• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Barang di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Barang di Sumatera Utara"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BARANG DI SUMATERA UTARA

OLEH

KRISTINA PITURIA BUTAR-BUTAR 080501033

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BARANG DI SUMATERA UTARA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kurs valuta asing, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah penduduk terhadap impor barang di Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kurs valuta asing, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah penduduk terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah kurs valuta asing berpengaruh negatif terhadap impor barang di Sumatera Utara, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara dan Bank Indonesia (BI) Kota Medan. Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kurs, PDRB, dan jumlah penduduk dapat menjelaskan variabel impor barang sebesar 95,55%. Sedangkan 4,45% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya. Kurs valuta asing berpengaruh negatif terhadap impor barang di Sumatera Utara, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Berdasarkan uji asumsi klasik ditemukan multikolinearitas, dan diobati dengan mengeluarkan variabel jumlah penduduk.

(3)

ABSTRACK

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING IMPORTS OF GOODS IN NORTH SUMATRA

Formulation of the problem in this study is how the influence of foreign exchange rates, Gross Regional Domestic (GDP), and the population against the importation of goods in North Sumatra. The purpose of this study was to determine the effect of foreign exchange rates, Gross Regional Domestic, and the population against the importation of goods in North Sumatra.

The hypothesis in this study is the foreign exchange rates negatively affect the import of goods in North Sumatra, while the Gross Regional Domestic Product and population of a positive effect on imports of goods in North Sumatra.

Secondary data collection is done by taking the data published by the Central Bureau of Statistics (BPS) of North Sumatra and Bank Indonesia (BI) of Medan. The analytical method used was Ordinary Least Square (OLS).

The results showed that the variable rate, Gross Regional Domestic Product, and population variables can explain 95.55% of imported goods. While 4.45% may be explained by other variables. Foreign exchange rates negatively affect the import of goods in North Sumatra, while the Gross Regional Domestic Product (GDP) and population of a positive effect on imports of goods in North Sumatra.

Under the assumptions of classical test of multicollinearity was found, and were treated by issuing a variable number of people.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

rahmat dan anugerah yang Ia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai

salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana ekonomi Departemen Ekonomi

Pembangunan pada Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor

Barang di Sumatera Utara”. Penulis telah banyak menerima arahan, bimbingan,

saran, motivasi, dan doa yang sangat membangun dari berbagai pihak selama

penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan

semangat, yaitu kepada:

1. Orang tua tercinta penulis, Pdt. A. Butar-butar, STh. dan Pdt. Y. Lai, STh.,

juga ketiga saudari penulis, Siska, Trifena, dan Magdalena yang selalu

memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec., selaku Ketua Departemen S1

Ekonomi Pembangunan dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si.,

selaku sekretaris Departemen S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1

(5)

Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya Hasibuan, M.Si., selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan banyak masukan dan penjelasan dalam penyelesaian

skripsi ini.

6. Serta seluruh rekan-rekan seperjuangan di Departemen Ekonomi

Pembangunan 2008 yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan

kepada penulis.

Penulis sangat mengharapkan skripsi ini memberikan banyak manfaat bagi

para pembaca. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis perlukan, sehingga

untuk penulisan karya-karya ilmiah yang akan datang dapat menjadi lebih baik

lagi.

Medan, 05 Juni 2012

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

2.1.2.1 Keuntungan Absolut (Absolute Advantage) - Adam Smith ... 11

2.1.2.2 Keuntungan Komparatif (Comparative Advantage) –David Ricardo & J.S Mill .. 13

2.1.3 Teori Modern Perdagangan Internasional – Heckscher-Ohlin ... 18

2.2 Impor ... 23

2.2.1 Komposisi Impor Barang ... 23

2.2.2 Kebijakan Impor ... 24

2.3 Kurs atau Nilai Tukar (Exchange rate) ... 27

2.3.1 Faktor-faktor yang Menentukan Nilai Tukar ... 28

(7)

3.5.3 Uji t-Statistik (Uji Parsial) ... 44

4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 50

4.1.1 Letak Geografis ... 50

4.1.2 Topografi ... 50

4.1.3 Iklim ... 51

4.1.4 Batas Administrasi ... 52

4.1.5 Demografis ... 52

4.2 Gambaran Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara .... 52

4.3 Gambaran Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara ... 53

4.4 Perkembangan Volume Impor Barang Sumatera Utara ... 55

4.5 Perkembangan Kurs atau Nilai Tukar Dollar AS (USD) terhadap Rupiah ... 57

4.6 Perkembangan PDRB Sumatera Utara ... 61

4.7 Perkembangan Jumlah Penduduk Sumatera Utara ... 63

(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Pengunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan per unit

output dalam satuan waktu ... 12 2.2 Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan

satuan unit output per satuan waktu ... 14 4.1 Perkembangan Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara

tahun 1996 – 2010 ... 54 4.2 Perkembangan Volume Impor Barang di Sumatera Utara

Periode 1986 – 2010 ... 56 4.3 Perkembangan Kurs Dollar AS terhadap Rupiah Periode

1986 – 2010 ... 60 4.4 Perkembangan PDRB Sumatera Utara Periode 1986 – 2010 .... 62 4.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Sumatera Utara Periode

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

1.1 Grafik Perkembangan Ekspor Impor Indonesia tahun

1970 – 2000 ... 3

1.2 Grafik Volume Ekspor Impor Indonesia tahun 1990 – 2011 ... 4

2.1 Evolusi dari Perkembangan Teori-teori Perdagangan Internasional ... 8

2.2 Edgeworth Box ... 21

2.3 Kurva Dua Kemungkinan Produksi ... 23

2.4 Overvaluation dan Undervaluation ... 30

2.5 Kerangka Konseptual ... 38

3.1 Kurva Uji F-statistik ... 44

3.2 Kurva Uji t-statistik ... 45

3.3 Kurva Durbin Watson ... 48

4.1 Kurva Uji F statistik ... 68

4.2 Kurva Uji t-statistik variabel kurs ... 69

4.3 Kurva Uji t-statistik variabel PDRB ... 71

4.4 Kurva Uji t-statistik variabel jumlah penduduk ... 72

4.5 Hasil Uji Normalitas ... 73

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

(11)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BARANG DI SUMATERA UTARA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kurs valuta asing, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah penduduk terhadap impor barang di Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kurs valuta asing, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah penduduk terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah kurs valuta asing berpengaruh negatif terhadap impor barang di Sumatera Utara, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara dan Bank Indonesia (BI) Kota Medan. Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kurs, PDRB, dan jumlah penduduk dapat menjelaskan variabel impor barang sebesar 95,55%. Sedangkan 4,45% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya. Kurs valuta asing berpengaruh negatif terhadap impor barang di Sumatera Utara, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Berdasarkan uji asumsi klasik ditemukan multikolinearitas, dan diobati dengan mengeluarkan variabel jumlah penduduk.

(12)

ABSTRACK

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING IMPORTS OF GOODS IN NORTH SUMATRA

Formulation of the problem in this study is how the influence of foreign exchange rates, Gross Regional Domestic (GDP), and the population against the importation of goods in North Sumatra. The purpose of this study was to determine the effect of foreign exchange rates, Gross Regional Domestic, and the population against the importation of goods in North Sumatra.

The hypothesis in this study is the foreign exchange rates negatively affect the import of goods in North Sumatra, while the Gross Regional Domestic Product and population of a positive effect on imports of goods in North Sumatra.

Secondary data collection is done by taking the data published by the Central Bureau of Statistics (BPS) of North Sumatra and Bank Indonesia (BI) of Medan. The analytical method used was Ordinary Least Square (OLS).

