• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL PENELITIAN 4.1 Kondisi Perikanan Tangkap di Lokasi Penelitian Teknologi alat penangkapan ikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL PENELITIAN 4.1 Kondisi Perikanan Tangkap di Lokasi Penelitian Teknologi alat penangkapan ikan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4

HASIL PENELITIAN

4.1 Kondisi Perikanan Tangkap di Lokasi Penelitian 4.1.1 Teknologi alat penangkapan ikan

Umumnya jenis teknologi penangkapan ikan yang digunakan nelayan Kecamatan Kao Utara Kabupaten Halmahera Utara adalah relatif sederhana. Alat tangkap yang rata-rata dipakai adalah pancing ulur dan jaring insang hanyut dan tetap (gillnet). Pancing ulur dapat digunakan dengan umpan atau dengan pemikat yang dibuat dari serabut kain, atau bulu ayam yang disebut lau. Pengoperasian alat penangkapan ikan dengan lau, biasanya dilakukan pada batas antara terumbu karang yang biasanya dangkal, dan perairan yang lebih dalam (pada kedalaman 40m – 100 m). Ujung tali pancing dipasang pemberat (potongan besi), kait yang telah dipasangi lau diikat di tengah tali pancing (bisa 5 sampai dengan 25 kait dipasang berurutan dengan jarak 50 -100 cm), dan tali pancing diturunkan ke dalam air mengikuti pemberat sampai ke dasar perairan, dan ditarik kembali dengan gerakan turun naik. Lau yang terpasang pada kait memikat ikan (karena menyerupai ikan kecil yang sedang berenang), dan memakan pemikat tersebut, ikanpun terkait dan ditangkap.

Pancing ulur yang menggunakan lau juga digunakan oleh nelayan hanya dengan 1 kait. Kait yang dipasang lau diikat di ujung tali pancing kemudian ditenggelamkan ke dasar perairan menggunakan batu yang diikat pada potongan daun kelapa, dan setelah batu menyentuh dasar, tali pancing ditarik dengan keras agar lepas dari potongan daun, kemudian tali pancing ditarik dengan cepat. Lau

yang menyerupai ikan kecil sedang berlari ditangkap oleh ikan besar, ikan itupun terkait pada kait yang ada, dan ditarik naik ke atas perahu. Pancing ulur lainnya juga menggunakan kait, namun pemikat yang dipasang pada kait adalah potongan daging ikan, yang apabila dimakan oleh ikan sasaran akan terkait pada kait yang ada. Jenis alat tangkap ini sangat dominan digunakan oleh nelayan di Kecamatan Kao Utara.

Perahu yang dipergunakan oleh nelayan setempat dalam mengoperasikan alat tangkap umumnya masih termasuk dalam skala tradisional yang dibuat dari

(2)

batang kayu yang digali dan dibentuk menjadi perahu, yang disebut jukung. Pada jukung ini dipasang penyeimbang yang disebut sema-sema. Pada beberapa nelayan tertentu, sudah ada yang mempergunakan perahu yang dibuat dari bahan kayu lapis anti air, yang ditempelkan menjadi badan perahu pada rangka yang telah dibuat, dan dipasang mesin ketinting di dalamnya. Mesin ini adalah mesin serba guna yang biasanya digunakan juga dalam usaha-usaha parutan kelapa atau singkong. Kapasitas mesin berkisar antara 3 – 5 horse power.

Dalam melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan pancing ulur, nelayan-nelayan di Kecamatan Kao Utara biasanya melakukannya secara sendiri-sendiri atau satu orang. Namun demikian, sebagian unit penangkapan ikan terdiri dari 2 orang anak buah kapal (ABK)..

