• Tidak ada hasil yang ditemukan

Islam di Asia Dan Tenggara.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Islam di Asia Dan Tenggara.pdf"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ISLAM DI ASIA TENGGARA Agus Kusman agus.tonjong2016@gamil.com

Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pendahuluan

Asia Tenggara merupakan kawasan yang cukup luas dan cukup berpengaruh di kancah dunia. Asia Tenggara dipilah dalam dua kelompok yakni Asia Tenggara Daratan yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam, dan Asia Tenggara Maritim yakni Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Timor Leste.1

Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang yang mempunyai sikap sosial dan kepercayaan yang beragam. Secara sosial budaya penduduk di kawasan ini lebih mayoritas beragama Islam, akan tetapi kenyataan realitas sosial, budaya dan keyakinan yang berkembang di dalamnya menunjukkan keragaman dan heterogen.2

Islam di negara-negara Asia Tenggara, sangat diperhitungkan karena jumlah kuantitasnya, hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara, penduduknya baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya, Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia (Sekitar 90% menganut agama Islam),

1Secara geografis, Asia tenggara terletak pada area yang sangat strategis untuk

masuknya peradaban baru, hal ini dikarenakan letak Asia Tenggara di tengah perjalanan

Timur Barat, dihubungkan dengan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan, adanya beberapa

pelabuhan seperti Sriwijaya, Perlak, Pasai, Malaka, Batam, Cirebon, Makasar, Brunei, dan

Pattani, ada hubungan dengan Lautan Hindi dan Laut China Selatan, angin muson Barat Daya

dan Timur Laut, sehingga mempertemukan para pedagang. Lihat Ira. M. Lapidus, Sejarah

sosial Ummat Islam. Bagian kesatu dan dua, (Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000),

cet. II, hlm. 35, lihat juga Anthony Reid, Southeast Asia In The Early Modern Era Trade,

Power and Belief, Cornell University Press, 1993, hlm 15, dan Nicholas Tarling, South Asia:

A Modern History, Oxford University Press, 2005, hlm 43

(2)

Burma (hanya ada sebagian kecil wilayah Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura).

Warga Muslim di Asia Tenggara diperkirakaan jumlah mereka adalah 300 juta jiwa. Atas dasar tersebut pantas jika dikatakan bahwa negara-negara di Asia Tenggara dapat dikatakan sangat luas jika dianalogikan itu dari Islam terbentang dari kawasan Afrika Barat Daya sampai Asia Selatan, yang jumlah Muslimnya terbesar. Negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara sebagai besar jumlah penduduknya memeluk agama lslamnya. Salah satunya wilayah-wilayah yang masuk kawasan India jauh sampai Lautan Cina dan mencakup lndonesia, Malaysia dan Filipina. Namun kita tidak boleh terlalu berbangga hati dengan data statistik yang di atas, justru data itu dapat menjadi acuan bagi kita untuk menggali lebih dalam lagi tentang sejarah masuknya agama Islam di Asia Tenggara dan bagaimana agama Islam bisa menjadi agama yang mempunyai penganut terbanyak dan menjadi kekuatan sosial yang begitu kuat, padahal Islam bukan agama yang pertama kali masuk atau agama yang dianut pertama kali oleh masyarakat yang ada di Asia Tenggara.

Makalah ini akan membahas lebih mendalam lagi tentang kedatangan Islam di Asia Tenggara, penyebaran Islam dan karakteristik Islam di Asia Tenggara itu sendiri. Tema ini penting dibahas pada makalah ini, dikarenakan bisa menjadikan pijakan pertama kita untuk meneliti dan menulis kembali perkembangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara, terutama perkembangan Islam di negara tercinta kita Indonesia.

