• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Tematik Integratif Konsep Dasar dan Aplikasi - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pembelajaran Tematik Integratif Konsep Dasar dan Aplikasi - Test Repository"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Fatchurrohman, M.Pd

Pembelajaran

(2)

DAFTAR ISI KONSEP DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF A. Pengertian ……….. 2 A. Integrated Curiculum Approach ……… 24

B. A Holistic Curriculum Approach ……….. 25

BAB IV MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF A. Model Keterhubungan (connected model) ... 31

B. Model Jaring laba-laba (webbed model) ... 32

C. Model Keterpaduan (integrated model) ... 33

BAB V PEMETAAN KOMPETENSI, INDIKATOR, DAN TEMA A. Pemetaan KI, KD, dan Indikator ... 36

B. Menetapkan jaringan tema ... 38

BAB VI PENDEKATAN SAINTIFIK (scientific approach) A. Pengertian ... 42

B. Kriteria pembelajaran saintifik ... 43

C. Prinsip pembelajaran saintifik ... 44

D. Langkah-langkah pembelajaran saintifik ... 46

BAB VII PENILAIAN OTENTIK (authentic assessment) A. Pengertian ... 50

B. Penilaian dan pembelajaran otentik ... 53

C. Bentuk panilaian otentik ... 55

D. Langkah-langkah penilaian otentik ... 64

(3)

BAB VIII

PENYUSUNAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF

A. Silabus ... 67 B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 68 BAB IX

CONTOH APLIKASI PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF 81

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penulisan buku Pembelajaran Tematik Integrarif : Konsep Dasar dan Aplikasi.

Sebagaimana telah diketahui bahwa pembelajaran tematik integratif yang „diusung‟ kurikulum 2013 merupakan upaya dalam rangka memperbaiki pembelajaran di sekolah yang didik usia SD/MI melalui pemisahan per mata pelajaran dianggap tidak sesuai dengan keadaan psikologis peserta didik. Akibatnya peserta didik dianggap kurang maksimal mengikuti dan menguasai bahan ajar yang disampaikan guru di kelas.

Pembelajaran tematik integratif ini dikembangkan dalam rangka memberikan layanan pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan peserta didik. Perkembangan intelektual peserta didik pada tahap operasional konkrit menuntut pembelajaran yang konkrit, realistik, dan menyenangkan. Anak belum mampu berpikir abstrak dan verbalistik, mereka dapat memahami informasi dengan baik melalui perjumpaannya dengan realitas.

Dalam pembelajaran tematik integratif dikembangkan pendekatan saintifik yang memungkinkan peserta didik untuk menemukan sendiri (inquiry)

atas kebenan, bukan hanya menerima kebenaran informasi dari orang lain. Pendekatan saintifik dikembangkan melalui lima tahapan pokok, yaitu mengamati

(observing), menanya (questioning), melakukan/mencoba (experimenting), menghubungkan, mengasosiasi (associating), dan mengemukakan/ mengkomunikasikan (communicating).

Kelima tahapan pokok kegiatan dalam pendekatan saintifik tersebut merupakan cara untuk memfasilitasi peserta didik agar mengalami pembelajaran otentik, yaitu pembelajaran yang memberi keleluasaan kepada peserta didik untuk menemukan dan mengkonstruk sendiri pengetahuannya melalui inderanya.

(5)

perlu pendalaman dan penyempurnaan dari berbagai pihak yang peduli terhadap peningkatan mutu pendidikan.

Dalam kesempatan ini, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan dan penerbitan buku ini.

1. PIP STAIN Salatiga yang memfasilitasi penerbitan buku ini

2. Sejawat kami, pak dhe Wardi, M.Pd, dan Dr. Budiono, M.Pd yang banyak membantu menyediakan bahan bacaan.

Semoga komitmen, dedikasi, dan kepeduliannya dalam mengembangkan pendidikan semakin meningkat.

(6)

BAB I PENDAHULUAN

Secara psikologis peserta didik pada sekolah tingkat dasar (SD/MI) masih berada pada rentangan usia dini, mereka melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik). Mereka belum mampu melihat sesuatu secara bagian-bagian atau detail, mereka berada dalam taraf berpikir operasional konkrit sehingga dalam kegiatan pembelajaran bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman nyata yang dialaminya.

