ANALISIS ARAH DAN SEBARAN ALIRAN LAVA PIJAR DAN
PIROKLASTIK HASIL LETUSAN GUNUNGAPI DENGAN PENDEKATAN
GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN CITRA PENGINDERAAN JAUH
DAN SIG DALAM RANGKA MENDUKUNG UPAYA MITIGASI
BENCANA ALAM
(STUDI KASUS: GUNUNGAPI CIREMAI, PROPINSI JAWA BARAT)
Suwarsono
1, Wikanti Asriningrum
1, dan Heru Noviar
11
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jalan LAPAN 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710
Telp/Fax : +62 21 8710065/+62 21 8710274 email: landsono@yahoo.com
Abstrak
Secara administrasi, Kompleks Gunungapi Ciremai terletak di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat. Luas daerah pemantauan hasil cropping citra Landsat-7 ETM+ Kompleks Gunungapi Ciremai yaitu seluas 31.719,2 hektar. Secara astronomis, daerah pemantauan terletak pada koordinat 6°47’13.4” LS - 6°57’15.67” LS dan 108°20’33”- 108°29’46.16” BT.
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG), Gunungapi Ciremai dalam catatan sejarahnya mulai meletus pada tahun sejak 1698 dan terakhir kali terjadi tahun 1937 dengan selang waktu istirahat terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun. Hingga saat ini G. Ciremai telah beristirahat selama 61 tahun dan selang waktu tersebut belum melampaui waktu istirahat terpanjang. Kejadian gempa tahun 1990 dan tahun 2001 merusak sejumlah bangunan di daerah Maja dan Talaga sebelah barat G. Ciremai tahun.
Hasil analisis geomorfologis terhadap kawasan Gunungapi Ciremai dari data Landsat ETM+ tanggal 25 Agustus 2001 dan 13 September 2002, Kompleks Gunungapi Ciremai dikelompokkan ke dalam dua belas bentuklahan. Ke - 12 bentuklahan tersebut yaitu Kawah aktif (V.02.a), Kawah tidak aktif (V.02.c), Kerucut gunungapi cinder (V.04.a), Medan lava (V.08.a) dibedakan menjadi Medan lava muda dan Medan lava tua, Gunungapi bocca (V.10.a), Leher gunungapi (V.12.a), Lereng gunungapi (V.05.a), Lereng gunungapi atas (V.05.b), Kaki gunungapi (V.06.a), Lembah Baranco (V.05.e), Dataran kaki gunungapi (V.06.b), dan Dataran fluvio gunungapi (V.07.b).
Arah aliran lava pijar dan piroklastik hasil letusan Gunungapi Ciremai sangat dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi kawasan gunungapi tersebut. Tiap-tiap bentuklahan mempunyai tingkat potensi yang berbeda-beda untuk dilalui aliran lava pijar dan piroklastik Tingkat potensi tersebut dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu sangat tinggi, tinggi, agak tinggi dan rendah. Bentuklahan yang mempunyai potensi sangat tinggi meliputi Kawah aktif, Medan lava muda dan Lereng gunungapi atas. Bentuklahan yang mempunyai potensi tinggi meliputi Medan lava tua, Kawah tidak aktif, Lereng gunungapi, dan Lembah Baranco. Bentuklahan yang mempunyai potensi sedang meliputi Kerucut gunungapi cinder, Gunungapi bocca, dan Kaki gunungapi. Sedangkan bentuklahan yang mempunyai potensi rendah meliputi Leher gunungapi, Dataran kaki gunungapi, dan Dataran fluvio gunungapi.