Teori Kedatangan Islam di Asia Tenggara

Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, terjadi perdebatan panjang dan perbedaan dikalangan para ahli. Perdebatan ini menurut Azyumardi Azra berkisar pada tiga masalah pokok, yakni asal-muasal Islam yang berkembang di wilayah Asia Tenggara, pembawa dan pendakwah Islam dan kapan sebenarnya Islam mulai datang ke Nusantara.3

Ada sejumlah teori yang membicarakan mengenai asal-muasal Islam yang berkembang di Nusantara. Pertama, teori yang menyatakan bahwa Islam

(3)

datang langsung dari Gujarat dan Malabar4. Teori ini dikemukaan oleh Pijnapel, Snouck Hurgonje dan Moquette. Teori ini mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Nusantara bukan berasal dari Persia atau Arabia, melainkan dari orang-orang Arab yang telah bermigrasi dan menetap di wilayah India dan kemudian membawanya ke Nusantara. Teori ini mendasarkan pendapatnya melalui tori mazhab dan teori nisan. Menurut teori ini, ditemukan adanya persamaan mazhab yang dianut oleh umat Islam Nusantara dengan umat Islam Gujarat. Mazhab yang dianut oleh kedua komunitas Muslim ini adalah mazhab Syafii. Pada saat bersamaan teori mazhab dikuatkan dengan teori nisan, yakni ditemukannya model dan bentuk nisan pada makam-makam baik di Pasai, Semenanjung Malaya dan di Gresik, yang bentuk dan modelnya sama dengan yang ada di Gujarat. Karena bukti-bukti, mereka memastikan Islam berkembang di Nusantara pastilah berasal dari sana.5 Kedua, teori yang mengatakan bahwa Islam datang dari Bengal, (kini Banglades). Teori ini dikemukakan oleh Kern, Winstedt, Bousqute, Vlenke, Gonda, Schrike dan Hall. Teori Bengal didasarkan pada teori nisan. Menurut mereka, model dan bentuk nisan yang mirip bentuk dan gayanya di Bruas, pusat kerajaan kuno Melayu di Perak, Semenanjung Malaya. Ia berpendapat baahwa seluruh batu nisan di Bruas, Gresik, Pasai didatangkan dari Gujarat, oleh karena itu, menurutnya pastilah, Islam juga berasal dari sana.6 Namun teori ini menjadi lemah dengan diajukannya teori mazhab. Mengikuti teori mazhab, ternyata perbedaan mazhab yang dianut oleh umat Islam Bengal yang bermazhab Hanafi, sementara umat Islam Nusantara

menganut mazhab Syafi’i. Dengan demikian teori Bengal ini tidak kuat.7

4 Tjandrasasmita, Uka. Pertumbuhan Dan Perkembangan Kota-Kota Muslim Di Indonesia Dari Abad XVII Sampai Abad XVIII Masehi. Jakarta: Penerbit Menara Kudus,

2000, hlm 67. Lihat juga Muarif Ambary, Hasan. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis

dan Historis Islam Indonesia. Jakarta: Logos, 1998, hlm 24

5Azyumardi, Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII dan XVIII. Hlm24, lihat juga Muarif Ambary, Hasan. Menemukan Peradaban Jejak

Arkeologis dan Historis Islam Indonesia. Jakarta: Logos, 1998, hlm 45

6 Hasan Muasrif Ambary. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia.Jakarta: Logos, 1998, hlm 37

(4)

Teori ketiga, Islam datang dari Persia, hal ini terbukti dari banyaknya

ditemukan tradisi dan budaya Persia dan Syi’ah yang masuk ke Nusantara,

seperti halnya dalam model upacara keagamaan seperti tabut di Minangkabau, metode pembelajaran pembacaan Al-Qur’an seperti metode bagdadiyah, istilah-istilah bazaar, Mulud Fatimah, dan sebagainya. Teori keempat, Islam datang dari Arab, teori ini dikemukakan oleh John Crawford disokong Syed Muhamad Naquib l-Attas dengan memperhatikan bukti-bukti yakni aktivititas perdagangan meneruskan catatan China yang menyatakan orang Arab dan Persia mempunyai pertempatan di Canton pada 300 M, pedagang Arab dapat menguasai laut dari pelabuhan Iskandariah hingga China, orang Arab telah berdagang di rantau ini terutama setelah kemunculan Islam pada abad 7 M, serta ditemukannya perkampungan Islam Ta Shih di Sumatera Utara pada 650 M yang menurut catatan China serta pengislaman raja-raja Melayu oleh Syeikh dari Arab seperti dalam Hikayat Raja-Raja Pasai keturunan Sufi yang berhasil Mengislamkan Merah Silu ( Malik al-Salih ) dan Raja Pattani Phaya Tu Nakpa diislamkan Syeikh Said.8