Alat tangkap yang juga dipergunakan oleh nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan di lokasi penelitian adalah, jaring insang tetap dan jaring insang hanyut. Jaring insang tetap biasanya digunakan pada perairan-perairan dangkal, seperti di atas terumbu karang dengan cara dilingkarkan pada gerombolan ikan yang ada, atau ditempatkan di sekitar hutan mangrove, untuk menghalau ikan-ikan pada saat air laut surut. Ikan yang terperangkap pada mata jaring kemudian diangkat bersama jaring ke atas perahu dan dilepaskan dari jeratan jaring yang ada. Penggunaan jaring hanyut biasanya dilakukan dengan cara jaring dilepas di perairan yang dalam, dan dibiarkan hanyut terbawa arus. Ujung jaring diikatkan pada pelampung, dan ujung jaring sebelahnya diikatkan pada perahu. Penggunaan alat tangkap ini dilakukan oleh nelayan antara 2 – 4 orang, dengan mempergunakan perahu yang cukup untuk memuat nelayan, alat tangkap dan hasil yang diperoleh. Apabila jumlah tangkapan melebihi dari daya muat perahu, terkadang para nelayan setempat meminta bantuan kepada nelayan lainnya yang sedang menangkap ikan untuk membantu mengangkat ikan yang ada keatas perahu nelayan tersebut. Pembagian hasil akan dilakukan oleh nelayan yang mempunyai jaring kepada nelayan yang menyertainya (ikut) dan kepada nelayan lain yang turut membantu, apabila hasilnya lebih.

Hasil yang diperoleh oleh nelayan setelah melakukan operasi penangkapan ikan, biasanya dijual ke pasar tradisional di ibukota kecamatan yang berjarak kurang lebih 15 km, yang dibuka pada setiap hari Rabu dan Sabtu. Atau dijual

(3)

kepada penampung ikan (dibo-dibo) yang biasanya mengelilingi desa-desa di pesisir Teluk Kao untuk mengumpulkan ikan hasil tangkapan nelayan, yang akan dijual ke ibukota kabupaten, atau dijual kepada perusahaan tambang emas yang berjarak dari desa penelitian kurang lebih 80 km. Harga perkilogram ikan apabila dijual ke pasar, biasanya Rp.10.000.- sampai dengan Rp.15.000.- per kilogram, namun apabila dijual kepada pedagang pengumpul, kisaran harganya bisa turun sampai Rp.7.500.- per kilogram ikan.

Jenis dan jumlah unit penangkapan yang terdapat di ketiga desa lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13, jumlah nelayan yang paling banyak berada di Desa Pediwang, yakni sebanyak 148 orang, kemudian Desa Doro sebanyak 142, dan di Desa Bori sebanyak 111 orang. Penggunaan alat tangkap yang dominan adalah pancing ulur, sebanyak 69 unit di Desa Doro, 55 unit di Desa Pediwang dan 51 unit di Desa Bori. Alat tangkap lainnya adalah jaring insang yang terlihat sedikit di masing-masing desa, dimana yang terbanyak di Desa Pediwang 3 unit, di Desa Doro 2 unit, dan di Desa Bori 1 unit.

Tabel 13 Jenis dan jumlah unit penangkapan ikan di tiga lokasi penelitian Desa Jumlah Jumlah alat tangkap (unit) Jumlah

nelayan Pancing Ulur Jaring Insang Perahu

Doro 142 69 2 36

Bori 111 51 1 30

Pediwang 148 55 3 39

Jumlah 401 175 6 105

Sumber: Kantor desa Doro, Bori dan Pediwang

Pemerintah telah memberikan bantuan alat tangkap dan perahu untuk lebih memberdayakan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara. Namun, jumlah nelayan yang menerima bantuan ini masih sangat terbatas. Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang dilakukan terhadap nelayan responden di ketiga desa, ternyata nelayan di lokasi sampel penelitian ini juga sebagian kecil telah pernah menerima bantuan tersebut, yaitu sebanyak 14 orang. Bantuan yang diperoleh nelayan dalam bentuk perahu (pambut), alat tangkap jaring insang dan air compressor

(4)

