• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTETIKA ARSITEKTUR 2 Analisa Karakteris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ESTETIKA ARSITEKTUR 2 Analisa Karakteris"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa Karakteristik Arsitektur Post-Modern

dan Nilai Estetika pada Bank Bukopin Surakarta

Oleh :

Rika Fajriyani Mufidah

I0212070

Program Studi Arsitektur Jurusan Arsitektur

(2)

ii A. Teori Arsitektur Post-Modern ... 3

B. Pengertian Post-Modern ... 3

I. Sejarah Arsitektur Post-Modern ... 3

II. Ciri-ciri Arsitektur Post-Modern ... 4

III. Pokok Pikiran dalam Arsitektur Post-Modern ... 5

IV. Aliran dalam Arsitektur Post-Modern ... 6

C. Teori Estetika Arsitektur... 10

I. Estetika Formal... 10

II. Estetika Informal ... 11

BAB III ANALISA A. Lokasi Bank Bukopin ... 12

B. Analisa Karakteristik Arsitektur Modern pada Bank Bukopin... 12

I. Historik ... 13

II. Ornamentasi ... 13

III. Kontekstual ... 16

IV. Komunikatif yang Bersifat Lokal ... 17

V. Straight Revitalism ... 17

VI. Classicism ... 19

VII. Neo-Vernacularism... 19

C. Analisa Prinsip Estetika Formal pada Bank Bukopin ... 20

I. Proporsi ... 21

D. Analisis Prinsip Estetika Informal pada Bank Bukopin ... 29

BAB IV KESIMPULAN ... 30

(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Perkembangan arsitektur diberbagai belahan dunia semakin hari semakin

maju, salah satunya adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Arsitektur di

Indonesia semakin berkembang. Hal tersebut tidak lepas dari pengaruh budaya,

kesenian, ekonomi, politik, sosial, geografis dan banyaknya suku bangsa di Indonesia.

Banyaknya suku bangsa dengan budaya yang berbeda-beda ini membuat Indonesia

kaya akan Arsitektur Tradisionalnya yaitu Rumah Adat masing-masing suku. Misalnya

Rumoh Aceh, Rumah Adat Tongkonan, Rumah Gadang, Rumah Panjang, Rumah

Limas, dll. Rumah adat tersebut dipengaruhi budaya dan aktivitas yang biasa

dilakukan oleh suku masing-masing.

Beranjak dari Arsitektur Tradisional, perkembangan Arsitektur di Indonesia ini

tidak lepas pula dari pengaruh negara asing. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk

bangunan di Indonesia yang mengadopsi dari Arsitektur Klasik, misalnya pemakaian

kolom-kolom bangunan bergaya doric pada Museum Seni Rupa dan Keramik. Pengaruh tersebut membuat beberapa Arsitek Indonesia menjadikan negara asing

sebagai kiblat dalam mendesain atau merancang suatu bangunan. Sehingga muncul

beberapa gaya arsitektur yang mengadopsi dari negara luar, misalnya gaya art deco,

vernakular, neo-vernakular, futuristik, klasik, modern sampai post-modern.

Arsitektur Post-Modern adalah salah satu gaya arsitektur yang unik. Karena

arsitektur ini merupakan perpaduan antara dua unsur dalam suatu bangunan.

Misalnya, perpaduan antara Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Klasik yang

diaplikasikan pada beberapa bank di Solo dan sekitarnya. Diantaranya, Bank

Indonesia, Bank Danamon, Bank Bukopin, dll.

Bank Bukopin adalah salah satu bank yang menerapkan Arsitektur

Post-Modern pada bangunannya. Bentuk bangunannya yang unik, ornamen-ornamen

(4)

2

tetap mempunyai nilai tradisional membuat saya tertarik untuk menganalisis

bangunan ini.

B.

Permasalahan

Perkembangan gaya arsitektur di luar negeri mempunyai pengaruh dalam

desain-desain bangunan arsitektural di Indonesia. Penulis ingin mengamati dan

menganalisis salah satu gaya tersebut, yaitu gaya post-modern yang diaplikasikan

pada bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan pertukaran uang di

Surakarta, yaitu Bank Bukopin yang memiliki keunikan pada fasad bangunannya.

Gaya ini memiliki ciri-ciri yang dapat menggambarkan gaya Arsitektur

Post-Modern itu sendiri. Penulis ingin mengamati dan menganalisis apakah Bank Bukopin

memiliki ciri-ciri dari gaya tersebut dan apakah prinsip-prinsip estetika telah

diterapkan dalam menciptakan keindahan serta keunikan fasad bangunan.

C.

Tujuan

Tujuan mengamati dan menganalisa karakteristik dan nilai estetika yang terdapat

pada Bank Bukopin, yaitu :

1. Mengetahui gaya arsitektur yang dianut pada bangunan Bank Bukopin.

2. Mengetahui penerapan karakteristik Arsitektur Post-Modern pada bangunan

Bank Bukopin.

