• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kimia Analitik Tetapan Distribus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Kimia Analitik Tetapan Distribus"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Analitik II dengan judul “Tetapan Distribusi Iod Dalam Sistem Kloroform-Air” disusun oleh :

nama : Masita

nim : 1513041015

kelas/kelompok : Pendidikan Kimia A/VI (Enam)

telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh asisten dan koordinator asisten, maka laporan ini dinyatakan telah diterima.

Makassar, Mei 2017

Koordinator asisten Asisten

Putra Siar Rahmania

Mengetahui, Dosen penanggung jawab

Drs. H. Alimin. M.S

(2)

A. Judul Percobaan

Tetapan Distribusi Iod Dalam Sistem Kloroform-Air

B. Tujuan Percobaan

Menentukan tetapan distribusi ion dalam pelarut air-kloroform dengan cara ekstraksi Batch.

C. Landasan Teori

Kimia Analitik merupakan cabang ilmu kimia yang berhubungan dengan pemisahan dan analisis senyawa kimia yang mencangkup analisi kualitatif dan kuantitatif. Dikatakan berhubungan dengan pemisahan, karena mencangkup pemisahan secara fisis maupun kimia. Pemisahan secara fisis dapat dilakukan sejak pengambilan sampel sampai dengan memisahkan hasilnya (misalnya penyaringan endapan). Melakukan identifikasi serta melakukan suatu pengukuran untuk menentukan banyaknya kandungan zat dalam sebuah sampel, memang merupakan salah satu mata rantai pekerjaan analisis kimia. Namunpun demikian, suatu analisis kimia merupakan rangkaian berbagai manipulasi yang saling berkaitan. Menimbang menitrasi dan mengukur hanya merupakan mata rantai yang sebenarnya merupakan hal yang paling mudah dilakukan dalam skala laboratorium (Tim Dosen Kimia Analitik, 2017:1).

(3)

Kimia analisis ini memiliki penerapan yang begitu luas, ini dapat dilihat dengan kimia analitik yang banyak menawarkan pemakaian dalam bermacam-macam disiplin kimia anorganik, kimia organik, kimia fisik, dan biokimia. Penerapan kimia analitik diberbagai bidang ini menggunakan metode-metode dalam analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui kadar suatu unsur dalam suatu senyawa. Dalam penentuan metode-metode yang cocok dari sederetan metode-metode yang ada dalam analisis kualitatif. Pilihannya akan ditentukan oleh beberapa faktor seperti kecepatan, ketepatan, ketelitian, sensitivitas, selektivitas, tersediannya peralatan, jumlah sampel, tingkat analisis, faktor terakhir ini merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan. Selain pertimbangan konsentrasi komponen yang akan dianalisis, latar belakang sampel sebaiknya juga merupakan bahan pertimbangan. Pemilihan suatu metode adalah salah satu masalah kebijaksanaan. Pengujian kebijaksanaan demikian sulit untuk diuji dan pengalamanlah yang biasa menentukan. Tidaklah tepat hanya berpegang pada metode tertentu saja untuk suatu unsur. Pengetahuan konsep fundamental analisis kimia sudah barang tentu dapat membekali dan mengembangkan kebijaksanaan tersebut dan sekaligus pengalaman dan latar belakang yang akan menuntun (Khopkar, 2014: 4-5).

(4)

Ekstraksi padat-cair memiliki prinsip yang didasarpan pada adanya kemampuan senyawa dalam suatu matriks yang kompleks dari suatu padatan, yang dapat larut oleh suatu pelarut tertentu. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk tercapainya kondisi optimum ekstraksi antara lain: ssenyawa dapat terlarut dalam pelarut dengan waktu yang singkat, pelarut harus selektif melarutkan senyawa yang dikehendaki, senyawa analit memiliki konsentrasi yang tinggi untuk memudahkan ekstraksi, serta tersedia metode memisahkan kembali senyawa analit dari pelarut pengekstraksi. Suatu materi padat dapat mengalami difusi kedalam larutan hingga meningkatkan konsentrasi larutan tersebut. Bahan teresktrak yang berada dalam matrik materi yang inert, lambat laun akan terlarut dalam larutan, demikian pula spesies pelarut akan terdistribusi dalam materi padat tersebut hingga mengalami keadaan kesetimbangan (Fajrianti, 2011: 15).

