• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (81)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (81)"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA

PERIODE 1985 - 2005

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Oleh :

ISMAIL HASAN

F 1105016

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi di Indonesia tergolong paling parah jika dibandingkan dengan krisis serupa yang pernah terjadi dibeberapa negara selama ini. Pecahnya gelombang krisis pada tahun 1997 tidak saja memporak-porandakan industri perbankan nasional tetapi juga menyeret perekonomian ke dalam pertumbuhan ekonomi yang begitu lambat. Tidak sedikit bank-bank yang sakit secara finansial tumbang dalam hempasan badai krisis tersebut, krisis moneter setidaknya berdampak langsung terhadap permintaan uang. Naik-turunnya suku bunga SBI yang diikuti oleh naik turunnya suku bunga deposito dan kredit perbankan yang pada gilirannya berdampak pada volume dana dan kredit yang diberikan. Kebijakan suku bunga nampaknya menjadi pilihan penting bagi pemerintah dalam upaya mengendalikan gejolak moneter.

(3)

per tahun sebagai akibat banyaknya perusahaan yang mengurangi aktivitas atau bahkan menghentikan produksinya. Laju inflasi juga melambung tinggi, yakni 69,1% dalam periode Januari-Agustus 1998 lalu. Tingginya laju inflasi menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat (Syahril, 2003 : xvii).

Pada saat krisis terjadinya peningkatan jumlah uang yang cukup pesat, peningkatan keinginan masyarakat untuk memegang uang tunai disebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap system perbankan yang ada dengan terjadinya rush (pengambilan uang besar-besaran secara serentak oleh masyarakat) diberbagai bank diseluruh Indonesia, sedangkan kenaikan M2 terjadi karena peningkatan uang kuasi yang terdiri dari simpanan rupiah dan simpanan valuta asing (Darmansyah : 2005).

Seperti yang dikatakan oleh Keynes (Nopirin : 1992; 117) dimana permintaan uang kas untuk tujuan transaksi ini tergantung dari pendapatan. Makin tinggi pendapatan, makin besar keinginan akan uang kas untuk transaksi. Seseorang atau masyarakat yang tingkat pendapatannya tinggi, biasanya melakukan transaksi yang lebih banyak dibandingkan seseorang atau masyarakat yang pendapatannya lebih rendah. Penduduk yang tinggal di kota besar cenderung melakukan transaksi lebih besar dibanding penduduk yang tinggal di kota kecil (atau pedesaan).

(4)

mengeluarkan dan mengedarkan mata uang sebagai sarana pembayaran yang sah disuatu negara. Peran ini vital karena begitu penting dan luasnya fungsi uang dalam perekonomian.

Seluruh kegiatan ekonomi dan keuangan dilakukan dengan uang. Fungsi uang tidak lagi dipergunakan sebagai alat pembayaran, tetapi juga sebagai media menyimpan kekayaan dan bahkan untuk berspekulasi bagi sebagian masyarakat. Pengertian uang tidak lagi sebatas pada uang kartal, yaitu uang kertas maupun logam, tetapi telah berkembang menjadi berbagai bentuk dan variasinya, dari uang giral, simpanan di bank, kartu kredit dan sebagainya, seiring dengan perkembangan pada sektor keuangan. Oleh karena itu, perkembangan jumlah uang beredar akan berpengaruh langsung terhadap berbagai kegiatan ekonomi dan keuangan dalam perekonomian, apakah itu konsumsi, investasi, ekspor-impor, suku bunga, nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, dan juga inflasi.

(5)

masyarakat dapat tetap terjaga. Dalam prakteknya, kestabilan nilai dari mata uang dimaksud mencakup kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa yang diukur dan tercermin pada perkembangan nilai tukar atau kurs mata uang.

Kestabilan nilai mata uang, baik dalam artian inflasi maupun nilai tukar, sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Nilai uang yang stabil dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha dalam melakukan kegiatan perekonomian, baik konsumsi maupun investasi sehingga perekonomian nasional dapat bergairah. Lebih dari itu, inflasi yang terkendali dan rendah dapat mendukung terpeliharanya daya beli masyarakat, khususnya yang berpendapatan tetap seperti pegawai negeri dan masyarakat kecil.

Bagi golongan masyarakat ini, yang umumnya mencakup sebagian besar penduduk, harga-harga yang terus membumbung menyebabkan kemampuan daya beli untuk memenuhi kebutuhan dasar akan semakin rendah. Demikian pula inflasi dan nilai tukar yang tidak stabil akan mempersulit dunia usaha dalam perencanaan kegiatan bisnis, baik dalam kegiatan produksi dan investasi maupun dalam penentuan harga barang dan jasa yang diproduksinya. Pengalaman Indonesia dengan terjadinya krisis nilai tukar sejak tahun 1997 menunjukkan betapa penting mencapai dan menjaga laju inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil tersebut.

(6)

perekonomian secara keseluruhan. Konsekuensi atau pengaruh yang buruk dari kurang terkendalinya jumlah uang beredar tersebut antara lain dapat dilihat pada kurang terkendalinya perkembangan variable-variabel ekonomi utama, yaitu tingkat produksi (output) dan harga. Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong peningkatan harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang beredar rendah maka kelesuan ekonomi akan terjadi.

Apabila hal ini berlangsung terus menerus, kemakmuran masyarakat secara keseluruhan akan mengalami penurunan. Kondisi tersebut antara lain melatar belakangi upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas-otoritas moneter dalam mengendalikan jumlah uang beredar dalam perekonomian. Kegiatan mengendalikan jumlah uang beredar tersebut lazimnya disebut Kebijakan moneter, yang pada dasarnya merupakan salah satu bagian integral dari Kebijakan ekonomi makro yang ditempuh oleh otoritas moneter (Bank Indonesia, 2003 : 62).

(7)

Perkembangan M1 dan M2 di Indonesia pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJPI) mengalami perkembangan yang relatih besar. Pertumbuhan uang dalam arti sempit setiap tahun rata-rata selama PJPI sebesar 25.29% dan pertumbuhan uang dalam arti luas sebesar 30.75%, sedangkan pertumbuhan Quasy Money (QM) sebesar 38.18% (data BI beberapa terbitan, diolah). Pertumbuhan uang dalam arti luas ternyata lebih cepat dibanding dengan uang dalam arti sempit, hal ini disebabkan karena adanya kenaikan yang pesat dari deposito berjangka dan tabungan di bank-bank di Indonesia dengan suku bunga yang relatif besar (Prawoto : 2000).

Dengan adanya permasalahan yang cukup rumit, maka dalam hal ini bank indonesia harus bisa memutuskan kebijaksanaan moneter yang harus diambil sehingga dapat memperbaiki stabilitas perekonomian di Indonesia, atas dasar pemikiran tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk menyelesaikan permasalahan ini secara ilmiah, untuk mewujudkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini menjadi sebuah penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA SEBELUM DAN

(8)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap jumlah uang beredar di Indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter?

2. Bagaimanan pengaruh kurs terhadap jumlah uang beredar di Indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter?

3. Bagaimana pengaruh suku bunga terhadap jumlah uang beredar di Indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter?

4. Variabel apa yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap jumlah uang beredar di indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kurs terhadap jumlah uang beredar di indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter.

2. Untuk mengetahui pengaruh suku bunga terhadap jumlah uang beredar di indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter.

3. Untuk mengetahui produk domestik bruto terhadap jumlah uang beredar di indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter.

(9)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bahan referensi atau input bagi peneliti lain yang mempunyai kaitan dengan masalah yang diangkat dalam skripsi ini.

