• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER TOLERAN PERSPEKTIF MULTIKULTURALISME (Studi Kasus di SMP Negeri 1 dan 2 Kaloran Kabupaten Temanggung) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER TOLERAN PERSPEKTIF MULTIKULTURALISME (Studi Kasus di SMP Negeri 1 dan 2 Kaloran Kabupaten Temanggung) - Test Repository"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus di SMP Negeri 1 dan 2 Kaloran Kabupaten Temanggung)

oleh

ZAENURI ROFI’IN NIM. 12010150021

Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Perspektif Multikulturalisme (Studi Kasus di SMP Negeri 1 dan 2 Kaloran Kabupaten Temanggung). Tesis. Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2017. Pembimbing: Dr. Zakiyuddin, M. Ag.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) muatan pendidikan Agama Islam tentang nilai-nilai toleransi, 2) implementasi pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter toleran perspektif multikulturalisme, 3) dampak implementasi di SMPN 1 dan SMPN 2 Kaloran.

Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif, pendekatan yang digunakan adalah studi kasus. Subjek penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Guru PAI dan siswa di SMPN 1 dan SMP Negeri 2 Kaloran. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan deskriptif analitik yaitu analisis terhadap muatan, implementasi dan dampak implementasi pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter toleran perspektif multikulturalisme di SMPN 1 dan SMPN 2 Kaloran.

Hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1) Muatan nilai-nilai toleransi dalam pendidikan agama Islam di SMPN 1 dan

SMPN 2 Kaloran ada di dalam; a) kompetensi inti dan kompetensi dasar, b) silabus dan c) buku bahan ajar. 2) Implementasi pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter toleran perspektif multikulturalisme terwujud dalam hal; a) melalui kegiatan ekstra kurikuler, peringatan hari-hari besar dan berbagai pembiasaan di sekolah. b) metode pembelajaran pendidikan agama Islam. 3) Dampak implementasi pendidikan agama Islam dalam pembentukan karakter toleran siswa yaitu; memunculkan kesadaran dalam keberbedaan dan mereduksi prasangka-prasangka negatif terhadap pemeluk agama lain sehingga mewujudkan kerukunan siswa.

(6)

v

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan mengharapkan ridho

yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul “Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk

Karakter Toleran Perspektif Multikulturalisme (Studi Kasus di SMP Negeri 1 dan

2 Kaloran Kabupaten Temanggung)”. Tesis ini disusun sebagai salah satu

persyaratan untuk meraih gelar Magister Studi Islam pada Program Pascasarjana

Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Shalawat dan salam semoga tercurah

kepada kita Nabi Muhammmad SAW, mudah-mudahan kita semua mendapatkan

syafaat-Nya kelak di yaumul qiyamah, amin.

Terjadinya beberapa insiden yang berbau konflik keagamaan

memunculkan pertanyaan dan kekhawatiran tentang bagaimanakah kondisi

toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, maka sangatlah

penting menjaga kerukunan dan toleransi yang sudah ada sejak dini, terutama

pada para siswa, agar kedepan tidak terjadi konflik karena latar belakang

perbedaan tersebut. Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk menilik

kembali pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter toleran menurut

perspektif multikulturalisme, yakni dengan melihat muatan-muatan pendidikan

agama Islam yang berkaitan dengan nilai-nilai toleransi, implementasi pendidikan

agama Islam dalam membentuk karakter toleran dan dampak dari implementasi

(7)

vi

maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku rektor Institut Agama Islam Negeri

Salatiga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di

almamater tercinta.

2. Dr. H. Zakiyuddin, M.Ag selaku Direktur Program Pascasarjana Institut

Agama Islam Negeri Salatiga dan pembimbing dalam penulisan tesis ini yang

dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan sejak penulisan sampai

dengan selesainya tesis ini.

3. Bapak Hammam, S.Pd.,M.Pd.,Ph.D selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Agama Islam Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

4. Bapak dan ibu dosen Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang

telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu kepada penulis selama

menempuh pendidikan.

5. Bupati Temanggung, Badan Kepegawaian Daerah dan Dinas Pendidikan

Kabupaten Temanggung atas ijin belajar dan kebijaksanaan yang diberikan

kepada penulis.

6. Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Agama Islam dan para siswa di SMP

Negeri 1 dan 2 Kaloran, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

(8)

vii dukungan dan pengertiannya.

8. Istri penulis Dwi Wahyu Yuliyanti, pendamping sejati, terima kasih untuk

semua kesabaran, pengertian dan motivasinya. Serta anak-anak penulis,

Dikta, Altaf dan Zaura, yang selalu mendorong penulis untuk menjadi teladan

terbaik kepada mereka, semoga menjadi anak-anak yang sholeh dan sholihah,

amin.

9. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga,

sebagai teman berbagi rasa dalam suka dan duka dan atas segala bantuan dan

kerjasamanya sejak mengikuti studi sampai penyelesaian penelitian dan

penulisan tesis ini. Khususnya kepada sahabat penulis alm. M. Syukri yang

telah dipanggil Allah Swt semoga husnul khatimah.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan dari isi

maupun tulisan tesis ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak masih dapat diterima dengan senang hati. Semoga

hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pengembangan

pembelajaran pendidikan agama Islam dimasa mendatang.

Salatiga, 30 Agustus 2017

(9)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

PRAKATA ... ... vi

DAFTAR ISI ... ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... . x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Signifikansi Penelitian ... 4

D. Kajian Pustaka ... 5

1. Penelitian Terdahulu ... 5

2. Kajian Teori ... 8

a. Pendidikan Multikultural ... 8

b. Karakter Toleran ... 9

E. Metode Penelitian ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 15

(10)

ix

C. Muatan Nilai-nilai Toleransi dalam Silabus Pendidikan

Agama Islam ... 22

D. Muatan Nilai-nilai Toleransi dalam Buku Bahan Ajar

Pendidikan Agama Islam ... 25

BAB III IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

MEMBENTUK KARAKTER TOLERAN

A. Upaya Pembentukan Karakter Toleran di Sekolah ... 31

B. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

dalam Membetuk Karakter Toleran ... 36

BAB IV DAMPAK IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM MEMBENTUK KARAKTER TOLERAN ... 41

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 45

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN

(11)

x 1. Kisi-kisi instrumen penelitian

2. Pedoman wawancara kepala sekolah

3. Pedoman wawancara guru

4. Pedoman wawancara siswa

5. Hasil observasi penelitian

6. Hasil wawancara kepala sekolah

7. Hasil wawancara guru PAI

8. Hasil wawancara siswa

9. Hasil dokumentasi penelitian

10. Surat ijin mengadakan penelitian

11. Surat keterangan telah mengadakan penelitian

12. Surat persetujuan revisi proposal tesis

(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 2016 lalu, di Indonesia terjadi lagi beberapa insiden yang

berbau konflik keagamaan. Beberapa kasus diantaranya adalah perusakan

tempat ibadah agama Buddha dan Konghucu di Tanjung Balai Sumatera

Utara, kerusuhan Tolikara di Papua. Jauh sebelumnya juga terjadi kasus

serupa yaitu pembakaran gereja di Temanggung pada tahun 2011 dan

kejadian-kejadian lainnya yang mengatasnamakan perselisihan antar agama.

Hal ini tentunya memunculkan pertanyaan tentang bagaimanakah kondisi

toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, yang selama ini

sudah diakui oleh negara lain sebagai bangsa yang menjunjung tinggi

kemajemukan dan kebhinekaan.

Kemajemukan itu tidak dapat dipungkiri karena bangsa Indonesia

memang terbangun dari berbagai agama, beragam suku, budaya, dan bahasa

maupun perbedaan letak geografis yang menyatu dalam satu kesatuan yaitu

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu keragaman yang menonjol

adalah perbedaan dalam hal memeluk agama. Negara menjamin kebebasan

setiap warga negara untuk memeluk agama sesuai keyakinan dan

kepercayaannya masing-masing.