Selama ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD/MI yang terpisah untuk setiap mata pelajaran menjadikan peserta didik kurang dapat mengembangkan cara berpikir holistik, yaitu cara berpikir yang komprehensif dalam memecahkan masalah dengan melibatkan berbagai sudut pandang. Cara berpikir holistik ini akan membantu melatih peserta didik dalam memecahkan masalah secara tuntas. Namun, sebaliknya pembelajaran yang dipecah-pecah ke dalam mata pelajaran yang terpisah menjadikan peserta didik terbiasa melihat suatu permasalahan dari satu sudut pandang saja yang pada akhirnya juga membiasakan peserta didik untuk memecahkan masalah dengan sudut pandang parsial.

Selain itu, model pembelajaran yang top down, one way communication, dan memandang peserta didik sebagai individu yang harus diberi materi dan mereka harus mengikuti kehendak gurunya, menjadikan sekolah bukan sebagai tempat pengembangan diri peserta didik, namun sebagai ‟pembunuh‟ potensi aktif kreatif peserta didik.

(7)

menggunakan pengetahuannya dalam kehidupa sehari-hari. Peserta didik bukanlah makhluq pasif, namun mereka adalah makhluq aktif yang selalu ingin mencari tahu dan berkembang.

(8)

BAB II

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF

A. Pengertian

Istilah pembelajaran tematik sering disamakan dengan istilah pembelajaran terpadu, sehinga dalam beberapa literatur para ahli pendidikan sering menggunakan istilah keduanya secara interchangeable.

Pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran untuk mengembangkan aspek afektif, kongnitif, dan psikomotorik peserta didik agar dapat memberikan pembelajaran yang bermakna. Istilah tematik digunakan karena pembelajaran tersebut menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sedangkan istilah integratif merujuk pada pengembangan seluruh totalitas diri anak yang mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik.

Menurut Humpreys (dalam Trianto, 2010:79), pembelajaran terpadu atau tematik adalah studi di mana peserta didik diberi kesempatan untuk mengeksplorasi pengetahuan mereka dalam berbagai mata pelajaran yang berkaitan dan menjadi lingkungan mereka sebagai sumber belajar. Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari aspek studi Matematika, Bahasa, Ilmu Alam, Ilmu Sosial, Musik, Keterampilan, Olah raga, dan lainnya.

Istilah pembelajaran tematik terkadang juga dimaknai sebagai pendekatan dalam pembelajaran (thematic approach), yaitu “...a way of teaching and learning in such a way that many areas of the curriculum are

integrated and connected within a theme. It allows learning to be less

(9)

B. Rasional

Ada dua alasan yang mendasari dikembangkannya model pembelajaran tematik integratif, yaitu karakteristik peserta didik dan alasan teoritik.

1. Karakteristik anak usia SD/MI

Pada masa sekolah dasar ini, karakteristik anak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pada masa usia 6 – 7 tahun dan 8 – 10 tahun. Adapun karakteristik masing-masing fase tersebut adalah sebagai berikut.

a. Karakter anak usia 6 – 7 tahun

Bagian ini akan mengurai tentang karakter anak usia 6 – 7 tahun, dalam hal ini yang akan dibahas adalah ciri jasmani dan mentalnya. Kedua hal tersebut perlu dipahami setiap pendidik yang berhadapan dengannya agar dapat memperlakukannya secara tepat.

1) Ciri-ciri jasmani

Ciri-ciri jasmani peserta didik kelas usia 6 – 7 tahun adalah: (a) kordinator otot-otot kecilnya bertambah, meskipun kadang-kadang terasa janggal; (b) masa pertumbuhannya lebih lambat, anak perempuan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak laki-laki; (c) tidak bisa diam, selalu bergerak; (d) senang membuat sesuatu

2) Ciri-ciri mental

Ciri-ciri mental anak usia 6 – 7 tahun atau kelas rendah SD/MI adalah: (a) selalu ingin belajar; (b) menanyakan berbagai hal; (c) konsep yang dimiliki masih dalam jangka waktu terbatas; (d) memiliki berbagai variasi dalam membaca; (e) cenderung fokus hanya pada satu atau dua hal dari isi cerita atau pengalaman yang dialaminya; (f) jangka perhatian terbatas, antara tujuh sampai sepuluh menit; (g) proses berpikirnya dalam

b. Karakter anak usia 8 – 10 tahun. 1) Ciri-ciri fisik

(10)

bertambah; (c) ingin menguasai keterampilan besar; (d) senang olah raga dalam tim dan kegiatan-kegiatan atletik lainnya; (e) mengikuti kata hati