2. Untuk para pembaca di harapkan bisa mengetahui dan mendapat informasi tentang permintaan uang.

(10)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Krisis Moneter

a. Konsep Krisis Moneter

Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya (Anwar, 1997)

(11)

keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus (Indrawati, 1998)

b. Faktor-Faktor Penyebab Krisis Moneter

Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah, hal ini dapat dilihat dari data-data statistik, tetapi terutama karena utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektor rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya. Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar.

(12)

bersusulan. Analisis dari faktor-faktor penyebab ini penting, karena penyembuhannya tentunya tergantung dari ketepatan diagnosa.

Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik.

c. Dampak dari Krisis Moneter

Dewasa ini semua permasalahan dalam krisis ekonomi berputar-putar sekitar kurs nilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah yang tetap, bahkan dalam beberapa hal turun ditambah PHK, padahal harga dari banyak barang naik cukup tinggi, kecuali sebagian sektor pertanian dan ekspor.

(13)

yang tinggi, toko sepi, PHK di mana-mana, investasi menurun karena impor barang modal menjadi mahal, biaya sekolah di luar negeri melonjak.

Dampak lain adalah laju inflasi yang tinggi selama beberapa bulan terakhir ini, yang bukan disebabkan karena imported inflation, tetapi lebih tepat jika dikatakan foreign exchange induced inflation. Masalah ini hanya bisa dipecahkan secara mendasar bila nilai tukar valas bisa diturunkan hingga tingkat yang wajar atau nyata (riil). Dengan demikian roda perekonomian bisa berputar kembali dan harga-harga bisa turun dari tingkat yang tinggi dan terjangkau oleh masyarakat, meskipun tidak kembali pada tingkat sebelum terjadinya krisis moneter.

(14)

Petani yang berbasis ekspor penghasilannya dalam rupiah mendadak melonjak drastis, sementara bagi konsumen dalam negeri harga beras, gula, kopi dan sebagainya ikut naik. Sayangnya ekspor yang secara teoretis seharusnya naik, tidak terjadi, bahkan cenderung sedikit menurun pada sektor barang hasil industri.

Meskipun penerimaan rupiah petani komoditi ekspor meningkat tajam, tetapi penerimaan ekspor dalam valas umumnya tidak berubah, karena pembeli di luar negeri juga menekan harganya karena tahu petani dapat untung besar, dan negara-negara produsen lain juga mengalami depresiasi dalam nilai tukar mata uangnya dan bisa menurunkan harga jual dalam nominasi valas. Hal yang serupa juga terjadi untuk ekspor barang manufaktur, hanya di sini ada kesulitan lain untuk meningkatkan ekspor, karena ada masalah dengan pembukaan L/C dan keadaan sosial-politik yang belum menentu sehingga pembeli di luar negeri mengalihkan pesanan barangnya ke negara lain.

(15)

inflasi yang tinggi, sehingga bila nilai tukar rupiah bisa dikembalikan ke nilai nyatanya maka biaya besar yang dibutuhkan untuk social safety net ini bisa dikurangi secara drastis. Namun secara keseluruhan dampak negatifnya dari jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak positifnya.

2. Uang

a. Pengertian Uang

Uang adalah sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaran untuk pembelian barang-utang. Dan juga sering dipandang sebagai kekayaan yang dimilikinya yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu utang dengan kepastian dan tanpa penundaan. Apa yang menjadikan sesuatu menjadi uang adalah tergantung pada pemilihan masyarakat, hukum dan sejarahnya. Meskipun pemilihan tentang apa yang bertindak sebagai uang adalah tergantung kepada faktor-faktor tersebut, namun ada beberapa kriteria yang digunakan sebagai pedoman (Iswardono, 1994 : 4).

b. Kriteria Uang

1) Acceptability dan Cognizability

(16)

2) Stability of Value

Manfaat dari sesuatu yang menjadi uang memberikan adanya nilai uang. Maka diperlukan menjaga kestabilan nilai uang. Karena kalau tidak, uang tidak akan diterima secara umum, karena masyarakat mencoba menyimpan kekayaannya dalam bentuk barang-barang yang nilainya stabil. barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran utang-

3) Elastisity of Supply

Jumlah uang beredar harus mencukupi kebutuhan dunia usaha (perekonomian). Ketidakmampuan penyediaan uang untuk mengimbangi kegiatan usaha akan mengakibatkan perdagangan macet dan pertukaran dilakukan seperti pada perekonomian barter, dimana barang ditukar dengan barang lain secara langsung. Oleh karena itu Bank Sentral sebagai pencipta uang tunggal harus mampu melihat perkembangan perekonomian yang selanjutnya harus mampu menyediakan uang yang cukup bagi perkembangan perekonomian tersebut. Dan sebaliknya Bank Sentral harus bertindak cepat seandainya dirasa uang yang beredar terlalu banyak dan dibandingkan kegiatan perekonomian, dalam hal ini Bank Sentral harus mengurangi jumlah uang beredar.

4) Portability

(17)

5) Durability

Dalam pemindahan uang dari tangan yang satu ke tangan yang lain mengharuskan uang tersebut dijaga nilai fisiknya. Kalau tidak, rusak ataupun robek akan menyebabkan penurunan nilainya dan merusakkan kegunaan moneter dari uang tersebut.

6) Divisibility

Uang digunakan untuk memantapkan transaksi dari berbagai jumlah. Sehingga uang dari berbagai nominal (satuan/unit) harus dicetak untuk mencukupi/melancarkan transakasi jual-beli. Untuk menjamin dapat ditukarkannya uang satu dengan yang lainnya, semua jenis uang harus dijaga agar tetap nilainya.

c. Fungsi Uang

Dalam kepustakaan teori meneter uang dikenal mempunyai 4 fungsi, 2 diantaranya merupakan fungsi yang sangat mendasar sedangkan 2 lainnya adalah fungsi tambahan. Dua fungsi dasar tersebut adalah peranan uang sebagai :

1) Alat Tukar (Means Of Exchange)

(18)

Artinya, si penjual barang mau menerima uang sebagai pembayaran untuk barangnya karena ia percaya bahwa uang tersebut juga diterima oleh orang lain(masyarakat umum) sebagai alat pembayaran apabila ia nanti memerlukan untuk membeli suatu barang. Unsur kepercayaan ini penting sekali dan melandasi pemilihan “barang” apa yang bisa digunakan sebagai uang. Sekarang kebanyakan Negara menggunakan uang kertas, karena murah membuatnya dan mudah menyimpannya. Jadi kertas pun bisa berperan sebagai uang apabila orang percaya bahwa secarik kertas tersebut juga diterima oleh orang lain sebagai alat pembayaran (Boediono, 2005 :10).

2) Alat Penyimpan Nilai/Daya Beli (Store Of Value)

Fungsi dasar yang kedua dari uang, yaitu sebagai alat penyimpan daya beli (nilai), terkait dengan sifat manusia sebagai pengumpul kekayaan.

(19)

uang dan lebih suka memegang barang. Uang kehilangan fungsinya sebagai store of value. Sebaliknya dalam masa stabil atau masa deflasi (harga-harga turun) uang sangat dicari orang sebagai penyimpan kekayaan (Boediono, 2005 : 11).

Penyimpanan uang ini dimaksud untuk mempermudah transaksi di saat ini ataupun di masa yang akan datang. Kenapa uang yang disimpan?, karena uang dapat segera digunakan langsung untuk membeli barang-barang dan jasa atau karena uang mempunyai sifat yang liquid, mudah digunakan dalam transaksi atau dalam pembayaran cicilan utang (Iswardono, 1994 : 9). Dua fungsi lainnya adalah sebagai :

3) Satuan Hitung (Unit Of Account)

Salah satu fungsi uang secara umum adalah sebagai satuan hitung “ unit of account”. Satuan hitung dalam hal ini dimaksud sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan nilai dari barang-barang dan jasa yang dijual (beli), besarnya kekayaan serta menghitung besar-kecilnya kredit atau hutang atau dapat dikatakan sebagai alat yang digunakan dalam menentukan harga barang dan jasa. Seandainya tidak ada uang misalnya maka akan terjadi ketidakseragaman di dalam satuan hitung (Iswardono, 1994 : 6).

