• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS A. Karakteristik Notaris - Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan Dikaitkan Dengan Kewenangan Notaris Dalam Legalisasi Dan Waarmerking Berdasarkan UU No. 30 Tahun 20

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS A. Karakteristik Notaris - Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan Dikaitkan Dengan Kewenangan Notaris Dalam Legalisasi Dan Waarmerking Berdasarkan UU No. 30 Tahun 20"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

A. Karakteristik Notaris

Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai Notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang merasa telah dilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada Notaris.61 Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.

Menurut Habib Adjie, Notaris sebagai suatu Jabatan Publik mempunyai karakteristik:62

a. Sebagai jabatan;

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara. Menempatkan Notaris sebagai pejabat merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu;

61

Mengenai honorarium ini diatur dalam Pasal 36 UUJN. 62

(2)

Setiap wewenang yang diberikan kepada Jabatan harus dilandasi aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. Dalam UUJN Wewenang Notaris dicantumkan dalam Pasal 15.

c. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah;

Pasal 2 UUJN menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh menteri (pemerintah), dalam hal ini menteri yang membidangi kenotariatan (Pasal 1 angka 14 UUJN). Meskipun Notaris secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi (bawahan) dari yang mengangkatnya. Dengan demikian Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya:

1.Bersifat mandiri (autonomous); 2.Tidak memihak siapa-pun (impartial);

3.Tidak tergantung kepada siapa-pun (independent), yang berarti dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak lain.

d. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya;

(3)

honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu.

e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat.

Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat yang dapat menggugat secara perdata, menuntut biaya, ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hal ini merupakan bentuk akuntabilitas notaris kepada masyarakat.

B. Syarat, Kewajiban dan Larangan Bagi Notaris

Notaris dengan segala fungsi dan kewenangannya dalam rangka pelayanan di bidang hukum, dituntut untuk memiliki kecakapan teknis di bidangnya, dedikasi tinggi, wawasan pengetahuan yang luas disertai integritas moral. Untuk itu ditetapkan berbagai ketentuan mengenai syarat-syarat, kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang wajib dilaksanakan dan dipenuhi Notaris dalam melaksanakan jabatannya.

Pasal 3 UUJN menyebutkan syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi notaris adalah:

a. warga negara Indonesia;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

(4)

e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan

g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

Mengenai kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 UUJN, yang menyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:

a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;

d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-undang menentukan lain;

(5)

tidak dapat dimuat dalam 1 (satu) buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari 1 (satu) buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; j. Mencatat dalam Repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada

setiap akhir bulan;

k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya ditulis nama, jabatan dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

l. Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris;

m.Menerima magang calon notaris.

Mengenai larangan bagi notaris dalam melaksanakan jabatannya diatur dalam Pasal 17 UUJN, yang selengkapnya berbunyi: notaris dilarang:

(6)

b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut- turut tanpa alasan yang sah;

c. merangkap sebagai pegawai negeri;

d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. merangkap jabatan sebagai advokat;

f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha milik swasta; g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar

wilayah jabatan Notaris;

h. menjadi Notaris Pengganti; atau

i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

C. Pengawasan Notaris Melalui Lembaga Majelis Pengawas

Pengawasan terhadap Notaris dilakukan melalui Lembaga Majelis Pengawas yang diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Jabatan Notaris, yang menyatakan bahwa Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Majelis Pengawas berjumlah 9 orang, terdiri atas unsur:

1. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;

(7)

Pengawasan yang dilakukan meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan Jabatan Notaris. Dalam menjalankan kewenangan dan kewajibannya, Majelis Pengawas terdiri atas:

1. Majelis Pengawas Daerah

Majelis Pengawas Daerah (MPD) dibentuk di Kabupaten atau Kota. Berdasarkan Pasal 70 UU Jabatan Notaris, MPD berwenang:

a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan Notaris;

b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;

c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan;

e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara;

g. menerima laporan dari masyarakat mengenai dugaan pelanggaran Kode Etik atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang Jabatan Notaris; h. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka

1,2,3,4,5,6, dan 7 kepada Majelis Pengawas Wilayah.