Tabel 14 Persepsi responden terhadap bantuan

Desa Menerima bantuan

belum sudah

Doro 17 3

Bori 18 2

Pediwang 11 9

Jumlah 46 14

4.1.2 Penangkapan ikan dengan menggunakan bom

Dalam melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan pada tiga desa penelitian terkadang menggunakan bom sebagai alat penangkapannya. Hasil survei yang dilakukan terhadap 60 responden nelayan yang berasal dari 3 desa menunjukkan bahwa sebagian nelayan tidak melakukan pengeboman ikan lagi karena takut kepada petugas. Namun demikian, masih banyak di antara nelayan yang tetap menggunakan bom dalam penangkapan ikan. Nelayan ini hanya mengambil ikan ukuran besar dan bernilai ekonomis tinggi, sedangkan ikan-ikan ukuran kecil yang ikut mati atau terbius akibat bom dibiarkan, lalu pergi ke lokasi lain mencari daerah yang lebih potensial. Ketika nelayan yang melakukan pengeboman ikan pergi, biasanya ada nelayan lain yang mengambil ikan mati atau terbius yang ditinggalkan oleh nelayan yang melakukan pengeboman ikan. Adapun komposisi jumlah nelayan responden yang melakukan pengeboman ikan, nelayan yang hanya sekedar mengambil ikan yang mati/terbius, dan nelayan yang tidak melakukan pengeboman ikan disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Persepsi responden dalam penggunaan bom ikan

Desa Penggunaan bom

Melakukan Pengumpul sisa ikan Tidak lagi Doro Bori Pediwang 7 8 3 4 1 3 9 11 14 Jumlah 18 8 34

Penggunaan bom di Kecamatan Kao Utara pernah dilakukan oleh banyak nelayan dalam operasi penangkapan ikan. Berdasarkan Tabel 15, sebanyak 34 responden atau sebanyak 57% yang menyatakan bahwa mereka sudah tidak mau lagi melakukan pengeboman ikan. Nelayan yang masih menggunakan bom ikan

(5)

adalah sebanyak 18 orang atau sekitar 30%. Sedangkan nelayan yang tidak menggunakan bom dalam kegiatan penangkapan ikan tetapi mereka mengumpulkan sisa ikan yang telah mati/terbius sebanyak 8 orang, atau sebesar 13%. Pengumpulan hasil tangkapan ini biasanya hanya mengumpulkan sisa-sisa ikan, biasanya yang berukuran kecil untuk dijadikan umpan.

Tren menurunnya nelayan menggunakan bom pada ketiga desa lebih kuat di desa Pediwang, karena tidak ada lagi nelayan responden yang mau ikut serta dalam kegiatan penggunaan bom ikan. Namun demikian, masih ada sebanyak 3 responden yang aktif melakukan pemboman ikan di desa tersebut dan 3 responden yang mengumpulkan sisa-sisa ikan yang dibom. Untuk Desa Bori, terdapat 8 orang responden atau 40% (dari total responden 20 orang) yang melakukan pengeboman ikan, hanya 1 responden sebagai pengumpul sisa ikan, dan yang lainnya tidak melakukan pengeboman ikan lagi. Sedangkan di Desa Doro, dari 20 responden, terdapat 7 orang yang masih melakukan pengeboman ikan, dan 4 orang sebagai pengumpul sisa ikan, dan 9 orang yang tidak mau melakukan lagi.

Alasan nelayan di 3 desa penelitian menggunakan alat penangkapan ikan dengan bom berdasarkan hasil survei, menunjukkan bahwa dari 11 orang nelayan yang melakukan pengeboman menyatakan, penggunaan bom yang mereka lakukan dalam penangkapan ikan disebabkan karena: 1) bahan mudah ditemukan, 2) sederhana dalam proses perakitan dan penggunaannya, 3) memperoleh tangkapan lebih banyak, dan 4) resiko kecelakaan yang timbul terhadap diri merupakan kelalaian nelayan itu sendiri.

Nelayan yang melakukan kegiatan pengeboman ikan menyatakan bahwa sebagian besar dari mereka telah berpengalaman melakukannya lebih dari 4 tahun, yakni sebanyak 16 orang (88 %), dan sebanyak 2 orang (12 %) menyatakan bahwa mereka telah berpengalaman selama 1 tahun. Responden nelayan yang memiliki pengalaman selama 2 tahun dan 3 tahun tidak ada (Tabel 16). Hal ini menunjukkan bahwa transfer pengalaman untuk menggunakan bom dalam penangkapan ikan tidak terjadi setiap tahun, namun dapat terjadi sewaktu-waktu tergantung keberanian dan dorongan tertentu yang menyebabkan seorang nelayan menggunakan bom ikan.

