• Tidak ada hasil yang ditemukan

PTK Penemuan Konsep belajar IPA anak tun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PTK Penemuan Konsep belajar IPA anak tun"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada jenjang pendidikan dikdas, Khususnya di Satuan Pendidikan SMPLB, Mata Pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu bagi siswa Anak Tunagrahita ringan, yaitu dengan mata pelajaran IPA anak tunagrahita ringan akan mengenal lingkungan sekitar hubungannya dengan dirinya sebagai makhluk hidup.

Selain itu pula pelajaran IPA menjadi suatu keharusan bagi anak-anak tunagrahita di satuan pendidikan SMPLB sebagai bahan kemampuan akademik, juga merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa setelah mereka lulus pada satuan pendidikan SMPLB.

Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran, salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPA. Misalnya dengan membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan.

(2)

guru harus memberikan layanan pembelajaran dalam bentuk motivasi sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar.

Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan dalam belajar rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar, mengingat karakteristik anak tunagrahita dalam belajar kurang motivasi. Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan membimbing siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan siswa serta guru yang berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep IPA.

Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan akademik, motivasi juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa jauh menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapan materi itu dengan lebih baik. Tugas penting guru adalah merencanakan bagaimana guru mendukung motivasi siswa (Nur, 2001: 3). Untuk itu sebagai seorang guru disamping menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan anak, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa.

(3)

meningkatkan motivasi belajar dan prestasi IPA. Penulis memilih model pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari, mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran. (Siadari, 2001: 4). Dalam metode pembelajaran penemuan konsep siswa lebih aktif dalam memecahkan untuk menemukan sedang guru berperan sebagai pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.

Dari latar belakang di atas maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul “Upaya Meningkatkan Prestasi dan Motivasi Belajar IPA dengan Metode Pembelajaran Penemuan Konsep pada Siswa Tunagrahita Ringan Kelas IX ( sembilan ) di SLBN Ciamis”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX dengan diterapkannya pembelajaran penemuan konsep?

2. Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran penemuan konsep terhadap motivasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX

(4)

2. Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX setelah diterapkan pembelajaran penemuan konsep.

D. Manfaat Penelitian

Penulis mengharapkan dengan hasil penelitian ini dapat:

1. Memberikan informasi tentang model pembelajaran yang sesuai dengan materi IPA.

2. Meningkatkan motivasi belajar siswa tunagrahita ringan kelas IX pada pelajaran IPA

3. Mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi IPA.

E. Definisi Operasional Variabel

Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran penemuan konsep adalah:

Suatu stategi pengajaran induktif dengan tujuan membantu siswa segala tingkatan umur mempelajari konsep-konsep dan keterampilan berfikir yang analitis praktis.

2. Motivasi belajar adalah:

(5)

keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

3. Prestasi belajar adalah:

Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.

4. Anak Tunagrahita ringan adalah :

sekelompok anak yang mengalami hambatan belajar dikerenakan keterbatasan dalam intelegensi, sesuai yang di kemukanan oleh Kirk dan Gallagher dalam Amin (1990:60) sebagai berikut :

Seorang anak yang cacat mental ringan disebabkan karena perkembangan mentalnya lambat yang mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam tiga bidang : 1) mata pelajaran sekolah di SD dan SMP, 2) dalam penyesuaian sosial sampai pada titik dimana sianak akhirnya dapat berdiri sendiri dalam masyarakat dan 3) kemampuan bekerja yang dapat sebagian atau seluruhnya mandiri sebagai seorang dewasa.

Jadi yang dimaksud anak tunagrahita ringan di sini adalah mereka yang duduk di kelas IX SMPLB di SLBN Ciamis.

F. Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah meliputi:

1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas IX ( Sembilan ) di SLBN Ciamis Tahun Pelajaran 2012/2013.

(6)

3.

Materi yang disampaikan adalah Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat IPA

IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA.

Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut:

1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya. 3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA

bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.

(8)

Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.

5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).

B. Proses Belajar Mengajar IPA

Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000: 5).

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).

(9)

membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.

Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi eduaktif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000: 4).

Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.

C. Konsep IPA

(10)

Konsep adalah suatu abstraksi yang dapat didiskripsikan melalui definisi contoh dan bukan contoh, sifat-sifat atau super ordinat, sub ordinat yang dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain (Widoko, 2001: 2).

