BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini memberikan penjelasan mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian. Adapun teori yang digunakan diantaranya perilaku konsumen, konsep produk, perancangan dan pengembangan produk, serta teknik-teknik yang digunakan untuk pengumpulan dan pengolahan data.
2.1 PERILAKU KONSUMEN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
Dalam menajemen pemasaran terdapat dua hal yang sangat mendasar yaitu kebutuhan (need) dan keinginan (want) (William J. Stanton dalam Anwar P.
Mangkunegara ,2002). Berikut adalah penjelasan dari kebutuhan dan keinginan konsumen
1. Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal mendasar yang dibutuhkan oleh makhluk hidupuntuk melangsungkan kehidupannya. Makhluk hidup membutuhkan air, udara dan lain-lain untuk melanjutkan kehidupannya.
2. Keinginan
Keinginan adalah pernyataan manusia tehadap kebutuhan-kebutuhannya yang dipertajam oleh budaya dan kepribadiannya. Perbedaannya dengan kebutuhan adalah terletak pada hal-hal yang dipilih sesorang untuk melangsungkan kehidupannya. Minum adalah kebutuhan, sedangkan air putih adalah keinginan. Semakin berkembangnya zaman maka semakin berkembang juga kebutuhan, sehingga
keinginan masyarakat semakin beragam dan bervariasi. Masyarakat yang mempunyai daya beli tinggi cenderung mempunyai variasi yang lebih luas.
Adapun faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu : - Kebudayaan
- Sosial - Pribadi - Psikologis
2.2 METODA IDENTIFIKASI KEBUTUHAN KONSUMEN
Metoda identifikasi kebutuhan konsumen yang biasa digunakan dalam suatu penelitian adalah sebagai berikut :
1. Survei atau riset pasar 2. Wawancara secara grup 3. Wawancara perorangan 4. Observasi
Masing-masing dari metode yang digunakan akan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk survei atau riset pasar mempunyai keunggulan mampu mengumpulkan suara konsumen dalam jumlah yang banyak dengan usaha yang relatif ringan, tetapi mempunyai kelemahan bahwa data yang dikumpulkan tidak secara langsung menggambarkan kebutuhan konsumen sebab para konsumen hanya diperintahkan untuk menjawab pertanyaan atas variabel-variabel yang telah disediakan.
Wawancara baik secara grup ataupun perorangan akan lebih banyak membutuhkan tenaga, waktu dan biaya dibandingkan dengan survei pasar. Tetapi perancang dapat dengan bebas mengetahui lebih jauh kebutuhan konsumen. Wawancara secara perorangan ini dapat dianggap mencukupi dalam arti cukup mampu menggambarkan kebutuhan konsumen sampai sekitar 90% adalah sebnyak 30 wawancara. Ini didasarkan pada penelitian untuk suatu produk picnic coolers oleh Griffin
dan Heuser (Ulrich & Eppinger, 2001). Wawancara secara grup lebih diutamakan karena kedinamisan grup akan membantu mengidentifikasi lebih banyak kebutuhan konsumen.
Observasi adalah merupakan metode yang cocok digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen yang tidak terkatakan. Metode ini juga membantu mengetahui motivasi konsumen dibalik pernyataan kebutuhannya.
2.3 KONSEP SAMPLING 2.3.1 Pengertian Beberapa Istilah
Untuk memahami konsep sampling, terlebih dahulu harus memahami pengertian dari istilah-istilah pokok yang banyak digunakan dalam riset pemasaran, yakni populasi, elemen, kerangka populasi, sampel, subyek, parameter, estimate, sampling error, non sampling error, akurasi dan tingkat kepercayaan (Weiers,1995).
• Populasi
Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, peristiwa atau hal-hal lain yang ingin diteliti oleh peneliti. Pendefinisian populasi ditentukan oleh tujuan penelitian. Populasi yang akan diteliti harus didefinisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan.