The results showed that the variable rate, Gross Regional Domestic Product, and population variables can explain 95.55% of imported goods. While 4.45% may be explained by other variables. Foreign exchange rates negatively affect the import of goods in North Sumatra, while the Gross Regional Domestic Product (GDP) and population of a positive effect on imports of goods in North Sumatra.

Under the assumptions of classical test of multicollinearity was found, and were treated by issuing a variable number of people.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdagangan internasional merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi

bilateral maupun multilateral, di mana sebuah negara mengekspor (menjual)

barang dan jasa ke negara lain, demikian juga dengan negara lain yang

mengimpor (menerima) barang dan jasa. Kegiatan ekspor impor ini dilakukan

untuk memperoleh keuntungan dari mengekspor dan mengimpor.

Jika sebuah negara mendapat keuntungan yang lebih besar pada barang

dan jasa tertentu dengan cara mengekspor, maka negara tersebut akan melakukan

ekspor untuk barang dan jasa tertentu, demikian juga sebaliknya, jika sebuah

negara mendapat keuntungan yang lebih banyak dengan mengimpor, maka negara

tersebut akan berusaha untuk tidak melakukan ekspor pada barang dan jasa

tertentu.

Suatu negara melakukan kegiatan perdagangan internasional, yaitu ekspor

barang dan jasa pada bidang-bidang yang memiliki keuntungan absolut, maupun

yang memiliki keuntungan komparatif yang relatif efisien; serta melakukan impor

barang dan jasa terhadap bidang-bidang yang relatif tidak efisien dalam proses

produksinya.

Menurut Halwani (2005), sebab-sebab umum yang mendorong terjadinya

perdagangan internasional adalah: (1) Sumber daya alam (natural resources), (2)

Sumber daya modal (capital resources), (3) Tenaga kerja (human resources), dan

(14)

Oleh karena itu, adanya perbedaan di antara ke empat poin yang

disebutkan di atas membuat negara-negara satu dengan yang lainnya di dunia

melakukan perdagangan ekspor dan impor dengan tetap mencari keuntungan dari

hasil perdagangan yang diperoleh.

Perbedaan-perbedaan itu menimbulkan pula perbedaan barang yang

dihasilkan, biaya yang diperlukan, serta mutu dan kuantumnya. Karena itu mudah

dipahami adanya negara yang lebih unggul dan lebih istimewa dalam

memproduksi hasil tertentu. (Amir, 2000).

Perkembangan kerjasama internasional antarnegara di dunia dalam bidang

perdagangan dapat dilihat dari abad dua puluh yang dibagi menjadi dua periode

yang jelas. Tahun 1914 – 1945 ditandai dengan persaingan yang tidak sehat,

perdagangan internasional yang tidak berkembang, keuangan yang semakin

terisolasi, perang militer yang terbuka, dan depresi ekonomi. Setelah berakhirnya

perang dunia II, sebagian besar warga dunia menikmati berkembangnya

kerjasama ekonomi, luasnya hubungan perdagangan, semakin banyaknya pasar

uang yang terintegrasi, berkembangnya demokrasi, dan pesatnya pertumbuhan

ekonomi.

Integrasi perdagangan antarnegara meningkat pesat terutama pada tahun

1970-an, pada saat banyak negara mulai menerapkan sistem ekonomi terbuka

yaitu perekonomian yang terkait dengan perdagangan internasional (atau era

keterbukaan global), dan setelah itu mengalami sedikit penurunan pada

pertengahan decade 80-an dan suatu akselerasi di tahun 90-an (Krugman, 1995;

(15)

Sulit bagi suatu negara untuk memenuhi kebutuhan sendiri tanpa adanya

kerjasama dengan negara lain, dan hal ini didukung pula dengan kemajuan

teknologi yang sangat pesat, distribusi barang dan jasa semakin lancar, serta

perkembangan spesialisasi produksi komoditi yang menjadi semakin luas.

Demikian halnya dengan Indonesia yang harus melakukan kegiatan

perdagangan ekspor impor dalam memenuhi kebutuhan akan barang-barang di

dalam negeri.

Grafik di bawah ini menggambarkan perkembangan nilai ekspor dan

impor Indonesia dalam dollar.

Sumber: Information Blog, 2010

(16)

Sumber: Wikipedia, 2012

Gambar 1.2 Grafik Volume Ekspor Impor Indonesia tahun 1990 – 2011 Arus globalisasi yang pada akhir-akhir ini terus mengalami peningkatan,

khususnya dalam bidang ekonomi yang menyebabkan tiap-tiap negara di hampir

seluruh penjuru dunia melakukan kegiatan ekspor impor untuk keperluan pasokan

barang dan jasa dalam negeri. Setiap negara yang terlibat dalam perdagangan

internasional berusaha keras untuk menciptakan produk-produk yang dapat

bersaing dengan negara lain dan hal ini mendorong ekspor di negara itu. Sumber

daya alam dan sumber daya manusia diberdayakan secara penuh untuk menunjang

perdagangan internasional dalam era globalisasi ini. Negara satu dengan yang lain

memiliki rasa saling ketergantungan akibat globalisasi yang mendorong

pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan

multinasional, dan adanya semacam dominasi organisasi seperti WTO (World

Trade Organization).

Negara-negara yang hasil produksi dalam negerinya tidak mampu bersaing

(17)

terjangkau, sudah tentu melakukan impor, karena permintaan lokal/domestik

terhadap produk luar yang sangat tinggi.

Di negara Indonesia sendiri, kurang efisiennya perusahaan-perusahaan

local/domestik dalam memproduksi barang-barang komoditi permintaan

masyarakat menimbulkan tingginya permintaan konsumen Indonesia terhadap

barang-barang impor dibanding dengan hasil produksi local itu sendiri. Sebagai

contoh adalah mesin-mesin pabrik, barang-barang elektronik seperti komputer,

laptop, televisi, lemari es, dan sebagainya, kendaraan bermotor seperti mobil,

sepeda motor, truk, dan alat pengangkut berat, peralatan komunikasi seperti

handphone, fax-mail, dan lain sebagainya, yang berasal dari luar negeri lebih

diminati daripada produksi lokal.

Hasil produksi negara Indonesia untuk beberapa barang di atas belum

mampu bersaing dengan negara luar sehingga Indonesia harus mengimpor dari

luar akibat perusahaan yang memproduksi sebagian dari produk-produk tersebut

kurang efisien, ditambah lagi dengan permintaan konsumen yang sangat tinggi.

Kegiatan impor dalam perdagangan internasional di Sumatera Utara

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang komoditi yang

produksi domestiknya tidak mencukupi bagi kebutuhan masyarakat Sumatera

Utara dan karena pemenuhan semua kebutuhan local yang tidak bisa dihasilkan

sendiri, atau jika dapat dihasilkan sendiri mungkin tidak efisien atau memerlukan

(18)

Beberapa factor yang menjadi penentu bagi impor barang di Sumatera

Utara antara lain adalah nilai tukar (exchange rate), Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB), serta jumlah penduduk Sumatera Utara.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor

barang di Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dirumuskan bahwa masalah

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kurs valuta asing terhadap impor barang di Sumatera

Utara?

2. Bagaimana pengaruh PDRB Sumatera Utara terhadap impor barang di

Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk Sumatera Utara terhadap impor barang

di Sumatera Utara?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian:

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar

AS terhadap impor barang.

2. Untuk mengetahui pengaruh PDRB Sumut terhadap impor barang.

(19)

Manfaat Penelitian

1. Untuk memperluas wawasan ilmiah penulis mengenai bidang yang diteliti.

2. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan bagi

kebijakan perdagangan ekspor-impor, khususnya dalam bidang impor di

Sumatera Utara.