(8)

a. mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir;

b. membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas wilayah setempat, dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris dan Majelis Pengawas Pusat;

c. merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan;

d. menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari Notaris dan merahasiakannya;

e. memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris;

f. menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti.

2. Majelis Pengawas Wilayah

Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dibentuk dan berkedudukan di ibukota Provinsi. Pasal 73 UU Jabatan Notaris menyatakan MPW berwenang:

(9)

b. memanggil Notaris pelapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1;

c. memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun; d. memeriksa dan memutus atas keputusan MPD yang menolak cuti yang

diajukan oleh Notaris Pelapor;

e. memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis;

f. mengusulkan pemberian saksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat (MPP) berupa:

1. pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan; 2. pemberhentian dengan tidak hormat.

Pasal 75 UUJN menyebutkan MPW berkewajiban:

a. menyampaikan keputusan kepada Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris;

b. menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;

3. Majelis Pengawas Pusat

Majelis Pengawas Pusat (MPP) dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara. Pasal 77 UUJN menyebutkan MPP berwenang:

a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengadili keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti; b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan;

(10)

Pasal 78 UUJN menyatakan MPP berkewajiban menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 angka 1 kepada Menteri dan Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah serta Organisasi Notaris.

D. Sumber Kewenangan Notaris

Wewenang (atau sering pula ditulis dengan istilah kewenangan) merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan. Dengan demikian, setiap wewenang ada batasannya sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Wewenang notaris terbatas sebagaimana peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan yang bersangkutan.63

Wewenang yang diperoleh suatu jabatan mempunyai sumber asalnya. Dalam hukum administrasi wewenang bisa diperoleh secara atribusi, delegasi, atau mandat.

Wewenang secara atribusi adalah pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum. Wewenang secara delegasi merupakan pemindahan/ pengalihan wewenang yang ada berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan

63

(11)

hukum. Mandat sebenarnya bukan pengalihan atau pemindahan wewenang, tapi karena yang berkompeten berhalangan.64

Berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris ternyata notaris sebagai pejabat umum memperoleh wewenang secara atribusi, karena wewenang tersebut diciptakan dan diberikan oleh Undang-undang Jabatan Notaris sendiri. Jadi wewenang yang diperoleh notaris bukan berasal dari lembaga lain, misalnya dari Departemen Hukum dan HAM.

Kewenangan notaris tersebut dalam pasal 15 ayat (1) sampai dengan ayat (3) Undang-undang Jabatan Notaris yang dapat dibagi menjadi:65

1. Kewenangan Umum Notaris

Salah satu kewenangan notaris yaitu membuat akta secara umum.66 Hal ini disebut sebagai kewenangan umum notaris dengan batasan sepanjang:

a. Tidak dikecualikan terhadap pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang

b. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan

c. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.67

Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris 67

(12)

Menurut pasal 15 ayat (1) bahwa wewenang notaris adalah membuat akta,68 bukan membuat surat, seperti surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT) atau membuat surat lain, seperti surat keterangan waris (SKW). Ada beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu:

a. Akta pengakuan anak luar kawin.69

b. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik.70

c. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi.71

d. Akta protes wesel dan cek.72

e. Surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT).73 f. Membuat akta risalah lelang.74

Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam pasal 15 Undang-undang Jabatan Notaris dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka disimpulkan:

a. Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan/ tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

Pasal 1227BW (Pasal ini terdapat dalam Buku II BW. Menurut pasal 29 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, ketentuan mengenai hipotik dinyatakan tidak berlaku lagi).

71

Pasal 1405 dan 1406 BW 72

Pasal 143 dan 218 WvK 73

Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996. 74

(13)

b. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna,75 sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya, jika ada orang/ pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang/ pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan hukum yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini berhubungan dengan sifat publik dari jabatan notaris.