• Elemen
Elemen adalah sebuah anggota tunggal atau unsur individu dari suatu populasi. • Sampel
Sampel adalah himpunan bagian dari populasi. Sampel terdiri dari beberapa anggota yang dipilih dari populasi yang bersangkutan. Dengan kata lain beberapa tetapi tidak semua elemen akan membentuk sampel dari populasi yang bersangkutan. Dengan mempelajari sampel, peneliti diharapkan dapat mengambil suatu kesimpulan yang dapat digeneralisasikan mengenai keseluruhan elemen populasi.
• Parameter
Parameter adalah karakteristik populasi yang ingin diteliti dalam penelitian. Nilai parameter yang sebenarnya tidak dapat diketahui karena besaran ini hanya dapat diketahui jika semua unsur populasi diteliti.
• Estimate
Estimate adalah pengukuran atau statistik yang dihasilkan dari penelitian terhadap
• Sampling error
Sampling error adalah kesalahan yang dihasilkan karena sampel yang dipilih bukan
merupakan reperesentasi yang baik dari populasi. Oleh sebab peneliti hanya meneliti sebagian dari populasi dan berusaha menggeneralisasikan hasil penelitian dari sampel kepopulasi maka sampling error muncul dalam suatu penelitian yang menggunakan
teknik sampling dalam mengumpulkan data-datanya.
• Non-Sampling error
Non-Sampling error adalah kesalahan yang disebabkan sumber informasi. Non-sampling error terdiri dari :
- Response error
Response error adalah kesalahan yang disebabkan responden memberikan
jawaban yang tidak akurat, jawaban responden yang dicatat secara keliru atau jawaban yang dianalisis secara keliru.
- Non Response error
Non Response error adalah kesalahan yang disebabkan adanya beberapa
responden yang termasuk sampel tetapi tidak dapat merespon penelitian karena mereka menolak atau sedang tidak ada ditempat.
• Akurasi
Akurasi mencerminkan seberapa dekat estimasi yang diperoleh peneliti dari sampel terhadap nilai parameter yang sebenarnya.
• Tingkat kepercayaan
Tingkat kepercayaan berkaitan dengan seberapa besar tingkat keyakinan peneliti bahwa estimasi yang diperoleh dari analisis sampel dekat dengan nilai parameter yang sebenarnya.
2.3.2 Teknik-Teknik Sampling
Teknik-teknik sampling dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar (Weiers,1995), yakni probability sampling dan nonprobability sampling. Perbedaan
kedua kelompok ini pada peluang elemen populasi untuk dipilih menjadi objek dalam sampel. Pada probability sampling, tiap populasi memilki elemen yang diketahui untuk
dipilih sebagai subyek dalam sampel. Sebaliknya pada non-probability sampling, peluang
elemen populasi untuk dipilih menjadi subyek sampel tidak diketahui. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara populasi dengan sampel.
Proses Sampling
Sampel Populasi
Statistik Parameter
(x,S ) ( µ,σ )
Proses Estimasi
Gambar 2.1 Hubungan Antara Populasi Dengan Sampel
Teknik-teknik sampling dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu probability sampling dan non-probability sampling (Winardi, 1991). Perbedaan
kedua kelompok tersebut terletak pada peluang elemen populasi untuk dipilih menjadi subjek dalam sampel. Teknik-teknik sampling tersebut adalah sebagai berikut:
1) Probability Sampling
Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang
yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi simple random sampling, proportionatestratified random sampling, disproportionate stratified random, cluster sampling (sampling area).
Dikatakan Simple random sampling karena pengambilan sampel anggota populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
b. Stratified Random Sampling
Stratified random sampling dipilih jika terdapat subgrup-subgrup elemen yang
mempunyai parameter subgrup yang berbeda-beda. Teknik ini diawali dengan menyusun stratifikasi kelompok elemen lalu memilih elemen dari setiap stratum secara acak.
c. Cluster Sampling
Cluster sampling merupakan kebalikan dari stratified random sampling. Teknik
ini dipilih jika terdapat asumsi bahwa sifat elemen dalam satu cluster tertentu
cenderung homogen sedangkan pada cluster yang lain cenderung heterogen.