3. Sebagai tambahan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional

Sumber: Tulus, 2004

Gambar 2.1

Evolusi dari Perkembangan Teori-teori Perdagangan Internasional Adam Smith: Keunggulan Absolut (1776)

David Ricardo: Keunggulan Komparatif (1817)

Heckscher-Ohlin: Teori Proporsi Faktor

Linder: Kemiripan Negara (1961)

Raymond Vernon: Teori Siklus Produk (1966)

Grubel & Lloyd: Teori Perdagangan Intra (1975)

Krugman & Lancaster: Skala Ekonomis (1979)

(21)

Berdasarkan kamus bahasa Indonesia, perdagangan internasional adalah:

Suatu kegiatan jual beli guna memperoleh keuntungan (perdagangan) yang

dilakukan dengan melibatkan unsur-unsur dua negara atau lebih (internasional).

Kalau diperluas makna memperoleh keuntungannya tidak melulu keuntungan

secara finansial tetapi bisa juga keuntungan non finansial seperti untuk

kepentingan promosi, persaingan usaha dan keuntungan strategis lainnya.

Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama.

Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu

sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan

sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan

dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam

produksi. Maksudnya, jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang

tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang

lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut

memproduksi segala jenis barang. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi

mencerminkan perpaduan kedua motif ini.

2.1.1 Konsep Pra Klasik (Merkantilisme)

Merkantilisme merupakan suatu kelompok aturan yang merupakan

pencerminan cita-cita atau ideologi kapitalisme komersial. Kebijakan ekonomi

merkantilisme pernah dianjurkan dan dipraktikkan oleh sekelompok

negarawan-negarawan Eropa pada abad keenambelas sampai pertengahan abad

(22)

nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan

dan mengembangkan kekuatan negara itu.

Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat

pada dua ide pokok, yaitu:

1. Pemupukan logam mulia. Logam mulia dianggap identik dengan

kemakmuran. Pemilikan logam mulia berarti kemakmuran dan juga

kekuasaan. Merkantilisme juga menganjurkan akumulasi emas, karena emas

dianggap sebagai kekayaan negara yang sebenarnya. Pada tingkat analisa yang

lebih canggih, ada alsan-alasan yang lebih rasional. Dengan emas, raja dapat

melengkapi serdadu-serdadu, membeli persediaan-persediaan dan

mempertahankan angkatan laut yang diperlukan untuk mengkonsolidasikan

kekuasaannya dan memperoleh koloni-koloni. Lebih banyak emas berarti

lebih banyak mata uang emas dalam sirkulasi dan lebih besar aktivitas

perekonomian. Untuk mengakumulasikan emas, negara harus mendorong

ekspornya dan membatasi/melarang impor, dengan demikian merangsang

produksi nasional dan memperluas lapangan kerja.

2. Mempertahankan kelebihan nilai ekspor atas nilai impor. Bagi negara-negara

yang tidak memiliki tambang-tambang logam mulia sendiri, sumber logam

mulia adalah kelebihan nilai ekspor atas nilai impor. Karena itu suatu negara

wajib berusaha untuk memperoleh suatu neraca perdagangan yang

menguntungkan (favourable balance of trade). Untuk memperoleh neraca

(23)

harus dibatasi. Ekspor logam mulia harus dilarang, karena tujuan utama

perdagangan luar negeri ini adalah untuk memperoleh tambahan logam mulia.

Dengan demikian para merkantilis berpendapat bahwa pemerintah

seharusnya merangsang setiap ekspor dan membatasi impor. Karena tidak semua

negara dapat mempunyai surplus ekspor dalam waktu yang bersamaan dan jumlah

emas yang ada pada suatu tempat adalah tetap, maka suatu negara hanya dapat

memperoleh keuntungan atas pengorbanan negara-negara lain.

2.1.2 Teori Klasik

2.1.2.1 Keuntungan Absolut (Absolute Advantage)– Adam Smith

Pada akhir abad kedelapanbelas berbagai ide baru bermunculan dan

berkembang. Teori klasik dalam perdagangan internasional dimulai dengan kritik

Adam Smith terhadap kebijaksanaan ekonomi yang dilaksanakan oleh golongan

merkantilis.

Adam Smith mengemukakan adanya pembatasan kerja secara territorial

(territorial division of labour) yang menjurus kepada spesialisasi, dan hal ini

membawa pengaruh besar bagi perluasan pasar barang-barang negara tersebut

serta akibatnya yang berupa spesialisasi internasional. Spesialisasi internasional

dapat memberikan hasil berupa manfaat perdagangan (gains from trade) yang

dapat timbul berupa kenaikan produksi serta konsumsi barang dan jasa. Dengan

melakukan spesialisasi internasional, masing-masing negara akan berusaha untuk

menekankan produksinya pada barang-barang tertentu yang sesuai dengan

(24)

Keuntungan alamiah (natural advantage) adalah keuntungan yang

diperoleh karena suatu negara memiliki sumber daya alam yang tidak dimiliki

oleh negara lain, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Keuntungan yang

diperkembangkan (acquired advantage) adalah keuntungan yang diperoleh karena

suatu negara telah mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam

menghasilkan produk-produk yang diperdagangkan yang belum dimiliki negara

lain.

Singkatnya, masing-masing negara yang melakukan perdagangan

internasional akan didorong untuk melakukan spesialisasi dalam produksi

barang-barang yang mempunyai keuntungan mutlak (absolute advantage).

Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan

banyaknya jam/hari/kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang

tersebut. Keuntungan ini akan diperoleh apabila masing-masing negara mampu

memproduksikan barang-barang tertentu dengan jam/hari/kerja yang lebih sedikit

dibandingkan dengan seandainya barang-barang itu dibuat oleh negara lain.

Adam Smith menyajikan absolute advantage (keunggulan mutlak) dengan

menggunakan ilustrasi secara sederhana sebagai berikut:

Tabel 2.1

Pengunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan per unit output dalam satuan waktu

(25)

Untuk menciptakan barang X per unit terungkap bahwa Jepang

menggunakan tenaga kerja sebanyak 8 (delapan) orang, lebih sedikit

dibandingkan Indonesia sebanyak 10 (sepuluh) orang tenaga kerja. Dengan

demikian Jepang mempunyai keunggulan mutlak menggunakan tenaga kerja yang

lebih sedikit dibanding Indonesia terhadap barang X.

Sebaliknya untuk untuk barang Y, Indonesia lebih unggul secara mutlak

dari Jepang. Perdagangan internasional antara Indonesia dan Jepang akan

berlangsung dan memberikan keuntungan bagi kedua negara. Berarti pula bahwa

Jepang konsentrasi atau spesialisasi menciptakan barang X dan tentunya terhadap

barang Y. Jepang lebih murah memproduksi barang X sekaligus mengekspornya

ke Indonesia. Sebaliknya, Indonesia lebih murah memproduksi barang Y dan

sekaligus mengekspornya ke Jepang. Hal ini sekaligus member makna bahwa

Jepang mengekspor barang X dan mengimpor barang Y dari Indonesia, begitu pun

Indonesia sendiri akan mengimpor barang X dari Jepang.

Teori Adam Smith mengenai keuntungan absolute tampaknya benar, akan

tetapi hanya menerangkan bagian kecil dari perdagangan internasional. David

Ricardo yang menerangkan bagian terbesar dari perdagangan dunia dengan

hukum keunggulan komparatifnya.

2.1.2.2 Keuntungan Komparatif (Comparative Advantage) – David Ricardo & John Stuart Mill

Sumbangan utama David Ricardo terhadap pemahaman mengenai

perdagangan internasional adalah bahwa menurutnya setiap negara dapat

(26)

tidak memiliki atau tidak memiliki keunggulan absolutnya sendiri. Tulisannya di

awal abad-19 menunjukkan gagasan-gagasannya yang sekarang dikenal dengan

sebutan:

Prinsip keunggulan komparatif: yaitu bahwa setiap negara atau bangsa

seperti halnya orang, akan dapat memperoleh hasil dari perdagangannya dengan

mengekspor barang-barang atau jasa yang merupakan keunggulan komparatif

terbesarnya dan mengimpor barang-barang atau jasa yang bukan (kurang)

merupakan keunggulan komparatif.

