• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Dispepsia 2.1.1 Pengertian Sindroma Dispepsia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Dispepsia 2.1.1 Pengertian Sindroma Dispepsia"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindroma Dispepsia

2.1.1 Pengertian Sindroma Dispepsia

Sindroma dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal diperut bagian atas. Sindroma dispepsia digunakan untuk menerangkan berbagai keluhan di abdomen bagian atas, sindroma dispepsia sering juga dipakai sebagai sinonim dari gangguan pencernaan (Rahmati, 2004). Menurut kriteria Roma III sindroma dispepsia fungsional didefinisikan sebagai sindroma yang mencakup satu atau lebih dari gejala- gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis.

2.1.2 Patofisiologi

(2)

1. Abnormalitas fungsi motorik lambung, khususnya keterlambatan pengosongan lambung, hipomotilitas antrum, hubungan antara volume lambung saat puasa yang rendah dengan pengosongan lambung yang lebih cepat, serta gastric compliance yang lebih rendah.

2. Faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan cemas dan depresi.

Kasus dispepsia fungsional umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal. Diduga terdapat peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak diperut (Talley NJ, Coline-Jones D, Koch KL, Stanghelline V. 1991).

Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H.pylori pada dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan infeksi H.pylori pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecendrungan untuk melakukan eradikasi H.pylori pada dispepsia fungsional dengan H.pylori positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku (Talley NJ, Stanghellini V, Heading RC, Koch KL, Malangelada JR, Tygat GN,. 2006).

(3)

pengosongan lambung, akomodasi fundus terganggu, distensia antrum, kontraktilitas fundus postprandial, dan dismotilitas duodenal (Talley NJ, Stanghellini V, Heading RC, Koch KL, Malangelada JR, Tygat GN,. 2006).

Beragam studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional, terjadi perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum (hingga 50% kasus), tetapi harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambung saja tidak dapat mutlak menjadi penyebab tungal adanya gannguan motilitas (Djojodiningrat D. 2006).

Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptors. Berdasarkan studi, pasien dispepsia dicurigai mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon digaster atau duodenum, meskipun mekanisme pastinya masih belum dipahami (Djojodiningrat D. 2006). Hipersensivitas viseral juga disebut-sebut memainkan peranan penting pada semua gangguan fungsional dan dilaporkan terjadi pada 30-40% pasien dengan dispepsia fungsional (Halder SL, Locke GR 3rd, Schleck CD, Zinsmeiter AR, Gerdes LU, Et al. 2011).

(4)

tingkat keparahan gejala dispeptik lebih tinggi pada individu dispepsia fungsional. Hal ini membuktikan peranan penting hipersensivitas dalam patofisiologi dispepsia.

Dispungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung sewaktu menerima makanan, sehingga menimbulakan gangguan akomodasi lambung dan cepat rasa kenyang (Djojodiningrat D. 2006).

Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi terdeteksi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi peranannya masih perlu dibuktikan lebih lanjut (Djojodiningrat D. 2006).

Peranan hormonal masih belum jelas diketahui dalam patogenesis dispepsia fungsional dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin memengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal (Djojodiningrat D. 2006).

Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia funsional dibanding kasus kontrol (Djojodiningrat D. 2006).

(5)

masih banyak ditemukan pada upaya menghubungkan faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dalam sebuah studi dipaparkan adanya kecendrungan masa kecil yang tidak bahagia, pelecehan seksual, atau gangguaan jiwa pada kasus dispepsia fungsional (Talley NJ, Vakil N, and the practice parameters committe of the American College of Gastroenterology, 2005).

Potensi kontribusi faktor genetik juga mulai dipertimbangkan, seiring dengan terdapatnya bukti-bukti penelitian yang menemukan adanya interaksi antara polimorfosisme gen-gen terkait respons imun dengan infeksi helicobacter pylori pada pasien dengan dispepsia funsional (Dahlerup S, Andersen RC, Nielsen BS, Schjodt I, Christense LA, Gerdes LU, et al. 2011).

2.1.3 Klasifikasi Dispepsia

Sindroma dispepsia dapat diklasifikasikan dispepsia organik, dan dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional yang masing-masing akan dibahas lebih lanjut (Sujono Hadi, 2003)

Dispepsi organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Istilah dispepsi organik baru dapat dipakai bila penyebabnya sudah jelas.