2. Kewenangan Khusus Notaris

Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti:

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tanda tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. Member kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian bagimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan photo copy dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

75

(14)

g. Membuat akta risalah lelang.

E. Kewenangan Legalisasi dan Waarmerking Notaris

1. Legalisasi

Artinya, dokumen/surat yang dibuat di bawah tangan tangan tersebut ditanda-tangani di hadapan notaris, asetelah dokumen/surat tersebut dibacakan atau dijelaskan oleh Notaris yang bersangkutan. Sehingga tanggal dokumen atau surat yang bersangkutan adalah sama dengan tanggal legalisasi dari notaris. Dengan demikian, notaris menjamin keabsahan tanda-tangan dari para pihak yang dilegalisir tanda-tangannya, dan pihak (yang bertanda-tangan dalam dokumen) karena sudah dijelaskan oleh notaris tentang isi surat tersebut, tidak bisa menyangkal dan mengatakan bahwa ybs tidak mengerti isi dari dokumen/surat tersebut.76 Untuk legalisasi ini, kadang dibedakan oleh notaris yang bersangkutan, dengan Legalisasi tangan saja. Dimana dalam legalisasi tanda-tangan tersebut notaris tidak membacakan isi dokumen/surat dimaksud, yang kadang-kadang disebabkan oleh beberapa hal, misalnya: notaris tidak mengerti bahasa dari dokumen tersebut (contohnya: dokumen yang ditulis dalam Bahasa Mandarin atau bahasa lain yang tidak dimengerti oleh notaris yang bersangkutan) atau notaris tidak terlibat pada saat pembahasan dokumen di antara para pihak yang bertanda-tangan.77

76

http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/02/perbedaan-legalisasi-dengan-waarmerking. html. Diakses tanggal 27 Maret 2010.

77

(15)

Rumusan kalimat legalisasi juga dicantumkan dalam pasal 2 ayat 1 Ordonansi yang berbunyi sebagai berikut:

“Keterangan yang oleh para notaris dan pejabat lainnya yang ditunjuk oleh pasal 1 dicantumkan pada kaki akta berbunyi:

Saya yang bertanda tangan di bawah ini ……….. notaris (Bupati/ walikota kepala daerah ……….. ketua pengadilan negeri ………..) di ……….., menerangkan ……….. yang saya, notaris, kenal (atau diperkenalkan kepada saya, notaris) dan kemudian tuan/ nyonya……….. tersebut membubuhkan tanda tangannya (cap ibu jarinya) di atas akta ini di hadapan saya, notaris.”

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka untuk legalisasi diperlukan adanya tiga unsur, yakni:

a. Yang mencantumkan tanda tangan atau cap ibu jari di atas akta di bawah tangan tersebut dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris tersebut

b. Bahwa akta tersebut telah dijelaskan isinya oleh notaris kepada si pembubuh tanda tangan/ cap ibu jari itu

c. Bahwa setelah itu, maka seketika itu juga akta itu lantas ditandatangani atau dibubuhi cap ibu jari oleh orang yang bersangkutan di hadapan notaris tersebut.

Selain sebagaimana yang telah dirumuskan di atas, ada beberapa hal yang perlu ditambahkan pada isi rumusan legalisasi, yakni:

a. Selain nama penghadap (pembubuh tanda tangan atau cap ibu jari) harus pula dicantumkan pekerjaan dan tempat tinggalnya,

(16)

c. Nama, pekerjaan dan tempat tinggal para saksi yang memperkenalkan juga harus dicantumkan dalam akta tersebut.

d. Tanggal dilakukannya penandatanganan/ pembubuhan cap ibu jari beserta tanggal legalisasi akta tertentu harus sama dan dicantumkan di bagian bawah keterangan notaris tersebut.

