapun manfaat penelitian adalah :

1. Kegunaan Akademis. Bagi penulis, menambah pengetahuan dalam pengamatan sosiologis karya sastra novel.

2. Kegunaan Praktis.

a. Menambah pengetahuan baru mengenai pandangan sosiologis akan novel sebagai refrensi yang bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswi Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Sumatera Utara.

b. Bagi pihak-pihak yang menaruh minat terhadap penelitian ini semoga hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan serta dapat memberikan sumbangan pikiran yang dapat menambah literatur.

1.6Metode Penelitian

Dalam sebuah penelitian sangat dibutuhkan metode penelitian sebagai bahan penunjang dalam penulisan. Metode adalah cara pelaksanaan penilitian. Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilandaskan pada analisis dan konstruksi. Analisis dan konstruksi dilakukan secara metedologis, sistematis, dan konsisten. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu manifestasi hasrat manusia untuk mengetahui apa yang dihadapinya dalam kehidupan sosial (Soekanto, 2003 : 410)

(48)

dengan analisis. Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan (Ratna, 2004:53).

Menurut Koentjaraningrat (1976 :30), bahwa penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Metode deskriptif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan pada fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasikan, mengkaji, dan menginterpretasikan data.

(49)

ABSTRAK 要旨 村上春樹の作品Norwegian Wood)という小説における渡辺という主人公の社会学的な分析 村 上 むらかみ はる き 春樹の作 品 さくひん

Norwegian Wood)という 小 説

(50)
(51)

ANALISIS SOSIOLOGIS KEHIDUPAN SOSIAL TOKOH UTAMA WATANABE DALAM NOVEL NORWEGIAN WOOD KARYA HARUKI MURAKAMI

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana

Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

DWIANA AMELIA

120708049

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di Separtemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah “ANALISIS SOSIOLOGIS KEHIDUPAN SOSIAL TOKOH WATANABE DALAM NOVEL NORWEGIAN WOOD KARYA HARUKI MURAKAMI”

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan baik moril, materi dan ide dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, MS,.Ph.D, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. BapakZulnaidi, SS., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing I, yang selalu memberikan waktu dan pemikirannya dalam membimbing, mengarahkan, serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak Drs. Amin Sihombing, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia

memberikan waktu dan pemikirannya dalam membimbing, mengarahkan, serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. 5. Bapak dan Ibu dosen, serta staf pegawai di Departemen Sastra Jepang FakultasIlmu

(53)

ilmu yang berguna dan bermanfaat bagi penulis serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Dosen Penguji Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah memanfaatkan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.

7. Abang Djoko Santoso, selaku administrasi Departemen Sastra Jepang yang selalu membantu mengurus keperluan akademik dan surat-surat penulis.

8. Terima kasih yang tidak terhingga kepada ayahanda JaliminSiborodan ibunda Marina Sijabat, SH yang selalu member dukungan baik moril maupun materil dan selalu mendoakan sampai penulis dapat menyelesaikan studinya dan dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada para sahabat-sahabat penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis serta selalu memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang membantu dan

memberikan dukungan kepada penulis. Semoga apa yang kalian kerjakan mendapatkan berkat dari Tuhan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu demi sempurnanya skripsi ini, penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pikiran yang berupa kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis serta para pembaca.

Medan, April 2017 Penulis,

(54)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

BAB I PENDAHULUANDAFTAR ISI ... iv

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 RumusanMasalah ... 5

1.3 RuangLingkupPembahasan ... 6

1.4 TinjauanPustakadanKerangkaTeori ... 7

1.5 TujuandanManfaatPenelitian ... 9

1.6 MetodePenelitian ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGIS SASTRA 2.1 Konsep Novel 2.1.1 Definisi Novel ... 12

2.2.2 Resensi Novel ... 14

2.2 StudiSosiologiSastra ... 27

2.3 KehidupanSosial 2.3.1 InteraksidanTindakanSosial ... 29

2.3.2 PerilakuMenyimpangKehidupanSosial ... 31

BAB III ANALISIS SOSIOLOGIS KEHIDUPAN SOSIAL TOKOH UTAMA DALAM NOVEL NORWEGIAN WOOD KARYA HARUKI MURAKAMI 3.1 SinopsisCerita Novel ... 35

3.2 KehidupanSosialTokoh Watanabe ... 37

(55)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perusahaan besar, dengan basis data atau sistem yang besar untuk. fungsi yang berbeda, seperti produk, penjualan, dan akuntansi, kemampuan

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 tahun 201I tentang Organisasi dan Tata kerja Universitas Negeri Yogyakartal.. Keputusan N,ltnteri

Di dalam teks hipogram (Pararaton) Tunggul Ametung dibunuh dengan keris buatan Empu Gandring oleh Ken Angrok, dan keris Empu Gandring pada saat itu dibawa oleh Kebo

Masalah yang muncul, terkait Surabaya sebagai Kota Pahlawan, adalah bagaimanakah bentuk heroisme di Kota Surabaya terekspre- sikan dalam puisi Indonesia

[r]

dua hari semenjak aku bekerja di peru- sahaan pengumpul barang bekas dan kau telah berubah, Jim,” sapaku saat me - lihat poster yang memajang wajah Jim di jalan.”’

[r]

Pembuatan website studio Maha Musik yang menggunakan html dan php pada aplikasi Dreamweaver menampilkan website yang menyajikan informasi penyewaan alat-alat musik yang terdapat