Cluster sampling mula-mula dilakukan dengan membagi populasi kedalam
beberapa cluster kemudian memilih cluster secara acak dan selanjutnya
menganalisis semua subjek dalam cluster tersebut.
d. Area Sampling
Area sampling dilakukan jika penelitian yang dilakukan berkaitan dengan
populasi berada dalam wilayah-wilayah geografis yang dapat diidentifikasikan dengan jelas.
e. Double Sampling
Double sampling dilakukan dengan mengambil sejumlah elemen populasi sebagai
subjek pendahuluan, selanjutnya di kemudian waktu sebagian dari sampel pendahuluan ini diteliti kembali secara rinci.
2) Non-Probability Sampling
Pada non-probability sampling, peluang atau probabilitas elemen populasi untuk
dipilih menjadi subjek sampel tidak diketahui. Teknik ini dibagi atas dua kategori yaitu convenience sampling dan purposive sampling.
Convenience sampling meliputi pengumpulan data dari anggota populasi yang
bersedia untuk memberikan informasi yang dibutuhkan atau dengan kata lain, anggota populasi yang paling mudah diperoleh dipilih sebagai subjek sampel. Keunggulan dari teknik ini adalah mudah, cepat dan tidak membutuhkan biaya yang besar.
b. Purposive Sampling
Pada purposive sampling, informasi diperoleh dari target yang spesifik, yaitu
orang-orang tertentu yang dapat memberikan informasi yang diinginkan atau karena hanya orang-orang tersebut yang mampu memberikan informasi yang dibutuhkan atau karena mereka sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Purposive sampling dibagi menjadi dua jenis utama yaitu judgement sampling dan quota sampling.
2.4 Skala
Karena perilaku merupakan variabel yang kualitatif, maka pengukurannya memerlukan penyekalaan (scaling) untuk mengurangi subjektifitas responden. Beberapa
skala yang biasa digunakan adalah sebagai berikut (Freddy Rangkuti, 1997): 1. Skala Likert
Skala Likert, yang juga disebut summated-ratings scale, merupakan teknik
pengukuran sikap yang paling luas digunakan dalam riset pemasaran. Skala ini memungkinkan responden untuk mengekspresikan intensitas perasaan mereka. Pertanyaan yang diberikan adalah pertanyaan tertutup. Pilihan dibuat berjenjang, mulai dari intensitas paling rendah hingga paling tinggi. Contoh dari skala Likert dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Contoh Skala Likert Skala Keterangan
1 Sangat tidak puas
2 Tidak puas
3 Kurang puas
4 Cukup puas
5 Puas
2. Skala Diferensi Semantik (Semantic-Differential Scale)
Skala diferensi semantik berisikan sifat-sifat bipolar (dua kutub) yang berlawanan, lalu responden dapat mengecek poin yang mewakili reaksinya terhadap objek sikap. Reaksi dapat dikatagori kedalam tiga dimensi dasar, yaitu :
- Dimensi evaluasi, diwakili oleh pasangan-pasangan adjective (kata sifat),
misalnya : baik-buruk, manis-pahit dan lain-lain.
- Dimensi potensi, misalnya : kuat-lemah, penuh-kosong, tinggi-rendah dan lain-lain.
- Dimensi aktifitas, misalnya : cepat-lambat, tenang-ribut, tepat-menyimpang dan lain-lain.
3. Skala Numerik (Numerical Scale)
Skala ini merupakan variasi skala semantic differential. Skala ini juga menggunakan
dua kutub ekstrim, akan tetapi diantara keduanya diberikan angka-angka pilihan-pilihan.
4. Skala Stapel (Staple Scale)
Skala stapel merupakan modifikasi skala diferensial semantik. Perbedaannya adalah : - Adjektive atau frase deskriptif ditempatkan pada satu kutub (tidak bipolar). - Poin-poin pada skala diberi angka.