Mengenai siapakah yang menyebarkan Islam ke wilayah Nusantara, Azyumardi Azra mempertimbangkan tiga teori; Pertama, teori da’i. Penyebar Islam adalah para guru dan penyebar profesional (para da’i). Mereka secara

khusus memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam. Kemungkinan ini didasarkan pada riwayat-riwayat yang dikemukakan historiografi Islam klasik, seperti misalnya Hikayat Raja-raja Pasai (ditulis sekitar 1350), Sejarah Melayu (ditulis setelah 1350) dan Hikayat Mahawangsa (ditulis setelah 1630).

Kedua, teori pedagang. Islam disebarkan oleh para pedagang. Mengenai peran pedagang dalam penyebaran Islam kebnayakan dikemukakan oleh sarjana Barat. Menurut mereka, para pedagang Muslim menyebarkan Islam sambil melakukan usaha perdagangan. Elaborasi lebih lanjut dari teori pedagang Muslim tersebut melakukan perkawinan dengan wanita setempat diaman mereka bermukim dan menetap. Dengan pembentukan keluarga Muslim,

Perkembangan Kota-Kota Muslim Di Indonesia Dari Abad XVII Sampai Abad XVIII Masehi . Jakarta: Penerbit Menara Kudus, 2000. Hlm 15, lihat juga K.H.O Gadjahnata, Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatra Selatan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986. Hlm 5

8 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradapan Islam. Bandung: Pustaka Setia,2008. Hlm.

187, lihat juga Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 4, No. 2, 2013, Kajian Asia Tenggara: Antara

(5)

maka nukleus komunitas-komunitas Muslim pun terbentuk.9 Selanjutnya dikatakan, sebagian pedagang ini melakukan perkawinan dengan keluarga bangsawan lokal yang dalam perkembangannya memberikan kemungkinan untuk mengakses pada kekuasaan politik yang dapat dipakai untuk menyebarkan Islam. Ketiga, teori sufi. Seraya mempertimbangkan kecilnya kemungkinan bahwa para pedagang memainkan peran terpenting dalam penyebaran Islam. A.H Johns mengatakan bahwa para sufi pengembara yang terutama melakukan peniaran islam di kawasan Nusantara ini. Menurutnya banyak sumber-sumber lokal yang mangaitkan pengenalan islam ke wilayah ini dengan guru-guru pengembara dengan karakteristik sufi yang kental. Para sufi ini telah berhasil mengislamkan jumlah besar penduduk Nusantara setidaknya sejak abad ke-13. Faktor utama keberhasilan para guru sufi adalahkemasan yang atraktif, khususnya denga pada kemmapuannya dalam n menekankan kesesuaian Islam dengan kepercayaan dan praktik keagamaan lokal.

Persoalan tentang kapan masuknya Islam ke Nusantara, dalam hal ini Azyumardi Azra mengatakan:

“ Mungkin benar bahwa Islam sudah diperkenalkan ke dan ada di

Nusantara pada abad-abad pertama Hijriah, sebagaimana dikemukakan Arnold dan dipegani banyak sarjana Indonesia-Malaysia, tetapi hanyalah setelah abad ke 12 pengaruh Islam keliatan lebih nyata, karena itu, proses Islamisasi nampaknya mengalami akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16”.10

Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Nusantara yang berkembang ada enam, yaitu; Pertama. Saluran perdagangan. Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat

9 Studia Insania, Oktober 2014 Vol. 2, No. 2 Proses Pembentukan Komunitas

Muslim Indonesia Mirhan AM, hlm. 79-88, lihat juga Media Syariah, Vol. Xv No. 1 Januari – Juni 2013 Mediasi India Dalam Perpindahan Dan Penyebaran Kultur Dan Peradaban Persia: Islamisasi Di Asia Tenggara, Mohammad Ali Rabbani Konselor Budaya Kedutaan

Besar Republik Islam Iran Di Indonesia Peneliti Kajian Kebudayaan Timur Asia

(6)

pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.11 Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.12

Kedua. Saluran perkawinan. Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.