(5)

3

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

Teori Arsitektur Post-Modern

I. Pengertian Post Modern

Arsitektur Post-Modern adalah percampuran antara dua unsur dalam suatu

bangunan yang memberikan kesan bahwa bangunan tersebut memiliki dua arti atau

dua muka (double coding). Unsur-unsur tersebut merupakan perpaduan antara yang baru (Arsitektur Modern) dengan yang lama (unsur arsitektur lainnya), contohnya

Arsitektur Klasik, Arsitektur Vernakular, dan lain-lain. Arsitektur Post-Modern

memiliki banyak ciri-ciri yang menunjukkan perbedaannya dengan Arsitektur

Modern maupun yang lainnya. Serta dalam Arsitektur Post-Modern banyak

mengambil langgam-langgam dari arsitektur lama karena Arsitektur Post-Modern

merupakan bagian dari sejarah. Hal ini berbeda dengan Arsitektur Modern yang

memiliki ciri seperti anti terhadap sejarah dan bentuk bangunan yang memiliki

bentuk dasar persegi (Kubisme).

II. Sejarah Arsitektur Post Modern

Perubahan mendasar dalam sejarah dunia arsitektur adalah saat hadirnya

arsitektur modern. Arsitektur sampai abad ke-19 dianggap sebagai seni bangunan.

Reformasi pemikiran Arsitektur Modern ini mulai muncul pada abad ke-18, dimana

yang dimaksud Arsitektur Modern bukan karya arsitektur, melainkan ide, gagasan,

pikiran atau pengetahuan dasar tentang arsitektur. Pemikiran tersebut baru dapat

direalisasikan pada pertengahan abad ke-19 dikarenakan pendidikan Arsitektur yang

dibagi menjadi dua, sebagai kesenian dan sebagai ilmu teknik sipil, dan munculnya

(6)

4

Antara tahun 1890-1930 muncul berbagai macam pergerakan, antara lain :

Art and Craft, Art Noveau, Ekspresionisme, Bauhaus, Amsterdam School, Rotterdam

School, dll. Periode tersebut merupakan puncak sekaligus titik awal dari arsitektur

modern.

Pada tahun 1950-1960, terdapat 2 pihak yang berlawanan :

1) Kelompok yang berpihak pada teknologi dan industrialisasi; tahun 1950

dikatakan sebagai titik puncak kejayaan Arsitektur Modern.

2) Kelompok yang memuja estetik dan artistik; tahun 1950-an dilihat sebagai

titik awal kemerosotan Arsitektur Modern.

Sekitar tahun 1960-an, pertentangan antara kedua pihak itu terjadi lagi

dikarenakan adanya perbedaan pendapat tentang ‘untuk siapa arsitektur itu

diciptakan?’. Hal tersebut yang menjadi titik awal lahirnya Post Modernisme yang

melawan Modernisme dengan pernyataan: Less Is Bore. Media massa juga ikut berperan dalam memicu timbulnya pluralism yang menjadi bahan dasar post

modernisme.

III. Ciri-ciri Arsitektur Post Modern

Terdapat 10 ciri Arsitektur Post modern menurut Budi Sukada (1988), yaitu:

 Mengandung unsur-unsur yang komunikatif yang bersifat lokal atau popular  Membangkitkan kembali kenangan historic

 Berkonteks urban

 Menerapkan kembali teknik ornamentasi  Bersifat representasional

 Berwujud metaforik (dapat berarti bentuk lain)  Dihasilkan dari partisipasi

 Mencerminkan aspirasi umum  Bersifat plural

 Bersifat Ekletik

Untuk dapat dikategorikan arsitektur post modern tidaklah harus memiliki

(7)

5

atas sudah bisa disebut arsitektur post modern. Melalui unsur komunikasi dalam

arsitektur post modern, masyarakat bisa merasakan sebuah bangunan modern

dengan teknologi modern namun tetap merasakan dan diingatkan dengan

kebudayaan lokal daerah tersebut.

IV. Pokok Pikiran dalam Arsitektur Post Modern

1. Tidak memakai semboyan Form Follows Function. Arsitektur post modern mendefinisikan arsitektur sebagai sebuah bahasa dan oleh karena itu arsitektur

tidak mewadahi melainkan mengkomunikasikan. Untuk arsitektur Post Modern

yang dikomunikasikan adalah identitas regional, identitas kultural atau identitas

historis.

2. Fungsi (bukan sebagai aktivitas atau apa yang dikerjakan oleh manusia terhadap

arsitektur)

Yang dimaksud dengan ‘fungsi’ di sini bukanlah ‘aktivitas’, bukan pula ‘apa yang dikerjakan/dilakukan oleh manusia terhadap arsitektur’ (keduanya diangkat sebagai pengertian tentang ‘fungsi’ yang lazim digunakan dalam arsitektur

modern). Dalam arsitektur posmo yang dimaksud fungsi adalah peran dan

kemampuan arsitektur untuk mempengaruhi dan melayani manusia, yang

disebut manusia bukan hanya pengertian manusia hanya pengertian manusia

sebagai makhluk yang berpikir, bekerja melakukan kegiatan, tetapi sebagai

manusia sebagai makhluk yang berpikir, bekerja, memiliki perasaan dan emosi,

makhluk yang punya mimpi dan ambisi, memiliki nostalgia dan memori. Manusia

bukan manusia sebagai makhluk biologis tetapi manusia sebagai pribadi.