Menurut Mukhriani (2014: 362-363), jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan yaitu:

a. Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri.

b. Ultrasound-Assisted Solvend Extraction merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz).

c. Perkolasi, pada metode perkolasi serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya).

d. Soxhlet, metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung selulosa(dapat digunakan kertas saring) dalam klongsong yang ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor.

e. Reflux dan destilasi uap. Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut kedalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi miyak esensial.

(5)

maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organikdan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsetrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut : KD = CC21 atau KD = CCa0 dengan KD = koefisien distribusi dan C1, C2, C0, dan Ca masing-masing adalah konsentrasi solut pada pelarut 1,2, organik dan air. Sesuai dengan kesepakatan, konsentrasi solut dalam pelarut organik dituliskan diatas dan konsentrasi solut dalam pelarut air dituliskan di bawah. Dari rumus tersebut jika harga KD besar, solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik begitu pula terjadi sebaliknya ( Soebagio, 2003: 34).

Tetapan KD dikenal sebagai koefisien distribusi atau partisi. Penting untuk mencatat bahwa angka banding C2/C1 hanya konstan bila zat yang terlarut mempunyai massa molekul relatif yang sama untuk kedua pelarut itu. Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tak-dapat-campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk tiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur. Mengambil suatu zat terlarut dari dalam larutan air oleh suatu pelarut yang tak-dapat-campur dengan air disebut ekstraksi (dengan) pelarut. Teknik ini seringkali diterapkan untuk pemisahan (Svehla, 1985: 140).

Angka banding distribusi mneyatakan perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air). Jika zat terlarut itu adalah senyawa X maka rumus angka banding distribusi dapat ditulis :

(6)

Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi (D) akan lebih bermakna dari pada koefisien distribusi (KD). Pada kondisi ideal dan tidak terjadi asosiasi, diasosiasi atau polimerisasi, maka harga KD sama dengan D. Harga D tidak konstan antara lain dipengaruhi oleh pH fasa air (Soebagio, 2003: 35).

Pelarut memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengambil senyawa bioaktif suatu sampel. Sari (2011) menyatakan bahwa rendemen terbesar diperoleh dari ekstraksi polar, sedangkan ekstraksi etil asetat menghasilkan ekstrak yang sangat kecil. Senyawa polar memiliki kemampuan mengekstrak senyawa dari kisaran senyawa polar hingga semi polar. Ekstraksi menggunakan pelarut etilasetat yang merupakan pelarut dengan kepolaran sedang, maka diharapkan yang terekstrak senyawa-senyawa dengan kepolaran yang sedang, begitu pula pelarut aseton diharapkan dapat mengekstrak senyawa-senyawa polar. Kedua pelarut memiliki tingkat kepolaran yang berbeda, sehingga dapat melarutkan semyawa polar, semi polar dan dapat pula melarutkan senyawa yang bersifat non polar (Firdiyani, 2015: 31).

D. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Statif dan klem 4 buah

b. Buret 50 ml 1 buah

c. Labu Erlenmeyer tutp asah 6 buah

(7)

a. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) (0,02 M) a. 5 ml larutan iod dimasukkan kedalam erlemeyer.

b. Iod dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 sampai bening. c. Volume Na2S2O3 dicatat

d. Percobaan diulangi sebanyak tiga kali.

2. Penentuan konsentrasi iod pada masing-masing pelarut.

a. 3 buah corong pisah disiapkan dan kemudian diisi dengan 25 ml iod pada masing masing corong pisah.

b. 25 ml CHCl3 ditambahkan ke dalam setiap corong pisah, kemudian dikocok kuat-kuat selama 15 menit, kemudian didiamkan sehingga terbentuk dua lapisan.

c. Lapisan kloroform (lapisan bawah) dikeluarkan dan ditampung dalam erlemeyer bertutup asah.

d. Lapisan air ditampung juga dalam erlemeyer bertutup asah.

e. Lapisan kloroform di titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga bening (titrasi dilakukan tanpa indikator amilum).

f. Lapisan air dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 dengan indikator amilum.

F. Hasil Pengamatan

1. Penentuan konsentrasi iod sebenarnya

No. Titrasi Volume larutan iod (mL) Volume Na2S2O3 (mL)

(8)

2. II 5 10,00

3. III 5 10,10

Larutan Na2S2O3 0,02 N

2. Konsentrasi iod dalam lapisan kloroform dan air

No. Perlakuan Hasil

3. Larutan atas (air) + Na2S2O3 +

(9)

1) Lapisan Kloroform

Diketahui : N tio= 0,1 N

V tio= 26,20 mL

V iod= 25 mL

Ditanyakan : N iod…?