(6)

dan hipotiroid, hiperparatiroid, imbalans elektrolit), Penyakit lain, misalnya, penyakit jantung iskemik, penyakit vaskuler kolagen.

Dispepsia tukak keluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri di ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan, pada tengah malam sering terbangun karena nyeri atau pedih di ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak di lambung atau di duodenum.

Dispepsia bukan tukak mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan pada gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda tukak.

Refluks Gastroesofangeal gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada disertai keluhan sindroma dispepsia lainya maka dapat disebut dispepsi refluks gastroesofageal.

Penyakit Saluran Empedu sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu.rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau ulu hati yang menjalar kepunggung dan bahu kanan.

(7)

Pankreatitis rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa makin tegang dan kembung. Disamping itu keluhan lain dari sindroma dispepsia juga ada.

Dispepsia pada sindroma malabsorbsi pada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung, keluhan utama lainnya yang mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir.

Sindroma Dispepsia akibat Obat-obatan bayak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak didaerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual,dan muntah misalnya obat golongan NSAID (non steroidal anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotic oral (terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan macam obat yang dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia.

Sindroma Dispepsia akibat Ganguan Metabolisme diabetes mellitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Menyebabkan timbulnya hipomotilitas lambung. Hiperparatiroid mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia.

(8)

Penyakit vaskuler kolagen, terutama pada sklerodema di lambung atau usus halus akan sering member keluhan sindroma dyspepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada penderita SLE terutama yang banyak makan kartikosteroid.

Sindroma Dispepsia fungsional atau dyspepsia non-organik, merupakan sindroma dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan. Menurut Thompson (1984 dalam sudoyo 2009) untuk mengambarkan keadaan kronis berupa rasa tidak enak pada daerah epigastrium yang sering berhubungan dengan makanan, gejalanya seperti ulkus tapi pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya ulkus. Legarde dan spiro menyebutnya sebagai sindroma dispepsia fungsional untuk keluhan tidak enak pada perut bagian atas yang bersifat intermitten sedangkan pada pemeriksaan tidak didapatkan kelaianan organis.

Sindroma dispepsia fungsional termasuk didalamnya dispepsia dismotilitas (dismotility like dyspepsia). Pada dispepsia dismotilitas umumnya terjadi gangguan motilitas, di antaranya: waktu pengosongan lambung lambat, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung, yaitu terdapat kenaikan asam lambung.

(9)

membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi secara reflektoris oleh karena pengaruh nervus vagus.

Dispepsia terbagi atas dua subklasifikasi, yakni dispepsia organik dan dispepsia fungsional, jika kemungkinan penyakit organik telah berhasil dieksekusi (Montaito M, Santoro L, Vastola M, Curigliano V, Cammarota G, Manna R, 2004).

Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 kelompok, yakni postprandial distress syndroma mewakili kelompok dengan perasaan “begah” setelah makan dan perasaan cepat kenyang, sedangkan epicgastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrome.

Dalam praktik klinis, sering dijumpai kesulitan untuk membedakan antara gastroesophageal reflux disease (GERD), irritable bowel syndrome (IBS), dan dispepsia itu sendiri. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh ketidakseragaman institusi dalam mendefinisikan masing-masing entitas klinis tersebut.

(10)

(Dahlerup S, Andersen RC, Nielsen BS, Schjodt I, Christense LA, Gerdes LU, et al. 2011).

2.1.4 Pendekatan Diagnostik

Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Apabila kelainan organik ditemukan, dipikirkan kemungkinan diagnosis banding dispepsia organik, sedangkan bila tidak ditemukan kelainan organik apa pun, dipikirkan kecurigaan ke arah dispepsia fungsional. Penting diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan diagnosis by exlusion, sehingga idealnya terlebih dahulu harus benar-benar dipastikan tidak ada kelainan yang bersifat organik. Dalam salah satu penggolongan, dispepsia fungsional diklasifikasikan ke dalam ulcer-like dyspepsia dan dysmotility-like dyspepsia: apabila tidak termasuk kedalam 2 subklasifikasi di atas, didiagnosis sebagai dispepsia nonspesifik. Esofagogastro duodenoskopi dapat dilakukan bila sulit membedakan antara dispepsia fungsional dan organik, terutama bila gejala yang timbul tidak khas, dan menjadi indikasi mutlak bila pasien berusia lebih dari 55 tahun dan didapatkan tanda-tanda bahaya. Kriteria Roma III pada tahun 2010, dalam American journal of Gastroenterology, menegaskan kriteria diagnostik dispepsia fungsional seperti tertera pada tabel (Appendix B, 2010).