(20)

sebagai satuan hitung, sebenarnya pertukaran lewat uang masih bisa terjadi.

4) Ukuran Untuk Pembayaran Masa Depan

Sebagai ukuran pembayaran masa depan, uang terkait dengan transaksi pinjam-meminjam atau transaksi kredit, artinya barang sekarang dibayar nanti atau “uang sekarang” dibayar dengan “uang nanti”. Dalam hubungan ini, uang merupakan salah satu cara menghitung pembayaran masa depan tersebut (Boediono, 2005 : 13).

d. Motif Orang Memegang Uang

1) Motif Transaksi

(21)

2) Motif Berjaga-Jaga

Motif berjaga-jaga (precautionary motive), orang akan mendapat manfaat dari memegang uang untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga, karena sifat uang yang liquid, yaitu mudah ditukarkan dengan barang-barang lain. Menurut Keynes permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi pula oleh tingkat penghasilan orang tersebut, dan mungkin dipengaruhi pula oleh tingkat bunga (meskipun tidak kuat pengaruhnya).

3) Motif Spekulasi

Sesuai dengan namanya , motif dari memegang uang ini adalah terutama untuk tujuan memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh dari seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan benar.

(22)

spekulasi dari Keynes merupakan langkah “formalisasi” dari faktor-faktor ini ke dalam teori moneter.

Keynes tidak membicarakan faktor “uncertainly” dan “expectations” hanya secara umum, seperti teori Cambridge. Tetapi ia membatasi “uncertainly” dan “expectations” mengenai satu variable yaitu tingkat bunga. Pada garis besarnya teori Keynes membatasi pada keadaan dimana pemilik kekayaan bisa memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi (bond). Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan sedangkan obligasi dianggap memberikan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode. Dalam teori Keynes dibicarakan khusus obligasi yang memberikan suatu penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode selama waktu yang tak terbatas (perpetuity).

Secara umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

Dimana K adalah hasil per tahun yang diterima, R adalah tingkat bunga, dan P adalah harga pasar atau nilai sekarang dalam obligasi “perpetuity” tersebut. Persamaan tersebut bisa juga ditulis sebagai berikut :

Yang menunjukkan bahwa (karena K adalah konstan) harga pasar obligasi (P) berbanding terbalik dengan tingkat bunga R bila tingkat bunga turun, maka berarti harga pasar obligasi naik, dan

K = RP………(1)

(23)

sebaliknya bila tingkat bunga naik maka harga pasar obligasi turun, atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh seseorang atau masyarakat.

Karena, semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga semakin rendah maka semakin rendah pula ongkos memegang uang tunai dan semakin besar seseorang atau masyarakat untuk menyimpan uang tunai.

Permintaan total akan uang :

Bentuk yang sederhana dari fungsi permintaan (total) akan uang dari teori Keynes adalah:

Md/P = [ k Y + Ø (R, W) ]……….(1)

(24)

Md = [ k Y + Ø (R, W) ] P………..(2)

Dalam analisa jangka pendek W biasanya dianggap konstan sehingga fungsi (2) menjadi :

Md = [ k Y + Ø (R) ] P………(3)

dimana Ø (R) = Ø (R,W), dalam posisi equilibrium, supply uang (Ms), yang dianggap juga oleh Keynes sebagai variable yang ditentukan oleh pemerintah, sama dengan Md. Sehingga :

Ms = [ k Y + Ø (R) ] P………(4)

Teori permintaan uang Keynes mempunyai implikasi bahwa fungsi permintaan akan uang (Liquidity Preference) adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser dari waktu ke waktu. Hal ini karena Keynes menekankan faktor uncertainly dan expectation dalam menentukan posisi permintaan uang untuk tujuan spekulasi (Boediono, 2005 : 27).

e. Teori-teori Permintaan Uang

1) Teori Klasik

(25)

a) Irving Fisher

MVt = PT……….(1)

Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan uang yang diterima oleh penjual. Hal ini berlaku juga untuk seluruh perekonomian: didalam suatu periode tertentu nilai dari barang-barang atau jasa-jasa yang dibeli harus sama dengan nilai dari barang yang dijual. Nilai dari barang yang dijual sama dengan volume transaksi (T) dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut (P). Dilain pihak nilai dari barang yang ditransaksikan ini harus sama dengan volume uang yang ada dimasyarakat (M) dikalikan berapa kali rata-rata uang bertukar dari tangan satu ke tangan yang lain, atau rata “perputaran uang”, dalam periode tersebut (Vt). MVt = PT adalah suatu identitas, dan pada dirinnya bukan merupakan suatu teori moneter. Identitas ini bisa dikembangkan, seperti oleh Fisher, menjadi teori moneter sebagai berikut:

(26)

Md = 1/Vt PT……….(2)

Permintaan atau kebutuhan akan uang dari masyarakat adalah suatu proporsi tertentu 1/Vt dari nilai transaksi (PT). Persamaan 2, bersama dengan persamaan yang menunjukkan posisi equilibrium di sektor moneter .

Md = Ms……….(3)

Dimana Ms = supply uang beredar (yang dianggap ditentukan oleh pemerintah) menghasilkan

Ms = 1/Vt PT………..(4)

Persamaan (4) berbunyi: dalam jangka pendek tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan uang yang diedarkan oleh pemerintah. Dalam teori ini T ditentukan oleh tingkat output equilibrium masyarakat, yang untuk Fisher dan para ahli ekonomi Klasik, adalah selalu pada posisi “full employment” (Hukum Say atau Say’s Law). Vt atau transaction velocity of circulation, Fisher mengatakan bahwa permintaan akan uang timbul dari penggunaan uang dalam proses transaksi. Besar-kecilnya Vt ditentukan oleh sifat proses transaksi yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode (Boediono,2005 : 18).

b) Teori Cambridge (Marshall-Pigou)

(27)

melihat kebutuhan uang atau permintaan akan uang dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat tukar yang likuid untuk tujuan transaksi.

Perbedaan utama antara teori ini dengan Fisher, terletak pada tekanan dalam teori permintaan uang Cambridge pada perilaku individu dalam mengalokasikan kekayaannya antara berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya berbentuk uang. Perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung-rugi dari pemegang kekayaan dalam bentuk uang.

Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Teoritisi Cambridge mengatakan bahwa permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor kelembagaan (Fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan warga masyarakat, dan ramalan/harapan dari masyarakat mengenai masa mendatang.

(28)

Md = k PY………(1) dimana Y adalah pendapatan nasional riil.

Supply akan uang (Ms) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Dalam posisi keseimbangan maka :

Ms = Md………...(2) sehingga :

Ms = k PY………(3) atau :

P = 1/k Ms Y………....(4)

Jadi ceteris paribus tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan volume uang yang beredar. Tidak banyak berbeda dengan teori Fisher, kecuali tambahan ceteris paribus (yang berarti tingkat harga, pendapatan nasional riil, tingkat bunga dan harapan adalah konstan). Perbedaan ini cukup penting, karena teori Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti tingkat bunga dan expectation berubah, walaupun dalam jangka pendek. Dan kalau faktor-faktor berubah maka k juga berubah. Teori Cambridge mengatakan kalau tingkat bunga naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin mereka pegang, meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap.