Penyelesaian :N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 26,20 mL

25 mL

= 0,1048 N

2) Lapisan air

Diketahui : N tio= 0,1 N

V tio= 22,20 mL

V iod= 25 mL

Ditanyakan : N iod…?

Penyelesaian :N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 22,20 mL

25 mL

= 0,0888 N

(10)

1) Lapisan Kloroform

Diketahui : N tio= 0,1 N

V tio= 27,30 mL

V iod= 25 mL

Ditanyakan : N iod…?

Penyelesaian :N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 27,30 mL

25 mL

= 0,1092 N

2) Lapisan air

Diketahui : N tio= 0,1 N

V tio= 19,20 mL

V iod= 25 mL

Ditanyakan : N iod…?

Penyelesaian :N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 19,20 mL

25 mL

(11)

3. Penentuan Tetapan Distribusi Iod (KD)

Konsentrasi Iod dalam Kloroform = C1

Konsentrasi Iod dalam air = C2

a. Corong 1

Diketahui : C1 = 0,1048 N

C2 = 0,0888 N

Ditanyakan : KD……? Penyelesaian :

KD = C1

C2

= 0,1048 N

0,0888 N

= 1,1801

b. Corong 2

Diketahui : C1 = 0,1092 N

C2 = 0,0768 N

Ditanyakan : KD……?

Penyelesaian :

KD = C1

C2

= 0,1092 N

0,0768 N

= 1,4218

H. Pembahasan

(12)

kloroform, dimana menurut hukum distribusi Nerst, jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu ketetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut adalah tetapan distribusi atau koefisien distribusi (KD). Adapun prinsip kerjannya yaitu penambahan titran, pengocokan, dan pengidentifikasian.

1. Penentuan konsentrasi iod sebenarnya

Percobaan bertujuan dilakukan untuk menentukan konsentrasi iod yang sebenarnya. Iod merupakan larutan standar sekunder yang belum diketahui konsentrasinya, sehingga perlu distandarisasi dengan larutan standar primer yaitu tiosulfat. Standarisasi dilakukan dengan metode titrasi iodometri yang digunakan untuk titrasi terhadap iodin bebas oleh natrium tiosulfat. Standarisasi merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan. Titrasi iodometri adalah titrasi redoks yang melibatkan titrasi iodin yang diproduksi dalam reaksi dengan larutan standar natrium tiosulfat. Pada percobaan ini jenis titrasi iodometri yang dilakukan adalah titrasi iodometri tak langsung karena menggunakan iod sebagai larutan analit dan natrium tiosulfat sebagai titran. Salain itu standarisasi itu, iod yang digunakan telah dalam bentuk larutan sehingga tidak perlu dibuat lagi dari larutan KI yang berperan sebagai

penyumbang ion iodida (I-). Titrasi iodometri dilakukan dengan cara larutan iod

yang dititrasi dengan Na2S2O3. Na2S2O3 digunakan sebagai titran yang dapat

menentukan konsentrasi dari iod dan akan mereduksi iod dari I2 menjadi I-. DSlam

(13)

2Na2S2O3(aq) + I2 (aq) 2 NaI(aq) + Na2S4O6(aq) 2. Penentuan konsentrasi iod dalam masing-masing pelarut

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi iod dalam masing-masing lapisan yang ada di dalam corong pisah. Adapun lapisan yang dimaksud ialah laposan organik yang digunakan kloroform (CHCl3) dan lapisan air yang digunakan adalah larutan iod itu sendiri. Pada percobaan ini larutan iod dicampur dengan kloroform dengan perbandingan yang sama dimasukkan ke dalam corong pisah dan dikocok selama 15 menit agar iod dapat terdistribusi dengan sempurna baik kedalam air maupun dalam kloroform. Air berasal dari larutan iod yang masih mengandung air. Hal ini telah sesuai dengan Hukum Nerns yang mengatakan bahwa jika dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian kelarutan yaitu sebagian terdistribusi dalam fasa organik dan sebagiannya terdistribusi lagi kedalam fasa air.

(14)

jenis, dimana prinsip kerjanya yaitu pengocokan, pendiaman, dan pemisahan larutan.