Kata kunci di sini adalah komparatif, yang artinya relative atau tidak perlu

ada yang dimutlakkan. Bahkan kalau pun ada negara yang lain sangat tidak

produktif, mereka dapat saling menarik keuntungan dari perdagangan di antara

keduanya atau melalui negara ketiga selama keunggulan (ketidakunggulan)

mereka dalam menghasilkan barang atau jasa yang berbeda, itu hanyalah

merupakan perbedaan dalam caranya.

Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi ekspor

pada komoditi yang mempunyai kerugian absolute lebih kecil. Dari komoditi

inilah negara tadi mempunyai keunggulan komparatif. Di pihak lain, negara

tersebut sebaiknya mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolute lebih

besar. Dari komoditi inilah negara tersebut mengalami kerugian komparatif.

Tabel 2.2

Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan satuan unit output per satuan waktu

(27)

Jepang memiliki keunggulan mutlak pada produksi barang X dan barang

Y, karena untuk kedua komoditas tersebut Jepang lebih sedikit menggunakan

tenaga kerja. Akan tetapi keunggulan mutlak Jepang lebih besar pada barang X

daripada barang Y; terlihat bahwa 2/10 (20 persen) lebih kecil dari ½ (50 persen)

atau kebutuhan tenaga kerja untuk memproduksi barang X di Jepang lebih murah

dibanding produksi barang Y.

Hal ini berarti bahwa Jepang memiliki keunggulan komparatif terhadap

barang X daripada memproduksi barang Y. Sebegitu jauh, sebenarnya Jepang

memiliki keunggulan mutlak atas Indonesia untuk memproduksi barang X dan

barang Y. Untuk memproduksi barang X, Indonesia memerlukan 10/2 dan untuk

barang Y dengan perbandingan 2/1. Menurut David Ricardo perdagangan dapat

terjadi antara Jepang dan Indonesia karena Indonesia memiliki keunggulan

komparatif pada produksi barang Y disebabkan 2/1 atau 2 lebih kecil dari 10/2

atau 5.

Di lain pihak, John Stuart Mill memiliki pendapat mengenai keunggulan

komparatif yaitu:

1. Syarat menurut David Ricardo yang menyatakan bahwa “masing-masing

negara dapat menghasilkan satu satuan barang ekspornya lebih murah dari

pada satu satuan barang yang diimpornya seandainya barang ini hanya

dihasilkan sendiri”, dapat dihilangkan tanpa mengurangi hasil analisisnya.

2. Dasar tukar internasional (Term of Trade) tidak perlu 1:1, tetapi harus terletak

dalam batas-batas yang ditentukan oleh dasar tukar dalam negeri

(28)

Teori kaum klasik dalam perdagangan internasional berdasar atas

asumsi-asumsi, sebagai berikut:

1. Dua barang – dua negara. Adam Smith, David Ricardo, dan J.S Smith

menyederhanakan teori keuntungan absolute dan komparatif mereka dengan

menggunakan anggapan ini. Anggapan dua barang dua negara tentunya jaug

dari realistis, namun bukanlah suatu pembahasan yang tidak dapat diperbaiki.

Dengan menggunakan analisa yang lebih kompleks, para ekonomis modern

dapat menghilangkan anggapan ini dan menggantinya dengan n negara, n

barang.

2. Nilai atas dasar tenaga kerja (labor theory of value). Kaum klasik menganggap

bahwa nilai suatu barang tergantung hanya atas jumlah tenaga kerja (dalam

jam/hari kerja) yang dibutuhkan untuk membuat barang itu. Anggapan ini

sudah jelas tidak realistic, David Ricardo juga menyadarinya, tetapi bagi dia,

modal tidaklah memiliki peranan yang penting, lagipula selama modal dan

tenaga kerja dikombinasikan dalam proporsi yang tetap efeknya sama dengan

penggunaan satu factor produksi, dalam hal ini tenaga kerja.

3. Ongkos produksi yang konstan. Ongkos produksi, menurut kaum klasik,

adalah selalu konstan persatuan output, jadi tidak berubah dengan berubahnya

output. Dengan demikian, berapapun sesuatu negara menghasilkan barang X,

ongkos, boleh jadi harga, persatuannya adalah tetap.

4. Ongkos transportasi diabaikan (nol). Ongkos transportasi yang sangat besar

dapat menyebabkan tidak terjadinya perdagangan antarnegara.

(29)

antarnegara serta mempersempit jangkauan barang-barang yang

diperdagangkan antarnegara dan memperlebar jangkauan barang-barang yang

dihasilkan dan dijual di pasar dalam negeri.

5. Faktor-faktor produksi dapat bergerak bebas di dalam negeri, tetapi sama

sekali tidak dapat berpindah melalui perbatasan negara. Anggapan ini telah

memaksa kaum klasik untuk menerapkan dua teori yang berlainan untuk pasar

yang berlainan. Untuk pasar dalam negeri, barang yang dipertukarkan

semata-mata atas dasar ongkos produksi/ongkos tenaga kerja dan atas dasar teori

keuntungan/ongkos mutlak, sedangkan untuk perdagangan antarnegara,di

samping ongkos produksi juga masih ditentukan oleh permintaan timbale

balik dan atas dasar teori keuntungan/ongkos komparatif.

6. Persaingan sempurna di pasar barang-barang maupun di pasar factor-faktor

produksi. David Ricardo sebenarnya juga menyadari bahwa persaingan

sempurna di pasar-pasar barang-barang dan factor-faktor produksi tidaklah

benar-benar ada, namun dia mengira bahwa system harga yang berlaku akan

mampu untuk mengatur alokasi barang-barang serta factor-faktor produksi,

sedemikian rupa sehingga factor-faktor produksi itu akan dipakai atas dasar

penggunaanya yang paling baik/paling efisien.

7. Distribusi pendapatan tidak berubah. David Ricardo berpendapat bahwa

perdagangan internasional akan membawa manfaat bagi masing-masing

negara yang ikut berdagang sehingga dengan demikian juga memberikan

(30)

8. Perdagangan dilaksanakan atas dasar barter. Bagi ahli ekonomi klasik, uang

hanyalah merupakan cadar yang menutupi hubungan-hubungan ekonomi yang

sebenarnya, walaupun dalam jangka pendek unsure-unsur moneter menduduki

peranan yang sangat penting. Dengan demikian dalam teori perdagangan

internasional, kaum klasik kita dapati dikotomi. Di satu pihak kita dapati

mekanisme penyeimbangan kembali neraca pembayaran yang bersifat dinamis

dan hanya berlaku dalam jangka pendek, dan di lain pihak kita mengenal teori

ongkos komparatif (barter) yang bersifat static dan hanya berlaku dalam

jangka panjang.

9. Tidak ada perubahan teknologi. Dalam pemikiran David Ricardo, ekonomi

dunia adalah statis. Sekali suatu negara mengetahui di mana letak barangnya

yang memiliki ongkos komparatif, maka negara itu akan berusaha untuk

melakukan spesialisasi dalam produksi barang itu, dan mengutamakan

produksi barang itu selama-lamanya. Jadi menurut Ricardo, ongkos

komparatif tidak akan berubah karena adanya pengembangan teknologi atau

karena adanya pembangunan ekonomi.