(11)

sehingga akhirnya disertai pula dengan gejala-gejala saluran pencernaan bagian atas yang menyerupai gejala dispepsia. Sebaliknya, pada pasien dispepsia, sering kali juga disertai dengan gejala-gejala saluran pencernaan bawah yang menyerupai IBS. Untuk membedakannya, beberapa ahli mengemukakan sebuah cara, yakni dengan mengemukakan sebuah cara, yakni dengan pasien menunjuk lokasi diperut yang terasa paling nyeri; dengan lokalisasi ini, kedua entitas tersebut dapat didiferensiasi. Quigley et al, mengemukakan sebuah pendekatan baru, yaitu dengan menyatakan IBS dan dispepsia fungsional sebagai bagian dari spektrum penyakit fungsional saluran cerna (Appendix B, 2010).

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis dispepsia fungsional ditegakkan setelah penyebab lain dispepsia berhasil dieksklusi. Karena itu, upaya diagnosis ditekankan pada upaya mengeksklusi penyakit-penyakit serius atau penyebab spesifik organik yang mungkin, bukan menggali karakteristik detail dan mendalam dari gejala-gejala dispepsia yang dikeluhkan pasien.

Kriteria diagnostik Roma III untuk dispepsia fungsional

Kriteria diagnostik terpenuhi bila 2 poin dibawah ini seluruhnya terpenuhi:

(12)

c. Nyeri ulu hati

d. Rasa terbakar didaerah ulu hati/epigastrium

2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA)

Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis (Appendix B, 2010).

Faktor Resiko, individu dengan karakteristik berikut ini lebih berisiko mengalami dispepsia: konsumsi kafein berlebihan, minum minuman beralkohol, merokok, konsumsi steroid dan OAINS, serta berdomisili didaerah dengan prevalensi H. pylori tinggi.

2.2 Pola Makan

2.2.1 Pengertian Pola Makan

(13)

bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut Mudanijah (2004) pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Menurut ahli antropologi Margaret Mead, pola makan atau food pattern adalah cara seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi terhadap tekanan ekonomi dan sosio-budaya yang dialaminya (Almatsier, 2005). Pola makan juga dikatakan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, fisiologis, budaya dan sosial (Geissler&Power, 2005 dalam Sebayang, 2012). Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.

Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta perkembangan otak dan produktifitas kerja, serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan (Almatsier, 2004).

(14)

mineral. Lapisan diatasnya adalah kelompok lauk-pauk (2-4 porsi/hari). Sedangkan dipuncak piramida adalah kelompok makanan yang secara proporsional hanya sedikit diperlukan yaitu minyak, gula, garam dan bumbu-bumbu.

2.2.2 Metode Food Frequency Questionnaire

Metode ini dikenal sebagai metode frekuensi pangan, dimaksudkan untuk memperoleh informasi pola konsumsi pangan seseorang. Untuk itu diperlukan kuesioner yang terdiri dari dua komponen, yaitu daftar jenis pangan dan frekuensi konsumsi pangan (Riyadi, 2004).

2.2.2.1Langkah-langkah Metode Frekuensi Makanan

a. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya.

b. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula.

2.2.2.2 Kelebihan Metode Frekuensi makanan

a. Relatif murah dan sederhana

b. Dapat dilakukan senderi oleh responden c. Tidak membutuhkan latihan khusus

(15)

2.2.2.3Kekurangan Metode Frekuensi Makanan

a. Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari. b. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data. c. Cukup menjenuhkan bagi para pewawancara.

d. Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner.

e. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

2.2.3 Pedoman Pola Makan

Pedoman umum gizi seimbang, direktorat gizi masyarakat. RI (PUGS) dalam Atmasier (2013) 13 pesan dasar yang diharapkan dapat digunakan masyarakat luas sebagai pedoman praktis untuk mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan aman digunakan mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal. Pesan dasar tersebut :

1. Makanlah aneka ragam makanan.

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi. 4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan

energi.