- Pada umumnya terdiri dari sepuluh posisi skala. 5. Skala Grafis (Graphic-Rating Scale)
Pada saat menggunakan skala ini responden mengindikasikan intensitas reaksi mereka dengan menandai poin yang cocok pada garis yang mengujungkan dua poin ekstrim yang berbeda. Posisi garisnya bisa vertikal maupun horisontal.
6. Itemized-Rating Scale
Skala ini serupa dengan skala peringkat grafis. Bedanya, untuk itemized-rating scale
pilihan yang tersedia lebih sedikit karena nasing-masing skala diberikan penjelasan verbal.
7. Skala Peringkat Komparatif (Comparative-Rating Scale)
Dalam skala tingkat komparatif, responden yang ditanya mempertimbangkan setiap atribut secara relatif dengan atribut lain. Salah satu jenis skala ini adalah skala jumlah
tetap (Constant-Sum Scaling). Pada skala ini responden diintruksikan untuk membagi
suatu jumlah (misalnya 100) ke dalam beberapa atribut. Setiap atribut akan memperoleh angka sesuai dengan tingkat kepentingan masing-masing. Keuntungan dari skala ini adalah responden tidak terpengaruh oleh efek halo, yaitu efek melebih-lebihkan respon positif atau mengurang-ngurangkan respon negatif karena perasaan sungkan pada peneliti atau objek yang diteliti. Akan tetapi skala ini cukup menyulitkan responden, terutama jika jumlah atributnya banyak.
2.5 METODE PENGUJIAN KUESIONER
Kuesioner yang telah disusun segera disebarkan untuk melakukan uji awal kuesioner. Uji ini untuk mengetahui apakah kuesioner yang dibuat perlu direvisi atau tidak. Sehingga kuesioner yang digunakan sebagai sumber data nantinya akan memiliki reliabilitas dan validitas yang baik. Setelah memiliki reliabilitas dan validitas yang baik maka terdapat syarat lain agar dapat dijadikan sebagai sumber data yaitu kecukupan sampel.
2.5.1 Uji Validitas
Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang diukur koefien (Singarimbun dalam Suliyanto, 1989). Cara pengujiannya adalah dengan menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan. Persamaan teknik korelasi
‘product moment’ adalah sebagai berikut:
(
) (
)
(
)
{
2 2}
{
2(
)
2}
. . .∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
− − − = i i i i i i i i Y Y N X X N Y . X Y X N r (2.1) keterangan : N = jumlah responden X = skor pertanyaan Y = skor total pertanyaanSuatu pertanyaan akan dinyatakan valid apabila angka korelasi pertanyaan tersebut lebih besar dan pada angka kritik pada tabel korelasi.
2.5.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulang dua kali atau lebih. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang konsisten (Suliyanto, 2005). Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Nilai reliabilitas berkisar antara 0,00 – 1,00 akan tetapi nilai realibilitas yang dapat diterima adalah lebih besar dari 0,6. Uji Realibilitas yang digunakan adalah menggunakan koefisien keandalan alpha cronbach. Pada penelitian ini uji reliabilitas alpha cronbach menggunakan perangkat lunak SPSS 10.0. Adapun rumus alpha cronbach dapat dilihat pada halaman berikutnya.
α = ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ − ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ −
∑
2 2 1 1 ) 1 ( St S k k (2.2) Keterangan :α : Koefisien keandalan alat ukur k : Banyaknya item
∑
2i
S : Jumlah varians item
2
t
S : Variansi total
Persamaan matematis untuk variansi total dan varians item adalah : 2 2 2 2 ( ) n X n X Si =
∑
i −∑
i (2.3) 2 2 n JK n JK S i s t = − Keterangan : is
JK : Jumlah kuadrat subyek
n : Jumlah reponden
Koefisien alat ukur (α) menyatakan tingkat konsistensi jawaban responden. Nilai
α berkisar antara 0 s/d 1. Nilai yang mendekati angka satu akan semakin baik. 2.6 KUALITAS PRODUK
Posisi perusahaan dimata konsumen sangat ditentukan oleh kualits produk. Oleh sebab itu konsep kualitas harus dimengerti secara tepat oleh perusahaan. Kualitas adalah kemampuan produk dalam melakukan fungsinya selama jangka waktu penggunaan tertentu yang telah ditetapkan (Crawford, 1987). Kualitas adalah karakteristik total suatu entitas yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Secara umum kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan produk dalam melaksanakan fungsinya sesuai kebutuhan konsumen.