Menurut Rosser (Dalam Achmadi, 1996: 4) bahwa konsep adalah suatu obyek abstraksi yang mempunyai atribut-atribut yang sama.

Menurut Hamalik (2002: 132) konsep adalah suatu obyek, peristiwa atau orang yang memiliki ciri-ciri umum konsep menunjuk pada “Nama” tertentu misalnya buku, siswa dan lain-lain. Jadi konsep adalah sesuatu yang sangat luar, yang menunjukkan ciri-ciri umum objek yang bersangkutan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu obyek yang mewakili kelas stimulus artinya suatu konsep telah dipelajari. Jika yang diajar dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu. Oleh karena itu Ratna Wilis (1988) dalam bukunya Achmadi menyatakan bahwa guru yang mengadakan kegiatan berupa konsep hendaknya mempunyai bagian-bagian antara lain: 1) Nama konsep; 2) Atribut-atribut dari konsep; 3) Definisi konsep; 4) Contoh-contoh; 5) Hubungan antar konsep-prinsip.

Menurut Flavail (dalam Achmadi, 1996: 2-4) mengatakan bahwa konsep-konsep dapat dibedakan dalam tujuan dimensi, yaitu:

(11)

Setiap konsep mempunyai jumlah atribut yang berbeda, atribut dapat berupa fisik seperti warna, tinggi, atau dapat juga berupa fungsional.

b. Struktur.

Struktur menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut itu. Ada tiga macam struktur yang dikenal. Konsep konjungtif adalah konsep dimana terdapat dua atau lebih sifat-sifat sehingga dapat memenuhi syarat sebagai contoh konsep. Konsep disjungtif adalah konsep-konsep dimana satu dari dua atau lebih sifat-sifat harus ada. Konsep rasional menyatakan hubungan utama antara atribut-atribut konsep.

c. Keabstrakan.

Konsep itu adalah abstrak yang berdasarkan pada pengalaman dan karena tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman persis sama, maka konsep yang dibentuk orang juga tidak sama.

d. Keinklusifan

Keinklusifan suatu konsep dapat ditujukan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat di dalam konsep itu. Misalnya bagi seorang anak kecil, konsep kucing ditujukan pada seekor hewan tertentu yaitu kucing keluarga.

e. Generalitas atau Keumuman.

(12)

konsep, makin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep-konsep lain.

f. Ketepatan.

Ketepatan suatu konsep menyangkut ada sekumpulan aturan yang membedakan contoh-contoh dan non-contoh suatu konsep.

g. Kekuatan (Power).

Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju, bahwa konsep itu penting.

2. Proses Pembentukan Konsep

Terbentuknya suatu konsep secara umum dalah diri individu dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu: cara asimilasi dan cara akomodasi.

Adapun dari dua cara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Cara asimilasi adalah informasi yang masuk ke otak akan diubah

sehingga cocok dengan struktur yang ada dalam otak.

b. Cara akomodasi adalah penyesuaian struktur oleh otak terhadap pengamatan.

(13)

Dengan metode ini diharapkan siswa menguasai konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

3. Penguasaan konsep IPA

Untuk mengetahui penguasaaan konsep siswa diperlukan analisis konsep, yang meliputi:

a) Nama konsep

b) Ciri-ciri variabel dari konsep dan ciri-ciri kriteria konsep c) Definisi konsep

d) Contoh-contoh konsep dan bukan dari konsep

e) Hubungan konsep dengan konsep-konsep lain. (Dahar, 1989: 93). Selanjutnya dalam tiap kegiatan belajar selalu akan menghasilkan perubahan khusus yang disebut hasil belajar. Dalam pelajaran IPA yang perlu dan penting untuk diingat antara lain:

a. Beberapa informasi verbal, yang mutlak diperlukan untuk belajar selanjutnya, misalkan nama hukum-hukum, konstanta-konstanta penting dalam IPA, dan konsep-konsep teoritis serta beberapa konsep penting yang didefinisikan.

(14)

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami betapa pentingnya penguasaaan konsep IPA pada diri siswa selain itu dalam proses belajar mengajar IPA, guru hendaknya mengetahui perkembangan siswanya, terutama yang berkaitan dengan intelektual siswa sehingga guru dapat menyesuaikan bahan pelajaran yang hendak diajarkan dan cara mengajarkannya.

Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut:

a. Periode sensori motor (0-2 tahun)

Pada periode ini anak mengatur alamnya dengan indra-indranya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Konsep-konsep yang tidak ada pada waktu lahir seperti konsep-konsep ruang, waktu, berkembang dan tercermin ke dalam pola-pola perilaku anak.

b. Periode pra-operasional (2-7 tahun)

Periode ini disebut pra-operasional, karena pada umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental.anak pada tingkat pra-operasional tidak dapat berpikir reversible, mempunyai sifat egosentris yaitu sulit untuk menerima pandapat orang lain serta lebih menfokuskan diri pada aspek status tentang suatu peristiwa daripada transformasi dari suatu keadaan kepada keadaan lain.

c. Periode operasional konkret (7-11 tahun)

(15)

pada masalah-masalah konkret. Bila menghadapi suatu pertentangan antara pikiran dan persepsi, anak dalam periode ini memilih pengambilan keputusan secara logis.

d. Periode operasional formal (lebih dari 11 tahun)

Pada periode ini anak akan dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membantu operasi-operasi yang lebih kompleks dan mempunyai kemampuan untuk berfikir abstrak.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa yang dapat mencerminkan pengawasan konsep IPA adalah meliputi kemampuan intelektual, mengklasifikasi, menghubungkan, menganalisis dan menerapkan konsep yang diajarkan untuk memecahkan masalah, soal, atau kejadian.

D Metode pembelajaran penemuan konsep

Metode pembelajaran penemuan konsep menurut Widoko (2001) didefinisikan suatu stategi pengajaran induktif dengan tujuan membantu siswa segala tingkatan umur mempelajari konsep-konsep dan keterampilan berfikir yang analitis praktis.

(16)

Berdasarkan hasil penelitian tentang Klaus Meier, Tennyson dan Cochareila dalam Widoko (2001) tentang pembelajaran penemuan konsep merupakan model yang menggunakan contoh-contoh positif dan contoh negatif untuk menggambarkan konsep-konsep tersebut lebih mudah.

Desain dari model ini, pertama kali diperkenalkan oleh Joice dan Weil (1972) yang mendasari penelitian Jerome Bruiner dan koleganya yang menemukan pengaruh variabel-variabel terhadap proses belajar konsep.

Pada penelitian ini konsep yang digunakan adalah konsep listrik statik, dengan menampilkan contoh dan non-contoh yang disertai karakteristiknya, sebagai misal untuk konsep listrik statik; contoh positif batang plastik yang dogosokkan dengan kain wol akan bermuatan negatif mempunyai karakteristik benda menerima elektron dari benda lain atau terjadi perpindahan elektron dari kain wol menuju ke batang plastik.

Dari uraian contoh dan non-contoh beserta karakteristiknya siswa diharapkan dapat menemukan definisi dari tiap konsep dan memahami konsep tersebut, sehingga pada akhirnya dapat memberikan contoh secara mandiri dari konsep tersebut.

Sintaks metode pembelajaran penemuan konsep adalah sebagai berikut:

Phase I : Presentation of example (menampilkan contoh-contoh).

(17)

untuk tiap-tiap konsep disertai dengan karakteristiknya di dalam LKS penemuan konsep. Pada penelitian ini konsep yang dipilih adalah konsep listrik statik dengan contoh positif batang plastik yang digosokkan dengan kain woll akan bermuatan negatif.

Phase II : Analysis of hypothesis (menganalisis hipotesa)

Pada phase ini dimulai ketika siswa membuat hipotesis tentang nama suatu konsep, membandingkan karakteristik dari contoh positif dan negatif listrik statik, maka siswa diminta untuk menuliskan hipotesis tentang listrik statik, guru memberikan contoh tambahan dan yang bukan contoh kemudian menganalisis hipotesis sampai semua hipotesis didapatkan. Dari beberapa hipotesis listrik statik yang didapat dari siswa kemudian menguji hipotesis tersebut lewat contoh dan non-contoh sehingga deperoleh satu hipotesis yang benar.