2. Waarmerking

(17)

dimaksud. Terpaksa pihak yang bersangkutan harus membuat ulang persetujuan dan melegalisirnya di hadapan notaris setempat.78

Dalam praktek notariat, di samping istilah legalisasi dikenal pula istilah waarmerking. Istilah waarmerking ini oleh praktek notariat diterjemahkan menjadi “dibukukukan” dan ada pula memakai perkataan “ditandai”. Yang dimaksud dengan “didaftarkan” ialah hasil perbuatan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) Ordonansi, yang berbunyi:

“Akta di bawah tangan sepanjang tidak ada memuat perkataan yang dimaksud dalam ayat pertama, jikalau hendak dipergunakan sebagai bukti terhadap pihak ketiga mengenai hari, tanggal, bulan akta itu dapat ditandai oleh notaris atau oleh salah seorang pegawai yang ditunjuk oleh ayat pertama dengan membubuhkan perkataan “didaftarkan” pada kaki akta itu dan menandatanganinya serta membubuhkan hari, tanggal, bulan hal itu dilakukan.”

Sekali lagi diingatkan bahwa perkataan “ditandai” dapat diganti dengan perkataan “dibubuhkan” atau “didaftarkan”.

Adapun akta yang dibubuhi perkataan “ditandai” ini adalah akta yang belum disodorkan kepada notaris telah ditandatangani terlebih dahulu oleh pihak yang berkepentingan di luar hadirnya notaris (bukan di depan notaris).

Dengan kata lain, notaris tidak mengetahui kapan akta itu ditandatangani dan juga tidak mengetahui siapa yang menandatanganinya. Oleh karena itu, tidak ada jaminan kepastian mengenai tanggal penandatanganan dan juga ada jaminan kepastian tentang siapa yang menandai/ membubuhkan cap ibu jari di atas akta itu. Jaminan kepastian satu-satunya yang ada

78

(18)

hanyalah bahwa akta tersebut telah ada (telah exist) pada tanggal akta itu ditandai.

(19)

BAB IV

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN DIKAITKAN DENGAN LEGALISASI DAN

WAARMERKING NOTARIS

A. Kekuatan Pembuktian Akta di Bawah Tangan Dikaitkan dengan

Legalisasi dan Waarmerking Notaris

Pasal 1874 ayat (2) KUHP menyatakan bahwa:

“Dengan penandatanganan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu cap ibu jari dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang, darimana ternyata bahwa mengenal di pembubuh cap ibu jari atau orang itu telah diperkenalkan kepadanya dan bahwa isi akte itu telah dijelaskan kepada si pembubuh cap ibu jari itu dan kemudian cap ibu jari dicantumkan di hadapan pejabat tersebut.”

(20)

Namun bagaimanapun juga, harus diakui bahwa akta di bawah tangan tersebut ada kelebihannya jika dibandingkan dengan akta di bawah tangan seumumnya yang sama sekali tidak ada campur tangan pejabat. Kelebihan itu adalah:

1. Ada kepastian siapa yang menumbuhkan cap ibu jari di atas akta itu (i.c. cap ibu jarinya dipersamakan dengan tanda tangan).

2. Ada kepastian mengenai tanggal pembuatan akta tersebut.

Sebagaimana telah disebutkan pada bahasan sebelumnya, bahwa kekuatan pembuatan akta di bawah tangan tidak sama dengan kekuatan pembuktian akta otentik, terutama dalam kekuatan pembuktian lahiriah, formil, maupun materil. Akta di bawah tangan baru memiliki kekuatan pembuktian sebagaimana kekuatan pembuktian akta otentik apabila pengakuan dari para pihak yang membenarkan tanda tangan mereka di dalam akta dimaksud.

Setelah dilakukan legalisasi maupun waarmerking, kekuatan pembuktian akta di bawah tangan tidak juga dapat dipersamakan dengan akta otentik. Namun jika dibandingkan dengan akta di bawah tangan yang tidak mendapatkan legalisasi maupun waarmerking, maka kekuatan pembuktian yang telah dilegalisasi ataupun di waarmerking oleh pejabat notaris lebih memiliki kekuatan pembuktian.