Tujuan akhir dilakukannya penjagaan kualitas produk adalah untuk mencapai kepuasan konsumen. Dengan mampu memenuhi kepuasan konsumen secara maksimal maka produk yang kita ciptakan akan dapat terlihat unggul dimata konsumen.
Dalam sejarah perkembangan kualitas, dimana yang terakhir menghasilkan konsep Total Quality Control (TQC), maka tanggung jawab terhadap kualitas dibebankan
kepada seluruh departemen. Sejak departemen hulu yang mengurusi tentang desain produk sampai departemen hilir yang berhubungan dengan konsumen secara langsung akan bertanggung jawab terhadap kulaitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
2.7 DIMENSI KUALITAS PRODUK
Untuk dapat menciptakan produk yang unggul, tentunya harus dikenal dimensi apa saja yang mendasari kualitas suatu produk. Untuk mempermudah analisis strategis tentang konsep kualitas suatu produk, maka dikembangkan delapan dimensi kualitas (Garvin,1988). Sebuah produk dapat mempunyai peringkat yang tinggi dalam salah satu dimensi kualitas namun juga mempunyai tingkat yang rendah untuk salah satu dimensi kualitas yang lain. Ini dimungkinkan karena perbaikan dari salah satu dimensi kualitas
memerlukan pengorbanan dimensi kualitas yang lain. Gejala-gejala seperti ini yang perlu diwaspadai.
Delapan dimensi kuliatas produk yang dikembangkan oleh Garvin tersebut terdiri dari :
1. Performance
Berhubungan dengan karakteristik/fungsionalitas operasi dari sebuah fungsi utama suatu produk.
2. Features
Berhubungan dengan segala karakteristik yang mendukung fungsi utama/fungsi dasar dari sebuah produk. Termasuk didalamnya biasanya adalah fasilitas/atribut tambahan dari suatu produk.
3. Reliability
Merefleksikan probabilitas dari sebuah produk akan mengalami kegagalan atau ketidakberfungsian sebagaimana mestinya dalam periode waktu tertentu. Parameter dari reliabilitas yang biasa digunakan adalah mean time to first failure, mean timebetween failure dan juga failure rate per unit time.
4. Conformance
Menyatakan derajat kecocokan antara product”s design dan karakter operasinya
dengan spesifikasi atau standar yang telah terbentuk.
5. Durability
Merupakan alat ukur dari suatu product life atau dengan kata lain menyatakan
daya tahan pakai dari produk tersebut.
6. Serviceability
Termasuk didalamnya adalah kemampuan, kecepatan dan kemudahan dalam perbaikan (repair). Salah satu pengukuran yang dapat dilakukan adalah
responsiveness, yaitu dengan mengukur mean time to repair. 7. Aesthetics
Merupakan dimensi kualitas yang paling subjektif selain perceived quality.
Dimensi kualitas ini berhubungan dengan bagaimana tampilan atau cita rasa dari produk tersebut, dimana jelas merupakan refleksi dari preferensi individu.