(6)

Tabel 16 Persepsi responden tentang lama menggunakan bom

Desa Pengalaman menggunakan bom

1 tahun 2 tahun 3 tahun > 4 tahun

Doro 1 0 0 6

Bori 1 0 0 7

Pediwang 0 0 0 3

Jumlah 2 0 0 16

Bom yang digunakan oleh nelayan di 3 desa penelitian dalam operasi penangkapan ikan, diperoleh dengan cara merakit sendiri, atau membeli dari nelayan lain. Sebagian besar dari nelayan yang menggunakan bom memiliki kemampuan untuk merakit bom ikan, walaupun sebagian kecil dari mereka hanya membeli bom yang sudah jadi dari nelayan lain. Namun sebagian nelayan melakukan penyelaman di dasar laut untuk mencari bom sisa waktu perang tempo dulu (Tabel 17).

Tabel 17 Persepsi responden dalam memperoleh mesiu

Desa Memperoleh mesiu

beli menyelam

Doro 3 1

Bori 4 0

Pediwang 2 1

Jumlah 9 2

Harga 4 buah bom yang sudah dirakit jika dijual kepada nelayan berkisar antara Rp.100.000.- sampai dengan Rp.200.000.- Hasil wawancara dengan responden, diperoleh informasi bahwa, bahan bom yang berupa bubuk mesiu dapat diperoleh dengan cara menyelam ke dasar laut menggunakan bantuan air compressor di sekitar perairan Teluk Kao yang banyak terdapat bom-bom bekas perang dunia kedua, yang banyak dibuang ke laut oleh tentara Jepang, setelah kalah dari tentara Sekutu. Bom yang telah lama berada di dasar laut tersebut, kemudian dibuka menggunakan gergaji besi sambil disiram air, atau bom tersebut telah terbuka akibat termakan karat. Berat bom yang diangkat, bisa berkisar antara 50 kg – 100 kg. Isi bom tersebut (mesiu) adalah bahan utama dari pembuatan bom ikan yang dilakukan oleh nelayan di Kecamatan Kao Utara. Harga 1 kg. bubuk mesiu yang dijual kepada nelayan lain berkisar Rp.50.000.-

(7)

sampai dengan Rp.100.000.-, dimana untuk 1 kg bubuk mesiu, dapat dirakit antara 3 – 4 bom rakitan

Proses pembuatan bom sangat sederhana dan bahan-bahan pendukungnya mudah diperoleh. Botol bekas atau pipa bekas (Ø ¾ inchi) yang dipotong sepanjang ± 10 – 20 cm, disumbat ujung sebelahnya dengan erat menggunakan kayu, kemudian dimasukkan mesiu di dalamnya. Ujung sebelahnya kemudian ditutup dengan kayu atau karet sandal bekas yang telah dilobangi bagian tengahnya untuk dipasangi sumbu. Sumbu konfensional dibuat menggunakan pipa sempit (Ø 2 – 3 mm) dan dipotong sepanjang 3 – 4 cm, dan diisi dengan bahan kepala korek api yang digerus dan dipadatkan kedalam pipa sempit, kemudian dipasang ke dalam lubang yang telah disiapkan pada perangkat bom. Bom jenis ini adalah bom yang dilempar dari atas perahu setelah sumbu dibakar menggunakan bara rokok atau bara obat nyamuk. Sumbu terbaru yang saat ini juga digunakan oleh nelayan di Kecamatan Kao Utara adalah menggunakan bohlam lampu pijar yang biasanya digunakan untuk senter, dipecahkan tanpa merusak fillamen (yang berpijar dalam bohlam) bohlam. Fillamen tersebut kemudian dimasukkan secara hati-hati kedalam lubang sumbu pada perangkat bom, dan direkatkan agar kedap air, dimana pada kutub positif dan negatif bohlam disambungkan dengan seutas kabel positif dan negatif yang cukup panjang. Cara kerjanya, bom yang telah siap kemudian diturunkan ke kedalaman laut tertentu yang telah diamati oleh seorang nelayan yang melakukan penyelaman untuk melihat posisi ikan. Setelah bom diturunkan pada kedalaman yang diinginkan (terdapat banyak ikan), ujung kabel positif dan negatif yang berada di atas perahu kemudian disambungkan dengan kutub positif dan negatif pada beterai atau accu sepeda motor, dan menyebabkan sumbu (fillamen) yang terdapat di dalam mesiu menyala dan memicu bom meledak. Ikan-ikan yang telah ditangkap dengan bom kemudian dikumpulkan dengan cara menyelam oleh para nelayan yang ada, mempergunakan keranjang tali, ataupun dikumpulkan dengan tangan.