(29)

penurunan surat berharga atau obligasi) maka orang akan cenderung untuk mengurangi jumlah surat berharga yang dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai yang mereka pegang, dan ini pun bisa mempengaruhi “k” dalam jangka pendek (Boediono, 2005: 23).

c) Teori Keynes

Meskipun bisa dikatakan bahwa teori uang Keynes adalah teori yang bersumber dari teori Cambridge, tetapi Keynes mengemukakan sesuatu yang berbeda dengan teori moneter tradisi klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini terletak pada penekanan pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store of value dan bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian dikenal dengan nama teori Liquidity Preference.

2) Teori Kuantitas Modern (Friedman)

Friedman tidak bertitik tolak dari pembahasan yang mendalam mengenai motif-motif memegang uang. Secara umum dianggap bahwa orang mau memegang uang karena uang adalah salah satu bentuk aktiva (asset) yang memberikan manfaat karena merupakan sumber daya beli yang liquid (readily available source of purchasing power).

(30)

manfaat (penghasilan dalam bentuk uang ataupun dalam bentuk in natura ataupun “utility”), selera dan jumlah kekayaannya.

Pengertian “kekayaan” dari Friedman mempunyai ciri khas, yaitu bahwa yang dimasukkan dalam definisi “kekayaan” tidak hanya aktiva-aktiva yang berbentuk uang atau bisa diubah (dijual) menjadi uang, tetapi juga nilai (tepatnya,”nilai sekarang” atau “present value”) dari aliran aliran penghasilan di tahun-tahun mendatang dari tenega kerjanya. Friedman berpendapat bahwa “kekayaan” tidak lain adalah nilai sekarang dari aliran-aliran penghasilan yang diharapkan dari aktiva - aktiva yang dipegang. Konsep “kekayaan” dari Friedman ini merupakan suatu inovasi dalam teori ekonomi mengenai capital, dan sekaligus merupakan jembatan antara teori permintaan biasa (untuk barang dan jasa) dengan teori capital.

(31)

jumlah uang yang ia pegang dan menggantinya dengan aktiva-aktiva lain berupa obligasi, surat-surat berharga lainnya ataupun aktiva fisik seperti mobil, rumah, mesin dan sebagainya, maka orang tersebut akan memperoleh manfaat total yang lebih besar.

Jadi, menurut pandangan Friedman permintaan uang ditentukan oleh faktor seperti berikut : tingkat harga, suku bunga obligasi, suku bunga “equities”, modal fisik dan kekayaan mengenai peranan harga dalam menentukan permintaan uang, Friedman berpendapat dikarenakan memegang uang adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Cara-cara yang lain adalah menyimpan uang dalam bentuk harta keuangan (financial asset) seperti obligasi, deposito dan saham, menyimpan dalam bentuk harta tetap (tanah dan rumah) dan kekayaan manusiawi (Boediono, 2005 : 63).

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang seperti diatas, teori permintaan yang didasarkan pada teori kuantitas modern yang dikembangkan oleh Friedman dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

Dimana Md adalah permintaan uang nominal, P adalah tingkat harga, r adalah tingkat suku bunga, rFC adalah tingkat pengembalian modal fisik dan Y adalah pendapatan dan kekayaan.

Md = f (P, r, rFC)

(32)

Apabila dipertimbangkan pula pandangan Friedman mengenai permintaan uang riil, maka persamaan permintaan uang dinyatakan

Dimana Md/P adalah permintaan uang riil, ΔP adalah tingkat kenaikan harga, r adalah tingkat bunga dan Y* adalah nilai pendapatan dan kekayaan riil.

Model permintaan uang riil diatas masih dalam bentuk umum, secara spesifik, bentuk fungsi diatas masih sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti perkembangan institusi keuangan dan kelembagaan lainnya yang terkait didalam perekonomian dan juga oleh kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah (Sidiq, 2005 : 33).

3. Produk Domestik Bruto (PDB)

a. Definisi Produk Domestik Bruto (PDB)

Pendapatan dalam penelitian ini di definisikan sebagai produk domestik bruto (PDB). Di negara-negara berkembang, konsep produk domestik bruto adalah konsep yang paling penting jika dibandingkan dengan konsep pendapatan nasional lainya. Produk domestik bruto adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa di dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asingdalam satu tahun tertentu (Sukirno, 1999: 33).

b. Konsep Produk Domestik Bruto (PDB)

(33)

dapat menghitung kenaikan tersebut daritahun ke tahun barang dan jasa yang dihasilkan haruslah dihitung pada harga yang tetap, yaitu harga barang dan jasa yang berlaku pada satu tahun tertentu yang seterusnya digunakanuntuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun yang lain. Nilai yang didapat dari perhitungan dengan cara ini disebut produk domestik bruto harga konstan. Produk domestik bruto menurut harga konstan ini lebih mencerminkan pertumbuhan uotput atau produksi yang sesungguhnya terjadi (Wijaya, 1990: 16).

Teori yang digunakan yang terkait dengan variabel produk domestik bruto ini adalah teori ini kuatitas dari marshall yang memperhatikan hubungan antara jumlah uang beredar dengan pendapatan.

Rumus marshall adalah:

Ket:

M : Jumlah uang beredar

K : Koefisien yang mengukur keseimbangan antara kedua sisi persamaa

Y : Pendapatan

Dalam perumusan marshall ini terlihat bahwa perubahan jumlah uang beredar atau perubahan permintaan terhadap uang untuk disimpan dalam bentuk liquiditas telah membawa pengaruh utama yang terhadap pendapatan untuk kemudian terhadap warga.

(34)

c. Pengaruh Produk Domestik Bruto Terhadap Jumlah Uang

Beredar

Produk Domestik Bruto merupakan ukuran tingkat kegiatan ekonomi suatu negara, namun demikian Produk domestik bruto bukanlah merupakan indeks atau pengukur kesejahteraan yang memuaskan, meskipun demikian perlu memasukan variabel pendapatan dalam analisis jumlah uang beredar, karena memiliki prinsip dasar yang sama yaitu tindakan memilih dari individu sebagai pemilik kekayaan. Masyarakat yang pendapatanya tinggi akan mendorong bank-bank umum untuk meningkatkan pemberian jaminan kredit pinjaman kepada masyarakat, sehingga jumlah uang beredar meningkat.

Dalam jangka panjang Produk Domestik Bruto dapat mempengaruhi jumlah uang beredar untuk dapat menghitung kenaikan tersebut dari tahun ke tahun, barang dan jasa yang dihasilkan haruslah dihitung pada harga yang tetap, yaitu harga barang barang yang brelaku pada satu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun ke tahun berikutnya.

(35)

nasional adalah istilah yang menerapkan tentang nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan sesuatu negara dalam suatu tahun tertentu (Sukirno, 2004 : 17)

Implikasi dari teori Fisher bahwa jumlah uang beredar didalam masyarakat merupakan suatu proporsi tertentu dari volume transaksi, dan volume transaksi merupakan suatu proporsi konstan pula dari tingkat output masyarakat (pendapatan nasional). Jadi jumlah uang pada analisa akhir ditentukan oleh tingkat pendapatan nasional saja (Boediono, 2005 : 20).

4. Kurs

a. Definisi Kurs

Nilai tukar mata uang atau yang disebut kurs adalah harga satu unit mata uang asing dalam bentuk mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing (Simorangkir dan Suseno, 2004: 4),

(36)

b. Teori Kurs

1) Pendekatan Perdagangan atau Pendekatan Elastisitas Terhadap Pembentukan kurs

Teori kurs ini merupakan teori kurs tradisional yang berdasarkan pada kajian terhadap arus pertukaran barang dan jasa antar negara. Teori ini melihat bahwa nilai tukar atau kurs antara dua mata uang dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya perdagangan barang dan jasa yang berlangsung di antara kedua negara tersebut.

