• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi dan Penggambaran Perempuan dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Representasi dan Penggambaran Perempuan dalam "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

Multikulturalisme

REPRESENTASI DAN PENGGAMBARAN

PEREMPUAN OLEH MEDIA DI AMERIKA

Gupita Permataningayu

335224/SA/16693

Sastra Jepang

(2)

I. Pendahuluan

Komunikasi adalah sarana yang kuat untuk menciptakan perubahan sosial.

Revolusi di media komunikasi telah membantu mempercepat laju perubahan

sosial selama beberapa dekade ini. Radio, televisi, surat kabar dan media massa

lainnya tidak hanya membuat dunia 'mengecil' tetapi juga telah merevolusi

nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Seiring globalisasi, teknologi sebagai media

komunikasi telah mengalami perkembangan pesat. Hal ini merupakan langkah

positif peradaban dalam hal komunikasi dan pertukaran informasi. Kesadaran

akan kebutuhan informasipun meningkat. Hal ini mendorong industry media

untuk meningkatkan keuntungan melalui baik media cetak, maupun elektronik.

Industri media kini dimiliki oleh pasar, fakta ini memberikan dampak positif tetapi

juga dampak negatif. Semua orang mendapat kebebasan untuk berekspresi dan

berkreasi, tetapi dibalik itu semua, media yang dikendalikan oleh pasar memiliki

sisi pedang bermata dua yang merugikan. Salah satu dampak merugikan dari

fenomena media oleh pasar ini adalah penggambaran sosok perempuan dalam

media cetak atau elektronik.

Dewasa ini, apabila kita melihat siaran televisi ataupun iklan-iklan di media cetak,

kita akan sangat sering menjumpai sosok perempuan yang ‘sempurna’ dan ‘menarik’ dipandang mata. Sempurna, berarti perempuan yang sedang mempromosikan sebuah produk kecantikan misalnya, ia akan digambarkan

sebagai sosok berkulit putih, tinggi, dan langsing. Padahal, manusia tidak

semuanya memiliki kulit putih, tubuh tinggi dan langsing. Itu hanyalah satu dari

sekian banyak contoh bagaimana media merepresentasikan perempuan atau

merepresentasikan ‘kecantikan’ yang harus dimiliki wanita.

Makalah ini akan mendiskusikan bagaimana media-media di Amerika

memperlakukan sosok perempuan dan menggambarkannya. Seberapa besar

dampak yang ditimbulkan oleh media kepada masyarakat, terutama kaum

perempuan, anak, remaja, hingga wanita dewasa. Bagaimana media menciptakan

(3)

I. Wanita dalam Media di Amerika

a. Sosok ‘Wanita Sempurna’ dalam Persepsi Media Amerika

Siapa yang menciptakan definisi kesempurnaan untuk wanita? Berapa harga yang

harus dibayar untuk mencapai kesempurnaan dan kecantikan?

Perempuan-perempuan di Amerika mengaku menjadikan media sebagai pedoman akan

kesempurnaan penampilan. Entah berasal dari majalah, televisi, internet, dan

media sosial, perempuan Amerika menjadikan media sebagai pedoman fashion

dan kecantikan. Trend sosial media Amerika menyoroti bagaimana citra wanita

‘ideal’ yang seharusnya. Sumber - sumber media di Amerika, apakah itu televisi , majalah , iklan , atau internet memberikan gambaran dan kadang-kadang pedoman

untuk apa itu menjadi menarik dan diinginkan .

Setiap harinya, anak-anak muda di Amerika diserbu oleh image kecantikan.

Standar kecantikan yang disampaikan oleh media ini telah merasuki pikiran

generasi muda di Amerika setiap harinya, dan sangat sulit untuk dihindari. Di

setiap tempat selalu terdapat gambar-gambar entah yang terpasang di billboard

atau media cetak yang menyampaikan pesan betapa pentingnya memiliki tubuh

cantik bagi perempuan. Pemuda di Amerika menghadapi masalah serius tentang

isu-isu citra tubuh mereka, standar kecantikan, berat badan dan bagaimana

penampilan tubuh mereka. Televisi dan majalah tidak memberitahu mereka bahwa

alasan utama untuk berolahraga dan makan teratur adalah untuk menjadi sehat.