Dalam post modern, perancangan dimulai dengan melakukan analisa fungsi

arsitektur, yaitu:

 Aritektur mempunyai fungsi memberi perlindungan kepada manusia  Arsitektur memberikan perasaan aman, nyaman, nikmat

 Arsitektur mempunayi fungsi untuk menyediakan dirinya dipakai

(8)

6

 Arsitektur berfungsi untuk menyandarkan manusia akan budayanya

akan masa silamnya

 Arsitektur memberi kesempatan pada manusia untuk bermimpi dan

berkhayal

 Arsitektur memberi gambaran dan kenyataan yang sejujur-jujurnya

3. Bentuk dan Ruang. Di dalam post modern, bentuk dan ruang adalah komponen dasar yang tidak harus berhubungan satu menyebabkan yang lain (sebab akibat),

keduanya menjadi 2 komponen yang mandiri, sendiri-sendiri, merdeka, sehingga

bia dihubungkan atau tidak. Yang jelas bentuk memang berbeda secara

substansial, mendasar dari ruang. Ciri pokok dari bentuk adalah ‘ada dan nyata/ terlihat/ teraba’, sedangkan ruang mempunyai ciri khas ‘ada dan tak terlihat/ tak nyata’. Kedua ciri ini kemudian menjadi tugas arsitek untuk mewujudkannya.

V. Aliran dalam Arsitektur Post Modern

Di dalam perkembangannya, arsitektur poat modern dapat dikelompokkan

berdasarkan ciri dan konsep bangunan. Berbagai aliran muncul tetapi masih dalam

konteks arsitektur post modern. Tiap aliran memiliki arsitek ternama yang menganut

dan mengembangkannya.

Menurut Charles Jencks dalam buku Evolutionary Tree, Arsitektur Post

Modern dapat dikelompokkan menjadi enam aliran, yaitu :

1. Aliran Historicism

Bangunan beraliran ini menggunakan dekorasi berupa elemen-elemen

klasik (misalnya ionic, doric dan corinthian) yang digabungkan dan

disesuaikan dengan pola-pola modern pada bangunan. Arsitek ternama

pada aliran ini yaitu Aero Saarinen, Philip Johnson, Robert Venturi, Kisho

(9)

7 Gambar 2. V. 1. Terminal Bandara (karya Aero Saarinen)

Sumber :

http://2.bp.blogspot.com/PYAfmwegebc/TkcqgBqZ6fI/AAAAAAAABwY/dBu17OiTgcM/s1 600/1.+Terminal+Bandara+karya+Aero+Saarinen.jpg

2. Aliran Straight Revivalism

Langgam ini cocok digunakan sebagai konsep perancangan bangunan

yang membutuhkan sifat monumental dan tegas. Di dalamnya terdapat

penggunaan langgam neo-klasik ke dalam bangunan yang memiliki irama

komposisi berulang dan simetris. Arsitek ternama yang menganut aliran

ini adalah Aldo Rossi, Monta Mozuna, Ricardo Bofil dan Mario Botta.

Gambar 2. V. 2. Bangunan di Modena-Italia (karya Aldo Rossi) Sumber :

http://1.bp.blogspot.com/k9bf3nBFwQ/TkcquxayyyI/AAAAAAAABwc/TFG4O6NLLi0/s160 0/2.++Karya+by+Aldo+Rossi+di+Modena+-+Italia.jpg

3. Aliran Neo-Vernacularism

Menerapkan elemen tradisional dalam perancangan bangunan. Elemen

tradisional ini diterapkan dengan konsep bangunan modern sehingga

tercipta bangunan modern yang serasi dengan lingkungan lokal. Hal ini

berfungsi untuk menghidupkan kembali suasana tradisional setempat

(10)

8

arsitektur lokal. Arsitek ternama yang menganut aliran ini meliputi

Darbourne & Darke, Joseph Esherick dan Aldo Van Eyck.

Gambar 2. V. 3. Estec Noordwijk-NL (karya Aldo Van Eyck & Hannie Van Eyck) Sumber :

http://1.bp.blogspot.com/-G4ZTb5aMoUo/Tkcq4vR-m-I/AAAAAAAABwg/b1xbqXM4vzs/s1600/3.++Estec+Noordwijk+%2528NL%2529.jpg

4. Aliran Contextualism (Urbanist + Ad Hoc)

Penempatan dan bentuk bangunan disesuaikan dengan lingkungan sekitar

sehingga didapatkan komposisi bangunan dan lingkungan yang serasi.

Aliran ini sering juga disebut dengan Urbanis. Arsitek ternama yang

menganut aliran ini adalah Lucien Kroll, Leon Krier dan James Stirling.

Gambar 2. V. 4. Leicester University Building (karya Leon Krier & James Stirling) Sumber :

http://1.bp.blogspot.com/WKT34W9r0W0/Tkcq_a68a2I/AAAAAAAABwk/SOvMAH7DSX w/s1600/4.++Leicester+University+Engineering+Building.jpg

5. Aliran Metaphor & Metaphisical

Mengekspresikan secara bentuk-bentuk suatu hal yang ditampilkan ke

dalam konsep atau desain bangunan. Terdapat tiga bentuk metaphor,

yakni metaphor konkrit (bentuk bangunan sama persis dengan bentuk

benda yang menjadi konsep), metaphor kompleks (terdapat beberapa

bentuk benda yang digabung sehingga menimbulkan bentuk bangunan

(11)

9

kompleks dan konkrit). Arsitek yang menganut aliran ini yaitu Stanley

Tigerman, Antonio Guadi dan Takeyama.