2) Ciri-ciri mental kognitif

Ciri-ciri mental kognitif meliputi: (a) selalu ingin belajar hal-hal yang baru; (b) kemampuan untuk memahami pandangan orang lain mulai berkembang; (c) mulai mengenal perasaan malu dalam situasi-situasi tertentu;(d) pemahaman konsep berkembang berdasarkan lingkungan sekitarnya; (e) keterampilan menulis dan berbahasa terus berkembang; (f) dapat memahami lebih dari seluruh gambar yang ada; (g) sangat kreatif dan senang menemukan hal-hal yang baru; (h) sangat ingin tahu berbagai hal; (i) mudah mengingat; (j) mengetahui tentang konsep benar dan salah

3) Ciri-ciri sosial emosional

Ciri-ciri sosial emosional yaitu: (a) lebih mengutamakan teman-teman sebaya dalam kelompoknya; (b) pengaruh dari kelompoknya sangat kuat; (c) lebih peka dalam memilih teman; (d) umumnya mudah bergaul dan percaya diri; (e) perilaku bersaing mulai berkembang; (f) peka untuk bermain jujur; (g) memperhatikan perilaku dan perbuatan orang dewasa; (h) kesadaran untuk berperilaku seperti orang yang berjenis kelamin sama mulai berkembang; (i) mulai memisahkan diri dari keluarga, dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang terpisah dari keluarga; (j) selera humor berkembang; (k) mengalami rangkaian emosi : takut – merasa bersalah – marah dan seterusnya; (l) mengetahui peristiwa yang terjadi di sekitarnya, meskipun secara emosional belum cukup dewasa untuk mengatasi akibat-akibatnya (Antony dalam Trianto, 2010:19)

(11)

satu keutuhan (holistic) sehingga pembelajarannya masih mengandalkan pada benda-benda dan pengalaman empirik yang dialaminya.

Berkait dengan perkembangan kognitif anak, Jean Piaget (Jeanne, 2011:29) mengemukakan empat tahap perkembangan kognitif individu, yaitu tahap sensori motorik, praoperasional, operasional konkrit, dan operasional formal. Masing-masing tahapan perkembangan kognitif anak tersebut tersebut dapat dirangkum dalam tabel berikut.

Tahapan Usia Gambaran Kemampuan

Sensorimotor Sejak lahir – 2 tahun Skematanya sebagian besar didasarkan pada persepsi dan perilakunya. Khususnya pada tahap awal, anak-anak tidak dapat memahami sesuatu yang baru yang tiba-tiba ada di adalah sebagian dari

perwujudan simbol

(12)

logika Operasi konkrit Usia 6 atau 7 – 11 atau 12

tahun

Mulai muncul berpikir logis seperti orang dewasa namun masih terbatas dalam memberikan alasan yang konkrit, situasi kehidupan nyata. Mengakui bahwa pemikirannya dan perasaannya berbeda dengan orang lain, namun dalam kenyataannya belum mampu menunjukkan perilaku pengakuan.

Operasi formal Usia 11 atau 12 tahun – dewasa

Sudah mampu menggunakan proses berpikir logis untuk mengemukakan ide-ide yang abstrak baik dalam situasi nyata maupun objek yang konkrit. Beberapa kemampuan

mulai muncul yang

merupakan dasar untuk

dikembangkan dalam

pembelajaran sain dan matematika.

Perkembangan setiap individu melalui tahapan-tahapan tersebut, dan tidak ada individu yang melewatinya. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan individu memahami realitas dengan cara yang semakin kompleks. Kecepatan perkembangan masing-masing individu tergantung pada tingkat keaktifan anak dalam memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa lingkungan anak sangat menentukan proses perkembangan kognitif anak.

(13)

aktivitas berikutnya, individu mempelajari sesuatu melalui proses yang disebut asimilasi dan akomodasi, asimilasi terkait dengan objek atau peristiwa yang ada dikaitkan dengan scheme yang telah ada pada individu. Namun terkadang individu tidak dengan mudah menghubungkan antara situasi yang ada dengan scheme yang telah dimilikinya, maka individu kemudian memodifikasi scheme yang ada dengan objek atau peristiwa yang lain yang sudah ada yang ada hubungannya. Proses pemulihan keseimbangan antara pemahaman yang ada dengan pengalaman-pengalaman baru disebut proses equilibrasi. Menurut Piaget, pembelajaran tergantung pada proses ini, di mana saat keseimbangan terjadi anak memiliki kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang. Guru dapat menciptakan situasi yang tidak seimbang dan nantinya dapat menimbulkan anak untuk bertanya karena keingintahuannya (Trianto, 2010:16).