(21)

Berdasarkan hal ini, maka legalisasi ataupun waarmerking yang dilakukan atas suatu akta yang notabene merupakan akta di bawah tangan, tetap memerlukan adanya pengakuan dari para pihak tentang kebenaran dari akta tersebut, walaupun telah melalui pencatatan ataupun pendaftaran oleh pejabat umum. Dalam hal ini, yang dapat mengkualifikasikan kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang telah dilegalisasi atau diwaarmerking ini adalah hakim.

Sebagian masyarakat berpendapat bahwa dengan dilegalisasinya akta di bawah tangan, akta tersebut telah memperoleh kedudukan sebagai akta otentik. Akta di bawah tangan sekalipun telah mendapat legalisasi dari notaris tetaplah merupakan akta yang dibuat di bawah tangan, sebab legalisasi adalah pengesahan surat yang dibuat di bawah tangan.79

Wewenang untuk legalisasi dan waarmerking surat-surat di bawah tangan tidak hanya diberikan kepada notaris, akan tetapi juga kepada beberapa pejabat lainnya, seperti Ketua Pengadilan Negeri, Walikota dan Bupati.

Legalisasi adalah pengesahan dari surat-surat yang dibuat di bawah tangan dalam mana semua pihak membuat surat tersebut datang di hadapan notaris, dan notaris membacakan dan menjelaskan isi surat tersebut untuk selanjutnya surat tersebut diberi tanggal dan ditandatangani oleh para pihak dan akhirnya baru dilegalisasi oleh notaris.

Pasal 15 ayat (2) huruf a Undang-undang Jabatan Notaris mengatur tentang legalisasi berbunyi:

Notaris berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

79

(22)

Pasal 15 ayat (2) huruf b Undang-undang Jabatan Notaris yang mengatur mengenai waarmerking menyatakan: notaris berwenang membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

Pada waarmerking tidak terdapat jaminan, karena baik tanggal, tanda tangan, isi surat tersebut tidak dibuat dan diketahui notaris. Notaris terhadap surat ini hanya mengakui bahwa pada hari tersebut telah datang di kantor notaris, diberi bernomor, dimasukkan dalam buku daftar waarmerking, dan diberi tulisan oleh notaris bahwa surat tersebut telah diberi nomor dan dimasukkan ke dalam buku daftar yang khusus dibuat untuk itu, diberi materai, ditandatangani oleh notaris lalu dikembalikan kepada yang bersangkutan. Sebelum dikembalikan, setiap halaman diberi bernomor dan diparaf oleh notaris.

Jika pada waarmerking notaris hanya melakukan pendaftaran, maka pada legalisasi, dengan telah dilegalisasinya suatu akta, maka para pihak dengan sendirinya telah memberikan penegasan tentang kebenaran tanda tangan mereka dan itu berarti juga adalah penegasan tentang kebenaran tanggal.

(23)

Dengan telah dilegalisasi akta di bawah tangan maka bagi hakim telah diperoleh kepastian mengenai tanggal dan identitas para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut serta tanda tangan yang dibubuhkan di bawah surat itu benar berasal dan dibubuhkan oleh orang yang namanya tercantum dalam surat itu dan orang yang membubuhkan tanda tangannya di bawah surat itu tidak lagi dapat mengatakan bahwa para pihak atau salah satu pihak tidak mengetahui apa isi surat itu, karena isinya telah dibacakan dan dijelaskan terlebih dahulu sebelum para pihak membubuhkan tanda tangannya di hadapan pejabat umum tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi dari notaris membantu hakim dalam hal pembuktian, karena dengan diakuinya tanda tangan tersebut, maka isi aktapun dianggap sebagai kesepakatan para pihak karena akta di bawah tangan kebenarannya terletak pada tanda tangan para pihak, maka denga diakuinya tanda tangan, akta tersebut menjadi bukti yang sempurna.