Gambar 2. V. 5. La Sagrada Familia-Barcelona, Spanyol (karya Antoni Gaudi) Sumber :

http://1.bp.blogspot.com/-r-OGMR74kWM/TkcrONlG2zI/AAAAAAAABwo/LGU6Qnuw1cQ/s1600/5.+La+Sagrada+Fam ilia%252C+Barcelona%252C+Spanyol.jpg

6. Aliran Post Modern Space

Memperlihatkan pembentukan ruang dengan mengkomposisikan

komponen bangunan itu sendiri. Difokuskan pada rancangan spatial interpenetration, dimana dua atau lebih ruang dapat digabung secara overlap dan saling bertemu. Aliran ini mencoba mendefinisikan ruang

lebih dari sekedar ruang abstrak dan menghasilkan arti ganda,

keanekaragaman dan kejutan. Arsitek yang menganut aliran ini adalah

Peter Eisenman, Robert Stern, Charles Moore, Kohn dan Pederson-Fox.

Gambar 2. V. 6. Peter Eisenman’s Center for Design and Art- University of Cincinnati (karya Antoni Gaudi)

Sumber :

http://3.bp.blogspot.com/-

(12)

10

B.

Teori Estetika Arsitektur

Dalam arsitektur, estetika adalah sebuah bahasa visual, yang tidak sama

dengan beberapa bahasa estetika yang tidak visual. Estetika dalam arsitektur

memiliki banyak sangkut paut dengan segala yang visual seperti permukaan, volume,

massa, elemen garis, dan sebagainya, termasuk prinsip estetika itu sendiri.

Prinsip-prinsip itu meliputi :

I. Estetika Formal

Adalah produk estetika yang terukur secara visual atau dapat dilakukan dengan

menghitung.

- PROPORSI : hubungan perbandingan antara bagian dengan bagian lain atau bagian dengan elemen keseluruhan. Kesebandingan dapat dijangkau dengan

menunjukkan hubungan antara :

1. Suatu elemen dengan elemen lain

2. Elemen bidang/ruang dengan dimensinya

3. Dimensi bidang/ruang itu sendiri

- SKALA : suatu system pengukuran (alat pengukur) yang menyenangkan,dapat dalam satuan cm, inchi atau apa saja dari unit-unit yang akan diukur.

- IRAMA : elemen desain yang dapat menggugah emosi atau perasaan yang terdalam.

- SUMBU : Garis yang terbentuk oleh dua unsur titik.

- SIMETRI : Distribusi unsur dan bentuk yang sama dan seimbang terhadap suatu garis/sumbu bersama.

- HIERARKI : Penekanan suatu hal yang dianggap penting terhadap unsur dan bentuk dalam suatu komposisi.

- PENGULANGAN : frekuensi keberadaan unsur atau bentuk yang sama/mirip dalam sebuah komposisi (ukuran, raut, rinci, warna).

- DATUM : Unsur titik, garis atau bidang yang berguna untuk mengumpulkan, mengelompokkan dan mengorganisir suatu pola komposisi.

(13)

11

- NILAI ESTETIS : Penilaian terhadap keindahan suatu karya seni dengan tanpa keterlibatan secara personal.

II. Estetika Informal

Adalah produk estetika yang terukur secara non-visual (pabrikasi).

- NILAI KEARIFAN LOKAL

Gagasan-gagasan atau nilai-nilai, pandangan-padangan setempat atau (lokal) yang

bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh

anggota masyarakatnya.

- NILAI FILSAFAT

Nilai-nilai historis yang mempunyai makna atau maksud tertentu tentang suatu

bentuk. Dapat dikaitkan dengan hal-hal sakral ataupun perkembangan dari masa

lalu.

- NILAI ARTISTIK

Penilaian terhadap keindahan suatu karya seni dengan keterlibatan secara

personal.

- TREND

Sesuatu yang banyak diminati yang dipengaruhi oleh modernisasi perkembangan

zaman dan teknologi, era globalisasi, ketersediaan bahan baku, pergeseran selera,

(14)

12

BAB III

ANALISA

A.

Lokasi Bank Bukopin

Bank Bukopin terletak di Jalan Sudirman No.10, Surakarta 57111. Lokasi ini

cukup strategis karena di kawasan ini terdapat Bank Indonesia, Bank Danamon,

Kantor Pos, Balaikota, Benteng Vastenberg, Pusat Grosir Solo, Beteng Trade Centre, Telkom, dll.

Gambar 3. A. 1. Lokasi Bangunan Bank Bukopin Surakarta

Sumber: http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=627326&page=44

B.

Analisa Karakteristik Arsitektur Post-Modern pada Bank Bukopin

Bangunan Bank Bukopin memiliki ciri-ciri Arsitektur Post-Modern sehingga

bangunan tersebut dapat digolongkan sebagai bangunan Arsitektur Post-Modern.

(15)

13 I. Historik

Bangunan ini memiliki unsur historik, yaitu dapat membangkitkan kenangan

sejarah tentang bangunan pada zaman dulu. Karena ketika melihat bangunan ini

maka kita akan memiliki pandangan tentang bangunan pada zaman dulu yaitu ketika

masih dijajah oleh Belanda (masa kolonial). Hal ini dikarenakan bangunan ini

memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan ciri-ciri bangunan pada masa kolonial.