2.1.3 Teori Modern Perdagangan Internasional – Heckscher-Ohlin

Teori modern dalam perdagangan internasional dikemukakan pertama kali

oleh Bertil Ohlin tahun 1933 dalam bukunya Interregional and International

Trade, yang sebagian tulisannya didasarkan atas tulisan gurunya, Eli Heckscher,

yang ditulisnya dalam sebuah artikel pendek pada tahun 1919. Dengan demikian,

pionir teori modern dalam perdagangan internasional dikenal sebagai

(31)

pemberian alam dan harga factor produksi antarnegara sebagai determinan

perdagangan yang paling penting (dengan asumsi bahwa teknologi dan cita rasa

sama).

Mengutip kata-kata Ohlin sendiri, teori Heckscher-Ohlin mengenai pola

perdagangannya itu menyebutkan:

Komoditi yang dalam proses produksinya menuntut lebih banyak [factor

yang melimpah] dan lebih sedikit [factor yang langka] akan diekspor untuk

ditukarkan dengan komoditi yang dalam proses produksinya menuntut

factor-faktor dalam proporsi yang berlawanan. Jadi, secara tidak langsung, factor-factor-faktor

dalam sediaan yang berlebihandiekspor dan factor-faktor dalam sediaan lamgka

diimpor. (Ohlin dalam Lindert, 1933, hal 92).

Untuk menilai secara cermat argument yang tampaknya mudah dimengerti

dan mudah pula diuji kebenarannya itu, kita memerlukan defenisi tentang apa

yang dimaksud dengan kelimpahan factor dan intensitas pemakaian factor-faktor

itu:

Sebuah negara dinyatakan melimpah tenaga kerjanya kalau negara itu

memiliki ratio tenaga kerja yang lebih tinggi dari factor-faktor lain dibandingkan

ratio yang dimiliki negara lain.

Sebuah produk dinyatakan padat karya kalau biaya tenaga kerjanya

mengambil bagian terbesar dari nilai produk itu secara keseluruhan dibandingkan

(32)

Heckscher-Ohlin tampaknya lebih cenderung menekankan bahwa

perbedaan dalam biaya komparatif hanya dapat dijelaskan dengan mengetahui

perbedaan dalam proporsi factor-faktor yang digunakan dalam produksi.

Sebagai contoh:

Negara Indonesia yang memiliki relative banyak tenaga kerja, sedang

modal relative sedikit sebaiknya menghasilkan dan mengekspor barang-barang

yang relative padat karya. Sedangkan Amerika Serikat, sebaliknya mengekspor

barang-barang yang relative padat modal dan mengimpor barang-barang yang

relative padat karya. Jadi, kalau harga tenaga kerja (upah) dinyatakan dengan

HTK1 di negara A dan HTK2 di negara B, dan harga modal sebagai HM1 dan

HM2. Maka teori H-O menyatakan bahwa:

���

Proporsi harga tenaga kerja terhadap harga modal di negara A lebih murah

dari pada ratio harga tenaga kerja terhadap harga modal di negara A berarti bahwa

tenaga kerja relative lebih murah di negara A sedang modal relative lebih murah

di negara B, maka negara A akan mengekspor barang yang padat karya, dan

negara B akan mengekspor barang yang padat modal.

Pembuktian teori H-O ini dimulai dengan catatan bahwa selera, harga

barang ditujukan untuk pasar bebas, dan pola konsumsi dari kedua negara harus

sama. Andaikata kedua negara tersebut memproduksi dengan rasio yang sama

dengan yang mereka konsumsi, termasuk dengan yang tidak diperdagangkan

(33)

edgeworth box pada Gambar 2.2, yang memperlihatkan bahwa negara A sebagai

negara kecil (berkembang) yang padat karya terletak pada dasar pojok kiri kotak,

sebaliknya bagi negara B (maju) yang melimpah modal.

K* OM*

K

Oc L L*

Sumber: Halwani, 2005

Gambar 2.2 Edgeworth Box

Jelaslah, bahwa apabila C dan D menunjukkan rasio yang sama dari

produksi X/M dalam duan negara, maka garis slopenya dari Ox menuju ke C

harus lebih besar daripada garis OX ke D. Hal ini berarti bahwa rasio K/L untuk

produksi X dari negara B (ditunjukkan oleh garis slope dari Ox ke C) harus lebih

besar daripada rasio negara A. Hal tersebut berarti juga bahwa rasio K/L di negara

B akan lebih besar daripada di negara A untuk produksi M. Dengan kata lain

apabila rasio produksinya sama, maka produksi padat modal akan lebih besar pada

sector industry bagi negara yang melimpah modal. C

OM

(34)

Bagi negara yang produksinya lebih padat modal, dengan opportunity cost

lebih rendah, maka pengorbanan yang diperlukan lebih ringan dibanding dengan

barang-barang hasil produksi padat karya dalam memperkuat peningkatan

marginal output dari barang-barang tersebut. Hal ini merupakan opportunity cost

yang lebih tinggi untuk barang yang padat modal dengan rasio K/L lebih besar.

Opportunity cost untuk M harus lebih rendah untuk negara B, sedangkan untuk X

harus lebih rendah di negara A. Apabila rasio produksinya sama, maka sepanjang

garis KKP (Gambar 2.3) menunjukkan opportunity cost-nya lebih rendah untuk

M, ini ditunjukkan dengan lebih tingginya KKP (sepanjang garis OR) yang berarti

bahwa pengorbanan untuk X lebih besar daripada M. Dengan demikian KKP

untuk B lebih tinggi daripada A.

Apabila OR merupakan garis yang mewakili ekuilibrium untuk negara

besar B, berarti social indifference curve-nya menyentuh KKP, titik produksi P

pada A harus terletak sebelah kanan OR.

Walau bagaimana pun, titik konsumsi A harus terletak pada OR (seperti

karakteristik dari harga dan selera), sehingga A harus memproduksi lebih banyak

barang hasil produksi padat karya (untuk barang X) daripada yang dikonsumsi,

kemudian mengekspor lebih banyak barang M (yang padat modal) daripada yang

dikonsumsi. Walaupun dalam gambar tidak meunjukkan perbedaan sifat asumsi

bahwa negara B relative besar daripada negara A seperti distribusi OR sepanjang

(35)

M

R

B

K

P

O X

Sumber: Halwani, 2005

Gambar 2.3

Kurva Dua Kemungkinan Produksi 2.2 Impor

Impor adalah arus masuk dari sejumlah barang-barang dan atau jasa ke

dalam sebuah pasar suatu negara, baik untuk keperluan konsumsi ataupun sebagai

barang-barang modal atau bahan baku produksi dalam negeri.

Komoditas impor Indonesia dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu

impor komoditas migas dan kelompok komoditas non migas.

2.2.1 Komposisi Impor Barang

Berdasarkan laporan indikator Indonesia komposisi impor menurut

golongan penggunaan barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:

1) Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belum

dapat dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan

yang belum mencukupi dari produksi dalam negeri, yang meliputi makanan

(36)

angkut bukan industri, barang tahan lama, barang setengah tahan lama serta

barang tidak tahan lama.

2) Impor bahan baku dan barang penolong, yang meliputi makanan dan minuman

untuk industri, bahan baku untuk industri, bahan bakar dan pelumas, serta

suku cadang dan perlengkapan.

3) Impor barang modal, yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil

penumpang dan alat angkut untuk industri.

2.2.2 Kebijakan Impor

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai

berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara

langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi

dan kelancaran usaha untuk melindungi/mendorong pertumbuhan industri dalam

negeri dan penghematan devisa.

Tindakan pemerintah ini disebut juga proteksi yang merupakan upaya

pemerintah mengadakan perlindungan pada industri-industri domestik terhadap

masuknya barang impor dalam jangka waktu tertentu. Proteksi bertujuan

melindungi, membesarkan atau mengecilkan kelangsungan industri dalam negeri

yang berlaku dalam perdagangan umum.