Kata kunci : Analisis, Arah Aliran, Lava Pijar, Piroklastik, Geomorfologi, Mitigasi
1. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Letusan gunungapi merupakan bencana alam klasik yang sudah ada sejak zaman manusia purba,
merupakan gejala alam yang sangat menakutkan dan amat membahayakan. Kepunahan sekelompok manusia dan kehidupannya pada masa lampau seringkali disebabkan oleh bencana ala mini, seperti letusan G. Vesuvius (lk.3000 tahun yang lalu) yang menghancurkan Kota Herculaneum,
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pompei, dan stabiae. Contoh lainnya seperti kematian Raja Dharmawangsa bersama sebagian besar pasukannya akibat terkubur abu letusan G. Merapi sekitar tahun 1006 M, letusan G. Krakatau (1883 M) yang membunuh 36.000 jiwa lebih (Sudradjat dalam Langgeng, 1997). Sampai saat ini telah berulang kali kejadian letusan gunungapi yang menimbulkan korban jiwa maupun materi yang tidak sedikit.
Gunungapi merupakan unit geomorfologi yang memainkan peranan penting dalam deformasi permukaan bumi. Aktivitas vulkanisme menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan lingkungan sekitarnya. Bentuk ancaman letusan gunungapi bermacam-macam, yaitu meliputi lava pijar, bom gunungapi, abu gunungapi, pasir dan lapili (material piroklastik), awan pijar, gas beracun, maupun bahaya lahar. Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan akibat ancaman ini diperlukan upaya mitigasi.
Upaya-upaya mitigasi meliputi monitoring, pemetaan daerah bahaya, pemetaan zone-zone beresiko untuk berpergian atau lainnya dan penyuluhan/pelatihan tentang kawasan-kawasan berbahaya (Sudibyakto dan Nsubuga, 1997). Dalam hal ini implementasi teknologi sangat penting dalam mendukung upaya-upaya mitigasi, seperti teknologi penginderaan jauh, Sistem Informasi Geografi (SIG), komputerisasi dan komunikasi. Penelitian ini mencoba mengaplikasikan teknologi penginderaan jauh dan SIG untuk analisis arah aliran lava pijar dan piroklastik dengan pendekatan geomorfologi dalam rangka mendukung upaya mitigasi bencana alam.
Gunungapi Ciremai merupakan salah satu dari 129 gunungapi di Kepulauan Indonesia yang masih aktif (www.pu.go.id). Dari jumlah tersebut 15 gunungapi dikategorikan sebagai gunungapi kritis (sangat potensial untuk meletus). Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG), Gunungapi Ciremai dalam catatan sejarahnya mulai meletus pada tahun sejak 1698 dan terakhir kali terjadi tahun 1937 dengan selang waktu istirahat terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun. Tiga letusan 1772, 1775 dan 1805 terjadi di kawah pusat tetapi tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Letusan uap belerang serta tembusan fumarola baru di dinding kawah pusat terjadi tahun 1917 dan 1924. Pada 24 Juni 1937 – 7 Januari 1938 terjadi letusan freatik di
kawah pusat dan celah radial. Hingga saat ini G. Ciremai telah beristirahat selama 61 tahun dan selang waktu tersebut belum melampaui waktu istirahat terpanjang. Pada tahun 1947, 1955 dan 1973 terjadi gempa tektonik yang melanda daerah baratdaya G. Ciremai, yang diduga berkaitan dengan struktur sesar berarah tenggara – baratlaut. Kejadian gempa yang merusak sejumlah bangunan di daerah Maja dan Talaga sebelah barat G. Ciremai tahun 1990 dan tahun 2001. Getarannya terasa hingga desa Cilimus di timur G. Ciremai.
1.2.Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan analisis terhadap aspek-aspek
geomorfologi gunungapi terutama bentuklahan (landforms) dan karakteristik morfologinya menggunakan citra penginderaan jauh,
2. Melakukan analisis arah dan sebaran aliran lava pijar dan piroklastik hasil letusan gunungapi dengan pendekatan geomorfologi, 3. Melakukan analisis daerah bahaya gunungapi
yang disebabkan oleh aliran lava pijar dan piroklastik untuk mendukung upaya mitigasi bencana alam.
