• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muatan Nilai-nilai Toleransi dalam Silabus Pendidikan Agama Islam Silabus mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan d

MUATAN NILAI-NILAI TOLERANSI DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

C. Muatan Nilai-nilai Toleransi dalam Silabus Pendidikan Agama Islam Silabus mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan d

SMP Neegri 1 Kaloran dan SMP Negeri 2 Kaloran memiliki kesamaan karena

34

Ngainun Naim dan Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi,

23

silabus tersebut mengacu pada silabus yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pengembangannya dilaksanakan bersama dalam wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Agama Islam. Berikut silabus Pendidikan Agama Islam yang telah dikembangkan dan memuat materi- materi toleransi.

Tabel 2.1. Silabus pendidikan agama Islam pada SMP yang memuat materi toleransi35

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran

1.2 Terbiasa membaca al- Qur‟ān dengan meyakini bahwa toleransi dan menghargai perbedaan adalah perintah agama. 2.2 Menunjukkan perilaku toleran dan menghargai perbedaan dalam pergaulan di sekolah dan masyarakat sebagai implementasi pemahaman Q.S. al-Hujurāt/49: 13 dan Hadis terkait.

3.2 Memahami Q.S. al-Hujurāt/49: 13 tentang toleransi dan menghargai perbedaan dan Hadis terkait. Q.S. al- Hujurāt/49: 13 tentang toleransi dan menghargai perbedaan dan Haditst terkait Q.S. al- Hujurāt/49: 13 tentang toleransi dan menghargai perbedaan dan Haditst terkait

Mengamati gambar atau tayangan yang terkait dengan semangat

membaca dan mengkaji Al Qur‟an.

Menyimak dan membaca Q.S. al-

Hujurāt/49: 13 tentang toleransi

dan menghargai perbedaan.

Menyimak penjelasan tentang tanda waqaf.

 Mengajukan pertanyaan tentang

pentingnya belajar al Qur‟an, apa

manfaat belajar tanda waqaf, atau pertanyaan lain yang relevan dan aktual.

Mengajukan pertanyaan mengenai pengaruh tanda waqaf terhadap arti atau makna suatu ayat.

Secara berkelompok mencari dan mengumpulkan macam-macam bentuk tanda waqaf di dalam

mushaf al Qur‟an.

Diskusi menyusun arti perkata Q.S. al-Hujurāt/49: 13 menjadi terjemah secara utuh.

Secara berpasangan menghafalkan Q.S. al-Hujurāt/49: 13

Melakukan koreksi secara berkelompok terhadap hasil pengumpulan contoh-contoh tanda waqaf.

35

24

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran

4.2.1 Membaca Q.S. al-Hujurāt/49: 13 dengan tartil. 4.2.2 Menunjukkan hafalan Q.S. al- Hujurāt/49: 13 serta Hadis terkait dengan lancar. 4.2.3 Menyajikan keterkaitan toleransi dan menghargai perbedaan dengan pesan Q.S. al- Hujurāt/49: 13.

Merumuskan, mengoreksi, dan memperbaiki hasil penterjemahan Q.S. al-Hujurāt/49: 13.

Mengidentifikasi dan

mengklasifikasi tanda waqaf dalam Q.S. al-Hujurāt/49: 13.

Mendemonstrasikan hafalan Q.S. al-Hujurāt/49: 13.

Menyajikan paparan hasil

pencarian tanda waqaf dalam Q.S. al-Hujurāt/49: 13.

Menunjukkan / memaparkan hasil diskusi makna Q.S. al-Hujurāt/49: 13.

Menanggapi paparan maknaQ.S. al-Hujurāt/49: 13.

Menyusun kesimpulan makna ayat dengan bimbingan guru.

Pada silabus di atas dapat diketahui bahwa materi toleransi merujuk pada kompetensi dasar pada masing-masing kompetensi inti, kemudian diturunkan menjadi sebuah materi pokok yang berjudul Q.S. al-Hujurāt/49:13 tentang materi toleransi dan menghargai perbedaan. Selanjutnya pada silabus tersebut juga menjabarkan langkah-langkah pembelajarannya.

Bila dilihat dari segi isi materinya, nilai-nilai toleransi beragama tersebut hanya merujuk pada materi al-Qur‟an. Materi-materi tersebut diajarkan kepada paserta didik dengan tujuan agar peserta didik mencapai kompetensi aspek al-Qur‟an. Namun cukup disayangkan dari langkah- langkah pembelajaran, kompetensi-kompetensi yang diharapkan akan dicapai oleh peserta didik masih belum mengakomodir pemahaman dan penghayatan mereka terhadap nilai-nilai toleransi beragama secara mendalam dan komperehensif.