11 Djoko Marihandono , Nilai Strategis Malaka dalam Kontelasi Politik Asia Tenggara Awal abad XX : Studi Kasus Tentang Strategi Maritim, Makalah ini disampaikan pada acara seminar internasional, Univeristas Hasanudin dan University Kebangsaan Malaysia , Makasar 24-27 Novermber 2016

(7)

Ketiga. Saluran Tasawuf. Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.13

Keempat. Saluran pendidikan. Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiyai-kiyai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar adari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.

Kelima. Saluran kesenian. Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir. Keenam. Saluran politik. Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di

(8)

daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

Nusantara adalah sebutan (nama) bagi seluruh kepulauan Indonesia, namun demikian, berbicara tentang awal kedatangan Islam di Asia Tenggara, dimana Indonesia adalah negara yang tergolong awal dalam hal kedatanagn Islam di Asia tenggara, maka terori ini menjadi relevan untuk konteks kedatangan Islam di Asia Tenggara.14

Kedatangan Islam di Asia Tenggara

Sebelum memulai pembahasan, agaknya perlu dibedakan antara term

“kedatangan Islam”, “penetrasi” (penyebaran) Islam”, dan “Islamisasi”. Kedatanagn Islam biasanya dibuktikan dengan melihat peninggalan sejarah seperti prasasti, batu bertulis, batu nisan dan lain-lain, dari bukti inilah kemudian diperkirankan awal kedatangan Islam di suatu tempat tertentu. Kedatangan Islam di suatu tempat tidak selalu berarti bahwa masyarakat setempat telah menganut Islam. Konversi Islam suatu masyarakat setempat seringkali berselang kurang lebih setengah abad dengan kedatangan Islam itu sendiri. Sedangkan Islamisasi merupakan suatu proses panjang yang berlangsung selama berabad-abad bahkan sampai sekarang yang selain mengandung arti upaya pemurnian Islam dari unsur-unsur kepercayaan non-Islam, serta berusaha agar Islam dilaksanakan dalam berbagai aspek kehidupan, yang mencakup ritual keagamaan, ekonomi, sosial budaya, politik, hukum dan pemerintahan. Dengan demikian, Islamisasi juga terkait dengan pemurnian dan pembaharuan Islam.

Islam masuk ke Asia Tenggara melalui suatu proses damai yang berlangsung selama berabad-abad. Peneyabaran Islam di kawasan ini terjadi tanpa pergolakan politik atau melalui ekspansi pembebasan yang melibatkan kekuatan militer, pergolakan politik atau pemaksaan struktur kekuasaan norma-norma masyarakat dari luar negeri. Melainkan Islam masuk melalui

14Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPM UIN Sultan Syarif Kasim. 2014. Hlm 7, lihat juga P Lim Pui Huen, James H Morrison dan Kwa Chong Guan, Sejarah

(9)

jalur perdagangan, perkawinan, dakwah dan pembauran masyarakat Muslim Arab, Persia, India dengan masyarakat pribumi. Azyumardi azra menambahkan bahwa penyebaran Islam di Asia tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timur Tengah, Asia Selatan dan Afrika yang oleh sumber-sumber Islam di Timur Tengah disebut Fath (atau Futuh), yakni pembebasan, yang dalam prakteknya sering melibatkan kekuatan militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan yang disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat untuk memeluk Islam. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut futuh

yang disertai kehadiran kekuatan militer.15

Masuknya Islam ke berbagai wilayah Asia Tenggara tidak berada dalam satu waktu yang bersamaan, melainkan berlangsung selama berabad-abad, dan tidak merata di seluruh tempat. Kondisi wilayah-wilayah Asia Tenggara pada saat itupun berada dalam situasi politik dan kondisi budaya yang berbeda-beda. Misalnya, pada paruh kedua abad ke-13, para penguasa Sumatera Utara (sekarang Aceh) sudah menganut Islam. Pada saat yang sama hegemoni politik di Jawa Timur masih di tangan raja-raja beragama Syiwa dan Budha seperti Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singasari. Begitupula kerajaan Islam Demak baru berdiri bersamaan dengan melemahnya kekuasaan

Majapahit, karena itu tidaklah mudah menjawab “kapan, dimana, mengapa, dan dalam bentuk apa” Islam mulai menimbulkan dampak pada masyarakat Asia Tenggara untuk pertama kalinya.