Kedua lapisan yang telah dipisahkan kemudian dititrasi dengan Na2S2O3. Pada titrasi lapisan pertama yaitu pelarut kloroform dititrasi dengan tidak melakukan penambahan dengan indikator amilum karena iod sudah bersifat autoindikator yaitu dapat menjadi indikator bagi dirinya sendiri. Titrasi ini dilakukan sebanyak tiga kali. Adapun volume larutan Na2S2O3 yang digunakan pada saat proses titrasi yaitu corong pisah I adalah 22,20 mL, corong pisah II adalah 19,20 mL, dan corong pisah III adalah 11,80 mL. Dengan masing-masing normalitas tiap volume pada corong pisah yaitu corong pisah pertama yaitu 0,1048 N dan corong pisah kedua yaitu 0,1092 N. Sementara itu lapisan air dititrasi dengan Na2S2O3 dengan menggunaka penambahan indikator amilum karena ia tidak menunjukkan sifat autoindikator atau menjadi indikator untuk dirinya sendiri. Penambahan amilum dilakukan saat akan mencapai titik akhir titrasi karena bila amilum ditambahkan di awal titrasi maka amilum dan iod akan membentuk kompleks amilum-iod sehingga saat di titrasi akan menyebabkan susahnya mencapai titik akhir titrasi dan titik ekivalen. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali dengan volume masing-masing tiap corong pisah. Adapun volume larutan Na2S2O3 yang digunakan pada saat proses titrasi yaitu corong pisah I adalah 26,20 mL, corong pisah II adalah 27,30 mL, dan corong pisah III adalah 7,70 mL. Dengan masing-masing normalitas tiap volume pada corong pisah yaitu corong pisah pertama yaitu 0,0888 N dan corong pisah kedua yaitu 0,0768 N. Adapun reaksi untuk lapisan air dan kloroform:

(15)

2Na2S2O3 + I2 2NaI + Na2S4O6

Pada penetapan normalitas dan KD hanya dua buah corong pisah yang ditentukan nilainya karena pada corong pisah ke tiga pada saat proses pengocokan banyak larutan yang yang tumpah, sehingga volume larutan yang diperoleh sedikit. Adapun nilai KD yang diperoleh dari corong pisah pertama yaitu 1,1801 dan KD yang diperoleh dari corong pisah kedua yaitu 1,4218. Dimana nilai KD corong pisah pertama dan kedua lebih besar daripada 1 ini menunjukkan bahwa lebih banyak iod yang terdistribusi kedalam kloroform dibandingkan air. Ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa larutan iod adalah larutan yang bersifat semipolar dan akan terdisistribusi lebih banyak kedalam pelarut nonpolar karena iod bersifat semipolar yang cenderung larut kedalam pelarut nonpolar dibandingkan polar. (Svehla, 1985).

I. Penutup

1. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bawha Konsentrasi iod yang sebenarnya di peroleh sebesar 0,2 N. Semenntara nilai tetapan distribusi (Kd) yang diperoleh pada corong pisah pertama yaitu 1,1801 dan KD yang diperoleh dari corong pisah kedua yaitu 1,4218. Dimana Nilai Kd > 1 yang berarti bahwa iod terdistribusi lebih banyak dalam pelarut organik di banding pelarut air.

2. Saran

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Fajriati, Imelda, dkk. 2011. Studi Ekstraksi Padat Cair Menggunakan Pelarut HF dan HNO3 pada Penentuan Logam Cr dan Cu dalam Sampel Sedimen Sungai di Sekitar Calon PLTN Muria. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 12. No. 1.

Firdiyani, Fiya, dkk. 2015. Ekstraksi Senyawa Bioaktif Sebagai Atioksidan Alami Spirulina platensis Segar Dengn Pelarut Yang Berbeda. JPHPI. Vol. 18. No. 1.

Khopkar. 2014. Konsop Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan. Vol.VII. No. 2.

Soebagio, dkk. 2003. Common Textbook Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang.

Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.

Tim Dosen Kimia Analitik II. 2017. Penuntun Prakikum Kimia Analitik II. Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Pursitasari, Indriani Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk komunikasi antara data keuangan atau aktivitas

Marketing mix menurut Swastha (2009:42) adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan yaitu produk,

Instalasi kamar operasi merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit khususnya dalam bidang pembedahan, oleh karena itu pemakaian daftar/checklist keselamatan

Semua bagian pada kulit harus diikat menjadi satu, dan pekerjaan ini dilakukan oleh sejenis protein yang ulet yang dinamakan kolagen. Kolagen merupakan

Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, di setiap kota besar seperti Jakarta banyak sekali usaha rumah sakit dengan kualitas pelayanan dan peralatan medis yang prima dapat

Namun instrumen pelayanan kesehatan hewan gratis yang diberlakukan tidak mendukung tujuan yang telah ditetapkan karena membatasi pelayanan yang diberikan kepada peternak;

Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak 4.3... Capaian Peserta