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan software Microsoft Office, Er-Mapper 6.4, Arc Infor 3.5, dan Arcview 3.2.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ;
a. Data satelit LANDSAT tanggal 25 Agustus
2001 dan 13 September 2002
b. Data DEM SRTM (Shuttle Radar
Topography Mission) resolusi 90 meter c. Peta Geologi skala 1 : 100.000
d. Peta Rupabumi skala 1 : 25.000, dan e. Data sejarah letusan Gunungapi Ciremai
2.3. Metode
2.3.1. Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra secara dijital meliputi 1) koreksi citra baik koreksi radiometric maupun koreksi geometrik, 2). Penghitungan nilai OIF dan
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
pembuatan citra komposit warna, 3). penajaman citra, dan 4). pemfilteran spasial 3). pembuatan citra tiga dimensi penggabungan data Landsat-7 ETM+ dan DEM SRTM. Data citra Landsat-7 ETM+ level 1G yang diterima telah terkoreksi secara radiometric dan geometric sehingga pengolahan citra dilakukan sehingga tidak perlu dilakukan lagi. Pengolahan citra dilakukan dengan menerapkan operasi-operasi pada software ER Mapper versi 6.4.
2.3.2. Interpretasi Citra
Interpretasi citra dari hasil pengolahan diinterpretasi secara visual dengan menggunakan software ER Mapper versi 6.4 dan Arc View versi 3.2, yaitu meliputi ; 1) interpretasi bentuklahan (landforms), 2) pola aliran, 3) aliran lava pijar dan piroklastik. Interpertasi dilakukan dengan bantuan peta geologi.
2.3.3. Analisis Arah Aliran Lava Pijar dan Piroklastik
Arah aliran lava pijar dan piroklastik didasarkan pada 3 (tiga) aspek yaitu 1) bentuklahan dengan karakteristik morfologinya, 2) pola aliran dan 3) identifikasi bekas-bekas aliran lava pijar dan piroklastik dari hasil letusan sebelumnya yang masih dapat diidentifikasi dari citra.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Geologi Gunungapi Ciremai
Menurut DVMBG, Batuan yang mendasari komplek G. Ciremai adalah batuan sedimen Tersier, sebagian dapat dijumpai dalam komplek G. Ciremai di bagian kaki baratlaut. Disamping itu juga dijumpai beberapa intrusi berkomposisi andesit seperti di daerah Maja, Kab. Majalengka, serta di utara komplek G. Ciremai, yaitu pada daerah G. Kromong. Pertumbuhan aktivitas vulkanik di sekitar G. Ciremai diawali oleh kegiatan G. Putri dan disusul oleh kegiatan G. Gegerhalang yang menghasilkan aliran lava porfiritik, sedangkan kegiatan vulkanik G. Gegerhalang menghasilkan aliran lava dan awan panas serta jatuhan piroklastik. Setelah kegiatan vulkanik Gegerhalang disusul oleh kegiatan G. Ciremai yang menghasilkan beberapa aliran lava serta endapan awan panas, dan jatuhan piroklastika. Selain itu juga menghasilkan endapan
sekunder berupa endapan lahar yang menyebar di kaki sebelah timur G. Ciremai. Disamping itu dijumpai juga beberapa erupsi samping yang menghasilkan aliran lava berkomposisi andesit diantaranya erupsi Sukageri, erupsi buntung, erupsi pucuk dan erupsi Dulang.