Tampaknya seolah-olah media telah menekankan pentingnya hal-hal tersebut

hanya untuk menarik ketertarikan lawan jenis. Setiap harinya perempuan

disodorkan banyak cara bagaimana untuk menjadi lebih cantik dan menarik, lebih

diinginkan dengan standar tertentu. Perempuan harus menjadi lebih cantik karena

kecantikan merupakan prioritas. Hal ini menjadikan mindset perempuan hanya

seputar kecantikan saja, bahwa satu-satunya aspek penting dalam kehidupan

mereka adalah menjadi lebih cantik, modis, dan meningkatkan penampilan fisik

dan material. Sangat sedikit kisah tentang perempuan yang berhasil mencapai

prestasi dan kesuksesan diberitakan di media.

Dampak-dampak dari pencitraan wanita oleh media di Amerika berbagai macam.

Contohnya adalah dampak fisik, kognitif, dan sosial. Dampak fisik seperti yang

(4)

peningkatan permintaan pengangkatan lemak tubuh bagian bawah, 65 persen

peningkatan permintaan pengangkatan payudara. National Eating Disorder

Association pada tahun 2005 melaporkan bahwa 10 juta perempuan Amerika

menderita Anorexia atau Bulimia Nervosa. Penyakit ini memiliki tingkat kematian

20 persen apabila tidak segera ditangani secara medis. Dampak kognitif, seperti

studi yang dilakukan oleh M. Kurosaki et col (2006) menunjukkan bahwa

perempuan ketika melihat foto-foto tubuh mereka yang termasuk dapat dikatakan

kategori gemuk, akan memproses informasi itu sebagai berita buruk dan memiliki

peluang besar menjadi depresi. Dampak sosial, seperti bagaimana perempuan di

Amerika berlomba-lomba menjadi cantik dan melakukan pergaulan bebas.

Mereka bersaing mendapatkan pacar sebanyak-banyaknya dari penampilan

mereka yang menarik.

b. Kekerasan pada Perempuan di Media

National Crime victimization Survey pada tahun 2008 menemukan bahwa

seorang wanita diperkosa atau kekerasan seksual terjadi di Amerika Serikat

setiap jamnya. Survei yang sama juga melaporkan bahwa 1.006.970 wanita

dikuntit setiap tahun di Amerika, dan dari jumlah tersebut , 79 % melaporkan

pelecehan seksual selama penguntitan.

Studi yang dilakukan oleh Julie M. Stankiewicz dan Francine Rosselli

(2008) dalam Women as Sex Objects and Victims in Print Advertisements yang

(5)

mengungkapkan bahwa perempuan paling sering dijadikan objek seks pada

majalah pria dewasa, wanita dewasa, dan majalah perempuan remaja. Bahkan ,

9 % dari iklan yang menampilkan perempuan dalam majalah pria digambarkan

sebagai obyek seks dan sebagai target kekerasan , manipulasi , atau agresi

seksual , seperti tak bernyawa , atau dalam perbudakan .

Kedua laporan survey dan penelitian di atas berkaitan satu sama lain.

Penggambaran wanita sebagai objek pada media, membuat pandangan

masyarakat terhadap perempuan sama seperti bagaimana media

menggambarkan perempuan. Kasus kekerasan dan pelecehan seksual di

Amerika salah satu faktornya adalah media yang terus melakukan

misinterpretasi terhadap sosok perempuan. Perempuan digambarkan sebagai

tak lebih dari objek, baik itu seksual, korban, kekerasan, dan merendahkan

nilai perempuan pada masyarakat.

c. Konsep Kecantikan di Industri Media Amerika

Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya bahwa industri media sekarang ini

dikendalikan oleh pasar, dengan kata lain oleh kaum kapitalis. Informasi yang

disampaikan disesuaikan oleh kebutuhan pasar dengan membentuk atau

menggeser opini dan persepsi publik tentang suatu hal. Sebuah produk

kecantikan pemutih kulit misalnya, akan mempromosikan produk mereka

melalui media dengan cara membuat slogan bahwa kulit putih adalah bentuk

kulit ideal yang harus dimiliki setiap wanita.

Di Amerika, konsep kecantikan telah mengalami perubahan dalam beberapa

waktu ini. Konsep ‘cantik’ dan ‘seksi’ yang diperkenalkan oleh media

Amerika adalah tubuh yang kurus seperti model, tinggi, berkulit kecoklatan,

berambut pirang, berpayudara besar, dan lekuk tubuh yang seksi. Contoh yang

mudah adalah boneka ‘barbie’ dari Amerika. Seperti yang kita ketahui, Barbie

memiliki bentuk tubuh wanita sempurna Amerika dengan rambut pirang dan

pakaian yang mengikuti tren. Ditambah lagi, perlu dicatat bahwa

produk-produk yang dijual untuk perempuan cenderung berharga tinggi.