8. Perceived Quality
Merupakan dimensi kualitas produk yang menggambarkan reputasinya dimata konsumen. Repuitasi sebuah produk dipengaruhi oleh image, iklan(advertising)
dan juga merk (brand names)
2.8 PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK
Pada dasarnya perancangan dan pengembangan produk memberikan gambaran mengenai rencana geometri, material dan teknik pembuatan suatu produk. Adapun proses perancangan dan pengembangan produk yang dilakukan harus melalui beberapa tahap sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat. Proses tersebut adalah (Ulrich & Epinger, 2001) :
1. Identifikasi kebutuhan pelanggan
Proses identifikasi kebutuhan pelanggan didapat dari matriks House of Quality
yang telah dilakukan ditahap sebelumnya. Dari proses ini akan diketahui bagaimana kebutuhan pelanggan terhadap produk sehingga akan menjadi input yang berharga untuk perancangan dan pengembangan produk.
2. Spesifikasi Produk.
Kebutuhan pelanggan biasanya diekspresikan sebagai “bahasa konsumen”. Untuk menyediakan tuntutan yang spesifik mengenai bagaimana mendesain dan membuat sebuah produk, maka ditetapkan serangkaian spesifikasi. Dalam spesifikasi ini akan menjelaskan detail-detail mengenai hal-hal yang harus dilakukan produk agar bisa mencapai kesuksesan komersial. Spesifikasi ini harus mencerminkan kebutuhan pelanggan, membedakannya dari produk pesaing dan secara teknis maupun ekonomis dapat direalisasikan.
3. Penyaringan konsep rancangan produk.
Konsep produk adalah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai teknologi, prinsip kerja dan bentuk produk. Konsep produk merupakan gambaran singkat bagaimana memuaskan kebutuhan pelanggan. Sebuah konsep biasanya
diekspresikan dalam sketsa atau model tiga dimensi yang disertai uraian gambar. Sebuah produk dapat memuaskan pelanggan dan sukses dipasaran. Bergantung pada nilai-nilai yang tinggi untuk ukuran kualitas yang mendasari konsep. Penyusunan konsep dimulai dari serangkaian kebutuhan pelanggan dan spesifikasi target yang diakhiri dengan terciptanya berbagai konsep produk pilihan akhir. Hasil dari penyaringan konsep rancangan produk adalah beberapa alternative produk yang dihasilkan. Berbentuk desain produk sehingga dapat digambarkan secara jelas pengaplikasiannya dalam bentuk yang sesuai keinginan konsumen. 4. Seleksi konsep rancangan produk
Seleksi konsep rancangan produk merupakan proses menilai konsep dengan memperhatikan kabutuhan pelanggan dan criteria lain. Membandingkan kakuatan dan kelemahan relatif dan memilih satu atau lebih konsep untuk penyelidikan dan pengembangan. Ada dua tahapan yang dilakukan diseleksi konsep yaitu :
¾ Penyaringan konsep
Proses evaluasi masih berupa perkiraan yang ditujukan untuk mempersempit alternatif.
¾ Penilaian konsep
Analisis konsep yang ada untuk memilih salah satu konsep yang memungkinkan untuk membawa kesuksesan pada suatu produk.
Tujuan tahap ini adalah mempermpit jumlah konsep secara tepat dan memperbaikinya sehingga didapat satu atau lebih pilihan konsep.
2.9 QUALITY FUNCTION DEVELOPMENT (QFD) 2.9.1 Definisi Quality Function Development
QFD sebenarnya merupakan suatu jalan bagi perusahaan unuk berusaha mengidentifikasikan dan memenuhi kebutuhan sert keinginan konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkannya. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi Quality Function Development menurut pakar.
a. QFD adalah metodologi yang terstruktur yang digunakan dalam proses perancangan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan
konsumen, serta mengevaluasi secara sistematis produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Cohen, 1995).
b. QFD merupakan metodologi untuk menerjemahkan keinginan dan kebutuhan konsumen kedalam suatu rancangan produk yang memiliki persyaratan teknis dan karakteristik kualitas tertentu (Akao, 1990).
Dengan menggunakan metodologi QFD dalam proses perancangna dan pengembangan produk akan merupakan suatu nilai tambah bagi perusahaan. Sebab perusahaan akan mempunyai keunggulan kompetitif dengan menciptakan suatu produk atau jasa yang mampu memuaskan konsumen.