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan

menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut:

A. Kebijakan Tariff Barier

Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor

(37)

Tariff Barier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut:

1. Pembebasan bea masuk/tarif rendah antara 0% sampai 5% yang dikenakan

untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital,

alat-alat militer, dan lain-lain.

2. Tarif sedang antara >5% sampai 20% yang dikenakan untuk barang

setengah jadi dan barang-barang lain yang belum tentu cukup diproduksi

di dalam negeri.

3. Tarif tinggi di atas 20% dikenakan untuk barang-barang mewah dan

barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan

bukan barang kebutuhan pokok.

B. Kebijakan Nontariff Barrier

Kebijakan Nontariff Barrier adalah berbagai kebijakan perdagangan

selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi

potensi manfaat perdagangan internasional.

Secara garis besar, kebijakan nontariff barrier dapat dikelompokkan

sebagai berikut:

1. Instrumen Kebijakan Nontariff

a. Pembatasan spesifik (specific limitation), yaitu: larangan impor secara

mutlak, pembatasan impor (quota system), peraturan atau ketentuan

teknis untuk impor produk tertentu, peraturan kesehatan/karantina,

peraturan pertahanan dan keamanan negara, peraturan kebudayaan,

perizinan impor (import lisence), embargo, hambatan pemasaran

(38)

b. Peraturan bea cukai (customs administration rules), yaitu: tata laksana

impor tertentu (procedure), penetapan harga pabean (costoms value),

penetapan forex rate (kurs valas) dan forex control (pengawasan

devisa), packaging formalities, labelling regulation, documentation

needed, quality testing, fees, dan tariff classification.

c. Government participation, yaitu: kebijakan pengadaan pemerintah,

subsidi dan insentif ekspor, domestic assistance pro-ams,

trade-diverting.

d. Import charges, yaitu: import deposites, supplementary duties,

variable lasses.

2. Sistem Kuota dan Efek-efek Kuota

Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan

atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota

ekspor) dari atau ke suatu negara untuk melindungi kepentingan industri

dan konsumen. Menurut ketentuan GATT (General Agreement Term of

Trade) atau WTO, sistem kuota ini hanya dapat digunakan dalam hal

sebagia berikut:

a. Untuk melindungi hasil pertanian

b. Untuk menjaga keseimbangan balance of payment

c. Untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional

3. Subsidi

Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk menitikberatkan

(39)

keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan

lain-lain yang bertujuan sebagai berikut: (a) Menambah produksi dalam

negeri, (b) Mempertahankan jumlah konsumsi dalam negeri, (c) Menjual

dengan harga lebih murah daripada produk impor.

2.3 Kurs atau Nilai Tukar (Exchange Rate)

Uang masing-masing negara memiliki harga yang diukur oleh uang

negara-negara lain. Hal inilah yang disebut nilai tukar (exchange rate), yaitu

perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang. Sebagai contoh adalah kurs

antara rupiah dan dollar menunjukkan sejumlah rupiah yang diperlukan untuk

membeli satu dolar, atau Rp/$. Jadi, suatu mata uang dikatakan sebagai valuta

asing tergantung dari siapa yang melihat.

Secara lebih luas, valuta asing dapat diartikan sebagai seluruh kewajiban

terhadap mata uang asing yang dapat dibayar di luar negeri, baik berupa simpanan

pada bank di luar negeri maupun kewajiban dalam mata uang asing. (Berlianta,

2004)

Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan

hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard

currrency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang

mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Hard

currency pada umumnya berasal dari negara-negara industri maju, seperti USD,

JPY, DEM, GBP, FRF, AUD, dan SFR.

Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan

(40)

dan sering mengalami depresi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya.

Soft currency ini pada umumnya berasal dari negara-negara yang sedang

berkembang, seperti Rupiah – Indonesia, Peso – Filipina, Bath – Thailand, dan

Rupee – India.

2.3.1 Faktor-faktor yang Menentukan Nilai Tukar

Kurs valuta asing akan ditentukan oleh mekanisme perubahan permintaan

(demand) dan penawaran (supply valas) foreign currency.

Mekanisme secara langsung sebagai berikut:

1. Penawaran valuta asing ditentukan oleh:

a. Ekspor barang dan jasa yang dihasilkan valuta asing

b. Impor modal (capital import) dan transfer valas lainnya dari luar negeri ke

dalam negeri.

2. Permintaan atau demand valas akan ditentukan oleh:

a. Impor barang dan jasa yang memerlukan valuta asing

b. Ekspor modal (capital export) dan transfer valas lainnya dari dalam ke

luar negeri.

Sedangkan secara tidak langsung penawaran (supply) dan permintaan

(demand) valas akan dipengaruhi oleh tingkat income, peraturan dan kebijakan

pemerintah, spekulasi / ekspektasi / isu / rumor, serta beberapa hal berikut ini:

1. Posisi BOP (Balance of Payment) dan BOT (Balance of Trade)

Balance of Payment adalah suatu neraca yang terdiri atas keseluruhan aktivitas

transaksi perekonomian internasional suatu negara, baik yang bersifat

(41)

BOP ini mencerminkan seluruh transaksi antara penduduk, pemerintah dan

pengusaha dalam negeri dan pihak dalam negeri dan pihak luar negeri, seperti

transaksi ekspor dan impor, investasi portofolio, transaksi antarbank sentral,

dan lain-lain. Indikator umum yang sering digunakan adalah neraca berjalan

(current account) yang terdiri atas BOP, service account, dan uunilateral

account. Transaksi impor pada current account dicatat sebagai transaksi debit

atau negatif karena mengeluarkan devisa.

Dalam BOP dicatat seluruh transaksi ekspor impor dengan ketentuan bahwa

ekspor barang dicatat sebagai transaksi kredit atau positif, dan impor barang

dicatat sebagai transaksi debit atau negatif.

2. Tingkat inflasi (PPP Theory)

Pengaruh tingkat inflasi terhadap kurs valas ini dapat dijelaskan berdasarkan

teori purchasing power parity atau teori paritas daya beli. Penjelasan teori ini

didasarkan pada “the law of one price”, yaitu hukum yang menyatakan bahwa harga produk yang sama di dua negara yang berbeda akan sama pula bila

dinilai dalam mata uang yang sama. Teori ini dikenal sebagai teori purchasing

power parity (PPP) absolute.

Misalnya, harga 1 kg buah apel – USA pada dua tempat sebagai berikut:

Jakarta

Rp8.

New York $

Ini berarti bahwa harga 1 kg apel – USA = Rp 8.000 = $ 1

Dengan demikian, kurs valas Rp/$ berdasarkan paritas daya beli dari

masing-masing mata uang adalah sebesar Rp 8.000,-/$. Namun pada kenyataannya

(42)

absolut tersebut tidak sesuai dengan kurs valas yang ditetapkan pemerintah.

Dalam hal demikian, terjadi apa yang dikenal dengan overvavaluation dan

undervaluation seperti yang ditunjukkan oleh grafik di bawah ini.

Kurs Rp/$

Rp 9000/$ S$

Rp 8000/$

Rp 7.000/$

D$

0 $1 $2 $3 Q$

Gambar 2.4

Overvaluation dan Undervaluation

Keterangan: Q $ = Kuantitas USD S $ = supply USD D $ = demand USD

 Berdasarkan teori PPP absolut kurs valas adalah Rp 8.000,-/$.

 Namun, apabila pemerintah menetapkan atau mempertahankan kurs valas

sebesar Rp 7.000,-/$ maka dikatakan nilai rupiah overvaluation,

sedangkan USD undervaluation.