(37)

Karena kecepatan proses penyesuaian tersebut ditentukan oleh seberapa responsive atau elastis impor dan ekspor terhadap perubahan-perubahan harga, maka pendekatan ini disebut juga pendekatan elastis. Pendekatan ini menekankan pentingnya peran perdagangan atau arus pertukaran barang dan jasa dalam pembentukan kurs.

2) Teori Persamaan Daya Beli terhadap Pembentukan Kurs

Teori persamaan daya beli atau The Theory of Purchasing Power Parity pertama kali ditemukan oleh david Ricardo pada tahun 1817 dan belakangan dikembangkan oleh Gustav Cassel sekitar tahun 1916.

Teori ini berdasarkan logika bahwa mata uang dalam standar kertas tidak mempunyai nilai intrinsic atau tidak didukung dan dikaitkan nilianya dengan suatu komoditi tertentu yang dijadikan standar sehingga nilai uang tersebut di dalam negeri ditentukna oleh kemampuan daya belinya. Secara Internasional kurs valuta mata uang antar negara ditentukan oleh perbandingan tenaga belinya masing-masing atau oleh tenaga beli relatifnya. Karena itu kurs valuta harus mencerminkan perbedaan tingkat harga di masing-masing negara (Wijaya, 1990 : 41).

(38)

jenis uang tersebut tetap seimbang. Jika permintaan uang suatu negara lebih kuat dari negara lain maka akan menguatkan nilai uang negara tersebut dan nilai uang negara lain akan menjadi lemah.

3) Pendekatan Moneter terhadap Pembentukan Kurs

Pendekatan ini menyatakan bahwa kurs tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stok atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing-masing negara. Penawaran uang di asumsikan dapat ditetapkan atau diciptakan secara independen oleh otoritas moneter di negara yang bersangkutan. Namun sebaliknya, permintaan uang sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan riiil oleh negara tersebut, atau tingkat harga-harga umum yang berlaku serta suku bunga (Salvatore, 1997 : 46).

Peningkatan penawaran uang yang kemudian mengakibatkan penurunan suku bunga riil dapat mempengaruhi situasi di pasar-pasar finansial dan besaran kurs secara seketika. Bila tingkat penawaran naik, maka akan menyebabkan arus modal keluar bertambah karena adanya selisih bunga di negara itu dan negara lainnya. Dan pada akhirnya hal ini akan mengakibatkan depresi mata uang negara tersebut.

4) Pendekatan Keseimbangan Portofolio terhadap Pembentukan Kurs

(39)

asumsinya yang menyatakan bahwa uang hanyalah salah satu dari sekian banyak jenis aset finansial. Dalam pendekatan ini ditekankan bahwa kurs sesungguhnya terbentuk dalam proses penyamaan dan penyeimbangan stok atau total permintaan atau penawaran aset-aset finansial.

Kemudian dirumuskan bahwa kenaikan penawaran uang di negara tersebut akan mendorong terjadinya kemerosotan suku bunga di negara tersebut, sehingga membuat investor menukarkan obligasi domestiknya menjadi mata uang domestik dan obligasi luar negeri. Pembelian besar-besaran atas obligasi luar negeri akan menimbulkan depresiasi mata uang domestik. Depresiasi selanjutnya akan daapt merangsang ekspor negara domestik dan menurunkan impornya, sehingga akan membuat surplus perdagangan bagi negara tersebut yang disusul dengan apresiasi mata uangnya.

c. Pengaruh Kurs terhadap Jumlah Uang beredar

(40)

Dengan demikian adalah nilai dollar AS terapresiasi berarti kurs dollar AS terhadap rupiah meningkat, masyarakat cenderung akan memilih memegang dollar AS dan menabung atau mendepositokan uangnya dalam bentuk valuta asing, dimana rekening dan deposito dalam valuta asing ini merupakan komponen uang kuasi, sehingga uang kuasi akan meningkat, yang berarti jumlah uang beredar pun akan meningkat.

5. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia

a. Definisi Sertifikat Bank Indonesia

Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang berjangka pendek dengan menggunakan sistem diskonto (Sugiono, 2003 : 30). Penerbitan SBI oleh Bank Indonesia mempunyai tujuan kontraksi yaitu apabila tingkat suku bunga atas diskonto SBI dinaikkan dan kemudian diharapkan para pemilik dana akan membeli SBI sehingga aliran dana mengalir ke dalam negeri.

(41)

Operasi yang dilakukan oleh Bank Sentral ( Bank Indonesia ) adalah dengan menjual SBI sebagai sarana mengurangi jumlah uang beredar lewat mekanisme sistem perbankan. Suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap jumlah uang beredar. Apabila suku bunga meningkat, maka junlah uang beredar akan menurun, dan sebaliknya.

b. Mekanisme Penerbitan dan Penjualan SBI

SBI dilakukan oleh BI dapat melalui lelang maupun non lelang. SBI dapat dimiliki oleh perbankan atau pihak lain yang ditetapkan oleh BI melalui pembelian SBI pasar perdana. SBI langsung dapat diperdagangkan di pasar sekunder dan digunakan sebagai agunan. Sehingga pembelian SBI oleh perusahaan atau masyarakat tidak dapat dilakukan secara langsung dengan BI, tetapi harus melalui Bank Umum atau pialang pasar uang dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh BI.

Gambar 2.1 Skema Mekanisme Pembelian SBI Sumber: Bank Indonesia

Perusahaan / M asyarakat

Pialang Pasar M odal / Uang

BANK INDONESIA

(42)

Penerbitan SBI mempunyai dasar hukum dari surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 31/67/KEP/dir tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah.

c. Prinsip Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

1) SBI diterbitkan melalui mekanisme lelang dan non-lelang kepada lembaga keuangan yang ditetapkan oleh BI.

2) SBI ditransaksikan dimana pihak penjual SBI berkewajiban untuk membeli kembali SBI yang diperdagangkan sesuai dengan harga dan jangka waktu yang ditetapkan oleh BI.

3) SBI dapat dibeli melalui pasar dana atau pada saat diterbitkan hanya oleh bank umum dan lembaga non-bank yang ditetapkan oleh BI.

4) SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder secara Repo atau pembelian/penjualan lepas, yaitu tanpa kewajiban menjual membeli kembali.

(43)

Gambar 2.2 Mekanisme Operasi Pasar Terbuka dalam Mengendalikan JUB

Sumber: Bank Indonesia.

Operasi pasar terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara yaitu:

a) Melalui Lelang SBI

Besarnya lelang SBI (mingguan) dimaksudkan untuk mencapai besarnya target uang inti yang ditetapkan. Untuk itu, tiap minggu Bank Indonesia akan memperkirakan perkembangan uang inti dan dengan membandingkan target uyang ditetapkan, menentukan besarnya kelebihan likuiditas pasar uang yang harus diserap.

Hal ini dilakukan untuk menghitung berapa SBI yang jatuh tempo, berapa ekspansi/kontraksi dari sisi fiscal (rekening

(44)

pemerintah di bank Indonesia), mutasi cadangan devisa, serta bagaimana kondisi likuiditas di pasar uang.

b) Melalui Penggunaan FASBI di Pasar Uang Rupiah

Selain lelang SBI mingguan (yaitu tiap hari rabu), Bank Indonesia juga melakukan kegiatan secara langsung di pasar uang rupiah melalui Fasilitas Bank Indonesia (Fasbi). Hal ini dilakukan secara harian, terutama apabila terjadi perkembangan di luar perhitungan yang dapat menyebabkan tidak tercapainya target uang inti melalui lelang SBI.