Hasil wawancara dengan responden nelayan di ketiga desa menunjukkan bahwa korban akibat penggunaan bom selama kurun waktu 5 tahun terakhir tidak ada, baik yang cacat maupun meninggal. Korban pernah terjadi pada 10 sampai

(8)

15 tahun lalu yang menyebabkan cacat dan kematian pada beberapa nelayan (Tabel 18), seperti Desa Doro korban meninggal 1 orang, di Pediwang korban meninggal 1 orang dan cacat 1 orang, sedangkan korban di Desa Bori, 2 orang cacat parmanen.

Tabel 18 Persepsi responden tentang korban penggunaan bom ikan

Desa Korban bom

cacat meninggal Doro 0 1 Bori 2 0 Pediwang 1 1 Jumlah 9 2

4.1.3 Kondisi sosial budaya masyarakat nelayan

Kondisi umum sosial budaya masyarakat nelayan dijelaskan dengan pendekatan responden. Variabel responden yang digunakan untuk meggambarkan karakteristik tersebut, yaitu: jumlah penduduk, budaya, umur dan pendidikan. Dengan mengetahui variabel kondisi responden tersebut diharapkan dapat menjelaskan struktur sosial budaya masyarakat nelayan di Kecamatan Kao Utara secara umum.

Penduduk Desa Doro, Bori dan Pediwang rata-rata adalah petani dan nelayan yang menggantungkan hidupnya pada hasil-hasil kebun dan hasil-hasil laut. Lokasi ketiga desa ini saling bersebelahan, apabila diurutkan dari bagian utara yaitu Desa Pediwang, Desa Bori, dan Desa Doro. Jumlah penduduk terbanyak adalah Desa Doro, diikuti Desa Pediwang dan Desa Bori (Tabel 19). Tabel 19 Jumlah penduduk Desa Doro, Bori dan Pediwang

Desa Jumlah Jiwa KK Doro Bori Pediwang 1.695 1.145 1.456 394 260 338 4.296 992

(9)

Variabel umur responden di tiga desa, menunjukkan 25-45% responden berumur antara 41-50 tahun, 15-40% berumur 51-60 tahun, 10-25% berumur 31-40 tahun dan 15-20% berumur 20-30 tahun. Variabel umur ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden nelayan berusia 41-50 tahun. Kisaran 41-50 tahun didominasi responden Desa Pediwang (45%), Desa Bori (35%) dan Desa Doro (25%), seperti disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran umur responden di lokasi penelitian

Sebaran umur responden nelayan sangat bervariasi dari sekolah dasar (SD) hingga lulusan sekolah lanjutan atas (SMA), bahkan ada sebagian dari mereka tidak pernah bersekolah (Gambar 4). Pendidikan responden tamatan SMA berkisar 40-60%, tamatan SMP sebanyak 5-15%, tamatan SD sebanyak 5-20%, tidak tamat SD sebanyak 5%, dan tidak sekolah sebanyak 10-35%. Responden untuk tamatan SMA didominasi responden Desa Bori dan Pediwang dan responden tidak sekolah banyak terdapat di Desa Doro dan Bori. Mayoritas tingkat pendidikan masyarakat nelayan (responden) adalah tamatan SMA dan tidak tamat sekolah. Kondisi tersebut di atas mengindikasikan bahwa SDM di ketiga desa tersebut dapat digolongkan masih rendah.