Salah satu wajah kemajemukan agama di Indonesia bisa dilihat di

(13)

2

Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk Kecamatan Kaloran Kabupaten

Temanggung tahun 2015 sebanyak 40.783 orang dan sebanyak 32.601 orang

adalah pemeluk agama Islam. Jumlah tersebut jika dipersentase adalah

sebesar 79,94 persen. Nilai tersebut apabila dibandingkan dengan kecamatan

lain di Kabupaten Temanggung, persentase pemeluk agama Islam di

Kecamatan Kaloran merupakan yang terendah. Sedangkan persentase

dibawahnya setelah pemeluk agama Islam adalah pemeluk agama Buddha

dengan prosentase 14,40 persen, kemudian Kristen Protestan 4,87 persen dan

Kristen Katholik kurang dan 1 persen. Di Kecamatan Kaloran juga ada dua

desa yang mayoritas penduduknya beragama Buddha yaitu Desa Kalimanggis

57,24 persen dan Desa Getas 42,78 persen.1

Melihat data di atas, masyarakat di Kecamatan Kaloran bisa dikatakan

sangat heterogen dalam hal beragama, bahkan menurut pengamatan penulis

tempat-tempat ibadah yang belainan jaraknya sangat berhimpitan tetapi bisa

hidup berdampingan dengan tentram. Maka sangatlah penting menjaga

kerukunan dan toleransi yang sudah ada sejak dini, terutama pada para siswa,

agar kedepan tidak terjadi konflik karena perbedaan tersebut. Salah satu yang

dapat dilakukan adalah dengan menilik kembali wawasan pendidikan

multikultural khususnya dalam pendidikan agama Islam sebagaimana

menurut Zakiyuddin Baidhawy yang menyatakan bahwa pendidikan

multikultural adalah suatu cara untuk mengajarkan keragaman (teaching diversity) dan pendidikan agama berwawasan multikultural memiliki

(14)

3

karakteristik khas menanamkan kesadaran pentingnya hidup bersama dalam

keragaman dan perbedaan agama-agama (how to live and work together with other).2

Berdasarkan hal tersebut, maka sangatlah penting untuk melakukan

penelitian tentang implementasi pendidikan agama Islam dalam membentuk

karakter toleran menurut perspektif multikulturalisme khususnya di wilayah

Kecamatan Kaloran, dengan pembatasan masalah khususnya dalam toleransi

antar agama. Penulis sengaja memilih SMP Negeri 1 Kaloran dan SMP

Negeri 2 Kaloran karena kedua SMP tersebut berada di wilayah Kecamatan

Kaloran, yang kondisinya masyarakatnya paling heterogen dalam memeluk

agama di wilayah Kabupaten Temanggung. Selain itu berdasarkan penelitian

awal penulis diketahui bahwa keadaan siswa di SMP Negeri 1 Kaloran sangat

heterogen yaitu dari jumlah siswa kelas VII, VIII dan IX sebanyak 515 siswa,

terdiri dari 88,93% beragama Islam, 7,96% beragama Kristen dan 3,10%

beragama Buddha. Kondisi yang hampir sama juga terjadi di SMP Negeri 2

Kaloran yaitu dari jumlah seluruh siswa sebanyak 240 siswa, 70,41%

beragama Islam, 26,25% beragama Buddha, dan sisanya 2,91% beragama

Kristen.3

2

Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Erlangga, 2005,8-14.

3

(15)

4 B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah muatan Pendidikan Agama Islam dalam membentuk

karakter toleran perspektif multikulturalisme di SMP Negeri 1 dan SMP

Negeri 2 Kaloran?

2. Bagaimanakah implementasi Pendidikan Agama Islam dalam

membentuk karakter toleran perspektif multikulturalisme di SMP Negeri

1 dan SMP Negeri 2 Kaloran?

3. Bagaimanakah dampak implementasi Pendidikan Agama Islam dalam

membentuk karakter toleran di SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2

Kaloran?

C. Signifikansi Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian untuk mengetahui;

a. muatan Pendidikan Agama Islam dalam membentuk karakter toleran

perspektif multikulturalisme di SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2

Kaloran.

b. implementasi Pendidikan Agama Islam dalam membentuk karakter

toleran perspektif multikulturalisme di SMP Negeri 1 dan SMP

Negeri 2 Kaloran.

c. dampak implementasi Pendidikan Agama Islam dalam membentuk

(16)

5 2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoretis

Menambah khazanah keilmuan khususnya tentang pendidikan

multikultural dan karakter toleran dalam ranah Pendidikan Agama

Islam serta menjadi rujukan penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praksis

1. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah

satu bahan evaluasi dan masukan dalam mengambil kebijakan

untuk mengembangkan sikap toleransi beragama di sekolah.

2. Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam

pembelajaran untuk menumbuhkan karakter toleran siswa dalam

beragama khususnya melalui pendekatan multikulturalisme.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan informasi dan

pemahaman mengenai sikap toleransi beragama yang baik

sebagai sarana meningkatkan kerukunan antarumat beragama.

4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan

tentang multikulturalisme serta pemahaman bagaimana

menumbuhkan karakter toleran pada siswa.

D. Kajian Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Pembahasan dan penelitian tentang pendidikan multikultural

sudah banyak dilakukan, tetapi masing-masing mempunyai fokus yang

(17)

6

yang menyoroti tentang nilai-nilai multikultural khususnya dalam

pendidikan Islam berkesimpulan bahwa terdapat keselarasan antara

nilai-nilai pendidikan multikutural dengan nilai-nilai-nilai-nilai yang terdapat dalam

ajaran Islam meliputi; hak asasi manusia, demokrasi, keadilan dan

toleransi, nilai-nilai kemanusian.4

Masih berbicara tentang nilai-nilai multikultural, tetapi dalam

lingkup kegiatan di sekolah, penelitian Mira Khoirunnisak (2015),

menyimpulkan bahwa pendidikan multikultural penting dalam dunia

pendidikan karena sebagai dasar proses pendidikan dan berbagai kegiatan

sekolah di SMAN 2 Sleman sudah menjunjung nilai-nilai pendidikan

multikultural dengan perhargaan terhadap berbagai perbedaan.5 Hal

senada tentang pentingnya pendidikan multikultural juga disampaikan

oleh Muhammad Miftah (2016), yang menyatakan bahwa prinsip

multikulturalisme menjadi sebuah ideologi yang diakui untuk

memecahkan masalah terkait dengan multikulturalisme sehingga

masyarakat tidak akan terlalu fanatik dalam mendefinisikan

perbedaan-perbedaan terutama budaya di Indonesia.6

Selanjutnya pembahasan yang fokus pada implementasi

pendidikan multikultural pada sekolah, diantaranya adalah Edi Susanto

(2011) menyimpulkan bahwa model pendidikan agama (Islam)

4Ainun Hakiemah, “Nilai

-nilai dan Konsep Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan

Islam”, Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007.

5

Mira Khoirunnisak “Nilai-nilai Pendidikan Multilkultural dalam Berbagai Kegiatan

Sekolah di SMAN 2 Sleman”, Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

2015.

6 Muhammad Miftah, “Multicultural Education lnThe Diversity Of National Cultures”,

(18)

7

multikultural mencakup dimensi kurikulum yang resmi dan kurikulum

yang tidak tertulis, kurikulum disajikan dengan menggunakan lebih dari

satu perspektif, pendidikan multikultural diarahkan agar anak didik

memahami doktrin-doktrin Islam secara utuh dan menyeluruh, mengacu

padapembelajaran yang menjamin segala kebhinekaan siswa dalam

segala aspeknya.7 Selaras dengan hal tersebut sebagaimana pembahasan

Erlan Muliadi (2012) tentang urgensi pembelajaran pendidikan agama

Islam berbasis multikultural di sekolah menyimpulkan bahwa pendidikan

multikultural kian mendesak untuk dilaksanakan di sekolah sehingga

sekolah menjadi lahan untuk menghapus prasangka serta membangun

karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis.8

Sedangkan penelitian tentang toleransi beragama, sebagaimana M. Nur

Ghufron (2016) mengenai hubungan antara kecerdasan emosi dengan

toleransi beragama, menyimpulkan bahwa ada hubungan positif yang

signifikan antara kecerdasan emosi dengan toleransi beragama

mahasiswa, semakin tinggi skor kecerdasan emosi yang diperoleh

mahasiswa semakin tinggi pula toleransi beragama yang dimiliki

mahasiswa.9 Penelitian yang lainnya tentang toleransi adalah Rika

Sa‟adiyah (2015) tentang pengaruh langsung dan tidak langsung motivasi

beragama dan hasil belajar PAI terhadap sikap toleransi siswa, hasilnya

7Edi Susanto, “Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Multikultural di Rintisan Sekoah

Bertaraflntemasional SMAN 1 Pamekasan”, Nuansa; Volume 8 Nomor 2 (Juli - Desember 2009), 171-182.