Caranya antara lain dapat dilakukan dengan secara langsung menawarkan kepada bank-bank untuk menanamkan kelebihan likuiditasnya di bank Indonesia (berjangka waktu overnight hingga satu minggu) atau dengan cara membeli kembali SBI secara repurchase agreement (repo) di pasar uang antar bank. c) Melalui Sterilisasi/Intervensi Di Pasar Valuta Asing

Terutama dilakukan apabila Pemerintah akan membiayai kegiatan suatu proyek membutuhkan rupiah dengan cara menggunakan dana valuta asingnya yang disimpan sebagai cadangan devisa Bank Indonesia.

(45)

Intervensi di pasar valuta asing dapat pula dilakukan Bank Indonesia pada waktu sedang terjadi gejolak nilai tukar rupiah di pasar valuta asing.

d. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Uang

Beredar

Sertifikat Bank Indonesia adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk kebijakan Operasi Pasar Terbuka dari Bank Sentral (BI). Pembelian SBI ini dilakukan melalui mekanisme sistem perbankan, yaitu penempatan atau pencairan kembali dana–dana perbankan dan dana BUMN maupun perusahaan milik negara. Hasil yang diterima dari penempatan dana dalam bentuk SBI dinyatakan sebagai tingkat suku bunga SBI.

Operasi yang dilakukan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) adalah dengan menjual SBI sebagai sarana mengurangi jumlah uang beredar lewat mekanisme sistem perbankan. Suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap jumlah uang beredar. Apabila suku bunga meningkat, maka junlah uang beredar akan menurun, dan sebaliknya. Proses ini bekerja dari pengertian tingkat bunga dalam asumsi klasik, yang menganggap bahwa uang adalah produktif dan bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi.

(46)

maka masyarakat tidak tertarik untuk menabung sehingga jumlah uang yang beredar bertambah.

B. Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian tentang jumlah uang beredar di Indonesia:

Ahmad Daerobi (1989) menganalisis permintaan dan penawaran uang di Indonesia untuk periode 1983-1997. Alat analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil. Penelitian ini menggunakan tingkat bunga, uang inti, dan jumlah pengeluaran riil pemerintah sebagai variabel independen yang mempengaruhi penawaran uang di Indonesia. Dari penelitian ini di peroleh kesimpulan bahwa penawaran uang secara agregat dipengaruhi oleh tingkat tingkat bunga, uang inti dan pengeluaran pemerintah. Namun secara indivudual, hanya variabel pengeluaran pemerintah yang berpengaruh secara signifikan. Adapun pengaruh variabel pengeluaran pemerintah sangat elastis. Sementara tingkat bunga dan uang inti pengaruhnya relatif rendah. Hasil analisis, baik dengan OLS maupun TSLS tidak jauh berbeda. Hal ini terjadi karena nilai estimasi tingkat bunga hampir sama dengan nilai yang ditaksir. Meskipun demikian, metode TSLS memberikan parameter-parameter yang lebuh baik daripada metode OLS, baik di lihat dari uji F, uji t, elastisitas dan koefisien determinasi (Daerobi,2000).

(47)
(48)

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Jumlah uang beredar tidak hanya dipengaruhi oleh pemerintah/bank sentral saja, tetapi juga dipengaruhi oleh sektor swasta (lembaga perbankan dan masyarakat). Bank Sentral mempengaruhi jumlah uang beredar pada penempatan suku bunga SBI. dan Kurs sementara itu, masyarakat mempengaruhi jumlah uang beredar melalui PDB. Hubungan dengan luar negeri sebagai faktor eksternal akan menimbulkan adanya pertukaran mata uang dengan patongan mata uang internasional yang kemudian menimbulkan kurs atau perbandingan nilai mata uang.

Produk Domestik Bruto berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar. Masyarakat yang kaya atau mempunyai pendapatan yang tinggi akan cenderung untuk lebih banyak menggunakan jasa perbankan. Hal ini akan mendorong bank–bank umum untuk meningkatkan pemberian jaminan kredit pinjaman kepada masyarakat, sehingga jumlah uang beredar akan meningkat

Suku bunga SBI mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah uang beredar. Apabila suku bunga naik, maka jumlah uang beredar akan menurun,

Sertifikat Bank Indonesia

Kurs Produk Domestik Bruto

(49)

dan sebaliknya. Ketika suku bunga tinggi, maka masyarakat akan menyimpan dananya dalam bentuk tabungan sehingga jumlah uang beredar akan turun, dan sebaliknya, ketika suku bunga rendah, maka masyarakat tidak tertarik untuk menabung sehingga jumlah uang yang beredar bertambah.

Kurs memiliki pengaruh yang positif terhadap jumlah uang beredar. Dengan demikian apabila nilai dollar AS terspresiasi berarti kurs dollar AS terhadap rupiah meningkat, masyarakat cenderung akan memilih memegang dollar AS dan menabung atau mendepositokan uangnya dalam bentuk valuta asing, dimana rekening dan deposito dalam valuta asing ini merupakan komponen uang kuasi, sehingga uang kuasi akan meningkat, yang berarti jumlah uang beredar pun meningkat.

D. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam melakukan penelitian ini antara lain :

1. Diduga PDB berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap jumlah uang beredar di Indonesia sesudah dan sebelum krisis.

2. Diduga tingkat suku bunga akan berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap jumlah uang beredar di Indonesia sebelum dan sesudah krisis.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan obyek yang karakteristiknya hendak diduga (Djarwanto, 1996). Populasi dalam penelitian ini adalah Jumlah Uang Beredar, Produk Domestik Bruto (PDB), Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Kurs (kurs Rupiah terhadap Dollar AS).

Sampel adalah bagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki (Djarwanto, 1996). Sampel diambil secara tahunan untuk periode tahun 1985 sampai dengan Desember 2005, yaitu sebanyak 20 data tahunan Pemilihan periode tersebut untuk mewakili kondisi terbaru, agar hasil penelitian ini diharapkan akan tetap akurat.

B. Jenis Data dan Sumber Data

1. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data kuantitatif yaitu data time series (runtut waktu) I tahun 1985 sampai dengan tahun 2005.

2. Sumber Data

(51)

C. Definisi Operasional Data

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Jumlah Uang Beredar (Y)

Jumlah uang beredar merupakan seluruh uang kartal, uang giral ditambah dengan uang kuasi yang tersedia untuk digunakan oleh masyarakat. Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) dinyatakan dalam satuan rupiah

2. Produk Domestik Bruto (X1)

Produk Domestik Bruto adalah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu, dihitung dengan harga konstan atas dasar tahun 2000. PDB riil dinyatakan dalam satuan rupiah.

3. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (X2)

Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka pendek dengan menggunakan sistem diskonto yang dinyatakan dalam satuan persen, (Sugiono, 2003: 30).

4. Kurs (X3)

(52)

D. Teknik Analisis Data

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model analisis time series (runtut waktu), variabel utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Jumlah Uang Beredar sebagai variadel dependen, sedangkan variabel independennya meliputi Produk Domestik Bruto, Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia, dan Kurs.

Salah satu persyaratan penting untuk mengaplikasikan model runtut waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal/stabil/stasioner. Arti stasioner adalah apabila suatu data runtut waktu memiliki rata-rata dan memiliki kecenderungan bergerak menuju rata-rata (Kennedy, 2000:274 dalam Mudrajad Kuncoro, 2004:170). Sebaliknya bagi data yang tidak stasioner, varians menjadi besar bila jumlah data runtut waktu diperluas, tidak sering melewati sumbu horizontal, dan autokorelasinya cenderung tidak menurun. Dalam penelitian ini digunakan analisis regresi untuk membangun persamaan atau hubungan antar variabel, dimana hubungan tersebut dapat mempunyai hubungan yang pasti atau determinasi dan hubungan yang tidak pasti atau stokastik.