Karakter letusan G. Ciremai adalah berupa erupsi ekplosif bersekala menengah (dimanifestasikan oleh sejumlah endapan aliran dan jatuhan piroklastik). Secara berangsur kekuatan erupsi melemah dan cenderung menghasilkan erupsi magmatik. Selang waktu istirahat aktivitas G. Ciremai terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun
3.2.Analisis Geomorfologi
Hasil analisis dan deskripsi geomorfologis dengan menggunakan data penginderaan jauh, Landsat-ETM+ tanggal 25 Agustus 2001 dan 13 September 2002, kompleks Gunungapi Ciremai dibagi atas
tiga belas bentuklahan (landforms). Ke-13
bentuklahan tersebut yaitu sebagai berikut: a. Kawah aktif (V.02.a),
b. Kawah tidak aktif (V.02.c), c. Kerucut gunungapi cinder (V.04.a),
d. Medan lava (V.08.a), dibedakan menjadi Medan lava muda dan medan lava tua, e. Gunungapi bocca (V.10.a),
f. Leher gunungapi (V.12.a) g. Lereng gunungapi (V.05.a), h. Lereng gunungapi atas (V.05.b), i. Kaki gunungapi (V.06.a), j. Baranco (V.05.e)
k. Dataran kaki gunungapi (V.06.b), l. Dataran fluvio gunungapi (V.07.b).
Kawah aktif (V.02.a) merupakan pusat dari kegiatan erupsi. Dari kawah tersebut dimuntahkan material-material piroklastik, gas-gas vulkanis, dan lava pijar. Terletak pada bagian puncak gunungapi, berbentuk membulat cekung dan pada Gunungapi Ciremai berdiameter 0,5 hingga 1 km. Karakteristik khas dari kawah yang terdapat di Gunungapi ini adalah kawah yang terbentuk tersusun oleh dua tubuh kawah yang kemudian menyatu sehingga berukuran lebih besar. Berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak kemerahan. Bentuklahan Kawah tidak aktif (V.02.c) terdapat di bagian puncak Kerucut gunungapi cinder yang terletak di sebelah baratdaya kerucut Gunungapi Cermai. Berukuran lebih kecil dengan diameter
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
sekitar 250 meter. Pada bentuklahan ini tidak tampak aktivitas vulkanisme namun demikian kemungkinan akan terjadinya gejala-gejala vulkanisme lagi tetap ada.
Medan lava (V.08.a) terbentuk dari erupsi magmatis yang dikeluarkan lewat kawah kemudian menjadi dingin, mengeras, dan membatu. Medan lava dari citra dapat diidentifikasi dari bentuk dan polanya yang menyerupai lidah yang menjulur semakin ke bawah menuruni lereng semakin melebar. Medan lava banyak terdapat di lereng-lereng Gunungapi Ciremai Medan lava yang terbentuk menunjukkan urutan-urutan pembentukan Medan lava yang terbentuk dari erupsi lava pijar yang berbeda fase letusannya. Pada Medan lava yang berumur lebih muda menunjukkan warna merah terang, sedangkan yang lebih tua menunjukkan warna kehijau-hijauan. Warna kehijauan menandakan bahwa material lava pijar telah mengalami pelapukan cukup lama sampai membentuk lapisan tanah sehingga ditumbuhi oleh vegetasi yang rapat (dari citra menunjukkan warna kehijauan). Pada kasus Gunungapi Ciremai, arah aliran lava pijar cenderung ke arah utara – barat laut.
Bentuklahan Gunungapi bocca (V.10.a) terbentuk akibat intrusi magma yang sampai ke permukaan dan membentuk morfologi gunungapi dengan
tanpa kawah (crater) dan ukurannya umumnya
relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan kerucut vulkan sebuah gunungapi. Dari citra bentuklahan ini dapat dikenali dari bentuknya berupa kerucut tanpa cekungan kawah dipuncaknya, pejal dan masif, tekstur homogen, warna merah gelap kehijau-hijauan, dan polanya menyebar di sekitar kerucut vulkan. Litologi bentuklahan ini umumnya tersusun oleh material intrusi magma. Di kompleks Gunungapi Ciremai, terdapat 2 blok bentuklahan ini yaitu terdapat di lereng sebelah barat dan utara.