 Sebaliknya, apabila pemerintah menetapkan atau mempertahankan kurs

valas sebesar Rp 9.000,-/$ maka dikatakan nilai rupiah undervaluation,

(43)

 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penilaian overvaluation ataupun

undervaluation suatu mata uang harus dilihat dari aspek domestic currency

(Rp) maupun foreign currency (USD).

3. Tingkat bunga (IRP Theory)

Interest Rate Parity (IRP) adalah salah satu teori yang paling dikenal dalam

keuangan internasional yang menerangkan bagaimana hubungan antara bursa

valas (forex market) dan pasar uang internasional (money market). Teori IRP

menyatakan bahwa perbedaan tingkat bunga (sekuritas) pada international

money market akan cenderung sama dengan forward rate premium atau

discount. Dengan kata lain, berdasarkan teori IRP akan dapat ditentukan

berapa perubahan kurs forward atau forward rate (FR) dibandingkan dengan

spot rate (SR) bila terdapat perbedaan tingkat bunga antara home country dan

foreign country.

2.3.2 Penyesuaian Kurs

Perubahan nilai kurs yang terjadi pada prinsipnya disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran valuta asing pada suatu

tingkat harga tertentu. Perubahan ini tidak dapat dihindari sehingga dijumpai

pihak yang dirugikan dan diuntungkan, untuk itu diperlukan penyesuaian.

System penyesuaian kurs atau disebut juga system penyesuaian

internasional, dalam perkembangannya meliputi:

1. Sistem nilai tukar yang diadakan di Bretton Woods, New Hampshire Amerika

(44)

dalam negeri tunduk pada tekanan keuangan global. Beberapa hal yang telah

disepakati dalam sistem ini antara lain adalah sebagai berikut:

a. Amerika Serikat (AS) akan mengaitkan mata uangnya USD dengan

sejumlah tertentu emas. Waktu itu ditetapkan sebanyak 35 USD per ounce

emas.

b. Negara-negara lain dapat mengaitkan nilai mata uangnya dengan emas

atau mata uang USD. Mata uang negara lain berfluktuasi sebesar 1%

terhadap USD.

c. Negara-negara lain dapat menyimpan cadangannya dalam bentuk emas

maupun dalam bentuk mata uang USD. Biasanya mereka menyimpan

cadangan mereka dalam bentuk USD dengan pertimbangan bahwa

menyimpan dalam bentuk USD mendapat bunga dibandingkan dalam

bentuk emas yang tidak mendapatkan apa-apa.

d. Amerika Serikat akan menjual emas dalam jumlah tertentu yang tetap

kepada pemilik uang dollar yang sah.

e. Begitu mata uang negara lain ditentukan nilai tukarnya, maka pemerintah

wajib memelihara nilai tukar tersebut sehingga nilainya tetap. Cara yang

ditempuh adalah dengan mengadakan intervensi pada pasar valuta asing.

Sebagai contoh apabila nilai tukar mata uangnya jatuh maka pemerintah

akan menjual cadangan devisa negara tersebut.

f. Didirikan International Monetary Fund (IMF) guna membantu bank

sentral yang mengalami kesulitan keuangan dengan memberikan pinjaman

(45)

Meskipun mempunyai beberapa kelemahan, sistem ini memberikan stabilitas

keuangan yang memadai dan pertumbuhan ekonomi selama periode tertentu.

2. Fixed Exchange Rate System (gold standard)

Suatu negara yang memakai standar emas adalah bilamana nilai mata

uangnya didasarkan pada nilai sejumlah emas tertentu. Standar emas

sebenarnya tidak dirancang secara sengaja, standar ini terjadi dengan

sendirinya dalam perekonomian. Emas menjadi standar moneter karena

komoditi ini secara umum dapat diterima dan banyak negara menggunakan

sebagai mata uang. Selama semua negara menggunakan standar emas,

masyarakat akan dapat melakukan pembayaran kepada orang lain di negara

lain.

Standar emas diharapkan dapat memelihara keseimbangan pembayaran

internasional dengan penyesuaian tingkat harga pada suatu negara. Bila suatu

negara yang mengalami defisit neraca pembayaran karena impornya

(pembelian) dari negara lain melebihi nilai ekspornya (penjualan) ke negara

lain.

Sistem nilai tukar standar emas menggolongkan tingkat nilai tukar mata

uang sebagai berikut:

a. Kurs mint parity, menunjukkan perbandingan berat emas yang

dikandung mata uang-mata uang yang berbeda.

b. Kurs ekspor emas, nilai tukar pada titik ini merupakan kurs tertinggi

dalam sistem standar emas yang ditandai adanya aliran emas keluar

(46)

c. Kurs titik impor emas, ditandai adanya aliran emas masuk ke negara

tersebut dan merupakan kurs terendah dalam sistem standar emas.

d. Kurs valuta asing yang terjadi, merupakan tingkat nilai tukar yang

benar-benar terjadi.

3. Fluctuating/Floating Exchange Rate System (paper standard)

Sistem ini disebut juga sebagai sistem kurs mengambang, dan

membiarkan kurs bergerak menurut mekanisme pasar. Bahwa perubahan nilai

kurs terjadi disebabkan oleh kekuatan permintaan di satu sisi dan kekuatan

penawaran di sisi lain, berarti semata-mata kurs ditentukan oleh kedua pelaku

tersebut.

Perubahan harga barang ekspor dan impor pada pasar perdagangan

internasional mengakibatkan perubahan nilai ekspor dan impor yang akan

mempengaruhi harga barang di dalam negeri. Konsekuensi perubahan harga

barang ini mengakibatkan terjadinya perubahan nilai kurs secara langsung.

Mekanisme penyesuaian melalui sistem ini merupakan sistem penyesuaian

jangka pendek, terjadi apabila permintaan terhadap valuta asing tertentu

meningkat lebih besar daripada penawaran maka nilai kurs akan naik atau

sebaliknya.

Pada sistem ini diharapkan bahwa apabila kurs valuta asing terus naik,

maka diharapkan impor akan berhenti sendiri, karena dengan naiknya kurs

valuta asing barang-barang impor menjadi mahal sehingga menjadi kurang

(47)

harganya lebih tinggi. Sistem ini tidak mempunyai alat penghalang seperti

emas pada sistem standar emas. Biasanya valuta-valuta ini tidak konvertibel.

Dalam praktek terdapat dua jenis Floating Exchange Rate System,

yaitu:

1. Free Floating Exchange Rate System.

Dalam sistem nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Pergerakannya

sepenuhnya tergantung dari kekuatan penawaran dan permintaan di pasar.

Bank sentrl tidak melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi nilai

tukar mata uangnya. Pada sistem ini, perubahan nilai tukar tidak akan

mempengaruhi cadangan devisa negara itu karena begitu ada perubahan

penawaran atau permintaan akan berdampak langsung pada naik-turunnya

nilai tukar valuta.

2. Managed (Dirty) Floating Exchange Rate System

Berbeda dengan sistem di atas maka pada sistem ini bank sentral dapat

melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi pergerakan nilai tukar

valuta. Bank sentral melakukan intervensi ini biasanya disebabkan karena

pergerakan kurs valuta dipandang tidak menguntungkan bagi

perekonomian negara tersebut sehingga perlu dilakukan intervensi untuk

mencegah akibat yang lebih buruk lagi. Pada sistem ini naiki turunnya

cadangan devisa ditentukan oleh ada tidaknya intervensi bank sentral ke

(48)

3. Exchange Control System (pengawasan devisa)

Dalam keadaan/situasi tertentu pemerintah merasa perlu untuk

mengadakan peraturan-peraturan yang membatasi kebebasan lalu lintas

devisa. Tindakan pemerintah langsung ditujukan kepada tingginya kurs dan

kepada jumlah devisanya. Alasan untuk restriksi atau membatasi di dalam

kebebasan lalu lintas devisa adalah:

a. Untuk menghemat pemakaian devisa

b. Untuk menjamin pelaksanaan impor barang-barang esensial

c. Untuk mencegah pelarian modal

d. Untuk menjamin pelaksanaan debt service pemerintah

e. Untuk stabilisasi kurs

f. Untuk memiliki kekuatan dalam perundingan-perundingan

politik/ekonomi dengan negara lain.

g. Untuk dipakai sebagai alat pengatur/pengarah kegiatan ekonomi nasional.