(53)

Dengan menggunakan analisis regresi dapat diprediksi pengaruh satu variabel lainnya, dimana sifat pengaruh antar variabel mempunyai sifat hubungan sebab akibat (hubungan kausalitas) baik yang didasarkan teori, hasil penelitian sebelumnya ataupun didasarkan pada penjelasan logis tertentu. Penentuan persamaan linier dengan menggunakan metode garis lurus akan menghasilkan persamaan yang baik, jika semua titik yang mencerminkan pasangan data berada disekitar garis lurus tersebut, namun apabila titik-titik pasangan data tersebar satu sama lain, maka persamaan yang baik adalah persamaan linier yang kurvanya mempunyai kesalahan yang minimum. Bentuk analisis regresi yang dapat mencerminkan persamaan linier dengan kurva yang mempunyai kesalahan minimum adalah dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square). Dalam analisis ini, nilai-nilai variabel bebas ditentukan oleh variabrel penjelas dengan sifat korelasi yang negatif atau positif.

2. Uji Statistik

a. Uji t (t - test)

Uji t adalah uji untuk mengetahui besarnya pengaruh dari koefisien regresi (two tail) masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

(54)

Dimana:

i

= koefisien regresi

 

i

Se = standar error koefisien regresi Kriteria pengujian:

1) Jika t > t(α/2;n-k) atau –t < -t(α/2;n-k), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

2) Jika -t(α/2;n-k) ≤ t ≤ t(α/2;n-k) , maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

Dimana:

= derajat signifikasi

n = jumlah sample (observasi) k = banyaknya parameter

daerah tolak daerah terima daerah tolak

-t/2(n-k) t/2(n-k) Gambar 3.1 Kurva distribusi t

Cara lain untuk menguji signifikan atau tidaknya koefisien regresi adalah dengan melihat nilai probabiltasnya (nilai prob-nya)

(55)

b. Uji F (uji secara bersama-sama)

Yaitu uji mengetahui besarnya pengaruh variabel-variabel independen secara bersama-sama. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

1) Jika nilai F hitung < F tabel, Ho diterima dan Ha ditolak.

(56)

2) Jika nilai F hitung > F tabel, Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel independen secara serentak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji ini bertujuan mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2 adjusted) antara nol dan satu. Koefisien determinasi nol berarti variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen, bila mendekati satu variabel independen semakin berpengaruh terhadap variabel dependen. Adapun rumus R2 adalah sebagai berikut:

R2 = koefisien determinasi N = jumlah observasi k = jumlah variabel

3. Analisis Ekonometrika

a) Uji Multikoliniearitas

Multikoliniearitas adalah suatu keadaan dimana terdapat hubungan yang liniear atau mendekati linier diantara variabel-variabel

1

rxi,2xj  , adalah koefisien yang diestimasi tidak dapat ditentukan dan

(57)

nilai koefisien korelasi setiap variabel penjelas (rxi,2xj), dengan nilai koefisien determinasi

R2xi,xj...xn

. Apabila nilai

 

r2xi,xj lebih kecil

daripada nilai (R2y,xi,xj,…xn), maka tidak terdapat masalah multikolinieritas di dalam model.

b) Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi karena varians yang ditimbulkan oleh variabel penganggu tidak konstan untuk semua variabel penjelas. Akibat dari adanya heteroskedastisitas ini antara lain uji signifikansi (uji t dan uji F) menjadi tidak tepat dan koefisien regresi menjadi tidak mempunyai varians yang minimum walaupun penaksir tersebut tidak bias dan konsisten.

Salah satu cara untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas adalah dengan melakukan Uji gletser. Uji ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah dengan melakukan regresi sebagai berikut:

Sehingga diperoleh residual ei sebagai estimasi ui. Tahap kedua adalah meregresi nilai mutlak residual, yaitu ei terhadap

masing-masing variabel penjelas. Dalam bentuk fungsional sebagai berikut:

i

(58)

Ho = Tidak terdapat heteroskedastisitas Ha = Terdapat heteroskedastisitas

Bila nilai t hitung < t tabel pada taraf signifikansi tertentu dan df=N-k, maka Ho diterima, yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara residual dengan variabel penjelasnya, atau dengan kata lain tidak terdapat masalah heteroskedastisitas di dalam model.

c) Uji Autokorelasi

Suatu model dikatakan terdapat autokorelasi apabila terjadi korelasi serial diantara error term variabel penggangu serangkaian observasi. Pengujian diperlukan untuk mengetahui apakah model analisis mengandung autokorelasi atau tidak. Untuk pengujian ini terlebih dahulu ditentukan nilai kritis dl (lower limit) dan du (upper limit) berdasarkan jumlah observasi dan banyaknya variabel penjelas.

Untuk menguji adanya autokorelasi dari hasil estimasi, mekanisme Durbin-watson adalah sebagai berikut (Gujarati, 1997:213).

Hipotesis Ho adalah bahwa tidak terdapat autokorelasi positif maupun negatif, maka jika:

(59)

0 dL dU 4 –dU 4 –dL 4 dL

Gambar 3.3 Durbin –Watson Test

Dari hasil estimasi diperoleh nilai d (DW) hitung. Kemudian dengan besarnya d tabel dengan tingkat signifikansi 5% (N, k-1) dimana N = jumlah observasi, dan k = jumlah variabel akan diperoleh nilai dI dan dU. Apabila dU < d < 4 – dU, maka Ho diterima, yang menunjukkan bahwa dalam model analisis tidak terdapat autokorelasi baik positif maupun negatif.

Jika hasil uji autokorelasi dengan Durbin Watson tidak baik maka dapat digunakan B-G Test, yakni berupa regresi atas semua variabel bebas dalam persamaan regresi OLS tersebut dan variabel lag t dari nilai residual regresi OLS

Dari model tersebut akan didapat nilai R2 , kemudian nilai ini dimasukkan dalam rumus sebagai berikut :

 

n-1R2, dimana n adalah

jumlah observasi, kemudian dilakukan pengujian dengan hipotesa sebagai berikut:

Autokorelasi Positif

Ragu-Ragu

Tidak ada

aut okorelasi

Ragu-Ragu

Autokorelasi

(60)

0 :

Ho  berarti tidak ada masalah autokorelasi 0

:

Ho  berarti ada masalah autokorelasi

(61)

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

A. Deskripsi Data Penelitian

Semua data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data runtut waktu (time series), dimana data yang dikumpulkan dalam kurun waktu tertentu dari suatu sample. Dalam penelitiaan ini data yang digunakan adalah data pada tahun 1985 – 2005.

B. Analisis Regresi Linier Berganda

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model analisis time series (runtut waktu), variabel utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Jumlah Uang Beredar sebagai variadel dependen, sedangkan variabel independennya meliputi Produk Domestik Bruto, Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia, dan Kurs.

Tabel 4.1 Hasil Analisis Regresi Berganda

Dependent Variable: M2 Method: Least Squares Date: 08/07/09 Time: 00:09 Sample: 1985 2005

Included observations: 21

(62)

Estimation Command: ===================== LS M2 C PDB BUNGA KURS

Estimation Equation: =====================

M2 = C(1) + C(2)*PDB + C(3)*BUNGA + C(4)*KURS

Substituted Coefficients: =====================

M2 = -258307.7161 + 0.1685564691*PDB - 9467.845658*BUNGA + 108.8397805*KURS

Jika X1 dan X2 sama dengan nol maka besarnya Y sama dengan konstantanya yaitu sebesar -258307.7161. Jika X1 meningkat 1 satuan maka Y juga akan meningkat 1 satuan dan jika X1 turun 1 satuan maka Y juga akan menurun 1satuan (hubungannya positif). Begitu juga dengan X2, jika X2 meningkat 1 satuan maka Y juga akan meningkat 2 satuan dan jika X2 turun 1 satuan maka Y juga akan turun 2satuan.