Bentuklahan yang menyerupai Gunungapi bocca adalah Leher gunungapi (V.12.a). Dari citra kedua bentuklahan tersebut menunjukkan karakteristik yang hampir sama. Yang membedakan yaitu umumnya Leher gunungapi mempunyai bentuk dan yang relatif tidak teratur pada pinggirannya, serta mempunyai tekstur yang relatif lebih kasar apabila dibandingkan dengan Gunungapi Bocca. Bentuklahan ini dapat dijumpai di kompleks Gunungapi Ciremai sebelah barat dan baratdaya.
Bentuklahan lainnya yang menyusun Kompleks Gunungapi Ciremai yaitu Lereng gunungapi (V.12.a), Kaki gunungapi (V.06.a), dan Dataran kaki gunungapi (V.06.b), dan Dataran fluvio gunungapi (V.07.b). Dari citra bentuklahan Lereng gunungapi dapat dikenali dari bentuk, ukuran, dan polanya. Bentuk dan ukurannya mencerminkan lereng dari tubuh gunungapi yang banyak dijumpai torehan-torehan oleh aliran sungai dengan pola radial sentripetal serta menunjukkan struktur kubah. Bentuklahan Kaki gunungapi (V.06.a) dari citra dapat dikenali dari reliefnya yang berombak hingga bergelombang, dijumpai banyak torehan oleh aliran sungai, tekstur kasar dan heterogen, menunjukkan spot-spot hijau, biru, dan merah yang mengindikasikan bervariasinya penutup lahan, terletak di kaki-kaki gunungapi. Sedangkan pada bentuklahan Dataran kaki gunungapi menunjukkan relief datar hingga landai, tekstur relatif lebih halus dan homogen bila dibandingkan dengan Kaki gunungapi, dan terletak dibagian bawah Kaki gunungapi. Semakin ke arah bawah kemiringan lerengnya semakin landai dan dibatasi oleh takik lereng (break of slope). Dataran fluvio gunungapi dapat dikenali dari bentuknya yang seperti kipas, polanya memanjang dan semakin ke bawah semakin melebar, berwarna merah kebiru-biruan, dan bertekstur halus. Umumnya, bentuklahan ini tersusun oleh material lepas hasil erosi dan sedimentasi dari material di atasnya. Bentuklahan ini terdapat di bagian tenggara Kompleks Gunungapi Ciremai mengarah ke Kota Kuningan.
Lembah Baranco merupakan cekungan memanjang berdimensi besar baik dalam lebar, kedalaman, maupun panjangnya. Bentuklahan ini terbentuk akibat proses erosi sungai lateral lanjut pada lereng gunungapi. Bentuklahan ini mengindikasikan tubuh gunungapi yang terbentuk pada aktivitas vulkanisme masa lampau kemudian berlanjut dengan proses-proses eksogen yang dominan terutama proses erosi. Bentuklahan ini dijumpai di lereng tengara Gunungapi Ciremai.
3.3. Analisis Pola Aliran dan Analisis Arah
Aliran Lava Pijar dan Piroklastik
Pola aliran di kompleks gunungapi dicerminkan oleh keberadaan alur-alur sungai baik sungai tahunan (perenial), sungai musiman (intermitten)
maupun sungai kering (efemeral) yang
mengalirkan air hanya pada saat terjadi hujan saja. Pola aliran di kompleks gunungapi umumnya
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
mempunyai pola radial sentripetal, yaitu alur-alur sungai yang arahnya menjauhi puncak gunung sebagai pusatnya. Alur-alur sungai tersebut mempunyai hulu pada bagian puncak, lereng tengah hingga lereng kaki dan adapula yang mempunyai hulu berbatasan langsung dengan kawah gunungapi. Alur-alur sungai ini menjadi media penyaluran material hasil erupsi dalam bentuk aliran, baik lava pijar maupun piroklastik.