Phase III : Closer (Penutup)

Pada phase ini guru bertanya kepada siswa untuk mengidentifikasi sifat-sifat dari konsep dan menyatakan dari konsep tersebut beserta karakteristiknya.

Phase IV : Application (Aplikasi)

(18)

Seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran konsep diharapkan dapat:

a. Mengerti isi mata pelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran konsep, sehingga dapat mengidentifikasikan materi pelajaran itu apakan cocok dengan pengajaran menggunakan model pembelajaran pemenuan konsep. b. Menyeleksi contoh-contoh, sehingga ketika diberikan tujuan

pembelajaran maka akan memperoleh daftar contoh-contoh yang akan memberikan gambaran secara efektif dari suatu konsep.

c. Mengerti urutan dari contoh-contoh untuk memaksimalkan murid-murid secara praktis dengan keterampilan berfikir Manfaat dari metode pembelajaran penemuan konsep

antara lain:

a. Meningkatkan keterampilan berfikir

b. Membantu siswa untuk menemukan dan memahami konsep dengan memperhatikan obyek, ide atau kejadian-kejadian.

E. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi

(19)

menyebabkan kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).

Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih baik.

Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

3. Macam-macam Motivasi

Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Motivasi Intrinsik

(20)

sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar (Usman, 2000: 29).

Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: 105) ada beberapa strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.

2) Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok.

3) Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.

4) Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya. 5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.

(21)

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman, 2000: 29).

Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.

Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:

1) Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.

2) Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat): Pada awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa Indikator yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai Indikator tersebut. 3) Tujuan yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan.

(22)

4) Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.

5) Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.

6) Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.

Dari uraian di atas diketahui bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.

F. Prestasi Belajar IPA

(23)

menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar IPA.

G. Tunagrahita ringan

(24)

selalu mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu masalah, sekalipun masalah itu sangat sederhana. Selain itu daya abstraknya juga lemah mudah beralih perhatian dan mudah lupa. Namun demikian mereka masih memiliki kemampuan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung yang sederhana. Serta dapat bergaul dengan lingkungannya dan mempelajari pekerjaan seni-skilled.

Mengenai perkembangan kecerdasannya Moh.Amin dan Suhaeri (1980:6) mengemukakan sebagai berikut :

Perkembangan kecerdasan kira-kira setengah dan tiga perempat kecepatan dan perkembangan anak normal demikian pula kemampuan mengikuti pelajaran disekolah perbendaharaan katanya terbatas tetapi penguasaan bahasanya sekurang-kurangnya pada usia dewasa kecerdasan anak tunagrahita ringan mencapai tingkat yang kira-kira sama dengan anak normal yang berusia antara 9 sampai 12 tahun.

H. Karakteristik anak Tunagrahita Ringan

(25)

A child who is mildly retarded because of delayed mental develovment has the capacity to develov in three areas ; (1) In academic subjects at primary and advanced elementary grade levels (2) In social adjusment to the point at which the child can eventually adapt independently in the community and (3) The accupational potential to be partially or totally self supporting as and adult.

Pernyataan berikut dapat diartikan secara bebas adalah sebagai berikut : Anak Tunagrahita ringan, karena mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya, perlu dikembangkan kemampuan dalam tiga hal yaitu : (1) Dalam pelajaran akademik di tingkat dasar dan lanjutan (2) Kemampuan penyesuaian sosial sehingga pada akhirnya anak dapat menyesuaikan diri di masyarakat.(3) Kemampuan bekerja untuk keperluan hidupnya pada masa dewasa baik sebagian maupun sepenuhnya.

Untuk mengetahui anak Tunagrahita ringan pada masa anak-anak memang agak sukar. hal ini karena anak Tunagrahita ringan dan anak normal pada masa itu tidak menunjukan perbedaan yang menyolok. pada prinsipnya karakteristik anak tunagrahita ringan dengan anak normal tidak begitu berbeda kecuali dalam kecerdasan.

Oleh karena itu biasanya anak tunagrahita ringan baru ditemukan setelah kelas 3 sekolah dasar.karena pada masa itu mulai diajarkan hal-hal yang bersifat akademik dan membutuhkan pemikiran mereka mulai mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran.hal ini nampak jelas pada hasil pekerjaannya yang lebih jelek dibandingkan dengan anak normal.