C. Uji Statistik

1) Uji t

Yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengaruh dari masing-nasing variabel bebas secara individu atau secara terpisah terhadap variabel terkait dengan langkah-langkah sebagai berikut;

a) : 0,05 / 2 : 025 b) Perhitungan uji t :

Nilai t tabel :

2

(63)

c) Daerah penguji Gambar 4.1 Daerah Terima Dan Tolak Uji t

Tabel 4.2 Hasil Uji t

Variabel thitung ttabel prob keterangan PDB

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa :

a) Untuk PDB = 1.226 < 2,110, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel PDB tidak mempengaruhi variabel M2 secara signifikan.

b) Untuk BUNGA = -1.844 < 2,110, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel BUNGA tidak mempengaruhi variabel M2 secara signifikan

c) Untuk KURS = 15.122 > 2,110, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel KURS mempengaruhi variabel M2 secara signifikan.

2) Uji F

(64)

a) : 0,05 df : 17

b) Perhitungan uji F Ftabel : 3,20 Fhitung : 83.704

c) Daerah pengujian Ha

Ho diterima ditolak

3,20 83.704 Gambar 4.2 Daerah Terima Dan Tolak (uji F)

Tabel 4.3 Hasil Uji F

Variabel Fhitung Ftabel Prob Keterangan

PDB, BUNGA, KURS

83,704 3,20 0.000000 Signifikan

Sumber : Data Diolah

(65)

3) Nilai R2

Nilai R2= 0.93 %, artinya 93 % variasi variabel M2 dapat dijelaskan oleh variasi variabel PDB, BUNGA dan KURS. Sedangkan sisanya 7 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

D. Analisis Ekonomatrika

1) Uji Multikolineritas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan diantara variabel bebas. Deteksi adanya multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel independent. Pengujian yang dilakukan adalah menggunakan metode Klein, yaitu dengan membandingkan nilai r2 dengan nilai

Adjuted

R2 yang diperoleh darihasil pengujian korelasi.

(66)

2) Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat ( Ui

2

)dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian variabel bebas. Dapatkan nilai R

2

untuk menghitung

χ2, di mana χ2 = Obs*R square (Gujarati, 1995, hal.379). Untuk mengetahui ada atau tidaknya heterokedasitisitas digunakan white heterokedasiticity baik dengan menggunakan cross term maupun no cross term yang hasilnya dapat dilihat pada tampilan di bawah ini.

Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Included observations: 20 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 8.09E+09 3.15E+09 2.566044 0.0194 Durbin-Watson stat 1.860767 Prob(F-statistic) 0.320431

`Sumber : Hasil pengolahan komputer, Eviews

(67)

Obs*R2lebih kecil dari pada χ2 . Hal ini menunjukan bahwa pada model

ini tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

3) Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Jika terjadi korelasi antara satu residual dengan residual yang lain, maka model mengandung masalah autokorelasi untuk menguji adanya pengaruh autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan metode Durbin-Watson.

Berdasarkan hasil regresi pada tabel diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,22. Pada tabel statistik dengan menggunakan = 5 % dan N = 21 diperoleh nilai dl = 1,03, du = 1,67, 4-du= 2,33, 4- dl = 2,97 digambarkan sebai berikut :

1,03 1,67 2,33 2,97 Gambar 4.3 Statistik Durbin-Watson (autokorelasi)

Nilai Durbin Watson sebesar 1,22 terlatak pada sebelah kiri duhal ini berarti hasil pengujian meninjikan ragu-ragu.

Autokorelasi Positif

Ragu-Ragu

Tidak ada

aut okorelasi

Ragu-Ragu

Autokorelasi

(68)

Namun juga untuk mengetahui terdapat autokorelasi atau tidak, dapat juga dihitung dengan B-G Test, yaitu jika nilai probabilitas variabel independen lebih besar dari =5 % maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi tidak ditolak. Berarti model empirik lolos dari masalah autokorelasi (Siti Aisyah Tri Rahayu, Modul

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -11717.19 192176.3 -0.060971 0.9521 Durbin-Watson stat 1.737890 Prob(F-statistic) 0.676239

Sumber : Hasil pengolahan komputer, Eviews

(69)

E. Interpretasi Ekonomi

1) Pengaruh Produk Domestik Bruto Terhadap Jumlah Uang Beredar

Pada variabel pertama menjelaskan bahwa Produk Domestik Bruto sebesar 0.168556. Hal ini berarti tanda parameter untuk Produk Domestik Bruto adalah negatif serta tidak signifikan dan tidak berpengaruh terhadap jumlah uang beredar M2. Produk Domestik Bruto yang signifikan dengan probabilitas 0.236dikarenakan pendapatan nasional mempengaruhi tingkat transaksi di masyarakat. Permintaan uang di suatu masyarakat merupakan proporsi tertentu dari volume transaksi dan volume transaksi merupakan suatu proporsi konstan dari tingkat pendapatan nasional. Ini berarti jika PDB naik 1 milyar rupiah maka jumlah uang beredar M2 akan naik sebesar 0.168556 milyar rupiah.

Hasil dari Produk Domestik Bruto riil dalam penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Keynes tentang motif memegang uang yaitu pada motif transaksi dan berjaga-jaga yang ditentukan oleh tingkat pendapatan, pada saat pendapatan tinggi lebih banyak uang yang diminta untuk motif transaksi dan berjaga-jaga, maka pada saat pendapatan naik akan menyebabkan permintaan uang mengalami peningkatan.

2) Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Jumlah Uang Beredar

Gambar

Gambar 2.1  Skema Mekanisme Pembelian SBI
Gambar 2.2 Mekanisme Operasi Pasar Terbuka dalam
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 3.2 Kurva distribusi F
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Penyedia dapat meminta penjelasan kepada Pejabat Pengadaan sebelum batas ahkir pemasukan penawaran pada jam kerja ( 08.00 – 15.00 WIB ) - Seluruh komponen RS Paru

Conclusion: There was a decrease in haemoglobin, leukosit, eritrocyte, and thrombocyte level after 1 cycle chemoradiotherapy Terjadi penurunan kadar Hb, leukosit,

Sedangkan beberapa saran yang diberikan adalah sebagai berikut: peninjauan kembali atas pemisahan tanggung jawab dari setiap divisi dalam perusahaan untuk mencegah penyalahgunaan

Oleh karena itu kepada Seluruh penyedia diharapkan dapat menekan harga serendah-rendahnya dengan menghilangkan pos-pos anggaran yang tidak diperlukan. Penawaran paling lambat

Untuk melihat perubahan gambaran darah tepi sebelum dan sesudah pemberian kemoradioterapi pada penderita karsinoma nasofaring guna untuk menunjang pengambilan

hukum atas perlakuan masyarakat. Misalnya ketika dicaci dan dimaki oleh pendemo saat melakukan pengamanan demonstrasi, dan lain sebagainya. Di lain pihak, polisi

Aplikasi Game ini dinamakan Game Asah Otak yang meliputi Game Tebak Kata, Game Susun Angka, Game Tic Tac Toe, Game Ular Tangga, Game Pasangan Gambar dan Game 10 Detik..

Kasus: paket yang diterima lebih besar dari yang dapat dikirimkan =&gt; ditampung dalam buffer. Kasus ekstrim: terjadi penundaan akibat antrian pengiriman =&gt; congestion