Secara spasial, arah aliran lava pijar dan piroklastik hasil letusan Gunungapi Ciremai juga sangat dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi kawasan gunungapi tersebut. Tiap-tiap bentuklahan mempunyai tingkat potensi yang berbeda-beda untuk dilalui aliran lava pijar dan piroklastik Tingkat potensi tersebut dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu sangat tinggi, tinggi, agak tinggi dan rendah. Bentuklahan yang mempunyai potensi sangat tinggi meliputi Kawah aktif, Medan lava muda, dan Lereng gunungapi atas. Bentuklahan yang mempunyai potensi tinggi meliputi Medan lava tua, Kawah tidak aktif, Lereng gunungapi, dan Lembah Baranco. Bentuklahan yang mempunyai potensi agak tinggi meliputi Kerucut gunungapi cinder, Gunungapi bocca, dan Kaki gunungapi. Sedangkan bentuklahan yang mempunyai potensi rendah meliputi Leher gunungapi, Dataran kaki gunungapi, dan Dataran fluvio gunungapi.
Tabel 1. Tingkat potensi tiap-tiap bentuklahan untuk dilalui aliran lava pijar dan piroklastik
No. Bentuklahan (landforms) Tingkat Potensi
1. Kawah aktif ST
2. Lereng gunungapi atas ST
3. Medan lava muda ST
4. Medan lava tua T
5. Kawah tidak aktif T
6. Lereng gunungapi T
7. Lembah baranco T
8. Kerucut gunungapi cinder S
9. Gunungapi bocca S
No. Bentuklahan (landforms) Tingkat Potensi
10. Kaki gunungapi S
11. Leher gunungapi R
12. Dataran kaki gunungapi R 13. Dataran fluvio gunungapi R Ket : ST= Sangat Tinggi, T=Tinggi,
S=Sedang, R=Rendah
3.4. Analisis Daerah Bahaya Gunungapi yang
Disebabkan Oleh Aliran Lava Pijar dan Piroklastik untuk Mendukung Upaya Mitigasi Bencana Alam
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG), zonasi daerah bahaya gunungapi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) zona, yaitu:
a. Daerah terlarang, adalah daerah di sekitar kepundan/kawah gunungapi yang letaknya terdekat dengan sumber bahaya, sehingga kemungkinan terkena aliran piroklastik dan lava sangat besar. Oleh sebab itu, daerah terlarang secara tetap harus dikosongkan, b. Daerah bahaya ke-1, adalah daerah yang
dianggap berbahaya berdasarkan pengalaman letusan yang lampau. Karena letaknya, daerah itu tidak dapat diserang oleh awan panas, akan tetapi pada memuncaknya kegiatan gunungapi dapat tertimpa jatuhan piroklastik, bom yang masih membara, dan piroklastik surge, c. Daerah bahaya ke-2, adalah daerah yang
letaknya berdekatan dengan sungai yang berhulu di puncak, secara topografi letaknya rendah, sehingga pada musim hujan dapat dilanda aliran lahar
Memperhatikan kriteria zonasi daerah bahaya tersebut, hasil analisis potensi tiap-tiap bentuklahan untuk dilalui aliran lava pijar dan piroklastik dapat membantu dalam membuat zonasi daerah bahaya gunungapi.