Banyak peneliti yang mengatakan bahwa Islam telah datang ke Asia tenggara sejak abad pertama hijriah (7M) seperti diyakini oleh Arnold. Ia mendasarkan pendapatnya ini pada sumber-sumber Cina yang menyebutkan bahwa menjelang akhir perempat ketiga abad ke 7 seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera16. Sebagian orang-orang Arab ini dilaporkan melakukan perkawinan dengan wanita lokal, sehingga membentuk nukleus sebuah komunitas Muslim yang terdiri dari orang-orang Arab pendatang dan

15 Azyumardi AZra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung: Rosdakarya, 1999, hlm 23

16 Leo Suryadinata, Laksamana Chengho dan Asia Tengggara, Jakarta: LP3ES,

(10)

penduduk lokal. Menurut Arnold, anggota-anggota komunitas Muslim ini juga melakukan kegiatan-kegiatan penyebaran islam. Pendapat yang sama juga ditegaskan oleh J.C Van Leur, bahwa koloni-koloni Arab Muslim sudah ada di barat laut Sumatera, yaitu Barus, daerah penghasil kapur Barus terkenal sejak tahun 674 M. pendapatnya ini didasarkan pada cerita perjalanan para penegambara yang sampai ke wilayah Asia Tenggara.17

Catatan Cina juga menyebutkan bahwa di masa Dinasti Tang, tepatnya abd ke-9 dan ke-10 M, orang-orang Ta-shih sudah ada di Kanton (Kan-fu) dan Sumatera. Ta-shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia. Yang ketika itu jelas sudah menjadi Muslim. Terjalinnya hubungan dagang yang bersifat internasional antara negara-negara di Asia bagian Barat dan Timur agaknya disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Pemerintahan Bani Umayah di bagian Barat dan kerajaan Cina zaman Dinasti Tang di Asia bagian Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Berbeda dengan pandangan Arnold, menurut Taufik Abdullah, belum ada bukti bahwa pribumi Nusantara di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagangg Muslim itu sudah menganut agama Islam, adanya koloni yang terdiri dari para pedagang Arab itu karena mereka berdiam di sana untuk menunggu musim balik untuk berlayar.18

Proses konversi Islam dikalangan pribumi Asia tenggara baru terjadi pada masa berikutnya, seperti dikemukakan Azyumardi Azra :

Mungkin benar bahwa Islam sudah diperkenalkan ked an ada di Nusantara pada abad-abad pertama Hijriah, sebagaimana dikemukakan Arnold dan dipengagi banyak sarjana Indonesia-Malaysia, tetapi hanyalah setelah abad ke-12 pengaruh islam keliatan lebih nyata. Karena itu proses Islamisasi nampaknya mengalami akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16.19

17 Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPM UIN Sultan Syarif Kasim. 2014. Hlm 7

18 Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis Ulama

Indonesia, hlm 34, lihat juga Leo Suryadinata, Laksamana Chengho dan Asia Tengggara, Jakarta: LP3ES, 2007, hlm 25

(11)

Seperti tergambar secara implisit dalam uraian diatas, Islam di Asia tenggara pada awalnya diperkenalkan melalui hubungan dagang dan perkawinan. Para pedagang Muslim Arab diyakini menyebarkan Islam sembari melakukan perdagangan di wilayah ini. para pedagang Muslim tersebut juga melakukan perkawinan dengan penduduk lokal. Dengan pembentukan keluarga Muslim ini, komunitas-komunitas Muslimpun terbentuk, yang pada gilirannnya memainkan andil besar dalam penyebaran Islam.