Bentuk bangunan yang besar dan dengan kolom, pintu, serta jendela yang besar

semakin menunjukkan ciri bangunan kolonial pada bangunan ini. Pada masa kolonial,

bangunan-bangunan pemerintahan memiliki ukuran yang besar dan berbeda dengan

bangunan biasa. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintahan pada masa kolonial

yang mengutamakan bangunan pemerintahan, sehingga bangunan-bangunan

pemerintahan memiliki bentuk yang monumental serta lebih besar dibandingkan

bangunan-bangunan lain, selain bangunan pemerintahan.

Ciri-ciri bangunan kolonial yang terdapat pada bangunan Bank Bukopin

meliputi model denah yang simetris, mempunyai pilar (kolom) di serambi depan dan

belakang yang menjulang ke atas bergaya Yunani, serta penggunaan skala bangunan

yang tinggi sehingga berkesan megah.

Gambar 3. I. 1. Bangunan Bank Bukopin Surakarta Sumber: Dokumen Pribadi, 201

II. Ornamentasi

Ornamentasi adalah ciri Arsitektur Post-Modern yaitu adanya penambahan

ornamen pada bangunan yang berasal dari unsur arsitektur lain. Pada bangunan

Bank Bukopin ini memiliki ciri ornamentasi yang dapat dilihat pada

ornamen-ornamennya yang memiliki kesan seperti Arsitektur Klasik. Hal ini meliputi, kolom di

(16)

14

Klasik), penebalan-penebalan sebagai unsur dekoratif yang mempertegas bentuk

elemen bangunan serta sebagai elemen yang memperkuat kesan kokoh pada

bangunan (Arsitektur pada masa kolonial), serta balkon yang berfungsi untuk

mengatasi tempias air hujan dan isolator udara panas luar ke dalam (Arsitektur pada

masa kolonial).

Selain ornamentasi dari arsitektur pada masa kolonial, bangunan Bank

Bukopin juga memiliki ornamentasi yang diambil dari bangunan tradisional Jawa.

Ornamentasi tersebut adalah lidah api. Lidah api dapat ditemukan pada ujung dari

atap, yang merupakan penambahan pada atap dengan bentuk yang meruncing.

Lidah api tersebut biasanya memiliki warna merah atau warna yang sama dengan

warna genteng dari bangunannya sendiri.

Di samping adanya lidah api pada atap bangunan, bangunan Bank Bukopin ini

juga memiliki ornamentasi yang berasal dari unsur Jawa yang ada di daerah

bangunan tersebut. Ornamentasi tersebut adalah tulisan aksara Jawa yang

berartikan “Bank Bukopin”, dimana tulisan aksara Jawa tersebut telah dimodifikasi

menjadi bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya suatu pencampuran unsur

lama dengan unsur baru, dimana asal mula tulisan aksara Jawa tersebut adalah

berasal dari budaya Jawa sedangkan bahasa yang dituliskan adalah bahasa Indonesia

sebagai Bahasa Nasional.

Gambar 3. II. 2. Kolom pada bangunan Bank Bukopin yang menunjukkan ornamentasi dari Arsitektur Klasik

(17)

15 Gambar 3. II. 3. Ornamen dinding yang menunjukkan ornamentasi

dari bangunan pada masa kolonial Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. II. 4. Konsol pada atap yang menunjukkan ornamentasi dari bangunan pada masa kolonial

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. II. 5. Balkon pada bangunan yang menunjukkan ornamentasi dari bangunan pada masa kolonial

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. II. 6. Tulisan Bank Bukopin dengan Aksara Jawa dan Bahasa Indonesia

(18)

16 III. Kontekstual

Kontekstual merupakan kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan

mengaitkan bangunan baru dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat juga

merupakan kesamaan antara bangunan satu dengan bangunan lain yang berada di

sekitarnya. Sehingga semua bangunan yang berada dalam satu kompleks memiliki

ciri-ciri yang sama antara satu dengan yang lain. Ciri-ciri dari konstektual adalah

seperti adanya pengulangan motif dari desain bangunan sekitar, pendekatan baik

dari bentuk, pola atau irama, ornamen, dan lain-lain terhadap bangunan sekitar

lingkungan, hal ini untuk menjaga karakter suatu tempat, serta menigkatkan kualitas

lingkungan yang ada.

Bangunan Bank Bukopin ini memliki kesamaan bentuk dan ornamen dengan

bangunan yang ada di sekitarnya. Kesamaan tersebut meliputi bentuk bangunan

yang tinggi dengan kolom-kolom yang besar yang memberikan kesan bangunan

kolonial, atap limasan, memiliki kanopi dengan atap tajuk, memiliki lidah api pada

setiap ujung atapnya, serta memiliki corak seperti Arsitektur Klasik.

Gambar 3. III. 7. Ornamen dan bentuk bangunan yang memiliki kesamaan dengan bangunan di sekitarnya

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

(19)

17 IV. Komunikatif yang Bersifat Lokal

Komunikatif yang dimaksud disini adalah elemen bangunan yang dapat

mengkomunikasikan atau menggambarkan bentuk dari bangunan yang mengandung

unsur budaya daerah tempat bangunan tersebut. Budaya lokal tersebut dimasukkan

dalam bangunan dengan tujuan untuk tetap melestarikan budaya daerah setempat

walaupun seiring dengan perkembangan zaman. Selain itu dalam peraturan

pemerintah tentang bangunan pemerintahan atau kantor, memiliki atap dari

Arsitektur Jawa yang merupakan ciri khas dari Arsitektur Jawa itu sendiri. Elemen

yang dimaksud adalah atap bangunan yang merupakan atap joglo. Atap ini

dimasukkan dalam peraturan pemerintah untuk menggunakan atap ini dalam

bangunan pemerintah atau kantor. Sehingga di daerah Solo memiliki karakteristik

bangunan dengan atap joglo sebagai atap bangunannya.