20% 25% 35% 10% 35% 40% 15% 25% 45% 15% 20% 15% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50%

20 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun 51 - 60 tahun

Komposisi Umur % R e sponde n

(10)

Gambar 4 Sebaran tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian 4.2 Kondisi Ekonomi Nelayan

Kondisi ekonomi masyarakat nelayan di lokasi penelitian dijelaskan berdasarkan variabel tingkat pendapatan. Pendapatan dan tingkat kesejahteraan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara seyogianya cukup besar karena potensi ikan cukup banyak, ikan memiliki nilai ekonomis/harga tinggi, dan permintaan cukup banyak. Namun fakta menunjukkan bahwa nelayan di daerah tersebut termasuk kelompok miskin. Bahkan atribut bagi mereka adalah termiskin di antara yang miskin ”the poorest of the poor”. Kemiskinan itu terjadi karena nilai tukar

nelayan yang rendah yang disebabkan komoditas yang mereka hasilkan dibayar murah (Nikijuluw, 2002).

Hasil survey dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan responden di tiga desa lokasi penelitian mayoritas antara Rp.300.000,00 hingga Rp.600.000,00 per bulan (Gambar 5). Angka pendapatan ini diketahui dari rata-rata pengeluaran keluarga nelayan per bulan. Jumlah pendapatan diasumsikan sama dengan jumlah pengeluaran, karena dari sejumlah belanja nelayan, tidak ada yang dialokasikan untuk ditabung.

35% 0% 10% 15% 40% 35% 0% 5% 0% 60% 10% 5% 20% 5% 60% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

Tingkat Pendidikan % R e sponde n

(11)

Gambar 5 Sebaran tingkat pendapatan responden di lokasi penelitian Disamping hasil yang diperoleh dari usaha penangkapan, responden nelayan di tiga desa lokasi penelitian juga mempunyai penghasilan dari usaha-usaha perkebunan. Tanaman yang menjadi andalan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adalah kelapa yang dibuat kopra. Dari hasil wawancara dengan responden diperoleh data bahwa rata-rata jumlah tanaman kelapa yang dimiliki oleh responden nelayan adalah 300 pohon kelapa dengan produksi sebanyak 2,1 ton per kwartal atau per empat bulan. Harga produk ini berkisar antara Rp.2.000.- sampai Rp.3.000.- per kilogramnya. Apabila masa panen kelapa, seorang nelayan memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp.4.000.000.- sampai Rp.6.000.000.- tergantung harga kopra. Penghasilan ini akan dibuka untuk buruh tani yang melakukan pemetikan kelapa (nae), mengeluarkan daging kelapa (kore) sampai dengan pengasapan (fufu), yang dihitung ½ dari hasil penjualan kopra yang telah jadi. Hasil kebun nelayan di 3 desa lokasi penelitian berkisar antara Rp.2.000.000.- sampai dengan Rp.3.000.000.- per empat bulan.

Dukungan permodalan yang biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga perekonomian tidak pernah dinikmati oleh responden nelayan, disebabkan karena rendahnya pengetahuan nelayan tentang hal tersebut. Dari responden yang diwawancarai, sebanyak 87% dari mereka menyatakan bahwa mereka tidak tahu caranya, dan sebanyak 13% dari responden takut melakukan pinjaman modal. Ironisnya, dari 60 responden yang ada, terdapat 42% yang tidak melakukan

10% 40% 10% 40% 10% 60% 20% 10% 0% 50% 35% 15% 0 - < Rp.300.000 Rp.300.000 - < Rp.600.000 Rp.600.000 - < Rp.900.000 Rp.900.000 - < Rp 1.200.000

(12)

pinjaman kepada koperasi simpan pinjam, namun 58% responden nelayan melakukan pinjaman kepada koperasi simpan pinjam yang dimiliki oleh orang-orang tertentu secara pribadi dengan dikenakan bunga pinjaman sebesar 20% dari total pinjaman yang dikembalikan setiap hari.

4.3 Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Bom Ikan

Tingkat penggunaan bom ikan dalam penangkapan ikan oleh nelayan di Kecamatan Kao Utara diduga dipengaruhi variabel umur, tingkat pendidikan dan pendapatan. Untuk melihat sejauh mana, setiap variabel tersebut mempengaruhi penggunaan bom ikan, dilakukan analisis regresi linier berganda.