5. Gunakan garam beryodium.

6. Makanlah makanan sumber zat besi.

(16)

9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya. 10.Lakukanlah kegiatan fisik dan olah raga secara teratur. 11.Hindari minum minuman beralkohol.

12.Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. 13.Bacalah label pada makanan yang dikemas.

Pada masyarakat jepang ada beberapa anjuran (departemen kesejahteraan tenaga kerjadan kesejahteraan jepang, 2002) dalam Hardani (2002).

1. Bila hati merasa puas maka akan dapat menciptakan kesehatan.

2. Makanlah makanan yang bergizi lengkap, karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan juga air.

3. Makanlah tiga kali sehari. 4. Minumlah susu.

5. Makan jangan berlebihan.

6. Makan cukup sayuran dan buah-buahan. 7. Jangan lupa makan pagi.

8. Setelah makan jangan langsung tidur.

9. Jangan banyak garam, bahan tambahan makanan-makanan instan dan bumbu penyedap.

10.Usahakan ragam makanan 30 jenis dalam sehari. 11.Jangan lupa olah raga.

12.Diet yang aman.

(17)

14.Lakukan olah raga dengan teratur.

15.Makanlah bersama dengan keluarga dengan gembira.

Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.

Pola menu seimbang almatsier (2013) pola menu seimbang yang dikembangkan sejak tahun 1950 dan telah mengakar di kalangan masyarakat luar adalah pedoman menu 4 sehat 5 sempurna.

Menu adalah susunan makanan yang dimakan oleh seseorang untuk sekali makan atau untuk sehari. Misalnya menu/hidangan makan pagi berupa roti isi mentega dan pindakas, sari jeruk dan kopi susu. Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan. Kehadiran atau ketidakhadiran suatu zat gizi esensial dapat mempengaruhi ketersediaan, absorbsi, metabolisme, atau kebutuhan zat gizi lain. Adanya saling keterkaitan antar zat-zat gizi ini menekanan keanekaragaman makanan dalam menu sehari-hari.

(18)

sempurna diperlukan pengetahuan bahan makanan, karena nilai gizi bahan makanan dalam tiap golongan tidak sama.

Di antara makanan pokok, jenis padi-padian, seperti beras, jagung, dan gandum mempunyai kadar protein lebih tinggi (7-11%) daripada umbi-umbian, dan sagu (1-2%). Bila menggunakan umbi-umbian sebagai makanan pokok, harus disertai makanan lauk dalam jumlah lebih besar dari pada bila menggunakan padi-padian. Makan beras tumbuk dan roti yang dibuat dari tepung gandum yang tidak digiling halus/warna cokelat lebih baik makan beras atau gandum putih, karena dalam keadaan tumbuk atau tidak digiling sempurna kedua bahan makanan tersebut mengandung lebih banyak tiamin atau vitamin B1 dan unsur lain vitamin B-kompleks.

Padi-padian merupakan sumber karbohidrat kompleks, tiamin, riboflavin, niasin, protein, zat besi, magnesium, dan serat. Umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat kompleks, magnesium, kalium, dan serat. Porsi makanan pokok yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 300-500 gram beras atau sebanyak3-5 piring nasi sehari. Sebagian dari beras dapat diganti dengan jenis makanan pokok lain.

(19)

telur lebih murah dari daging dan ayam. Secara keseluruhan lauk hewani merupakan sumber protein, fosfor, tiamin, niasin, vitamin B6, vitamin B12, zat besi, seng magnesium, dan selenium.

Kacang-kacang dalam bentuk kering atau hasil olahhan nya, walaupun mengandung protein dengan nilai biologi sedikit lebih rendah daripada lauk hewani karena mengandung lebih sedikit asam amino esensial mentionin, merupakan sumber protein yang baik. Kekurangan mentionin dapat diisi oleh bahan makanan yang lain seperti beras dan sereal. Kacang-kacangan kaya akan vitamin B, kalsium, fosfor, zat besi, seng, tembaga dan kalium terutama bila diperhitungkan harganya lebih murah. Kandungan serat yang tinggi dalam kacang-kacangan dihubungkan dengan pencegahan penyakit-penyakit jantung koroner, divertikular, apendisitis, hemoroid, kanker usus besar, batu empedu, dan diabetes melitus .