Selanjutnya dikatakan, sebagian pedagang ini melakukan perkawinan dengan keluarga bangsawan lokal sehingga memungkinkan mereka atau keturunan mereka pada akhirnya mencapai kekuasaan politik yang digunakan untuk penyebaran Islam. Namun A.H Johns meyakini bahwa kecil kemungkinan para pedagnag itu berhasil mengislamkan jumlah penduduk yang besar dan signifikan. Karena itu ia berpendapat bahwa adalah para sufí pengembara yang terutama melakukan penyiaran Islam di kawasan ini. para sufí berhasil mengislamkan sejumlah besar penduduk Asia Tenggara setidaknya sejak abad ke-13, sehingga pengaruh Islam keliatan lebih nyata. Hal ini disebabkan oleh karena para sufí tersebut menyampaikan Islam dengan cara yang menarik antara lain dengan menekankan kontiunitas antara budaya dan praktik keagamaan lokal. Misalnya memperkenalkan Islam dengan nuansa tasawuf seperti mengajarkan teosofi20 sinkretik yang kompleks. Selain itu, mengapa Islam dapat diterima dengan mudah sebagai agama, antara lain karena Islam mengajarkan toleransi dan persamaan derajat di antara sesama, sementara ajaran Hindu menekankan perbedaan derajat manusia, sehingga ajaran islam sangat menarik perhatian penduduk lokal.

Watak dan Karakteristik Islam Asia Tenggara

Beberapa hasil studi menegaskan bahwa Islam Asia Tenggara memiliki watak dan karakteristik menjadi jantung Dunia Muslim. Hal ini disebabkan adanya proses adaptasi dengan kondisi lokal sehingga membentuk dinamika Islam Asia Tenggara yang khas, yang membedakannya dengan Islam di Timur Tengah, Afrika dan wilayah lainnya. Karakteristik khas Islam

(12)

di Asia Tenggara itu, misalnya seperti yang dikemukakan Azyumardi Azra adalah watak islam yang lebih damai, ramah, toleran.21

Watak Islam seperti itu diakui banyak pengamat atau “orientalis”

lainnya di masa lalu, diantaranya, Thomas W Arnold. Dalam buku klasiknya,

The Preaching of Islam, Arnold menyimpulkan bahwa penyebaran dan perkembangan historis Islam di Asia Tenggara berlangsung secara damai. Azyumardi Azra menambahkan bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber sejarah Islam di Timur Tengah disebut Fath (atau Futuh), yakni pembebasan yang dalam prakteknya sering melibatkan kekuatan militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan yang disebutkan terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat untuk memeluk aagama Islam. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut sebagai futuh yang disertai kehadiran kekuatan militer. Penting dicatat, penyebebaran Islam di Asia Tenggara yang damai seperti itu, pada gilirannya memunculkan konsekuensi yang dibahasakan

Azyumardi Azra sebagai “ Islam Asia tenggara yang lebih “lunak”, lebih “jinak”, lebih toleran atau bahkan “akomodatif” terhadap kepercayaan,

praktek keagamaan, tradisi dan budaya lokal. Sikap akomodatif, yang oleh pesantren di Jawa disebut dengan pendekatan tasamuh, tawazun, dan tawasuth, telah memberikan “ruang dialog” bagi semua komunitas yang ada saat itu untuk mencerca agama baru di Nusantara.

Berbeda dengan wajah Islam Timur tengah yang digambarkan sebagai

“penuh kekerasaan dan sangat agresif” Islam di Asia Tenggara menurut

Jamhari dipandang sebagai representasi “lain” yang positif. Menurutnya, kemampuan Islam di Asia Tenggara untuk beradapatasi dengan budaya lokal dan dapat menampilkan wajahnya yang ramah dan toleran menjadi penawar bagi potret Islam yang keras dan agresif tersebut. Islam di Asia Tenggara memberikan contoh yang baik bagaimana sebuah agama dapat berkembang dalam masyarakat yang plural dan multi etnis. Di tengah-tengah perbedaan itu, Islam di Asia Tenggara mengadopsi budaya lokal untuk memperkaya khasanah pengalaman keislaman. Perbedaan dalam menterjemahkan keislaman di Indonesia sesungguhnya adalah, meminjam istilah Marshal