4.3.1 Penggunaan bom ikan di Desa Doro

Hasil analisis regresi linier berganda terhadap variabel bebas dan tidak bebas di Desa Doro pada taraf kesalahan < 5%, menunjukkan hasil nilai R2 adalah 0,988 (Lampiran 2). Artinya, sebanyak 98,8% perubahan-perubahan pada variabel terkait (aktifitas penggunaan bom) dapat diterangkan dengan variabel bebas yang terlibat (umur, tingkat pendidikan dan pendapatan). Dengan kata lain, pengaruh variabel X terhadap Y cukup kuat. Hasil uji statistik anova disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Anova penggunaan bom ikan di Desa Doro

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression 34,388 3 11,463 445,017 0,000a

Residual 0,412 16 0,026

Total 34,800 19

Predictors: (Constant), pendapatan, pendidikan, umur

Dependent Variable: aktifitas pengeboman ikan

Hasil analisis regresi linier berganda pada setiap variabel bebas pada taraf < 5%, menunjukkan bahwa, variabel tunggal yang memberikan

sumbangan nyata/signifikan terhadap perubahan Y adalah variabel pendidikan (p-value=0,000 < 0,05) seperti tersaji pada Tabel 21. Artinya bahwa, semakin

(13)

untuk umur dan pendapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini bisa dipahami, karena tingkat pendidikan akan membuka wawasan dalam berpikir dan menganalisis resiko tinggi dari penggunaan bom. Bukan hanya kerusakan ekosistem dan lingkungan perairan, tetapi dapat mengancam keselamatan dirinya. Tabel 21 Hasil variabel, koefisien regresi, nilai t dan p-value di Desa Doro

No. Varibel Koefisien Regresi T Sig.

1. (Constant) 0.245 1,302 .211 2. X1 = Umur -0,108 -1,892 0,077 3. 4. X2 = Pendidikan X3 = Pendapatan 0,804 0,016 22,959 0,334 0,000* 0,743 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata < 5% .

Berdasarkan dari analisis regresi berganda pada Tabel 21, maka dapat dituliskan model hubungan antara variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat aktifitas pengeboman ikan di Desa Doro. Model persamaan tersebut adalah:

Y = 0,245 -0,108X1 + 0,804X2 + 0,016X3 Keterangan:

Y = Tingkat aktifitas penggunaan bom ikan X1 = Umur

X2 = Pendidikan X3 = Pendapatan

4.3.2 Penggunaan bom ikan di Desa Bori

Hasil analisis regresi linier berganda terhadap variabel bebas dan tidak bebas di Desa Bori pada taraf kesalahan < 5%, menunjukkan hasil nilai R2 adalah 0,982 (Lampiran 3). Artinya, sebanyak 98,2% perubahan-perubahan pada variabel terkait (aktifitas penggunaan bom) dapat diterangkan dengan variabel bebas yang terlibat (umur, tingkat pendidikan dan pendapatan). Dengan kata lain, pengaruh variabel X terhadap Y cukup kuat. Hasil uji statistik anova disajikan pada Tabel 22.

(14)

Tabel 22 Anova penggunaan bom ikan di Desa Bori

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression 36,281 3 12,094 289,328 .000a

Residual 0,669 16 0,042

Total 36,950 19

Predictors: (Constant), Pendapatan, Pendidikan, Umur

Dependent Variable: Aktifitas pengeboman ikan

Hasil analisis regresi linier berganda pada setiap variabel bebas pada taraf < 5%, menunjukkan bahwa, variabel tunggal yang memberikan sumbangan nyata/signifikan terhadap perubahan Y adalah variabel pendidikan (p-value=0,000 < 0,05) seperti tersaji pada Tabel 23. Artinya bahwa, semakin tinggi pendidikan, semakin berkurang penangkapan ikan dengan bom, sedangkan untuk umur dan pendapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Tabel 23 Hasil variabel, koefisien regresi, nilai t dan p-value di Desa Bori

No. Varibel Koefisien Regresi t Sig.

1. (Constant) 0,480 2,398 0,029 2. X1 = Umur 0,167 2,835 0,012 3. 4. X2 = Pendidikan X3 = Pendapatan 0,746 -0.225 15,554 -1,883 0,000* 0,078 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata < 5% .