Manfaat Quality Function Development (QFD)
Manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan QFD dalam proses perancangan produk adalah :
a. Meningkatkan kehandalan produk b. Meningkatkan kualitas produk c. Menigkatkan kepuasan konsumen d. Memperpendek time to market
e. Mereduksi biasa perancangan f. Meningkatkan komunikasi g. Meningkatkan produktivitas
h. Meningkatkan keuntungan perusahaan
Rumah Kualitas (HOQ)
Rumah kualitas atau biasa disebut House of Quality merupakan matriks
perencanaan produk. Matriks ini merupakan matriks pertama dalam penerapan metodologi QFD.
Secara garis besar matriks ini adalah upaya untuk mengkonversi “suara-suara konsumen” secara langsung terhadap karakteristik teknis atau spesifikasi teknis dari produk atau jasa yang dihasilkan. Perusahaan akan berusaha mencapai karakteristik yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan, dengan sebelumnya melakukan benchmarking
terhadap produk-produk pesaing. Benchmarking dilakukan untuk mengetahui
posisi-posisi relatif produk yang ada dipasaran yang merupakan kompetitor. Struktur dapat dilihat pada gambar 2.2.
F Matriks Teknikal (Karakteristik Teknis, Prioritas, Benchmark karakteristik teknis, Target)
B Matriks Perencanaan (Tingkat Preferensi dan Persepsi) A Kebutuhan Konsumen C Karakteristik Teknis E Korelasi Karakteristik Teknis D Hubungan (Dampak dari karakteristik teknis terhadap kebutuhan
konsumen)
Gambar 2.2 Rumah Kualiatas (House of Quality)
Keterangan dari matriks tersebut adalah : 1. Bagian A : Kebutuhan Konsumen
Berisikan daftar kebutuhan dan keinginan konsumen. Suara konsumen ini akan menjadi input dalam proses QFD selanjutnya.
2. Bagian B : Matriks Perencanaan Bagian yang berisi tiga jenis informasi :
a. Tingkat kepentingan dari tiap kebutuhan & keinginan konsumen
c. Tujuan stratrgis untuk produk atau jasa baru yang akan dikembangkan 3. Bagian C : Karakteristik Teknis
Berisikan karakteristik teknis produk atau jasa baru yang akan dikembangkan. Data karakteristik teknis ini akan diturunkan berdasarkan “suara konsumen” yang telah diperoleh pada bagian A.
4. Bagian D : Hubungan
Berisikan hubungan antara karakteristik teknis dari produk atau jasa yang dikembangkan (bagian C) dengan “suara konsumen” (bagian A) yang mempengaruhinya.
5. Bagian E : Korelasi Karakteristik Teknis Berisikan 3 macam jenis data, yaitu :
a. Tingkat kepentingan (ranking) persyaratan teknis.
b. Technical benchmarking dari produk-produk yang dibandingkan.
c. Target kinerja karakteristik teknis dari produk yang dikembangkan.
Hasil dari House of Quality adalah nilai target untuk karakteristik teknis (target
spesifikasi).
Hierarki Matriks QFD
Dengan menggunakan metodologi QFD dalam proses perancangan produk, maka akan dikenal empat jenis tahapan matriks, yaitu :
1. Matriks perencanaan produk (House of Quality)
2. Matriks perencanaan komponen (Part Deployment)
3. Matriks perencanaan proses (Process Planning)
4. Matriks perencanaan (Production Planning)
Apabila digambarkan kedalam bagan maka keempat hubungan matriks diatas terlihat seperti Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Tahapan Perancangan Produk Dengan QFD
Perancangan HOQ
Proses perancangan house of quality (HOQ) didasarkan pada 9 langkah utama, adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Melakukan Identifikasi Terhadap Semua Kebutuhan Dan Keinginan Konsumen Terhadap Produk
Kebutuhan dan keinginan konsumen merupakan input utama dari pengembangan produk. Dari kebutuhan konsumen ini nantinya akan diterjemahkan menjadi karakteristik teknis (technical response) pada perancangan HOQ.