Ghodson, “mosaic” yang memberikan keindahan gambar Islam dalam bentuk

budaya yang plural. Makanya tidak mengherankan jiak Asia Tenggara

(13)

mempunyai variasi karakter keislaman yang khas; ada melayu, Aceh, Jawa, Bugis, banten, Sunda, Patani, Mindanau, Brunei dan sebagainya.22

Karakter khas Islam Asia Tenggara lainnya adalah wataknya yang

“moderat”. Dalam dunia diaman pandnagan dunia telah memaknai Islam tidak

cocok dengan modernisasi dan demokrasi, bahkan dikonotasikan dengan radikalisme agama, Asia Tenggara justru memperhatikan sosok Islam yang moderat. Hal itu tercermin dari gerakan pemikiran Muslim di kawasan ini yang terbuka dan akomodatif terhadap modernitas. Seperti dikemukakan Jamhari sebagai berikut :

Meski hubungan intelektual dengan Timur Tengah terus terjalin, Islam Asia Tenggaramembuka hubungan intelektual dengan pusat-pusat peradabaan Barat. Akalu sebelumnya perdebatan wacana keagamaan didominasi oleh mereka yang belajar ke Timur Tengah, sekarang perdebatan itu bearagam dengan masuknya alumni-alumni Universitas dari Barat. Akibatnya adalah, umat islam di Asia tenggara dapat dengan akrab berdiskusi dengan isu-isu global seperti civil society atau masyarakat madani, Hak Asasi manusia (HAM), demokrasi, isu-isu gender, dan lain-lainnya.23

Sejak pasca Perang Dunia II, Asia Tenggara mulai dianggap sebagai salah satu kawasan yang terpenting di dunia. Selain karena posisi geografis dan geopolitiknya yang stretegis. Kawasan ini juga memperlihatkan dinamika budaya yang khas, perkembangan ekonomi yang cepat dan gejolak politiknya yang sangat dinamis. Dinamika politik, ekonomi, budaya dan keagamaan yang cukup tinggi mendorong kawasan ini menjadi sebuah kekuatan baru. Kaum Muslimin seperti Indonesia dan Malaysia, kini mendominasi struktur kepemimpinan nasional mereka dan menunjukan adanya kekuatan besar Islam yang sedang bergerak di balik perkembangan-perkembangan yang kini sedang terjadi. Mereka juga sedang menunjukan sumbangan dan perannya yang besar dalam membangun masyarakat dan negara. Selain itu juga, budaya Melayu terlihat sangat menonjol bukan saja di negara Malaysia, Brunei Darussalam, dan Tahiland bagian selatan, tetapi juga di Indonesia.

Islam yang menjadi agama mayoritas di tiga wilayah utama yakni Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam menjadi faktor penting dalam

22 Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPM UIN Sultan Syarif Kasim. 2014. Hlm 10

(14)

proses sosial, budaya , politik dan pendidikan. Begitu besar pengaruhnya yang dibawa Islam terhadap pengautnya, sehingga agama ini seringkali memasuki rung publik yang tidak terbatas, sebagai way of, pada berbagai lini kehidupan. Aspek sosial-ekonomi, budaya politik, berbangsa dan bernegara Islam berpengaruh, begitu pula dalam perilaku keseharian. Sesuai dengan kondisi dan watak masyarakat Melayu yang mendiami wilayah ini, Islam tampil dalam wajah yang toleran, damai, dan moderat. Meski demikian, juga tidak sepenuhnya sepi dari reaksi-reaksi yang berbau kekerasan khususnya ketika berhadapan dengan negara dan penganut agama lain yang dianggap tidak toleran.24

Sementara di beberapa wilayah seperti Singapura, Filipina, Thailand Selatan, Myanmar, dan Kamboja, dimana Muslim berada pada posisi minoritas, mereka berjuang dengan keberagaman bentuk dan tantangan yang dihadapinya untuk mempertahankan identitas dan keyakinannya. Keadaan tersebut menampakan variasi wajah dan dinamika Islam yang muncul sebagai akibat dari respon atas kondisi sosial dan politik masing-masing negara di kawasan ini.25