8Erlan Muliadi, “Urgensi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural

di Sekolah”, Jurnal Pendidikan Islam, Volume I, Nomor 1 (Juni 2012), 55-68.

9M. Nur Ghufron, “Peran Kecerdasan Emosi dalam Meningkatkan Toleransi Beragama”,

(19)

8

menyimpulkan bahwa motivasi beragama siswa berpengaruh pada sikap

toleransi jika mereka belajar agama.10

Berdasarkan beberapa kajian pustaka di atas, penelitian yang akan

dilakukan penulis berbeda dengan penelitian atau pembahasan yang telah

ada sebelumnya. Penelitian akan difokuskan pada implementasi

Pendidikan Agama Islam dalam membentuk karakter siswa yang toleran

perspektif multikultural di SMP Negeri 1 Kaloran dan SMP Negeri 2

Kaloran dengan latar belakang kondisi siswa dan masyakarat di

Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung yang heterogen dalam hal

memeluk agama.

2. Kajian Teori

a. Pendidikan Multikultural

Kata multikulturalisme tersebut dibentuk dari kata multi

(banyak), kultur (budaya), dan isme (ali-ran/faham). Sedangkan secara hakiki, multikulturalisme mengandung pengakuan akan

martabat manusia yang hidup dalam komunitas dan kebudayaannya

masing-masing yang unik.11

Pendidikan multikultural adalah suatu cara untuk mengajarkan

keragaman (teaching diversity).12 Sedangkan pendidikan multikultural menurut M. Ainul Yaqin adalah strategi pendidikan

yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara

10Rika Sa‟adiyah, “The Influence of Religious motivation students Learning outcome in

Islami Religious Education Toward Students Tolerance Attitude”, Tarbiya: Journal of Education In Muslim Society, Volume 2 Nomor 1 (Maret 2015), 70-82.

11

Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, VIII. 12

(20)

9

menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para

siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, klas sosial, ras,

kemampuan dan umur agar proses belajar menjadi mudah.13

Pendidikan agama berwawasan multikultural memiliki

karakter khas meliputi; menanamkan pilar keempat kesadaran

pentingnya hidup bersama dalam keberagaman dan perbedaan

agama-agama (how to live and work together with others); menyemangati relasi antar manusia dengan spirit kesetaraan dan

kesederajatan (modest and equal), saling percaya (mutual trust), saling memahami (mutual understanding), menghargai persamaan, perbedaan dan keunikan agama-agama (respect to similarities, difference, and uniqueness); menyuguhkan suatu jejalin kelindan relasi dan interpedensi dalam situasi saling mendengar dan

menerima perbedaan perspektif agama-agama dalam satu dan lain

masalah dengan pikiran terbuka (open mind); suatu kreasi untuk menemukan jalan terbaik mengatasi konflik (conflict resolustion) antaragama dan menciptakan perdamaian (reconciliation) melalui sarana pengampunan (forgivenes) dan tindakan nirkekerasan ( non-violence).14

b. Karakter Toleran

Istilah toleransi dalam bahasa Latin, disebut tolerare, yang bisa berarti menahan diri, membiarkan orang berpendapat, berhati

13

M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media, 2005, 25.

14

(21)

10

lapang terhadap pandangan orang lain. Secara etimologi berasal dari

kata tolerance (dalam bahasa Inggris) yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain

tanpa memerlukan persetujuan. Di dalam bahasa Arab

menterjemahkan dengan tasamuh

(

حماست

)

, berarti saling

mengizinkan, saling memudahkan.15 Sikap toleransi tidak berarti

membenarkan pandangan atau aliran yang dibiarkan tersebut, akan

tetapi mengakui kebebasan serta hak asasi penganutnya.16 Toleransi

juga berarti membiarkan dan menerima perbedaan baik untuk

sementaramaupun dalam waktu yang lama.17 Toleransi secara lebih

luas diartikan sebagai kesediaan memberikan ruang dan kesempatan

kepada orang lain untuk menjalankan sesuatu yang menjadi

keyakinan dan pendapatnya.18

Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian

kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga

masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur

hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam

menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak bertentangan

15

Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta: Ciputat Press, 2003, 13.

16

Basuki Ismael dan (ed) Benyamin Molan, Negara Hukum Demokrasi. Toleransi: Telaah Filosofis Atas John Locke, Jakarta: Intermedia, 1993, 89.

17

Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan Multikultural, Bandung: PustakaSetia, 2015, 158.

18

(22)

11

dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian

dalam masyarakat.19

Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap

kelapangan dada terhadap orang lain dengan memperhatikan

prinsip yang dipegang sendiri, yakni tanpa mengorbankan

prinsip-prinsip tersebut.20 Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena

terdapat perbedaan prinsip, dan menghormati perbedaan atau prinsip

orang lain tanpa mengorbankan prinsip sendiri.21 Dengan kata lain,

pelaksanaannya hanya pada aspek-aspek yang detail dan teknis

bukan dalam persoalan yang prinsipil.

Di dalam memaknai toleransi ini terdapat dua penafsiran

tentang konsep tersebut. Pertama, penafsiran negatif yang

menyatakan bahwa toleransi itu cukup mensyaratkan adanya sikap

membiarkan dan tidak menyakiti orang atau kelompok lain baik

yang berbeda maupun yang sama, sedangkan, yang kedua adalah

penafsiran positif yaitu menyatakan bahwa toleransi tidak hanya

sekadar seperti pertama (penafsiran negatif) tetapi harus adanya

bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang lain atau

kelompok lain.22

19

Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama, Surabaya: PT. Bina Ilmu,1979, 22.

20

Daud Ali, dkk., Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, Jakarta: Bulan Bintang, 1989, 80.

21

Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama ...., 13. 22

(23)

12

Said Agil Al Munawar menjelaskan dalam bukunya ada dua

macam toleransi yaitu toleransi statis dan toleransi dinamis.

Toleransi statis adalah toleransi dingin tidak melahirkan kerjasama

hanya bersifat teoritis. Jadi dalam hal ini toleransi hanya sekedar

anggapan masyarakat yang tahu secara idealis namun tidak pada

penerapanya. Toleransi dinamis adalah toleransi aktif melahirkan

kerja sama untuk tujuan bersama, sehingga kerukunan antar umat

beragama bukan dalam bentuk teoritis, tetapi sebagai refleksi dari

kebersamaan umat beragama sebagai satu bangsa.23 Sedangkan

toleransi dalam pergaulan hidup antara umat beragama yang

didasarkan pada tiap-tiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk

agama itu sendiri, mempunyai bentuk ibadah (ritual) dengan sistem

dan cara tersendiri yang ditaklifkan (dibebankan) serta menjadi

tanggung jawab orang yang pemeluknya atas dasar itu, maka

toleransi dalam masalah-masalah keagamaan, melainkan perwujudan

sikap keberagamaan pemeluk suatu agama dalam pergaulan hidup

antara orang yang tidak seagama, dalam masalah-masalah

kemasyarakatan atau kemaslahatan umum.24 Secara teknis

pelaksanaan sikap toleransi beragama yang dilaksanakan di dalam

masyarakat lebih banyak dikaitkan dengan kebebasan dan

kemerdekaan menginterprestasikan serta mengekspresikan ajaran

agama masing-masing.

23

Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama...., 14. 24

(24)

13 E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu suatu

penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis

fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran

orang secara individual maupun kelompok.25 Dengan penelitian kualitatif ini

peneliti mengumpulkan data-data terkait dengan implementasi pendidikan

agama Islam dalam membentuk karakter siswa yang toleran perspektif

multikultural di SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Kaloran.

1. Subyek Penelitian

Subyek atau sumber data penelitian ini adalah:

a. Kepala SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Kaloran, sebagai

narasumber terkait gambaran umum SMP Negeri 2 Kaloran dan

pengawasannya terhadap kegiatan pelaksanaan implementasi

pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter toleran

perspektif multikultural di sekolah dan pelaksanaannya;

b. Guru Pendidikan Agama Islam SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2

Kaloran, sebagai narasumber terkait dengan muatan toleransi dan

implementasi pembelajaran pendidikan agama Islam dalam

membentuk karakter toleran perspektif multikultural serta

dampaknya;

c. Siswa SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Kaloran, sebagai objek dari

implementasi pembelajaran pendidikan agama Islam dalam

25

(25)

14

membentuk karakter toleran dan sebagai narasumber untuk

mengetahui dampak dari implementasi tersebut.