(26)

yang tergolong tingkat ringan masih dapat diberikan mata pelajaran akademik (membaca, menulis, berhitung dsb) hal ini mengandung arti bahwa pelajaran akademik dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan kepada mereka demikian pula dalam pekerjaan, mereka dapat melakukan beberapa tugas yang sifatnya ringan yang tidak banyak memerlukan pemikiran dan tidak terlepas dari lingkungan.

Dari uraian diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa dalam hal kecerdasan secara umum anak Tunagrahita ringan memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Cenderung memiliki kemampuan berpikir yang bersifat nyata dan sukar berpikir secara abstrak

b. Mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi dan mudah beralih perhatian

c. Kemampuan mengendalikan emosinya terbatas d. Kemampuan daya penalarannya terbatas

(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Smuljan (dalam Titik Sugiarti, 1997; 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru bertindak sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) Simultan terintegratif, dan (d) administrasi social ekperimental.

Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah praktisi (guru). Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

(28)

Penelitian ini akan dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal telah mencapai 85% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada jumlah siklus yang harus dilalui.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SLBN Ciamis tahun pelajaran 2012/2013.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas IX ( Sembilan ) di SLBN Ciamis pada Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut usia

B. Rancangan Penelitian

(29)

pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action

(30)

Gambar 3.1 Alur PTK Penjelasan alur di atas adalah:

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. 2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti

(31)

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indicator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.

(32)

Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.

4. Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar

a. Lembar observasi pengolahan pembelajaran penemuan konsep, untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. b. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati

aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. 5. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA pada Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut usia. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah Jawaban singkat.

D. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan pembelajaran penemuan konsep, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.

E. Teknik Analisis Data

(33)

dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

X=

X

N

Dengan :

X

= Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa Σ N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

(34)
(35)

P=

Siswa.yang.tuntas.belajar

Siswa x100 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data Penelitian Persiklus 1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1, dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 1 September 2012 di kelas IX ( Sembilan ) dengan jumlah siswa 2 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I Rata – rata skor tercapai =57

(36)

Jumlah siswa yang tuntas : -Jumlah siswa yang belum tuntas : 2

Klasikal : Belum tuntas

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I

No Uraian Hasil Siklus I

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan konsep diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 57 dan ketuntasan belajar masih 0 % atau kedua siswa belum tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa memperoleh nilai ≥ 65 masih dibawah dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan konsep.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif II, dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

(37)

dengan jumlah siswa 2 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 4.4. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II No Rata – rata skor tercapai =75

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 2 Jumlah siswa yang belum tuntas : 0

(38)

Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 75 dan ketuntasan belajar mencapai 100 %. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah megalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan konsep.

c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan konsep. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:

(39)

belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

4) Hasil belajar siswa pada siklus II mencapai ketuntasan. d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus II guru telah menerapkan metode pembelajaran penemuan konsep dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya menerapkan metode pembelajaran penemuan konsep dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

B. Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

(40)

meningkat dari sklus I, dan II) yaitu masing-masing 0 %, dan 100 %. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran penemuan konsep dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA pada Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan perkembangan dan pertumbuhan manusia dari bayi sampai lanjut usia dengan metode pembelajaran penemuan konsep yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.

(41)
(42)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan penemuan konsep memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (0 %), siklus II (100%).

2. Penerapan metode pembelajaran penemuan konsep mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran penemuan konsep sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:

(43)

memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model penemuan konsep dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatif siswa dengan berbagai macam metode pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemuan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya

dilakukan di kelas IX ( Sembilan) Anak tunagrahita ringan di SLBN Ciamis.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta: Usaha Nasional

Berg, Euwe Vd. (1991). Miskonsepsi IPA dan Remidi Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana

Joyce, Bruce dan Weil, Marsh. 1972. Models of Teaching Model. Boston: A Liyn dan Bacon.

Kirk Samuel A and Gallangher James J,1986, Pendidikan Luar Biasa, alih bahasa oleh Moh. Amin, 1990, Benica , Jakarta.

Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press.

Mukhlis, Abdul. (Ed). 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitia Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban. Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press.

Universitas Negeri Surabaya.

Soedjadi, dkk. 2000. Pedoman Penulisan dan Ujian Skripsi. Surabaya; Unesa Universitas Press.