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Prenada Media Grup, 2004

Abdullah, Taufik dan Sharon Shiddique, Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. 1989

Gadjahnata, Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatra Selatan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 1986

Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPM UIN Sultan Syarif Kasim, 2014

Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian Kesatu Dan Kedua. Jakarta: Rajawali Pers, 1999

Marihandono, Djoko. Nilai Strategis Malaka dalam Kontelasi Politik Asia Tenggara Awal abad XX : Studi Kasus Tentang Strategi Maritim, Makalah ini disampaikan pada acara seminar internasional, Univeristas Hasanudin dan University Kebangsaan Malaysia , Makasar 24-27 Novermber 2016

Mirhan, AM. Proses Pembentukan Komunitas Muslim Indonesia

Studia Insania, Oktober 2014 Vol. 2, No. 2

Muarif Ambary, Hasan. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia. Jakarta: Logos, 1998

Tjandrasasmita, Uka. Pertumbuhan Dan Perkembangan Kota-Kota Muslim Di Indonesia Dari Abad XVII Sampai Abad XVIII Masehi. Jakarta: Penerbit Menara Kudus, 2000

Thohir, Ajid. Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik Dan Geo-Politik.2009. Jakarta: PT Rajawali Press, 2009

(16)

Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 4, No. 2, 2013, Kajian Asia Tenggara: Antara Narasi, Teori, dan Emansipasi, Achmad Firas Khudi dan Iqra Anugrah,

Media Syariah, Vol. Xv No. 1 Januari – Juni 2013 Mediasi India Dalam Perpindahan Dan Penyebaran Kultur Dan Peradaban Persia: Islamisasi Di Asia Tenggara, Mohammad Ali Rabbani Konselor Budaya Kedutaan Besar Republik Islam Iran Di Indonesia Peneliti Kajian Kebudayaan Timur Asia

P Lim Pui Huen, James H Morrison dan Kwa Chong Guan, Sejarah Lisan di Asia Tenggara Teori dan Metode, Jakarta, LP3ES, 2000

Leo Suryadinata, Laksamana Chengho dan Asia Tengggara, Jakarta: LP3ES, 2007

Syekh Faqih al-Fatani, Tarikh Fathani, versi salinan Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani, ditranliterasi dan disunting oleh Hj Wan Mohd Shaqir Abdullah, Persatuan Pengkajian Khasanah Klasik Nusantara dan Khasanah Fathaniyah Kuala Lumpur, 1998

Anthony Reid, Southeast Asia In The Early Modern Era Trade, Power and Belief, Cornell University Press, 1993

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian-penelitian tedahulu dan teori, penulis dapat mengelompkan setidaknya dua dampak dari sisi interlisitng yang dilakukan oleh sebuah perusahaan,

Abstrak — Taman Seni dan Pusat Pelatihan Kebudayaan Tradisional Jawa Timur di Kediri ini merupakan sebuah fasilitas yang mewadahi kegiatan pertunjukan serta

pendekatan semiotika dimana menggunakan tanda-tanda atau kode yang mempunyai makna tertentu di dalam film tersebut. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode

Prosedur pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Provinsi Sulawesi Utara sudah berjalan dengan baik dan efektif sesuai dengan

Tak heran, bila nama Lewi Noron (dan beberapa kerabatnya: Yepta Noron, Tarub Noron, Yulius Sastra Noron) termaktub dalam catatan sejarah gereja Katolik Betawi Kampung

HTML adalah singkatan dari Hypertext Markup Language. 678) HTML adalah bahasa pemrograman dengan format khusus yang dapat programmer gunakan untuk membuat format

(Çünkü nerede yaptığı seçimin icabını yerine getiremeyecek kadar güçsüz bir irade varsa, bu onun daha büyük bir iradenin gücüyle engellendiğine/geciktirildiğine

ATPK adalah perusahaan yang berbasis di Indonesia bergerak di bidang pertambangan batubara dan mineral lainnya, eksploitasi minyak dan gas dan investasi dalam bisnis energy