2. Latar Setting Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yaitu; SMP Negeri 1

Kaloran yang beralamat di Dusun Geblog, Desa Geblog, Kecamatan

Kaloran, Kabupaten Temanggung dan SMP Negeri 2 Kaloran yang

beralamat di Dusun Janggleng, Desa Tlogowungu, Kecamatan

Kaloran, Kabupaten Temanggung

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2017 sampai

dengan Agustus 2017.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Metode Observasi atau Pengamatan

Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data

mengenai keadaan sekolah dan lingkungannya, kondisi sarana dan

prasarananya, segala kegiatan yang berkaitan dengan implementasi

pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter toleran

perspektif multikultural dan data-data lainnya yang diperlukan.

b. Metode Wawancara

Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi dari

beberapa informan, yaitu; kepala sekolah, guru pendidikan agama

(26)

15 c. Metode Dokumentasi

Dengan metode ini peneliti memperoleh data-data mengenai

gambaran umum sekolah, kurikulum, silabus dan buku bahan ajar

mata pelajaran pendidikan agama Islam dan kegiatan pembelajaran.

4. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan analisis data, semua

data yang diperoleh dibaca, dipelajari, dipahami, dipilih dan

dikumpulkan serta dianalisis menggunakan deskriptif analitik. Analisis

deskripsi disini adalah melakukan analisis terhadap muatan,

implementasi dan dampak implementasi pendidikan agama Islam dalam

membentuk karakter toleran perspektif multikultural di SMP Negeri 1

dan SMP Negeri 2 Kaloran.

Hasil kesimpulan merupakan jawaban dan rumusan masalah,

sehingga pada kesimpulan penelitian ini menjawab permasalahan tentang

muatan pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter toleran,

implementasi pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter

toleran serta dampak implementasi pendidikan agama Islam dalam

membentuk karakter toleran perspektif multikultural di SMP Negeri 1

dan SMP Negeri 2 Kaloran.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan di dalam penyusunan tesis ini dibagi ke

dalam tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Bagian

(27)

16

abstrak, prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lambang, daftar

singkatan, daftar lampiran.

Bagian inti berisi uraian penelitian mulai dan bagian pendahuluan,

sampai bagian penutup yang tertuang dalam bentuk bab-bab sebagai suatu

kesatuan. Pada tesis ini, peneliti memaparkan hasil penelitian dalam lima bab.

Pada tiap bab menjelaskan pokok bahasan dan bab yang berangkutan.

Sistematika penulisan tesis terdiri dari sebagai berikut:

Bab I Tesis ini berisi gambaran umum penulisan tesis yang meliputi

latar belakang masalah, rumusan masalah, signifikansi penelitian, kajian

pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang muatan Pendidikan Agama Islam dalam

membentuk karakter toleran perspektif multikulturalisme di SMP Negeri 1

dan SMP Negeri 2 Kaloran.

Bab III berisi implementasi Pendidikan Agama Islam dalam

membentuk karakter toleran perspektif multikulturalisme di SMP Negeri 1

dan SMP Negeri 2 Kaloran.

Setelah membahas implementasi Pendidikan Agama Islam, pada bab

IV berisi dampak implementasi Pendidikan Agama Islam dalam membentuk

karakter toleran di SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Kaloran.

Adapun bagian akhir dan bagian inti adalah bab V. Bagian ini

merupakan penutup yang memuat simpulan dan saran. Pada bagian paling

akhir dan tesis ini terdiri dan daftar pustaka dan berbagai lampiran yang

(28)

17

BAB II

MUATAN NILAI-NILAI TOLERANSI

DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Toleransi dalam Desain Kurikulum

Pengembangan kurikulum dapat dipahami sebagai sebuah proses

penyusunan rencana tentang isi atau materi pelajaran yang harus dipelajari

dan bagaimana cara mempelajarinya. Dalam hal ini pengembangan kurikulum

adalah sebuah proses yang terus menerus (continue), dinamis (dynamic), dan kontekstual (contextual).26

Kurikulum memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dan

strategis. Meskipun bukan satu-satunya faktor utama keberhasilan proses

pendidikan, kurikulum menjadi petunjuk dan arah terhadap keberhasilan

pendidikan. Maka dalam pembentukan karakter toleran, kurikulum menjadi

penuntun (guide) para pelaksana pendidikan (pendidik dan tenaga kependidikan) untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuannya dalam

mengembangkan dan menjabarkan berbagai materi dan perangkat

pembelajaran yang berkaitan dengan toleransi.

Kurikulum yang digunakan di SMP Negeri 1 Kaloran dan SMP

Negeri 2 Kaloran adalah Kurikulum 2013.27 Kehadiran kurikulum 2013

diharapkan mampu melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada pada

26 Imam Machali, “Kurikulum Di

mensi Kecerdasan Majemuk (Multiple Intellegences)

dalam Kurikulum 2013”, Insania, Vol. 19 No. 1 (Juni 2014), 1-5 27

(29)

18

kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2013 disusun dengan mengembangkan

dan memperkuat sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara berimbang.

Penekanan pembelajaran diarahkan pada penguasaan pengetahuan dan

keterampilan yang dapat mengembangkan sikap spiritual dan sosial sesuai

dengan karakteristik Pendidikan Agama Islam diharapkan akan

menumbuhkan budaya keagamaan (religious culture) di sekolah.

Pengembangan kurikulum yang diterapkan di sekolah harus

memenuhi kompetensi yang akan dicapai melalui kurikulum 2013 berkaitan

dengan pembentukan karakter bangsa dari cakupan kompetensi lulusan,

diantaranya dalam pembentukan sikap spiritual dan sosial sikap sosial seperti

toleransi, gotong royong, kerjasama dan lain sebagainya.28 Sekolah harus

mengakomodir pembentukan karakter tersebut khususnya dalam membangun

sikap toleransi dalam wadah kurikulum sekolah, seperti merumuskan dalam

visi misi sekolah, sebagaimana penjelasan Ibu Endah Surayandari

mengatakan;

Sekolah kami merumuskan visi misi dengan memperhatikan karakteristik sekolah, mempertimbangkan keberagaman agama siswa dan mengarahkan pada pembentukan karakter yaitu; visinya membentuk generasi bertaqwa, cerdas, terampil, berbudi luhur dan berbudaya lingkungan. Sedangkan misi sekolah yang berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan diantaranya; melaksanakan kegiatan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan mewujudkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.29

Hal ini menggambarkan bahwa usaha sekolah untuk mengembangkan

toleransi beragama yang ada di sekolah tersebut mendapatkan perhatian yang

28

Tatang Muhtar, “Analisis Kurikulum 2013 Ditinjau Dari Aspek Nilai Karakter Bangsa”,

Mimbar Sekolah Dasar, Volume 1 Nomor 2 (Oktober 2014), 168-175 29

(30)

19

baik. Selanjutnya untuk cakupan PAI dalam kurikulum 2013 menurut

penjelasan Bapak Wahid Muhaimin mengatakan;

Kurikulum PAI mencakup usaha untuk mewujudkan keharmonisan, keserasian, kesesuaian, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Sang Pencipta (Allah Swt), manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungan alam, hubungan manusia dengan dirinya sendiri (berakhlak dengan diri sendiri). PAI juga memiliki perhatian yang besar dalam wilayah hubungan sesama manusia (hablum minannas), baik itu hubungan sesama manusia yang seagama maupun hubungan sesama manusia beda agama.30

Penjelasan tersebut menguatkan bahwa tidak ada pertentangan antara

visi misi sekolah dengan subtansi pendidikan agama Islam dalam

memfasilitasi pembentukan sikap toleransi siswa. Adapun muatan nilai-nilai

toleransi yang ada pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP

secara eksplisit berada dalam kompetensi inti, kompetensi dasar, silabus dan

buku bahan ajar, maka selanjutnya pembahasan akan difokuskan pada

bagian-bagian tersebut.