Bagaimana dengan konsep kecantikan dari dalam atau yang biasa kita sebut

‘inner beauty’ di Amerika? Ketika media menggambarkan sosok tubuh seksi

melalui iklan-iklan dan tayangan televisi, penggambaran wanita digambarkan

(6)

karakter putri-putri dalam animasi Disney seperti Snow White atau Cinderella.

Apabila kita memikirkan kisah franchise yang sangat popular di seluruh dunia

itu kembali, akan timbul pertanyaan mengenai penggambaran karakter wanita

yang pasif dan sedikit melakukan aksi.

Konsep kecantikan untuk perempuan menyempit seiring berjalannya waktu.

Seorang pria masih dapat dikatakan tampan dan seksi tanpa mempedulikan

bentuk tubuh atau wajah. Standar ‘kecantikan’ pria diukur oleh seberapa jauh

kesuksesan dan prestasi yang dicapainya. Sebaliknya, seorang perempuan,

meski telah mencapai prestasi tinggi dan memiliki kekuasaan, akan tetap

dikritisi tentang penampilannya, dan konsep kecantikan untuk perempuan

terus menyempit.

II. Upaya Perlawanan terhadap Persepsi Media yang Merugikan

Meski tidak semua media di Amerika menampilkan citra buruk perempuan, tetapi

kuantitas dan frekuensi akan distorsi persepsi media pada perempuan telah

mencapai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Dampak-dampak merugikan yang

telah disebutkan di poin-poin sebelumnya hanyalah puncak dari fenomena gunung

es. Masih terdapat banyak dampak merugikan yang terjadi di lingkungan sosial

Amerika akibat dari pembentukan persepsi yang salah tentang citra perempuan

oleh media.

Gerakan-gerakan dan organisasi nasional maupun internasional kini bermunculan

sebagai reaksi atas fenomena ini. Sebagian besar bertujuan untuk melindungi

(7)

menjadi makin kritis terhadap informasi yang disodorkan media, efek budaya dan

persepsi yang telah terlanjur melekat tentang perempuan tak dapat dihilangkan

sepenuhnya.

Sebenarnya, beberapa penelitian telah menemukan cara-cara untuk mencegah

meluasnya dampak merugikan atas pencitraan buruk perempuan oleh media. Salah

satu cara adalah mengajarkan masyarakat untuk lebih ‘melek media’ atau dalam bahasa Inggris disebut ‘media literacy’.

Melek media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi,

dan membuat pesan dalam berbagai bentuk (Aufderheide, 1993; Kristus dan Potter,

1998).Keempat komponen: akses, analisis, evaluasi dan pembuatan konten -

bersama-sama merupakan pendekatan berbasis kecakapan terhadap melek media.

Masing-masing komponen mendukung yang lain sebagai bagian dari non-linear,

proses belajar dinamis, keterampilan dalam analisis dan evaluasi membuka pintu

untuk penggunaan baru dari internet, memperluas akses, dan sebagainya. Ketika

telah mampu menjadi individu yang melek media, seseorang akan lebih mengerti

tentang apa yang ditonton, dibaca, dan disimak olehnya secara lebih mendalam

dan mengetahui makna dibalik pesan media tersebut. Untuk menguasai melek

media, seseorang haruslah banyak membaca dan belajar tentang isu-isu sosial

terkini serta ilmu-ilmu dasar yang berkaitan.

III. Kesimpulan

Globalisasi memberikan dampak pada berbagai macam aspek kehidupan termasuk

media komunikasi. Kecepatan pertukaran informasi yang meningkat pesat dan

pasar yang kini memegang peranan penting dalam perkembangan media

merupakan salah satu bentuk akibat globalisasi. Hal ini menimbulkan reaksi

berantai kepada masyarakat. Perubahan budaya besar-besaran terjadi di segala

aspek, salah satunya adalah persepsi sosial tentang perempuan yang telah dibentuk

oleh media.