Selain itu pada atap kanopi bangunan ini juga merupakan atap yang

menggambarkan unsur dari budaya lokal, yaitu atap tajuk. Atap yang memiliki sisi-sisi

yang sama dan menuju ke atas menjadi satu titik. Pada atap ini biasanya terdapat

mahkota kecil yang berada di ujung atapnya. Atap tajuk biasanya digunakan sebagai

atap dari tempat ibadah oleh masyarakat setempat.

Gambar 3. IV. 9. Atap bangunan yang merupakan karakteristik dari bangunan-bangunan di sekitar bangunan Bank Bukopin tersebut

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

V. Straight Revitalism

Straight Revitalism adalah pengulangan kembali langgam Neo-Klasik ke dalam

bangunan yang bersifat monumental. Neo-Klasik merupakan arsitektur yang

(20)

18

pengulangan irama pada tampak depannya, bentuk bangunan yang simetris, serta

adanya jendela dan ukiran-ukiran pada dinding yang berulang-ulang.

Bangunan Neo-Klasik tampak simetris serta membentuk satu kesatuan yang

kokoh. Simetris dan keseimbangan merupakan ciri khas yang paling terlihat pada

bangunan gaya Neo-Klasik. Salah satu elemen paling penting ada pada bangunan

bergaya Neo-Klasik adalah kolom. Untuk eksterior pada bangunan Neo-Klasik kolom

digunakan untuk menopang bangunan sehingga tampak kokoh. Dengan bentuknya

yang simetris dan kolom-kolom penopang yang tinggi bangunan Neo-Klasik tampak

anggun dan megah.

Gambar 3. V. 10. Tampak depan dari bangunan Bank Bukopin yang simetris dengan kolom besar di depannya

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

(21)

19 VI. Classicism

Classicism merupakan penggunaan elemen-elemen yang berasal dari

Arsitektur Klasik. Arsitektur Klasik memberikan kesan yang anggun dan mewah. Ciri

khas Arsitektur Klasik yaitu pada pilar-pilar, ornamen, dan profil-profil yang

berkembang pada saat Kerajaan Romawi atau Yunani Kuno. Bangunan dengan gaya

klasik memiliki ukuran yang melebihi kebutuhan fungsinya. Serta memiliki komposisi

bangunan yang simetris dengan tata letak jendela yang teratur (monotone).

Bangunan Bank Bukopin memiliki ukuran bangunan yang besar dan

ketinggian lantai bertingkat yang tinggi. Hal ini diimbangi oleh adanya

ornament-ornamen pada dinding bangunan yang diulang-ulang, serta penataan jendela yang

teratur dan berirama. Hal tersebut yang membuat bangunan Bank Bukopin ini

memiliki ciri Arsitektur Post-Modern yaitu Classicism.

Gambar 3. VI. 12. Pengulangan ornamen dan jendela pada dinding bangunan Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

VII. Neo-Vernacularism

Arsitektur Neo-Vernakular suatu penerapan elemen arsitektur yang telah

ada, baik fisik (bentuk, konstruksi) maupun non-fisik (konsep, filosofi, tata ruang)

dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah berbentuk secara empiris

oleh sebuah tradisi yang kemudian sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan

menuju suatu karya yang lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai

(22)

20

Pada bangunan Bank Bukopin memiliki unsur Arsitektur Neo Vernakular yang

terdapat pada atap bangunannya. Atap bangunan tersebut menggunakan atap joglo,

yang merupakan atap tradisi dari arsitektur setempat, yaitu Arsitektur Jawa.

Selain itu, bangunan Bank Bukopin juga memiliki sebuah kanopi yang

memiliki atap yang juga merupakan atap dari Arsitektur Jawa yang ada di daerah

tersebut. Atap yang digunakan pada kanopi bangunan tersebut adalah atap tajuk.

Atap tajuk tersebut merupakan atap dari sebuah denah yang berbentuk persegi

dengan sisi yang sama, dimana pada ujung atap menuju ke satu titik yang menjulang

ke atas.

Gambar 3. VII. 13. Atap bangunan yang berbentuk atap joglo merupakan unsur dari Arsitektur Neo-Vernakular pada bangunan tersebut.

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. VII. 14. Atap kanopi yang berbentuk atap tajuk merupakan unsur dari Arsitektur Neo-Vernakular pada bangunan tersebut.

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

C.

Analisis Prinsip Estetika Formal pada Bank Bukopin

Selain memenuhi karakteristik Arsitektur Post-Modern, Bank Bukopin juga

memenuhi prinsip-prinsip estetika dalam menciptakan keunikan serta keindahan

pada tampilan bangunan.

(23)

21 I. Proporsi

Bank Bukopin memenuhi prinsip proporsi, hal tersebut dapat dilihat dari

proporsi bangunan induk dan kanopi. Proporsi bangunan induk dibuat lebih

besar karena pada bangunan induk aktivitas banyak dilakukan, seperti

menabung, meminjam, atau menukarkan uang. Kanopi dibuat lebih kecil karena

kanopi hanya sebagai ruang transisi antara dalam bangunan dan luar bangunan.