B. Muatan Toleransi dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

Pendidikan Agama Islam

Pada sisi muatan, Kurikulum 2013 berbeda dengan kurikulum

sebelumnya yaitu Kurikulum 2006 yang mengacu pada standar kompetensi

dan kompetensi dasar, sedangkan pada Kurikulum 2013 mengacu pada

kompetensi inti dan kompetensi dasar31 pada setiap mata pelajaran yang telah

30

Wawancara dengan Guru PAI di SMP Negeri 1 Kaloran pada tanggal 29 Juli 2017. 31

(31)

20

disusun oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan

Nasional.

Kompetensi inti terdiri dari empat bagian, yaitu kompetensi inti 1

(KI-1) yang memuat sikap spiritual, kompetensi inti 2 (KI-2) yang memuat

kompetensi sikap sosial, kompetensi inti 3 (KI-3) yang memuat kompetensi

pengetahuan dan kompetensi inti 4 (KI-4) yang memuat kompetensi

keterampilan. Kompetensi inti bersifat sama dan diterapkan pada semua mata

pelajaran, termasuk Pendidikan Agama Islam. Maka secara otomatis setiap

proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga harus memuat kompetensi

inti, khususnya kompetensi sikap spiritual dan sosial.

Content kompetensi sikap spiritual yang harus dicapai peserta didik khususnya di SMP adalah; memiliki sikap menghargai dan menghayati ajaran

agama yang dianutnya, sedangkan sikap sosial yang harus dimiliki peserta

didik meliputi; perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, toleran,

gotong royong, santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan

lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.32

Maka apabila dicermati secara lebih dalam pada kompetensi inti, baik

kompetensi sikap spiritual maupun sikap sosial di dalamnya memuat

nilai-nilai toleransi. Pada sikap spiritual jelas bahwa setiap peserta didik

harapannya mampu mempunyai sikap menghayati ajaran agama yang

dianutnya serta mampu menghargai ajaran agama yang dianut oleh orang lain

kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik.

32

(32)

21

yang merupakan bentuk dari toleransi. Sedangkan di dalam kompetensi sikap

sosial, secara jelas mencantumkan kata kunci “toleran” yaitu setiap

pembelajaran harus membentuk peserta didik untuk mempunyai sikap

toleransi dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Kompetensi inti diturunkan ke dalam kompetensi dasar yang lebih

merinci masing-masing kompetensi. Pendidikan Agama Islam, kompetensi

dasar yang secara khusus memuat nilai-nilai toleransi setidaknya ada dalam

enam KD yaitu; 1) KD. 1.2. Terbiasa membaca al-Qur‟an dengan meyakini

bahwa toleransi dan menghargai perbedaan adalah perintah agama, 2) KD.

2.2. Menunjukkan perilaku toleran dan menghargai perbedaan dalam

pergaulan di sekolah dan masyarakat sebagai implementasi pemahaman Q.S.

al-Hujurat/49: 13 dan hadis terkait, 3) KD 3.2. memahami Q.S. al-Hujurat/49:

13 tentang toleransi dan menghargai perbedaan dan hadis terkait, 4) KD.

4.2.1. membaca Q.S. al-Hujurat/49:13 dengan tartil, 5) KD 4.2.2.

menunjukkan hafalan Q.S. al-Hujurat/ 49: 13 serta hadis terkait dengan

lancar, 6) KD 4.2.3. menyajikan keterkaitan toleransi dan menghargai

perbedaan dengan pesan Q.S. al-Hujurat/ 49: 13.33

Pada kompetensi dasar terlihat jelas muatan nilai-nilai toleransi yang

dikembangkan, diawali pada kompetensi dasar KI-1 yaitu membiasakan

peserta didik untuk menghargai perbedaan yang merupakan perintah agama.

Kemudian kompetensi dasar pada KI-2 mengarahkan pembelajaran dalam

membiasakan peserta didik untuk berperilaku toleran dan menghargai

33

(33)

22

perbedaan dalam pergaulan di sekolah dan masyarakat. Selanjutnya muatan

nilai-nilai toleransi pada kompetensi dasar KI-3 mengarah pada

pengembangan aspek pengetahuan tentang dasar toleransi dan menghargai

perbedaan yaitu surah al-Hujurat ayat 13 dan hadits yang terkait dengan

toleransi. Sedangkan kompetensi dasar KI-4 mengembangkan aspek

keterampilan untuk menghafal surah al-Hujurat ayat 13 dan keterampilan

untuk menyajikan keterkaitan toleransi dan menghargai perbedaan dengan isi

kandungan surah al-Hujurat ayat 13.

Pada kompetensi dasar tersebut menekan pada berperilaku toleran dan

menghargai perbedaan, hal ini sesuai dengan konsep toleransi dalam

membangun pendidikan yang berparadigma pluralis–multikultural merupakan

kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi. Dengan paradigma semacam ini,

pendidikan diharapkan akan melahirkan anak didik yang memiliki cakrawala

pandang yang luas, menghargai perbedaan, penuh toleransi, dan penghargaan

terhadap segala bentuk perbedaan.34 Maka dengan munculnya kompetensi

dasar semacam ini pada pendidikan agama Islam, akan menjadi rambu-rambu

dan penunjuk arah yang lebih jelas dalam implementasikan pendidikan agama

Islam dan bentuk-bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan, khususnya

dalam pembentukan karakter peserta didik yang toleran.

C. Muatan Nilai-nilai Toleransi dalam Silabus Pendidikan Agama Islam

Silabus mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan di

SMP Neegri 1 Kaloran dan SMP Negeri 2 Kaloran memiliki kesamaan karena

34

Ngainun Naim dan Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi,

(34)

23

silabus tersebut mengacu pada silabus yang dikeluarkan oleh pemerintah dan

pengembangannya dilaksanakan bersama dalam wadah Musyawarah Guru

Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Agama Islam. Berikut silabus

Pendidikan Agama Islam yang telah dikembangkan dan memuat

materi-materi toleransi.

Tabel 2.1. Silabus pendidikan agama Islam pada SMP yang memuat materi toleransi35

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran

1.2 Terbiasa

Diskusi menyusun arti perkata Q.S. al-Hujurāt/49: 13 menjadi terjemah

(35)

24

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran

4.2.1 Membaca Q.S.

pada kompetensi dasar pada masing-masing kompetensi inti, kemudian

diturunkan menjadi sebuah materi pokok yang berjudul Q.S. al-Hujurāt/49:13

tentang materi toleransi dan menghargai perbedaan. Selanjutnya pada silabus

tersebut juga menjabarkan langkah-langkah pembelajarannya.

Bila dilihat dari segi isi materinya, nilai-nilai toleransi beragama

tersebut hanya merujuk pada materi al-Qur‟an. Materi-materi tersebut

diajarkan kepada paserta didik dengan tujuan agar peserta didik mencapai

kompetensi aspek al-Qur‟an. Namun cukup disayangkan dari

langkah-langkah pembelajaran, kompetensi-kompetensi yang diharapkan akan dicapai

oleh peserta didik masih belum mengakomodir pemahaman dan penghayatan

mereka terhadap nilai-nilai toleransi beragama secara mendalam dan

(36)

25

Pada materi al-Qur‟an, hasil belajar yang diproyeksikan pada silabus

tersebut, setelah mempelajari materi-materi didalamnya, masih belum

mencerminkan tata cara hidup berdampingan dengan umat non-muslim secara

damai dan toleran. Gambaran langkah-langkah pembelajaran masih

disibukkan oleh hal-hal suplementer, semisal bagaimana memastikan peserta

didik bisa membaca al-Qur‟an, memahami bacaan tajwid dan memastikan

bagaimana bisa menghafal surat-surat yang diajarkan. Memang dari materi

tersebut dirumuskan untuk memahami kandungan surat-surat yang dipelajari.

Namun indikator tersebut belum tercermin sepenuhnya dalam langkah

pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan nilai-nilai toleransi beragama belum

bisa terwujud dalam langkah-langkah pembelajaran yang ada dalam silabus.

D. Muatan Nilai-nilai Toleransi dalam Buku Bahan Ajar Pendidikan

Agama Islam

Dalam pendidikan agama Islam, yang terpenting adalah bagaimana

nilai dari suatu pengetahuan itu bisa tertanamkan dalam diri peserta didik,

(transfer of value). Pendidikan agama Islam harus dapat membangun individu (peserta didik) di satu sisi memiliki komitmen yang kuat terhadap ajaran

Islam, dan disisi lain tumbuhnya sikap positif dan toleransi terhadap respon

atas pluralitas dalam masyarakat majemuk. Namun kemudian, apakah

pendidikan agama Islam bisa dikatakan telah mengakomodasi semangat

toleransi sebagai sebuah prinsip atau nilai yang ditranformasikan kepada

peserta didik. Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, dapat ditelusuri

(37)

26

pendidikan agama Islam, diantaranya tentang sumber pembelajaran atau

bahan ajar.