Porsi lauk hewani yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 100 gram atau dua potong ikan/daging/ayam sehari, sedangkan porsi lauk nabati sebanyak 100-150 gram atau 4-6 potong tempe sehari. Tempe dapat diganti dengan tahu atau kacang-kacangan kering.

(20)

daun kacang, daun katuk. Dianjurkan sayuran yang dimakan tiap hari terdiri dari campuran sayuran daun, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga. Porsi sayuran dalam bentuk campur yang dianjurkan sehari adalah untuk orang dewasa 150-200 gram atau 1.5-2 mangkok sehari.

Buah berwarna kuning seperti mangga, pepaya, dan pisang raja kaya akan vitamin provitamin A, sedangkan buah yang kecut seperti jeruk, gandaria, jambu biji, dan rambutan kaya akan vitamin C. karena buah pada umumnya dimakan dalam keadaan mentah, buah merupak sumber vitamin C. secara keseluruhan buah merupakan vitamin A, Vitamin C, kalium, serat. Buah tidak mengandung natrium, lemak kecuali alpukat, dan kolesterol. Porsi buah yang dianjurkan 200-300 gram atau 2-3 potong sehari berupa pepaya atau buah lain.

Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, yaitu protein bernilai biologi tinggi, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena disamping kalsium yang tinggi, laktosa dalam susu membantu dalam penyerapan tetapi susu sedikit mengandung zat besi dan vitamin C. Porsi susu yang dianjurkan 1-2 gelas sehari.

Dalam buku Maryati (2000) menggambarkan pola makan yang baik dan kebiasaan makan yang tidak baik. Pola makan baik dimana:

(21)

secara teratur pula. Menghindari makanan yang dapat merugikan kesehatan. Yang masuk golongan ini antara lain: penggunaan bumbu penyedap seperti vetsin, menggunakan siklamat yang disebut sari manis sebagai pengganti gula untuk minuman. Demikian pula hendaknya diperhatikan kebiasaan, pada waktu membeli makanan atau minuman. Berusaha supaya suasana makan selalu tenang, sehingga makan pun dapat dilakukan dengan tidak tergesa-gesa. Kebiasaan ini sangat baik dan bermanfaat bagi tubuh, terutama untuk pencernaan karena segera setelah makanan masuk kedalam mulut, tubuh mulai bekerja mengolah makanan itu. Makanan itu dikunyah sehingga menjadi bagian-bagian yang kecil dan dengan pertolongan ludah bagian-bagian makanan itu menjadi licin dan dapat dengan mudah ditelan. Lebih lama makanan itu dikunyah lebih baik, dan sangat menguntungkan pencernaan selanjutnya.

Kebiasaan makan yang tidak baik. Suka jajan, banyak jajan adalah tidak baik, karena selain diragukan kebersihannya, belum tentu makanan yang dibeli itu bergizi baik. Di samping kurang bergizi yang menyebabkan badan tidak sehat dan lemah, jajanan itu mungkin pula mengandung kuman penyakit, sehingga kita akan jatuh sakit. Hanya menyukai makanan tertentu, orang yang seleranya hanya menyukai makanan tertentu, tanpa menghiraukan apakah makanan yang disenanginya itu bergizi atau tidak. Hal ini sangat merugikan, bila kebetulan makanan yang disukainya itu kurang atau tidak bergizi. Makanan tidak teratur.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

ten.tang Peradilan Agama dan peraturan-peraturan lain yang mengatur t en tang perkara tersebut. hilang kesahannya; tidak jadi atau tidak sah lagi; tidak mempun ya i

Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan perlindungan-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Penyuluh Pertanian

Pendidikan matematika realistis (RME) (dalam Syahfitri A., dkk, 2017) merupakan sebuah pendekatan yang berasal dari masalah kontekstual, dalam hal ini mahasiswa

Merupakan pedagang yang membeli hasil pertanian dari pedagang pengepul dan atau dari produsen, serta menjual kembali kepada pengecer dan pedagang lain atau kepada

Satuan Kerja Hari Tanggal BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Rabu 04/01/2012 1 1 Balai Besar Pengawas Obat & Makanan Semarang. BADAN METEOROLOGI

Berdasarkan tabel 4.6 di atas tentang jawaban responden mengenai kinerja karyawan, maka diperoleh nilai mean sebesar 4,39 dan indikator yang memiliki nilai mean yang

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Setelah itu Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Kehakiman dan Hak Azazi Manusia, dan Menteri