2. Mengidentifikasi Tingkat Kepentingan Konsumen
Pengidentifikasian tingkat kepentingan konsumen menunjukkan sejauh mana atribut-atribut/costumer needs itu dianggap penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan
konsumen merupakan importance to costumer yang akan menjadi bagian pada planning matrix.
3. Membuat Matriks Perencanaan
Matriks perencanaan/planning matrix adalah suatu alat untuk memprioritaskan atribut
kebutuhan konsumen dalam proses perancangan dan pengembangan produk.
Planningmatrix terdiri atas 7 bagian, yaitu :
a. Importance to Costumer, yang merupakan tingkat kepentingan konsumen
terhadap atribut.
c. Competitive Satisfaction Performance , yang merupakan tingkat kepuasan
konsumen terhadap produk pesaing perusahaan pengembang.
d. Goal, yang merupakan target dari perusahaan yang bersangkutan berdasarkan
data-data sebelumnya.
e. Improvement Ratio, yang merupakan tingkat perbaikan terhadap produk.
f. Sales Point, yang merupakan informasi karakteristik costumer need kebutuhan
konsumen untuk dapat dijual atau diperlihatkan kelebihannya pada konsumen. g. Raw Weight dan Normalized Raw Weight, yang menggambarkan
perbaikan-perbaikan yang akan dipentingkan dalam perancangan dan pengembangan produk.
4. Menentukan Karakterisitik Teknis Sebagai Penerjemahan Dari Kebutuhan Konsumen
Karakteristik teknis adalah bagaimana memenuhi kebutuhan konsumen. Penetapan karakteristik teknis disini bertujuan untuk mengubah kebutuhan konsumen kedalam bahasa fabrikasi (teknik). Hal ini dimaksudkan agar keinginan konsumen yang bersifat kualitatif bisa diubah menjadi sesuatu yang bersifat kuantitatif dan dapat terukur.
5. Mengkorelasikan Atribut Dengan Karakterisiti Teknis
Korelasi atau hubungan dibentuk berdasarkan hubungan antara kebutuhan konsumen (costumer needs) dengan karakteristik teknis (technical response).
Dalam perhitungannya nilai hubungan antara kebutuhan konsumen terhadap karakteristik teknis didefinisikan kedalam bobot/nilai dan simbol penilaian tingkat hubungan.
6. Mengkorelasikan Karakterisitik Teknis Dengan Karakteristik Teknis Lainnya
Korelasi teknik menunjukkan interaksi antar karakteristik teknis. Tiap-tiap karakteristik teknis dibandingkan satu dengan karakteristik teknis lainnya. Bentuk dari korelasi teknik berupa matriks yang menyerupai atap sehingga disebut juga
7. Menghitung Nilai Dari Korelasi Atribut
Penghitungan nilai dari korelasi atribut didasarkan atas nilai simbol yang berlaku dengan normalized raw weight. Hasil perhitungan ini nantinya akan menjadi
kontribusi yang akan menjadi dasar pada penentuan prioritas. 8. Menentukan Prioritas
Prioritas dalam HOQ merupakan urutan hal-hal yang paling dipentingkan dalam melakukan pengembangan produk. Prioritas didapat dari pengurutan normalized contribution dari yang terbesar hingga yang terkecil.
9. Menentukan Target Perusahaan
Penentuan target spesifikasi teknis adalah tahap penting dalam proses pengembangan produk dan jasa. Tahap ini akan menentukan aktivitas pengembangan produk selanjutunya. Dengan menggunakan QFD, penentuan target berkaitan erat dengan kebutuhan konsumen, performansi kompetitor serta performansi perusahaan saat ini. Cara yang umumnya digunkaan dalam penentuan target spesifikasiteknis ini adalah Perbandingan dengan Kompetitor (Cohen, 1995).