B. Kewenangan Hakim Membatalkan Akta Di Bawah Tanganyang Telah Memperoleh Legalisasi Dari Notaris

Dalam hal pembatalan memang diperlukan putusan hakim karena selama tidak dimintakan pembatalan maka akta itu berlaku atau sah. Dalam hal batal demi hukum, kalau tidak terjadi sengketa maka tidak perlu kebatalan itu diputus oleh hakim tetapi kalau kemudian terjadi sengketa kebatalan itu perlu diputus oleh hakim dan saat batal itu berlaku surut sejak perjanjian itu dibuat.80

80

(24)

Kesalahan yang terjadi pada isi akta bisa terjadi apabila para pihak memberikan keterangan yang pada saat pembuatan akta dianggap benar, tetapi setelah itu kemudian ternyata tidak benar. Misalnya:

a. Yang bersangkutan memberikan bukti-bukti pemilikan atas objek perjanjian yang kemudian hari ternyata palsu.

b. Yang bersangkutan mengaku sebagi warga negara Indonesia, kemudian ternyata orang asing.

Berkaitan dengan kewenangan hakim dalam memutuskan batalnya suatu akta (baik dalam bentuk batal demi hukum maupun dalam bentuk dapat dibatalkan), hakim hanya dapat melakukannya apabila diajukan padanya suatu akta sebagai alat bukti. Hakim tidak mungkin atas nisiatifnya sendiri memberikan putusan tanpa adanya akta perjanjian sebagai alat bukti tertulis.

Tugas hakim dalam hal pembuktian di persidangan adalah melihat dan menimbang keaslian surat bukti yang diajukan oleh para pihak kemudian menilai dapat tidaknya diterima suatu alat bukti dalam pembuktian. Hakim secara ex officio pada prinsipnya tidak dapat membatalkan akta baik akta otentik maupun akta di bawah tangan kalau tidak dimintakan pembatalan, karena hakim tidak boleh memutuskan yang tidak diminta.81 Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 189 ayat 3 RBg yang menyatakan :hakim dilarang akan menjatuhkan putusan atas perkara yang tiada dituntut atau akan meluluskan lebih dari pada yang dituntut.

Hakim hanya dapat membatalkan akta yang telah diperbuat oleh notaris apabila dimintakan dan dituntut pembatalannya oleh pihak yang bersangkutan

81

(25)

apabila ada bukti lawan. Dalam hal ini notaris membuat akta ternyata melanggar peraturan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, maka akibatnya ialah bahwa akta tersebut hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan (Pasal 52 ayat 3 UUJN).

Mengingat bahwa notaris pada dasarnya hanya mencatat apa yang dikemukakan oleh para penghadap dan tidak diwajibkan untuk menyelidiki kebenaran materil isinya, maka tidaklah tepat kalau hakim membatalkannya (Putusan MA 8 September 1973, No. 702 K/ Sip/ 1973). Kesalahan notaris dapat saja terjadi menyangkut isi akta yang dibuatnya disebabkan para pihak sebagai penghadap memberikan informasi yang salah (sengaja atau tidak). Tetapi karena isi akta tersebut terlebih dahulu telah dikonfirmasikan kepada penghadap dengan dibacakannya terlebih dahulu sebelum ditandatangani maka terhadap notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya.

Bila terjadi seorang notaris salah menyalin akta, maka salinan itu tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti tertulis, karena kekuatan akta otentik terletak pada akta aslinya ( Pasal 1888 KUHPerdata ). Dalam hal akta notaris menjadi persyaratan untuk sahnya suatu perbuatan hukum dan tidak dipenuhi, seperti misalnya pada hibah, maka isi dan aktanya batal (Pasal 1682, 1171 KUHPerdata). Jadi baik perbuatannya maupun aktanya batal.

(26)

rapat, maka aktanya batal, tetapi isinya tidak. Pembatalan menimbulkan keadaan tidak pasti, oleh karena itu undang–undang memberi waktu terbatas untuk menuntut berdasarkan pembatalan Undang–undang memberi pembatalan apabila hendak melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.