25

Pada materi al-Qur‟an, hasil belajar yang diproyeksikan pada silabus tersebut, setelah mempelajari materi-materi didalamnya, masih belum mencerminkan tata cara hidup berdampingan dengan umat non-muslim secara damai dan toleran. Gambaran langkah-langkah pembelajaran masih disibukkan oleh hal-hal suplementer, semisal bagaimana memastikan peserta didik bisa membaca al-Qur‟an, memahami bacaan tajwid dan memastikan bagaimana bisa menghafal surat-surat yang diajarkan. Memang dari materi tersebut dirumuskan untuk memahami kandungan surat-surat yang dipelajari. Namun indikator tersebut belum tercermin sepenuhnya dalam langkah pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan nilai-nilai toleransi beragama belum bisa terwujud dalam langkah-langkah pembelajaran yang ada dalam silabus. D. Muatan Nilai-nilai Toleransi dalam Buku Bahan Ajar Pendidikan

Agama Islam

Dalam pendidikan agama Islam, yang terpenting adalah bagaimana nilai dari suatu pengetahuan itu bisa tertanamkan dalam diri peserta didik, (transfer of value). Pendidikan agama Islam harus dapat membangun individu (peserta didik) di satu sisi memiliki komitmen yang kuat terhadap ajaran Islam, dan disisi lain tumbuhnya sikap positif dan toleransi terhadap respon atas pluralitas dalam masyarakat majemuk. Namun kemudian, apakah pendidikan agama Islam bisa dikatakan telah mengakomodasi semangat toleransi sebagai sebuah prinsip atau nilai yang ditranformasikan kepada peserta didik. Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, dapat ditelusuri dan dikaji secara mendalam terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam

26

pendidikan agama Islam, diantaranya tentang sumber pembelajaran atau bahan ajar.

Buku bahan ajar terdiri dari dua macam yaitu; buku bahan ajar pokok dan buku bahan ajar penunjang. Buku bahan ajar pokok merupakan buku yang wajib digunakan oleh setiap sekolah. Buku ini diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai acuan dan standar miminal ruang lingkup materi yang harus diajarkan kepada peserta didik. Sedangkan buku bahan ajar penunjang adalah buku pilihan dari berbagai penerbit yang tidak diwajibkan untuk dimiliki oleh masing-masing sekolah, yang berguna untuk menambah wawasan peserta didik dan bahan pengayaan.

Buku bahan ajar pokok yang digunakan di SMP Negeri 1 Kaloran dan SMP Negeri 2 Kaloran adalah buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Buku ini terdiri dari dua macam yaitu; buku guru dan buku siswa. Buku guru berisi materi pembelajaran yang dilengkapi dengan pemetaan kompetensi dasar, langkah-langkah pembelajaran dan panduan penilaian, sedangkan buku siswa lebih banyak berisi tentang materi pembelajaran.

Salah satu buku tersebut adalah Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas IX dengan kontributor naskah Muhammad Ahsan dan Sumiyati. Buku ini diterbitkan tahun 2015 dan dicetak ulang pada tahun 2016 setelah mengalami beberapa revisi. Isi buku ini terdiri dari 12 bab dan terdapat dua bab yang khusus membahas tentang toleransi yaitu pada bab 8 yang berjudul

27

“Damaikan Negeri dengan Toleransi” dan bab 12 yang berjudul “Menyuburkan Kebersamaan dengan Toleransi dan Menghargai Perbedaan”.

Buku tersebut memuat tentang pengertian toleransi, sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari, serta toleransi dan kedamaian negeri. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa toleransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah tasamuh

(حماست)

. Secara bahasa toleransi berarti tenggang rasa. Secara

istilah, toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan antarsesama manusia. Allah Swt. menciptakan manusia berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut bisa menjadi kekuatan jika dipandang secara positif. Sebaliknya, perbedaan bisa memicu konflik jika dipandang secara negatif.36 Toleransi dalam Islam mencakup dua hal yaitu toleransi antarsesama muslim dan toleransi kepada nonmuslim. Toleransi antarsesama muslim berarti menghargai dan menghormati perbedaan pendapat yang ada dalam ajaran agama Islam. Adapun yang dimaksud toleransi kepada nonmuslim yaitu menghargai dan menghormati pemeluk agama lain untuk beribadah sesuai agama dan keyakinannya masing-masing.37

Buku tersebut juga menjelaskan bahwa toleransi merupakan salah satu akhlak mulia (akhlakul karimah) yang harus dimiliki setiap muslim. Dengan menjunjung tinggi sikap menghargai perbedaan ini maka kehidupan masyarakat akan damai dan sejahtera. Menerapkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat.