2.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah seluruh nilai tambah

yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan

usahanya di suatu wilayah/region (dalam hal ini provinsi) dihitung dan

dimasukkan, tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi.

Dengan demikian PDRB secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu

daerah dalam menghasilkan pendapatan/balas jasa kepada faktor-faktor produksi

(49)

Hubungan antara pendapatan dan impor ini untuk berbagai negara, dan

termasuk provinsi adalah sangat besar/kuat. Namun, untuk beberapa negara

(umumnya negara transisi) atau provinsi dapat sangat kecil/lemah sekali, tetapi

pada umumnya pendapatan dan impor bergerak sejajar. Dengan pendapatan yang

bertambah, orang mendapatkan kesempatan untuk membeli lebih banyak

keperluannya di luar negeri. Sebaliknya dengan pendapatan yang bertambah,

orang mendapatkan kesempatan untuk membeli lebih banyak keperluannya di luar

negeri.

2.5 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk dipandang sebagai kumpulan manusia, dan

perhitungannya disusun menurut bentuk statistik tertentu. Jumlah penduduk yang

semakin bertambah pada suatu negara ataupun provinsi akan berpengaruh pada

permintaan akan barang-barang impor.

2.6 Neraca Perdagangan Barang

Neraca ini merupakan ukuran pembayaran yang paling sempit serta paling

spesifik, mencerminkan nilai barang komersial yang diekspor dan diimpor ke

dalam suatu negara. Atau disebut juga surplus netto suatu negara dari ekspor

barang terhadap impor barang. Neraca perdagangan adalah komponen utama dari

neraca berjalan (current account).

Jika ekspor barang lebih besar dari impor barang, maka dikatakan terjadi

surplus neraca perdagangan. Sebaliknya, jika impor barang lebih besar dari ekspor

(50)

Defisit neraca perdagangan yang terjadi tidak selalu menjadi masalah,

karena hal itu memungkinkan konsumen negara tersebut memperoleh manfaat

karena produk impor menjadi lebih murah dibandingkan dengan produk domestik.

Namun, pembelian produk impor menyebabkan berpindahnya ketergantungan

pada produk domestik menjadi ketergantungan terhadap produk asing, sehingga

dapat dikatakan bahwa defisit neraca perdagangan yang besar menyebabkan

pindahnya lapangan kerja ke negara asing. Karena itu pemerintahan suatu negara

berupaya untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan.

2.7 Kerangka Konseptual

Gambar 2.5 menunjukkan model kerangka konseptual yang

menggambarkan hubungan ataupun pengaruh kurs valuta asing, PDRB, dan

jumlah penduduk terhadap impor barang.

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual

Kurs Valuta Asing

(X

1

)

PDRB (Produk Domestik

Regional Bruto)

(X

2

)

Jumlah Penduduk

(X

3

)

(51)

2.8 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan yang

dirumuskan untuk pengertian sementara dan perlu diuji kebenarannya melalui

data yang terkumpul. Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Nilai kurs valuta asing berpengaruh negative terhadap impor barang di

Sumatera Utara, ceteris paribus.

2. PDRB berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara, ceteris

paribus.

3. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan

dalam mengumpulkan data atau informasi empiris guna memecahkan

permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Dalam mengumpulkan data yang

diperlukan menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai

berikut.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini menggunakan tiga variable yang dianggap

mempengaruhi impor barang, yaitu:

 Nilai tukar atau kurs valuta asing

 PDRB

 Jumlah penduduk

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kuantitatif

yaitu data yang berbentuk angka-angka. Sedangkan sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Biro Pusat Statistik

(BPS) Sumatera Utara. Selain itu data-data lainnya yang mendukung penelitian ini

diperoleh dari jurnal-jurnal, buku-buku bacaan, dan situs-situs yang berkaitan

dengan penelitian ini. Berdasarkan kurun waktunya, data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah times series (tahunan), dengan kurun waktu 1986-2010

(53)

3.3 Pengolahan Data

Untuk mengolah data, penulis menggunakan program E-Views 5.1

3.4 Model Analisis Data

Spesifikasi model analisis data yang akan dijadikan sebagai model penelitian

merupakan fungsi matematis dengan parameter berbentuk linear. Model analisis

yang dipakai adalah metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square/OLS).

Hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen

dirumuskan dengan fungsi sebagai berikut:

Impor barang: f (nilai tukar, PDRB, jumlah penduduk)

Y = f ( X1, X2, X3)...(1)

Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi

berganda sebagai berikut:

Y = α + β1 X1+ β2 X2 + β3 X3 + µ...(2)

Dimana:

Y = Impor barang Sumatera Utara α = Intercept

β1,β2 ,β3= Koefisien Regresi

X1 = Nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah X2 = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) X3 = Jumlah Penduduk

(54)

� > , artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (PDRB) maka Y (Impor

barang Sumatera Utara) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

� > , artinya jika terjadi kenaikan pada X3 (jumlah penduduk Sumatera

Utara) maka Y (impor barang Sumatera Utara) mengalami kenaikan,

ceteris paribus.

3.5 Uji Kesesuaian (Test Of Goodness Of Fit) 3.5.1 Koefisien Determinasi ( R Square )

Koefisien Determinasi (R – Square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama mampu memberikan

penjelasan terhadap variabel dependen dimana nilai koefisien determinasi (R2)

adalah antara 0 sampai 1 (0≤R2≤1).

Koefisien Determinasi bernilai nol tidak berarti tidak ada hubungan antara

variabel-variabel bebas dengan variabel terikat, sebaliknya nilai koefisien

determinasi 1 berarti tidak ada hubungan sempurna antara variabel bebas dengan

variabel terikat.

�� = ∑ � √ � √

Dimana:

Gambar

Grafik Perkembangan Ekspor Impor Indonesia tahun
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Ekspor Impor Indonesia tahun 1970 –
Gambar 1.2 Grafik Volume Ekspor Impor Indonesia tahun 1990 – 2011
Gambar 2.1 Evolusi dari Perkembangan Teori-teori Perdagangan Internasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulis berharap dengan adanya sistem pemesanan seperti ini dapat lebih cepat dan akurat dalam mengatasi segala macam masalah yang

Dari hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan program / kegiatan tahun 2015 / 2016 dan hasil kesepakatan para pemangku kepentingan di MIN Tanobonunungan,

Sistem informasi penjualan barang masih dilakukan secara manual, sehingga sering mengakibatkan keterlambatan dalam memberikan informasi yang cepat dan akurat pada pimpinan,

Diumumkan kepada seluruh Peserta Pengadaan sehubungan dengan telah ditetapkannya Pemenang Pelelangan Kegiatan Harwat Kapal Klas C Dit Pol Air Polda Bali TA. 2017

Berdasarkan surat penetapan rekanan lulus prakualifikasi nomor : 31/PL/IV/2011 Tanggal 25 April 2011 Dengan ini kami sampaikan perusahaan yang lulus evaluasi

Panitia Pengadaan pada Sekretariat DPRD Kota Bandar Lampung akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan Jasa Lainnya sebagai

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan, dengan terlebih dahulu melakukan registrasi pada Layanan Pengadaan Secara

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Tersebut akan diumumkan oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kantor Perpustakaan, PDE dan Arsip Daerah Kota Bandar Lampung