Berdasarkan dari analisis regresi berganda pada Tabel 23, maka dapat dituliskan model hubungan antara variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat pengeboman ikan di Desa Bori, sebagai berikut:

Y = 0,480 +0,168X1 + 0,746X2 - 0,225X3 Keterangan:

Y = Tingkat aktifitas penggunaan bom ikan X1 = Umur

X2 = Pendidikan X3 = Pendapatan

(15)

4.3.3 Penggunaan bom ikan di Desa Pediwang

Hasil analisis regresi linier berganda terhadap variabel bebas dan tidak bebas di Desa Bori pada taraf kesalahan < 5%, menunjukkan hasil nilai R2 adalah 0,565 (Lampiran 4). Artinya, sebanyak 56,6% perubahan-perubahan pada variabel terkait (aktifitas penggunaan bom) dapat diterangkan dengan variabel bebas yang terlibat (umur, tingkat pendidikan dan pendapatan). Dengan kata lain, pengaruh variabel X terhadap Y kuat. Hasil uji statistik anova disajikan pada Tabel 24.

Hasil analisis regresi linier berganda pada setiap variabel bebas pada taraf < 5%, menunjukkan bahwa, variabel tunggal yang memberikan sumbangan

nyata/signifikan terhadap perubahan Y adalah variabel pendidikan (p-value=0,008 < 0,05), seperti tersaji pada Tabel 25. Artinya bahwa, semakin

tinggi pendidikan, semakin berkurang penangkapan ikan dengan bom, sedangkan untuk umur dan pendapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Tabel 24 Anova penggunaan bom ikan di Desa Pediwang

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression 15,368 3 5,123 6,927 0,003a

Residual 11,832 16 0,740

Total 27,200 19

Predictors: (Constant), Pendapatan, Pendidikan, Umur

Dependent Variable: Aktifitas pengeboman ikan

Tabel 25 Hasil variabel, koefisien regresi, nilai t dan p-value di Desa Pediwang

No. Varibel Koefisien Regresi T Sig.

1. (Constant) 1,142 0,912 0,375 2. X1 = Umur 0,028 0,084 0,934 3. 4. X2 = Pendidikan X3 = Pendapatan 0,632 -0,357 3,050 -0,981 0,008* 0,341 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata < 5% .

(16)

Berdasarkan dari analisis regresi berganda pada Tabel 25, maka dapat dituliskan model hubungan antara variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat pengeboman ikan di Desa Pediwang, sebagai berikut:

Y = 1,142 +0,028X1 + 0,632X2 - 0,357X3 Keterangan:

Y = Tingkat aktifitas penggunaan bom ikan X1 = Umur

X2 = Pendidikan X3 = Pendapatan

Gambar

Tabel 13 Jenis dan jumlah unit penangkapan ikan di tiga lokasi penelitian  Desa  Jumlah  Jumlah alat tangkap (unit)  Jumlah
Tabel 15 Persepsi responden dalam penggunaan bom ikan
Gambar 3  Sebaran umur responden di lokasi penelitian
Gambar 4  Sebaran tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian  4.2  Kondisi Ekonomi Nelayan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

Secara khusus, kunjungan kerja Komisi VI DPR RI ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan permasalahan yang dihadapi oleh Kementerian Koperasi dan UKM,

Langkah selanjutnya menentukan keberadaan titik koordinat lintang dan bujur, degan cara menghitung antara lintang dan buju terdekat yang sudah ditentukan oleh

Jika merupakan suatu batuan sedimen seperti batu kapur, harus mengalami kontak dengan massa batuan beku panas yang besar dibawah tekanan yang cukup untuk mencegah dekomposisi dari

Dalam komunikasi organisasi, komunikasi antar karyawan (employee relations) sangat penting karena karyawan dalam suatu organisasi yang bisa dikatakan suatu kerangka

SEDANG Terdapat bukti bahwa pengalokasian Kawasan Lindung di areal kerja PT MMB telah mendapat persetujuan dari sebagian stakeholder terkait. Pengakuan tersebut diwujudkan

Berdasarkan uraian yang penulis jelaskan, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh dalam bentuk skripsi dan mengambil penelitian di lingkungan kerja Dinas Koperasi, UKM,

47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat menjadi dasar kebijaksanaan dalam upaya menjaga pemanfaatan dan pengelolaan danau dan waduk yang tetap