Dibatalkannya suatu perbuatan hukum tidak berarti bahwa perbuatan hukumnya sah, berlaku, apabila dalam batas waktu tertentu tidak diajukan tuntutan pembatalan. Dalam hal terdapat salah satu pihak yang belum cukup umur dan tidak cakap dianggap tidak dapat melaksanakan kepentingannya dengan baik, maka pihak tersebut diberi wewenang oleh undang–undang untuk menghindarkan diri dari akibat–akibatnya, sepanjang pihak yang bersangkutan tidak cakap, dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada hakim.

Ratio ajaran pembatalan ini ialah bahwa pihak lawan tidak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada hakim. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa pembatalan merupakan perlindungan individu terhadap dirinya sendiri sedangkan kebatalan merupakan perlindungan seseorang terhadap orang lain. Dalam hal pembatalan kiranya memang diperlukan putusan hakim, karena selama tidak dimintakan pembatalan perjanjian atau akta itu berlaku atau sah. Dalam hal batal demi hukum, kalau tidak terjadi sengketa maka tidak perlu kebatalan itu diputus oleh hakim, tetapi kalau kemudian terjadi sengketa maka perlu kebatalan itu diputus oleh hakim dan saat batal itu berlaku surut terhitung sejak perjanjian itu dibuat.

(27)
(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Akta otentik dan akta di bawah tangan di Indonesia diatur secara jelas dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. KUH Perdata secara tegas membedakan kedua akta ini, khususnya dalam hal lahirnya kedua akta ini, dimana akta otentik lahir dari melalui keikusertaan pejabat yang berwenang untuk itu, sedangkan akta di bawah tangan lahir hanya berdasarkan inisiatif para pihak tanpa mengikusertakan keterlibatan pejabat yang berwenang untuk itu.

2. Kewenangan legalisasi dan waarmerking diatur dalam pasal 15 ayat 2 Undang-undang Jabatan Notaris yang menyebutkan tentang beberapa kewenangan notaris selain sebagai pejabat pembuat akta otentik, yaitu mengesahkan tanda tangan serta membukukan surat di bawah tangan. 3. Akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi ataupun

(29)

B. Saran

1. Perlu adanya suatu pengaturan tegas oleh peraturan perundang-undangan tentang kedudukan dan kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang telah dilegalisasi atau diwaamerking oleh notaris. Hal ini mutlak diperlukan, sebab kekuatan pembuktiannya mengambang. Di satu sisi tidak dapat dipersamakan dengan akta otentik, sedang di sisi lain juga memiliki kelebihan dibanding akta di bawah tangan pada umumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Correlations , menunjukan bahwa hubungan (korelasi) antara Kiat Wiruusahawan yang sukses terhadap Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha Kuat Positif, yaitu 0,691,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) karateristik sosial ekonomi petani peserta kegiatan SL- PTT padi sawah, 2) tingkat partisipasi petani dalam kegiatan kelompoktani.

Sebagaimana laporan arus kas organisasi baik organisasi yang berorientasi pada laba maupun nirlaba terdiri dari tiga (3) jenis aktivitas, yaitu aktivitas operasi, aktivitas

Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam

Kini Feni Rose menjadi presenter di program acara talkshow “Rumpi (No Secret)” di TRANS TV, ia memiliki karakter dan gaya bahasa yang unik yang dapat mengundang gelak tawa

Untuk mencari kebahagiaan yang sesungguhnya dalam ajaran agama Hindu sesungguhnya adalah penekanan untuk mengenali jauh kedalam diri kita sendiri, karena

Pada analisis ujung depan, peneliti menetapkan kurikulum yang berlaku pada saat materi ajar dikembangkan. Wawancara kepada guru Bahasa Indonesia dilakukan untuk

Saham yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah perusahaan yang memiliki nilai saham konsisten dan tidak keluar masuk dalam indeks LQ45 dalam periode Februari