Di Amerika, media memegang peran kunci sebagai pembentuk konsep kecantikan

perempuan. Media baik secara langsung atau tidak langsung telah membentuk

standar kecantikan perempuan dan persepsi masyarakat tentang bagaimana

seorang perempuan dapat dikategorikan sebagai perempuan ideal. Media sedikit

(8)

pencitraan perempuan yang merugikan dari perempuan sebagai objek eksploitasi

mengakibatkan berbagai macam dampak dari dampak aspek fisik, kognitif, dan

sosial. Perempuan khususnya generasi muda Amerika menjadi kurang percaya diri

dengan bentuk tubuhnya, melakukan diet yang berlebihan hingga menderita

anoreksia dan gangguan makan, mengalami depresi dengan berat badan dan tubuh

yang tidak ‘ideal’, serta gaya pergaulan yang cenderung menjadi negatif seiring

berjalannya waktu. Pencitraan perempuan yang merugikan oleh media juga

berdampak pada kekerasan dan pelecehan seksual pada perempuan. Meski secara

tidak langsung, media telah berkontribusi aktif dibalik meningkatnya kasus

kekerasan dan pelecehan seksual perempuan di Amerika.

Tindakan pencegahan atau perlawanan kepada distorsi persepsi media tentang

perempuan salah satunya adalah melek media. Masyarakat harus belajar dan

berlatih untuk memahami setiap makna dibalik pesan yang disampaikan setiap

harinya. Masyarakat juga harus lebih kritis dan melakukan protes pada pihak

terkait ketika pesan yang merugikan ditayangkan. Karena media sebagian besar

dikendalikan oleh pasar yang ingin mengendalikan konsumen. Sewajarnya,

pasarlah yang dikendalikan oleh konsumen dalam hal ini masyarakat, bukan

sebaliknya. Masyarakat sebaiknya merebut tali kendali media dengan tidak

terpengaruh hal-hal buruk apa yang media dan pasar kehendaki. Perempuan

seyogyanya bebas menjadi diri sendiri dan tetap cantik dengan caranya sendiri.

Aspek kesehatan, kesuksesan, pendidikan, dan aspek penting lainnya seharusnya

lebih diprioritaskan dalam mempertimbangkan penyusunan konten media,

(9)

IV. Daftar Pustaka

Berberick, S. N. (2010). The Objectification of Women in Mass Media: Female Self-Image in Misogynist Culture. The New York Sociologist,.

Dickerson, R. (n.d.). America Objectified: An Analysis of the Self-Objectification of Women in America and Some Detrimental Effects of Media Images.

Livingstone, S. (2004). Media literacy and the challenge of new information and communication technologies [online]. London: LSE Research Online.

PROF. UMA JOSHI, D. A. (2006). Images of Women in Print Media - A Research Inquiry.

Indian Media Studies Journal, 39-40.

Rosselli, J. M. (2008, January 15). Women as Sex Objects and Victims in Print Advertisements. Sex Roles, pp. 579-589.

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan yang kedua kalinya dilaksanakan pada tahun 2013.dari hasil rekapitulasi mencapai 95 % masyarakat mengggunakan hak pilihnya di kecamatan sibarsel kabupaten

Indikator Ketercapaian: Mahasiswa terampil menjelaskan tema-tema objek wisata di wilayah Propinsi DIY dan sekitarnya dalam bahasa Jerman sesuai dengan kaidah

Gambaran budaya Timur antara lain: nama Jawa yang dimiliki Marno, kelompok sosial ekonomi orang Jawa digambarkan Marno wakil wong cilik yang maju, struktur sosial orang

Pelatihan SDM dilakukan untuk meningkatkan kapasitas karyawan dan anggota organisasi agar menjadi lebih baik.. Oleh karena itu pelatihan SDM perlu dilakukan

Untuk memperoleh data mengenai faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari laboratorium IPA di SMA Negeri 1 Boja sebagai dasar melakukan analisis SWOT dan

Pondok pesantren SPMAA Lamongan Jawa Timur, dalam Tahap ini, tergambar dengan jelas melalui kebijakan yang dibuat pondok pesantren, tidak terlepas dari visi dan misi

Tersedianya model aplikasi layanan informasi berbasis CRM diharapkan mampu memberikan kemudahaan bagian kemahasiswaan khususnya IKK dan EKA dalam pengelolaan

doxa yang memiliki kebenaran sementara. Dengan demikian, guru bersama peserta didik masih memiliki peluang untuk mengkritisi dan mengoreksi kebenaran isi buku