Buku bahan ajar terdiri dari dua macam yaitu; buku bahan ajar pokok

dan buku bahan ajar penunjang. Buku bahan ajar pokok merupakan buku

yang wajib digunakan oleh setiap sekolah. Buku ini diterbitkan oleh

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai acuan dan standar miminal

ruang lingkup materi yang harus diajarkan kepada peserta didik. Sedangkan

buku bahan ajar penunjang adalah buku pilihan dari berbagai penerbit yang

tidak diwajibkan untuk dimiliki oleh masing-masing sekolah, yang berguna

untuk menambah wawasan peserta didik dan bahan pengayaan.

Buku bahan ajar pokok yang digunakan di SMP Negeri 1 Kaloran dan

SMP Negeri 2 Kaloran adalah buku Pendidikan Agama Islam dan Budi

Pekerti yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Buku ini terdiri dari dua macam yaitu; buku guru dan buku siswa. Buku guru

berisi materi pembelajaran yang dilengkapi dengan pemetaan kompetensi

dasar, langkah-langkah pembelajaran dan panduan penilaian, sedangkan buku

siswa lebih banyak berisi tentang materi pembelajaran.

Salah satu buku tersebut adalah Pendidikan Agama Islam dan Budi

Pekerti kelas IX dengan kontributor naskah Muhammad Ahsan dan Sumiyati.

Buku ini diterbitkan tahun 2015 dan dicetak ulang pada tahun 2016 setelah

mengalami beberapa revisi. Isi buku ini terdiri dari 12 bab dan terdapat dua

(38)

27

“Damaikan Negeri dengan Toleransi” dan bab 12 yang berjudul

“Menyuburkan Kebersamaan dengan Toleransi dan Menghargai Perbedaan”.

Buku tersebut memuat tentang pengertian toleransi, sikap toleransi

dalam kehidupan sehari-hari, serta toleransi dan kedamaian negeri. Dalam

buku tersebut dijelaskan bahwa toleransi dalam bahasa Arab dikenal dengan

istilah tasamuh

(

حماست

)

. Secara bahasa toleransi berarti tenggang rasa. Secara

istilah, toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan

antarsesama manusia. Allah Swt. menciptakan manusia berbeda satu sama

lain. Perbedaan tersebut bisa menjadi kekuatan jika dipandang secara positif.

Sebaliknya, perbedaan bisa memicu konflik jika dipandang secara negatif.36

Toleransi dalam Islam mencakup dua hal yaitu toleransi antarsesama muslim

dan toleransi kepada nonmuslim. Toleransi antarsesama muslim berarti

menghargai dan menghormati perbedaan pendapat yang ada dalam ajaran

agama Islam. Adapun yang dimaksud toleransi kepada nonmuslim yaitu

menghargai dan menghormati pemeluk agama lain untuk beribadah sesuai

agama dan keyakinannya masing-masing.37

Buku tersebut juga menjelaskan bahwa toleransi merupakan salah satu

akhlak mulia (akhlakul karimah) yang harus dimiliki setiap muslim. Dengan

menjunjung tinggi sikap menghargai perbedaan ini maka kehidupan

masyarakat akan damai dan sejahtera. Menerapkan toleransi dalam kehidupan

sehari-hari baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat.

36

Sumiyati dan Muhammad Hasan, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas IX,

Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015, 165-182 37

(39)

28

Nilai-nilai toleransi beragama yang terdapat dalam materi buku bahan

ajar PAI dan Budi Pekerti SMP kelas IX, dimana buku ini telah disesuaikan

dengan kurikulum terbaru (kurikulum 2013) yang berasaskan pendidikan

karakter, telah mencerminkan adanya usaha untuk membentuk karakter

peserta didik yang mampu menjaga dengan baik hubungan dengan Tuhannya

(hablumminallah) serta dengan sesamanya (habluminannas). Sikap beragama seperti ini, sudah sepatutnya dibangun dalam pribadi peserta didik, agar

mampu hidup berdampingan dengan umat lain secara harmonis dan toleran.

Menurut Cecelia Lynch dalam Nunu Ahmad, ada lima kategori sikap

beragama seseorang atau kelompok yang sering berimplikasi pada sikap

kulturalnya38, yaitu; Pertama, sikap eksklusif, mengagungkan superioritas kepercayaan sendiri dengan menonjolkan hak untuk menyebarkan sistem itu

seluas mungkin. Mereka ini umumnya paling takut dan merasa terancam hak

hidupnya diganggu. Kedua, sikap apologetik, baik dalam sikap mempertahankan doktrin saat ditantang dari luar maupun dalam arti usaha

untuk menunjukkan doktrin sendiri dan superior dibanding doktrin-doktrin

yang lain. Apabila sikap apologetik tergelincir ke dalam reaksi yang eksklusif

dan kekerasan terhadap sistem kepercayaan lain, maka itu dapat mengancam

kehidupan beragama.

Ketiga, sikap sinkritis, mengakui beragamnya tradisi keagamaan yang tidak hanya dalam masyarakat yang multi-budaya, tetapi juga dalam pribadi.

Meski bagi sementara orang sinkritisme merupakan fakta sejarah, bagi

38

(40)

29

sebagian lain jika sinkritisme berarti usaha menciptakan agama baru yang

memuat unsur-unsur dari agama berbeda, maka itu dapat membahayakan.

Sinkritisme bisa terlalu jauh dan mengkompromikan otentisitas iman dan

keyakinan agama tertentu serta menafsirkan iman yang hidup tidak dalam

kerangka sistem iman itu sendiri, tetapi dalam rangka iman atau ideologi lain.

Hal ini menyebabkan, nilai-nilai kebenaran teologis nasing-masing agama

mengalami reduksi dan inkonsistensi yang hampir mustahil diterima

penganutnya.

Keempat, sikap inklusif, menerima validitas atau hak sistem-sistem kepercayaan lain untuk eksis, meski sistem kepercayaan lain itu dianggap

kurang sempurna atau kurang benar. Inklusivisme dalam perwujudan

kulturalnya melahirkan semacam toleransi liberal. Artinya seraya meyakini

kebenaran agama sendiri, kaum inklusif melihat agama-agama lain hanya

mengandung sebagian kebenaran (partial truth). Ini misalnya saat penganut agama tertentu yakin akan kebenaran ilahiyah dari sistem teologinya, tetapi

percaya, agama-agama lain bersifat manusia (human) daripada Ilahi (divine). Contoh sikap inklusif adalah klasifikasi agama langit (samawi) dan agama bumi (ardhi), dimana yang pertama bersifat Ilahi sementara yang kedua bersifat budaya (ciptaan manusia). Sikap inklusif ini memungkinkan toleransi

dalam batas-batas klaim kebenaran agama sendiri.

Kelima, sikap pluralis, yaitu mengakui kebenaran itu beragam dan sikap positif akan kesamaan tujuan dan fungsi semua agama. Seperti yang

(41)

30

tercerahkan saat berhubungan dengan agama-agama lain, menghormati

perbedaan-perbedaan dan hidup berdampingan dalam perbedaan-perbedaan

itu. Pluralisme mengambil posisi agama sendiri, tidak dapat mewakili

pemenuhan atau penyempurnaan agama-agama lain.

Berdasarkan kerangka diatas, materi-materi dalam buku ajar PAI dan

Budi Pekerti SMP kelas IX, cenderung ingin menanamkan sikap inklusif pada

peserta didik dalam rangka bersosialisasi dengan masyarakat yang majemuk.