Sutjihati Somantri, 1996, Psikologi Anak Luar Biasa, Jakarta, Depdikbud Dirjen Dikti.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

(45)
(46)

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

“ UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI DAN KUALITAS

BELAJAR IPA DENGAN METODE PEMBELAJARAN

PENEMUAN KONSEP PADA SISWA KELAS VI ( ENAM )

SDN 1 SUMBER ANYAR KECAMATAN MLANDINGAN

TAHUN 2009/2010 “

Oleh :

MUHAMMAD NUR TAUFIQ

NIP: 19770930 200801 1 009

SDN 1 SUMBER ANYAR

KECAMATAN MLANDINGAN

(47)

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional guru. Karya ilmiah ini tidak dipublikasikan tetapi telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di perpustakaan SDN 1 Sumber Anyar Kecamatan Mlandingan

Pada Hari : Senin

Tanggal : 19 April 2010

Kepala Sekolah

SDN 1 Sumber Anyar Kecamatan Mlandingan

(48)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Dan Kualitas Belajar IPA Dengan Metode Pembelajaran Penemuan Konsep Pada Siswa Kelas VI ( Enam ) SDN 1 Sumber Anyar Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo Tahun Pelajaran 2009/2010”, penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada:

1. Yth. Kepala SDN 1 Sumber Anyar

2. Yth. Rekan-rekan Guru SDN 1 Sumber Anyar

3. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.

(49)

ABSTRAK

Muhammad Nur Taufiq, 2010. Upaya Meningkatkan Prestasi Dan Kualitas Belajar IPA Dengan Metode Pembelajaran Penemuan Konsep Pada Siswa Kelas VI ( Enam ) SDN 1 Sumber Anyar Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo Tahun Pelajaran 2009/2010

Kata Kunci: ipa, penemuan konsep

Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan dalam belajar rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar. Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan membimbing siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan siswa serta guru yang berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep IPA.

Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya pembelajaran penemuan konsep? (b) Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran penemuan konsep terhadap motivasi belajar siswa?

Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran penemuan konsep, (b) Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran penemuan konsep.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VI ( Enam ) SDN 1 Sumber Anyar Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. 63,63 %, 81,81 %, dan 100 %.

Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, , yaitu siklus I (63,63 %), siklus II (81,81%), siklus III (100 %).

(50)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Definisi Operasional Variabel ... 4

F. Batasan Masalah ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakekat IPA ... 6

B. Proses Belajar Mengajar IPA ... 7

C. Konsep IPA ... 8

D. Metode Pembelajaran Penemuan Konsep ... 14

E. Motivasi Belajar ... 17

F. Prestasi Belajar IPA ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Penelitian Tindakan ... 23

B. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian ... 24

C. Rancangan Penelitian ... 25

D. Instrumen Penelitian ... 27

E. Metode Pengumpulan Data ... 28

F. Teknik Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Penelitian Persiklus ... 31

B. Pembahasan ... 38

(51)

Gambar

Gambar 3.1 Alur PTK
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I
Tabel 4.4. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II

Referensi

Dokumen terkait

menghormati artis yang telah meninggal dengan sedih. Kami juga jarang.. mengadakan pameran koleksi tetapi sesekali, jika saya benar-benar tersentuh oleh seorang seniman, kami

nilai-nilai yang telah mereka pelajari dan refleksikan, agar pertumbuhan dan perkembangan pribadfi mereka yang semakin dewasa dalam menanggapi rahmat Allah yang telah mereka

Dengan mengucapkan puji syukur alhamdulillah atas petunjuk dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik yang berjudul : “ANALISIS

c. Memberi pelatihan pembuatan kerajinan tangan berbahan stik cream berupa vas bunga pada anak- anak dan remaja di Dusun Bantal Watu 2, Sumberwungu,

Pada perhitungan estimasi alokasi biaya kontigensi proyek dengan menggunakan simulasi Metode Monte Carlo diperlukan data harga satuan bahan dan upah maksimum –

Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,

Jarak Lokasi tanak ke pusat bisnis/kota, kepadatan penduduk, ketersediaan sarana umum (Air PDAM dan sarana ibadah) dan prasrana wilayah) dan prasarana wilayah

Ini mengindikasikan bahwa meskipun jumlah penduduk miskin berkurang namun rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan, dan