Gambar 1. Overlay prediksi arah aliran lava pijar dan piroklastik dengan citra Landsat-7 ETM+
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
Gambar 2. Peta Bentuklahan dan aliran lava pijar dan piroklastik Gunungapi Ciremai, Provinsi Jawa Barat
Gambar 3. Peta potensi sebaran aliran lava pijar dan piroklastik Gunungapi Ciremai, Provinsi Jawa Barat
Gambar 4. Peta daerah bahaya akibat aliran lava pijar dan piroklastik letusan Gunungapi Ciremai, Provinsi Jawa Barat
Tabel 2. Zonasi daerah bahaya berdasarkan tingkat potensi bentuklahan untuk dilalui aliran lava pijar dan piroklastik
No. Bentuklahan (landforms)
Tingkat Potensi
Daerah Bahaya
1. Kawah aktif ST DT
2. Lereng gunungapi atas ST DT
3. Medan lava muda ST DT
4. Medan lava tua T DT
5. Kawah tidak aktif T DB 1
6. Lereng gunungapi T DB 1
7. Lembah baranco T DB 1
8. Kerucut gunungapi cinder
S DB 2
9. Gunungapi bocca S DB 2
10. Kaki gunungapi S DB 2
11. Leher gunungapi R DA
No. Bentuklahan (landforms)
Tingkat Potensi
Daerah Bahaya 12. Dataran kaki gunungapi R DA 13. Dataran fluvio
gunungapi
R DA
Ket :
ST= Sangat Tinggi, T=Tinggi, S=Sedang, R=Rendah DT=Daerah Terlarang, DB 1=Daerah Bahaya 1, DB 2=Daerah Bahaya 2, DA=Daerah Aman
4. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
a. Citra Landsat-7 ETM+ dapat diaplikasikan untuk analisis arah aliran lava pijar dan piroklastik.
b. Arah aliran lava pijar dan piroklastik hasil letusan Gunungapi Ciremai sangat dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi kawasan gunungapi tersebut.
c. Tiap-tiap bentuklahan mempunyai tingkat potensi yang berbeda-beda untuk dilalui aliran lava pijar dan piroklastik Tingkat potensi tersebut dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah.
d. Pada kasus Gunungapi Ciremai,
bentuklahan yang mempunyai potensi sangat tinggi meliputi Kawah aktif, Medan lava muda dan Lereng gunungapi atas. Bentuklahan yang mempunyai potensi tinggi meliputi Medan lava tua, Kawah tidak aktif, Lereng gunungapi, dan Lembah Baranco. Bentuklahan yang mempunyai potensi sedang meliputi Kerucut gunungapi cinder, Gunungapi Bocca, dan Kaki
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005
gunungapi. Sedangkan bentuklahan yang mempunyai potensi rendah meliputi Leher gunungapi, Dataran kaki gunungapi, dan Dataran fluvio gunungapi.
5. DAFTAR PUSTAKA
Asriningrum W, 2002. Studi Kemampuan Landsat ETM+ Untuk Identifikasi Bentuklahan (Landforms) Di Daerah Jakarta-Bogor. Tesis S-2. Program Pascasarjana IPB, Bogor
Cooke R.U and Doornkamp J.C. 1990. Geomorphology in Environmental Management. Clarendon Press.Oxford
ER Mapper. 1997. Level One Training Workbook. Western Australia. Earth Survey Mapping
Kusumadinata K. 1979. Data Dasar Gunungapi. Direktorat Vulkanologi.
Langgeng WS. 1997.Geomorfologi Gunungapi. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta
Ritter, D.F. 1979. Process Geomorphology, Southern Illnuois University at Carbondale, Brown Co. Publishers Duque. Iowa
Sunarto. 1994. Laporan Penelitian:Daerah Rawan Bencana Alam. Kerjasama Bappeda Dati I Jawa Tengah dengan Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta
Fakultas Geografi UGM dan Bakosurtanal. 2000. Pembakuan Spek Metodologi Kontrol Kualitas Pemetaan Tematik Dasar Dalam Mnedukung Perencanaan Tata Ruang. Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Sumberdaya Nasional Matra Laut. Bakosurtanal. Bogor
Sutanto. 1999.Penginderaan Jauh, Jilid 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Thornbury, W.D. 1954. Principles of Geomorphology. 2nd ed. John Wiley & Sons, Inc. New York
Zuidam R.A van.1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC Enschede. The Netherlands
Zuidam H. Th. 2000. Outline of The Geomorphology of Indonesia. ITC, Enschede. The Netherlands
Web Addresses : www.pu.go.id dan www.vsi.esdm.go.id
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005