Gambar 3. I. 1. Proporsi Bangunan Induk (kuning) dan Kanopi (merah) Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

II. Skala

Seperti yang di jelaskan pada karakteristik historik, bangunan ini dibangun

dengan skala bangunan yang tinggi, sehingga terkesan megah. Walaupun

terletak di dekat hotel berbintang yang besar dan megah, Bank Bukopin tidak

kalah megahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari tampilan bangunan dengan

sekitarnya, bangunan tetap menonjol dan terlihat dari kejauhan. Selain itu,

apabila dilihat lebih dekat, bangunan ini menjulang tinggi dan memiliki ukuran

yang besar pula.

(24)

22 Gambar 3. II. 3. Skala bangunan dengan mobil disekitarnya

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

III. Irama

Irama pada bangunan Bank Bukopin ini ditujukkan dengan penataan jendela

yang disusun secara grid dan teratur pada keseluruhan bangunan. Selain itu,

ornamentasi juga disusun secara teratur dan berirama yang terletak pada

tembok bangunan induk dan balkon yang mempercantik bangunan tersebut.

Irama juga ditunjukkan konsol pada atap yang disusun teratur dan berjarak

sama antar satu konsol dengan konsol yang lain dan memiliki pola tersendiri.

Gambar 3. III. 4. Irama pada jendela yang disusun teratur Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

(25)

23 Gambar 3. III. 6. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada balkon

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. III. 7. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

IV. Sumbu

Bank Bukopin memiliki sumbu dengan pola grid, hal tersebut dapat dilihat dari

fasad bangunan. Dari fasad bangunan, kita bisa membayangkan denah

bangunan itu pula. Bank ini memiliki denah yang terbentuk dari beberapa

persegi, sehingga sumbu-sumbu tersebut membentuk keseimbangan antara

sumbu vertikal dan horizontal pada denah bangunannya.

V. Simetri

Keseimbangan simetri ini dapat dilihat dari dua hal, yaitu denah dan fasad

bangunan. Di atas sudah dijelaskan bahwa denah bangunan ini memiliki sumbu

yang seimbang, sehingga apabila sumbu vertikal dan horizontal seimbang maka

dipastikan bahwa denah bangunan tersebut memiliki simetri yang seimbang

pula. Apabila dilihat dari fasad bangunan, bangunan ini memiliki keseimbangan

(26)

24

atap bangunan induk, maka bangunan akan terbagi menjadi dua sama besar.

Sehingga hal tersebut membuktikan bahwa bangunan ini memiliki simetri yang

seimbang/sama.

VI. Hierarki

Susunan tampilan fasad bangunan dimulai dari kanopi yang beratapkan tajuk

sebagai ruang transisi antara bagian dalam dan bagian luar. Selanjutnya pada

bangunan induk menggunakan atap joglo dimana pada bangunan induk ini

merupakan bangunan private khusus untuk nasabah dan pegawai saja. Sedangkan orang yang ingin mengamati bank ini hanya diperbolehkan di luar

bangunan saja.

Gambar 3. VI. 8. Tampilan fasad bangunan induk dan kanopi Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

VII. Perulangan

Perulangan yang terlihat pada bangunan ini adalah penataan jendela-jendela

yang tersebar secara teratur dan berpola grid pada keseluruhan bangunan.

Ornamentasi konsol pada atap juga disusun secara berulang dengan jarak yang

sama menciptakan pola irama pada bangunan. Selain ornamentasi pada konsol,

ornamentasi dengan bentuk dasar belah ketupat disusun berulang dan teratur

pada bangunan induk maupun balkon. Ornamentasi tersebut mengambil gaya

kolonial yang dipadukan dengan gaya lokal sehingga fasad bangunan tersebut

(27)

25 Gambar 3. VII. 9. Irama pada jendela yang disusun teratur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. VII.10. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada bangunan Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3.VII. 11. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada balkon Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

(28)

26 VIII.Datum

Ornamentasi pada bangunan Bank Bukopin menunjukan adanya prinsip

komposisi datum pada bangunan tersebut. Datum ditunjukkan dengan adanya

perulangan peletakkan ornamentasi berbentuk belah ketupat yang disusun

secara teratur sehingga membentuk pola komposisi grid. Selain ornamentasi,

penataan jendela juga membentuk pola komposisi grid, karena disusun secara

teratur dan berulang.

Gambar 3. VIII. 13. Irama pada jendela yang disusun teratur Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. VIII. 14. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada bangunan Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

(29)

27 Gambar 3. VIII. 16. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

IX. Transformasi

Transformasi ini ditunjukkan dengan gaya bangunan yang mengadopsi gaya

kolonial apabila bangunan tersebut tidak memakai atap joglo dan atap tajuk.

Namun, apabila bangunan ini memakai atap joglo dan atap tajuk maka gaya

bangunan ini menjadi gaya post-modern karena memadukan gaya kolonial dan

gaya tradisional yang menjadikan bangunan ini unik dan menarik.

Gambar 3. IX. 17. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

X. Nilai Estetis

Nilai estetis atau keindahan dapat dilihat dari penggunaan ornamentasi pada

bangunan serta peletakan jendela, pintu, kolom yang menggunakan pola

komposisi. Bangunan Bank Bukopin ini mengadopsi dari gaya kolonial yang

terlihat pada ornamen di dinding bangunan berbentuk belah ketupat. Selain itu,

ornamen konsol pada atap yang disusun berulang dan berirama juga mempunyai

(30)

28

grid serta pemakaian kolom yang mengadopsi dari gaya kolonial ini menambah

kesan megah dan unik pada bangunan ini.