Dengan demikian, semangat yang dibangun yaitu menjadikan perbedaan

agama sebagai jalan bagi para pemeluknya untuk saling bekerja sama, bersatu

(42)

31

BAB III

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM MEMBENTUK KARAKTER TOLERAN

A. Upaya Pembentukan Karakter Toleran di Sekolah

Berdasarkan latar belakang agama siswa di SMP Negeri 1 Kaloran

dan SMP Negeri 2 Kaloran bisa dikatakan sangat beragam, setidaknya ada

tiga agama yang dipeluk yaitu Islam, Kristen dan Buddha. Maka dibutuhkan

sikap toleransi beragama yang baik untuk menjaga kerukunan antar pemeluk

agama tersebut. Berbagai usaha sekolah dilakukan untuk membentuk karakter

siswa yang toleran dan menghargai keberagaman tersebut. Salah satunya di

SMP Negeri 1 Kaloran sebagaimana yang diungkapkan oleh kepala sekolah

yaitu Ibu Endah Suryandani Martani, beliau mengatakan :

(43)

32

dan peduli terhadap lingkungan, hal ini bertujuan agar siswa terbiasa dengan kebiasan baik yang telah mereka lakukan.39

Memasukkan nilai-nilai toleransi tidak hanya melalui mata pelajaran

saja, tetapi juga dapat melalui kegiatan sekolah, seperti; upacara bendera

setiap hari Senin, dan segala tata tertib di sekolah, maka guru diharuskan

untuk mengajari siswa-siswi mematuhi tata tertib dilingkungan sekolah.

Setiap sekolah harus dapat mengajarkan dan menanamkan nilai toleransi di

sekolahnya sendiri sebagai identitas diri, dan juga sebagai rasa kebanggaan

akan sekolahnya. Tidak hanya siswa-siswi saja yang diharuskan patuh

terhadap peraturan-peraturan disekolah, akan tetapi kepala sekolah, guru dan

staf juga diharuskan patuh terhadap peraturan-peraturan disekolah, ini

dikarenakan guru adalah panutan bagi murid, maka sebaiknya guru dapat

memberikan contoh perilaku yang baik kepada murid.

SMP Negeri 1 Kaloran mengharuskan para siswa-siswi mematuhi

segala tata tertib di sekolah, mulai dari mengikuti upacara bendera dengan

tertib, membuang sampah pada tempatnya, dan tidak berkelahi sesama teman.

Akan tetapi tidak mudah pula bagi guru untuk membentuk karakter anak

melalui nilai toleransi, karena terkadang ada beberapa siswa yang tingkat

pemahamannya kurang, maka dibutuhkan kesabaran untuk mendidik siswa

yang seperti itu. Pengawasan orang tua terhadap penanaman nilai-nilai

toleransi saat di lingkungan rumah hal ini sangat penting karena sudah

seharusnya orang tua juga ikut berperan serta dalam pembentukan nilai-nilai

toleransi anak saat dirumah. Karena pada saat anak berada di rumah maka

39

(44)

33

sifat anak secara langsung terkontrol oleh keluarga, khususnya orangtua.

Orangtua juga harus membentuk sifat toleransi anak sejak dini karena hal itu

akan sangat mundah dilakukan, karena jika anak sudah besar maka akan sulit

menerapkannya karena sudah mulai terpengaruh hal-hal negatif dari

lingkungan sekitar. Selain itu orang tua juga harus menanamkan nilai

toleransi kepada seluruh anggota keluarga, agar bisa menjadi contoh bagi

sang anak.

Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Karma Budiman, berbagai

cara dilakukan untuk memupuk nilai toleransi di sekolahnya, diantaranya

adalah:

Pertama, dengan berusaha memasukkan nilai toleransi pada setiap kegiatan pembelajaran misalnya memberikan anak tugas kelompok dengan maksud untuk membangun sikap toleransi dan kerja sama dalam diri siswa. Kedua, dengan mengadakan peringatan hari besar nasional, misalnya dari HUT RI yang mana siswa muslim dan nonmuslim berbaur dan tidak saling membeda-bedakan dengan mengadakan peringatan hari besar nasional, misalnya dari HUT RI yang mana siswa muslim dan nonmuslim berbaur dan tidak saling membeda-bedakan. Ketiga, melalui kegiatan pembiasaan disekolah, misalnya berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, melaksanakan sholat dzuhur sebelum pulang ke rumah. Keempat, melalui kegiatan rutin, kegiatan ini merupakan kegiatan terus-menerus dilakukan oleh siswa contohnya upacara hari Senin, piket kelas, dan mengucapkan salam saat bertemu guru.40

Nilai toleransi anak akan terbentuk dengan sendirinya jika guru

memasukkan nilai toleransi dalam setiap pembelajaran, karena di kelas para

peserta didik juga mendapatkan pambentukan nilai toleransi dari setiap guru

yang mengajar di kelas mereka.

40

(45)

34

Dengan memasukkan nilai toleransi pada setiap pembelajaran maka

anak akan mendapatkan pendidikan tentang toleransi secara langsung, maka

anak juga akan mencerminkan nilai toleransi saat di kelas dan di luar kelas.

Nilai toleransi akan tumbuh dalam diri anak dengan kegiatan rutin disekolah,

karena kegiatan tersebut dilakukan terus-menerus misalnya upacara hari

Senin hal ini dapat membentuk nilai semangat kebangsaan karena dalam

pelaksanaan upacara berbaur antara siswa muslim dan siswa nonmuslim.

Selanjutnya dengan melalui kegiatan pembiasaan disekolah seperti berdoa

sebelum dan sesudah pelajaran maka akan membentuk nilai pendidikan

religius pada diri anak. Keberagaman agama di SMP Negeri 2 Kaloran

menjadi tantangan sendiri bagi seluruh guru dan seluruh warga sekolah,

menurut Bapak Karma Budiman adalah:

Sebagaimana kita fahami Indonesia bukan hanya kaya akan budaya namun juga keberagaman agama menjadi ciri khas, salah satunya terwujud di wilayah Kecamatan Kaloran. Begitu juga di SMP Negeri 2 Kaloran ini juga mempunyai keyakinan yang berbeda, ada yang muslim dan ada juga yang non muslim. Tetapi, meskipun mempunyai keyakinan yang berbeda tetap menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dimana mereka saling menghormati keyakinan agama satu sama lain.41

Di dalam keberagaman agama yang di negara kita Indonesia ini

salah satunya ada muslim dan nonmuslim. Seperti yang ada di sekolah SMP

Negeri 2 Kaloran yang mana siswa bahkan gurunya juga ada yang beragama

Islam, Kristen dan Budha. Akan tetapi, meskipun mereka mempunyai

keyakinan yang berbeda mereka tetap menjunjung tinggi nilai toleransi

41

(46)

35

beragama. Dan mereka juga saling menghormati, menghargai, cinta damai

antara satu sama lainya.

Pernyataan diatas juga sependapat dengan apa yang di sampaikan

oleh Ibu Endah Suryandani Martani yang menyatakan bahwa:

Sekolah adalah lembaga formal dalam arti tempat untuk menimba ilmu, tentunya sekolahpun tidak melihat latar belakang sosial, budaya, maupun agama. Dari sini justru kita (pihak sekolah) tidak keberatan akan perbedaan agama antar siswa malah kita harus bisa memahamkan kepada para siswa untuk menghargai serta menghormati perbedaan tersebut dan menjaga agar tetap rukun, tentram antara siswa muslim dan non muslim supaya terjalin kehidupan yang harmonis diantara siswa.

Siswa muslim dan nonmuslim saling toleran dan menghargai pendapat, pikiran, bahkan prilaku antar siswa menurut saya sudah sangat baik, ini terlihat dari keseharian peserta didik baik itu dalam pembelajaran, dalam lingkungan sekolah, maupun di luar lingkungan sekolah. Mereka dapat menerapkan nilai toleransi dengan baik. Contohnya dalam lingkungan sekolah mereka tidak memilih-milih dalam berteman begitu juga dalam pembelajaran mereka juga saling menghargai pendapat siswa satu sama lainnya walaupun mereka berbeda keyakinan. Dan juga pada waktu kegiatan keagamaan mereka juga saling menghargai. Contohnya pada waktu siswa muslim menjalankan ibadah puasa ramadhan siswa yang non muslim juga menjaga sikap maupun perilaku yang tidak baik seperti makan sembarangan di depan siswa yang sedang berpuasa.42

Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat penulis jelaskan

bahwasanya keberagaman agama yang ada di SMP Negeri 1 Kaloran dan

SMP Negeri 2 Kaloran sudah sangat baik karena walaupun berbeda agama

mereka saling menghormati satu sama lain di lingkungan sekolah maupun di

luar lingkungan sekolah. Perbedaan bukan alasan menjadi pemisah akan

tetapi dari perbedaan itu kita belajar bagaimana kita menghormati keyakinan

antara satu dengan yang lainnya. Dari hasil wawancara di atas juga dapat

42

(47)

36

disimpulkan bahwasanya tingkat toleransi antar siswa muslim dan non

muslim sangatlah baik karena mereka bisa saling menghormati dan

menghargai walaupun mereka berbeda keyakinan. Hal tersebut juga tidak

terlepas dari pihak sekolah yang mengatur jadwal pembelajaran dengan baik,

sehingga masing-masing pemeluk agama mendapatkan haknya sesuai dengan

keyakinan dan agamanya.

B. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Model pembelajaran dalam proses penanaman nilai-nilai toleransi

beragama pada pembelajaran PAI materi toleransi di SMP Negeri 1 Kaloran

dan SMP Negeri 2 Kaloran, yaitu; model pengajaran aktif dan model

pengajaran komunikatif. Dalam implementasinya kedua model pembelajaran

ini menggunakan metode ceramah, diskusi kelompok, presentasi kelompok,

dan tanya jawab. Adapun strategi yang digunakan dalam pembelajaran yaitu:

1) Strategi tradisional dengan cara memberikan nasihat dan indoktrinasi mana

yang baik dan mana yang buruk, 2) Strategi bebas dengan memberitahukan

kepada peserta didik nilai-nilai yang baik dan buruk, tetapi peserta didik

diberikan kebebasan untuk memilih dan menilai sendiri. 3) Strategi reflektif,

dengan menganalisis kasus-kasus empirik sehingga timbul kesadaran rasional

dan wawasan nilai. 4) Strategi trans internal dengan jalan melakukan

transformasi nilai melalui keteladanan dan komunikasi.43

43

(48)

37

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23

Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan,

didalamnya menyebutkan bahwa standar kompetensi lulusan satuan

pendidikan pada semua jenjang pendidikan peserta didik mampu menghargai

keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di

lingkungan sekitarnya.44

Dengan menggunakan model pengajaran aktif memberi kesempatan

pada siswa untuk aktif mencari, menemukan, dan mengevaluasi pandangan

keagamaannya sendiri dengan membandingkannya dengan pandangan

keagamaan siswa lainnya, atau agama-agama diluar dirinya. Dalam hal ini,

proses mengajar lebih menekankan pada bagaimana mengajarkan agama dan

bagaimana mengajarkan tentang agama.45

Dialog memungkinkan setiap komunitas yang notabenenya memiliki

latar belakang agama yang berbeda dapat mengemukakan pendapatnya secara

argumentatif. Dalam proses inilah diharapkan nantinya memungkinkan

adanya sikap saling mengenal antar tradisi dari setiap agama yang dipeluk

oleh masing-masing peserta didik sehingga bentuk-bentuk truth claim dapat diminimalkan,bahkan mungkin dapat dibuang jauh-jauh.46

Ada beberapa keterampilan hidup bersama yang sedang dilatihkan

dalam proses pembelajaran seperti ini antara lain: dialog kelompok akan

membawa siswa berani mengekspresikan pendapatnya meski harus berbeda

44

Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

45

Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Erlangga 2005, 102-103

46Syamsul Ma‟arif, Pendidikan Pluralisme di Indonesia

(49)

38

dengan yang lain. Mereka juga belajar mendengar pendapat orang lain dari

yang pro, serupa, bahkan kontra. Siswa dilatih untuk menyintesis

pandangan-pandangan yang beragam terhadap tema yang dibahas. Tugas guru dalam

proses ini sebagai fasilitator, mengarahkan dialog dan memberi penguatan

bila dirasa perlu.

Pandangan guru tentang toleransi beragama juga akan mempengaruhi

bentuk pembelajaran dan metode yang dilakukan. Ada beberapa pandangan

guru tentang toleransi, salah satunya sebagaimana disampaikan oleh Wahid

Muhaimin, beliau mengatakan :

Saya berusaha memposisikan semua siswa sebagai teman, sehingga mereka sangat dekat dengan saya baik yang muslim maupun non muslim. Bidang saya sebagai guru PAI tidak menghalangi mereka terutama yang non muslim untuk akrab dengan saya seperti siswa yang lainnya. Para siswa juga tidak pernah menyinggung perbedaan agama apalagi mempermasalahkan kapasitas saya sebagai guru agama atau guru mata pelajaran lainnya.

(50)

39

jawabnya; “Kalau itu jelas pesta perayaan Natal, maka tidak boleh hadir, sebaiknya menyampaikan asalannya dengan yang baik.47

Berdasarkan wawancara di atas dapat dilihat bahwa toleransi itu

menjadi kebutuhan yang mendasar pada lingkungan yang majemuk, tetapi

perlu lebih berhati-hati dalam menerapkannya, artinya bahwa batasan-batasan

toleransi itu hanya boleh dilakukan dalam ranah sosial kemasyarakatan, tetapi

ketika sudah masuk dalam ranah akidah maka tidak diperbolehkan walaupun

hanya berupa kata-kata. Pandangan ini sedikit berbeda dengan pandangan

yang disampaikan oleh Nur Khamid, yang mengatakan bahwa :

Masalah toleransi beragama adalah hal yang sangat sensitif, sehingga kita harus berhati-hati ketika membicarakannya. Alhamdulillah di sekolah kami sudah terbentuk dengan baik, seperti halnya yang ada di dalam masyarakat sekitar, tinggal kita merawatnya. Siswa disini sangat beragam, sebagian besar beragama Islam tetapi hampir lima puluh persen beragama Buddha. Maka ketika pelajaran agama secara otomatis mereka akan mengikuti pelajaran sesuai dengan agamanya. Tetapi para siswa sangat dengan saya baik yang muslim maupun non muslim.

Dalam pembelajaran PAI khususnya materi toleransi saya cenderung mengalir, saya sering memberikan gambaran-gambaran kerukunan dan toleransi di dalam masyarakat sekitar sekolah, karena kebetulan tempat tinggal saya tidak jauh dari sekolah yang mempunyai karakteristik masyarakat yang hampir sama yaitu mempunyai keragaman dalam memeluk agama. Saya juga tidak mempermasalahkan beberapa kebiasaan masyarakat yang sudah mapan dengan toleransi beragama. Seperti ketika ada orang non muslim mengucapkan “assalamu‟alaikum warhmatullahi wabarakatuh” apakah boleh kita orang Islam menjawabnya? Saya tidak pernah melarang siswa muslim menjawabnya. Menurut saya kata “assalamu‟alaikum warhmatullahi wabarakatuh” sudah menjadi kata yang umum bisa dipakai siapa saja, yang tidak masalah orang muslim menjawabnya sebagai penghormatan kepada orang yang mengucapkan salam. Kemudian kebiasaan masyarakat yang saling bergotong royong dalam membuat tempat ibadah, contoh orang-orang non muslim membantu pendirian pembangunan mushola di SMP N 2 Kaloran, saya tidak menolaknya dan tidak mempermasalahkanya.

47

Gambar

Tabel 2.1. Silabus pendidikan agama Islam pada SMP yang memuat materi toleransi35
Gambar 1
Gambar 2

Referensi

Dokumen terkait

Kepemilikan manajerial adalah sebuah keadaan dimana pihak manajemen perusahaan (baik dewan komisaris atau dewan direksi) memiliki saham perusahaan atau dengan kata

 Video yang akan ditayangkan harus memiliki format dan ukuran data yang memungkinkan akses dapat dilakukan dengan lancar (cepat) dan memiliki kualitas visual dan

Oleh itu, Ho 3, iaitu tidak terdapat perbezaan yang signifikan terhadap pencapaian bagi penguasaan aspek bahasa penulisan karangan argumentatif menggunakan peta minda dalam

Tema yang diharapkan pada Kawasan Wisata Sejarah Tembakau Deli ini adalah arsitektur kontekstual harmoni dengan mengambil langgam Art Deco pada bangunannya

Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.. Penyelesaian

Suatu versi pengungkapan langsung (direct assessement) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal dengan menggunakan aitem ganda (Azwar,

Jika 3 berkas sequential, seperti master file, transaction file dan update master file yang digunakan oleh sebuah program. Karena hanya ada 2 tape drive, maka salah satu dari

Akuakultur merupakan sistem produksi yang mencakup input produksi (prasarana dan sarana produksi), proses produksi (persiapan hingga pemanenan) dan output produksi (pascapanen