36

Sumiyati dan Muhammad Hasan, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas IX,

Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015, 165-182 37

28

Nilai-nilai toleransi beragama yang terdapat dalam materi buku bahan ajar PAI dan Budi Pekerti SMP kelas IX, dimana buku ini telah disesuaikan dengan kurikulum terbaru (kurikulum 2013) yang berasaskan pendidikan karakter, telah mencerminkan adanya usaha untuk membentuk karakter peserta didik yang mampu menjaga dengan baik hubungan dengan Tuhannya (hablumminallah) serta dengan sesamanya (habluminannas). Sikap beragama seperti ini, sudah sepatutnya dibangun dalam pribadi peserta didik, agar mampu hidup berdampingan dengan umat lain secara harmonis dan toleran.

Menurut Cecelia Lynch dalam Nunu Ahmad, ada lima kategori sikap beragama seseorang atau kelompok yang sering berimplikasi pada sikap kulturalnya38, yaitu; Pertama, sikap eksklusif, mengagungkan superioritas kepercayaan sendiri dengan menonjolkan hak untuk menyebarkan sistem itu seluas mungkin. Mereka ini umumnya paling takut dan merasa terancam hak hidupnya diganggu. Kedua, sikap apologetik, baik dalam sikap mempertahankan doktrin saat ditantang dari luar maupun dalam arti usaha untuk menunjukkan doktrin sendiri dan superior dibanding doktrin-doktrin yang lain. Apabila sikap apologetik tergelincir ke dalam reaksi yang eksklusif dan kekerasan terhadap sistem kepercayaan lain, maka itu dapat mengancam kehidupan beragama.

Ketiga, sikap sinkritis, mengakui beragamnya tradisi keagamaan yang tidak hanya dalam masyarakat yang multi-budaya, tetapi juga dalam pribadi. Meski bagi sementara orang sinkritisme merupakan fakta sejarah, bagi

38

Nunu Ahmad An-Nahidl, et.al., Pendidikan Agama di Indonesia: Gagasan dan Realitas, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2010, cet. ke-1, 186-188.

29

sebagian lain jika sinkritisme berarti usaha menciptakan agama baru yang memuat unsur-unsur dari agama berbeda, maka itu dapat membahayakan. Sinkritisme bisa terlalu jauh dan mengkompromikan otentisitas iman dan keyakinan agama tertentu serta menafsirkan iman yang hidup tidak dalam kerangka sistem iman itu sendiri, tetapi dalam rangka iman atau ideologi lain. Hal ini menyebabkan, nilai-nilai kebenaran teologis nasing-masing agama mengalami reduksi dan inkonsistensi yang hampir mustahil diterima penganutnya.

Keempat, sikap inklusif, menerima validitas atau hak sistem-sistem kepercayaan lain untuk eksis, meski sistem kepercayaan lain itu dianggap kurang sempurna atau kurang benar. Inklusivisme dalam perwujudan kulturalnya melahirkan semacam toleransi liberal. Artinya seraya meyakini kebenaran agama sendiri, kaum inklusif melihat agama-agama lain hanya mengandung sebagian kebenaran (partial truth). Ini misalnya saat penganut agama tertentu yakin akan kebenaran ilahiyah dari sistem teologinya, tetapi percaya, agama-agama lain bersifat manusia (human) daripada Ilahi (divine). Contoh sikap inklusif adalah klasifikasi agama langit (samawi) dan agama bumi (ardhi), dimana yang pertama bersifat Ilahi sementara yang kedua bersifat budaya (ciptaan manusia). Sikap inklusif ini memungkinkan toleransi dalam batas-batas klaim kebenaran agama sendiri.

Kelima, sikap pluralis, yaitu mengakui kebenaran itu beragam dan sikap positif akan kesamaan tujuan dan fungsi semua agama. Seperti yang dikatakan Chung Hyun Kyung, pluralisme merupakan posisi paling

30

tercerahkan saat berhubungan dengan agama-agama lain, menghormati perbedaan-perbedaan dan hidup berdampingan dalam perbedaan-perbedaan itu. Pluralisme mengambil posisi agama sendiri, tidak dapat mewakili pemenuhan atau penyempurnaan agama-agama lain.

Berdasarkan kerangka diatas, materi-materi dalam buku ajar PAI dan Budi Pekerti SMP kelas IX, cenderung ingin menanamkan sikap inklusif pada peserta didik dalam rangka bersosialisasi dengan masyarakat yang majemuk. Dengan demikian, semangat yang dibangun yaitu menjadikan perbedaan agama sebagai jalan bagi para pemeluknya untuk saling bekerja sama, bersatu dalam membangun kehidupan yang damai dan adil.

31

BAB III

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dokumen terkait