Gambar 3. X. 18. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. X. 19. Irama pada jendela yang disusun teratur Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

(31)

29 Gambar 3. X. 21. Irama ornamen berbentuk belah ketupat pada balkon

Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

Gambar 3. X. 22. Ornamentasi konsol pada atap yang disusun secara teratur Sumber: Dokumen Pribadi, 2013

D.

Analisis Prinsip Estetika Informal pada Bank Bukopin

Prinsip estetika informal pada Bank Bukopin ini menerapkan nilai kearifan

lokal. Karena bangunan ini terletak di Pulau Jawa, maka bangunan ini mengadopsi

nilai-nilai tradisi di Jawa. Walaupun tidak keseluruhan bangunan mengadopsi nilai

tradisi, namun atap bangunan menerapkannya dengan atap yang berbentuk joglo

pada bangunan induk dan atap tajuk pada kanopi gedungnya. Atap joglo dan atap

tajuk ini merupakan atap Rumah Adat atau Rumah Tradisi di Pulau Jawa.

(32)

30

BAB IV

KESIMPULAN

Bangunan Bank Bukopin di Surakarta merupakan bangunan modern yang

memiliki unsur-unsur dari bangunan lama. Hal ini yang menjadikan bangunan Bank

Bukopin menjadi bangunan yang memiliki gaya Arsitektur Post-Modern. Ciri-ciri

dari Arsitektur Post-Modern dapat terlihat dari beberapa unsurnya, ciri-ciri tersebut

meliputi Historik, Ornamnetasi, Kontekstual, Komunikatif yang Bersifat Lokal,

Straight Revitalism, Classicism, serta Neo-Vernacularism. Ciri-ciri tersebut dapat

langsung dilihat dari tampak luar bangunan Bank Bukopin. Mulai dari

kolom-kolomnya, ornamen pada dinding, serta balkon yang terdapat di bagian depan

bangunan. Selain itu juga dari bentuk bangunan yang besarnya melebihi dari

fungsinya, bentuk bangunan yang simetris, serta peletakan jendela yang teratur

dan berirama. Hal ini menunjukkan bahwa di kota Solo terdapat banyak bangunan

yang memiliki gaya Arsitektur Posr-Modern yang berkembang pada saat ini.

Selain mengandung karakteristik dari bangunan post-modern, bangunan Bank

Bukopin juga menerapkan prinsip-prinsip estetika baik itu formal maupun informal.

Prinsip tersebut meliputi proporsi, irama, skala, sumbu, simetri, hierarki,

transformasi, nilai estetis, perulangan, datum dan juga nilai kearifan lokal. Prinsip

ini dapat dilihat langsung dari tampilan fasad bangunan. Penataan jendela yang

teratur, penggunaan ornamen pada dinding dan konsol atap, serta pemakaian

kolom bergaya kolonial. Bangunan ini menerapkan prinsip lokal atau tradisi dengan

memakai atap joglo dan atap tajuk yang merupakan atap bangunan tradisional di

(33)

31

DAFTAR REFERENSI

 Ching, Francis D.K. 2008. Bentuk, Tatanan, dan Ruang. Jakarta : Erlangga.

 http://www.slideshare.net/HadiYanuarIswanto/estetika-arsitektur

http://arsitektur-mudasukoharjo.blogspot.com/2010/07/pengertian-dan-ciri-ciri-arsitektur.html

 http://sigitsetyoutomo.blogspot.com/

Gambar

Gambar 2. V. 4. Leicester University Building (karya Leon Krier & James Stirling)
Gambar 2. V. 5. La Sagrada Familia-Barcelona, Spanyol (karya Antoni Gaudi)
Gambar 3. A. 1. Lokasi Bangunan Bank Bukopin Surakarta
Gambar 3. I. 1.  Bangunan Bank Bukopin Surakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dimensi ekologi terdiri atas 8 atribut atau parameter, yaitu : elevasi, arah lereng, kondisi land cover , tingkat kemiringan lereng, ketersediaan bahan organik (pupuk kandang dan

Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks harga adalah kelompok bahan makanan (-2,14 persen), kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan(–1,33

5ntuk menanggulangi masalah 7B$ strategi 7S harus diekspansi dan diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan ;er;agai institusi terkait termasuk  di Rumah Sakit

Pendapatan asli daerah, belanja kesehatan, dan belanja ekonomi berpengaruh positif dan signifikan atau interpretasi pemerintah dalam meningkatkan pendapatan per

Penyerapan unsur hara, terutama nitrogen yang lebih banyak mengakibatkan tingginya protein dalam tubuh tanaman terutama dalam batang dan daun (hijauan) sehingga kadar protein kasar

Regresi linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen ( explanatory ) penelitian (Listrik, PDAM, dan Panjang Jalan) terhadap variabel

Nilai BER ( Bit Error Rate ) pada implementasi sistem modulasi dan demodulasi GMSK dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nilai BT (Bit Periode), jarak antara node

Batetik, hizkuntza guz- tiak aldatuz doaz erabiltzen diren neurrian; eta bestetik, hizkuntzak iraungo badu beharrezkoa du hainbat baliabide sortzea edo mailegatzea,