Pada tahap operasional konkrit (6 atau 7 – 11 atau 12 tahun), Piaget mengatakan bahwa proses kemampuan berpikir mereka mulai terorganisir menjadi suatu sistem yang lebih luas, mereka mulai mampu berpikir realistik, logik, mampu share dengan yang lain dan lebih mencerminkan pendapat pribadi dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Mereka juga suka memamerkan kemampuan mereka seperti membuat kelompok-kelompok inklusif (Jeanne, 2011:31). Operasi adalah hubungan-hubungan logis antara konsep-konsep atau skema-skema, sedangkan operasi konkrit adalah aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari yang terukur (Desmita, 2010:156).

(14)

mampu merecall, yaitu proses memanggil atau mengingat kembali dalam ingatan sesuatu yang pernah dipelajari. Namun demikian, mereka telah mampu menggunakan memory strategy, yaitu perilaku yang disengaja untuk mengingat kembali memori yang dimiliki (Desmita, 2010:158).

Menurut Matlin (Desmita, 2010:159-160), ada empat memory strategy yang penting, yaitu rehearsal, organization, imagery dan

retrieval. Rehearsal (pengulangan) adalah strategi meningkatkan memori dengan cara mengulangi berkali-kali informasi setelah informasi tersebut diterima. Organization (organisasi) merupakan cara membangkitkan memori dengan melakukan pengkategorian dan pengelompokan sesuai dengan kemiripan karakteristik. Imagery

(perbandingan) merupakan tipe dari karakteristik pembayangan individu melalui pembandingan. Yuille dan Catchpole menyatakan bahwa memori anak-anak kelas satu sekolah dasar meningkat setelah mereka dilatih membentuk perbandingan interaktif. Retrieval

(pemunculan kembali) adalah proses mengeluarkan atau mengangkat informasi dari memori anak dengan isyarat. Keberhasilan penerapan

memory strategy tersebut akan dipengaruhi oleh faktor usia, sikap, motivasi kesehatan, dan pengetahuan anak sebelumnya.

(15)

demikian, walaupun individu pada fase operasional konkrit ini mampu menujukkan beberapa kemampuan berpikir logisnya, perkemangan kognitif mereka belum sempurna. Dia masih mengalami kesulitan dalam memahami ide-ide abstrak (Jeanne, 2011:32).

Piaget yakin bahwa pengalan-pengalaman inderawi dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya dapat membuat pemikiran itu menjadi semakin logis. (Trianto, 2010:17)

2. Landasan Teoritik

Pengembangan pembelajaran tematik integratif di sekolah didasarkan pada beberapa teori psikologi belajar, yaitu teori perkembangan Jean Piaget, teori belajar Konstruktivisme, teori belajar Vygotski, teori belajar Bandura, dan teori belajar Bruner (Trianto, 2010:101). Masing-masing teori tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Dalam pandangan Piaget, anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Setiap anak memiliki struktur kognitif yang berbeda-beda dalam memahami lingkungan sekitarnya. Pemahaman individu terhadap objek di lingkungan sekitar melalui proses asimilasi (menghubungkan pengetahuan tentang objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses pemanfaatan konsep dalam pikiran untuk memahami objek). Jika keduanya dapat berlangsung terus menerus maka akan terjadi keseimbangan (equilibration) antara konsep lama dan pemahaman yang baru (Gredler, 1991:311)

(16)

mulai berpikir oprasional untuk mengklasifikasikan objek-objek yang ada di sekitarnya; 3) mulai menggunakan prinsip-prinsip logika ilmiah yang sederhana; 4) memahami konsep volume, substansi, zat cair, padat, panjang, lebar, luas, berat.

Melihat perilaku belajar anak usia sekolah dasar sebagaimana tersebut di atas, maka kecenderungan belajar anak-anak usia sekolah dasar adalah konkrit, integratif, dan hirarkhis. Konkrit mengandung makna bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan menghadirkan benda-benda konkrit yang ada di sekitarnya yang dapat dilihat, diraba, dicium, didengar. Integratif berarti pembelajaran disajikan dalam satu keutuhan, tidak dipisah-pisah dalam berbagai disiplin ilmu. Hirarkhis berarti anak belajar mengikuti alur-alur yang bertahap, dari yang mudah menuju yang sulit, dari yang sederhana menuju yang kompleks. Oleh karenanya dalam menyusun materi untuk anak usia sekolah dasar harus memperhatikan urutan logis, keterkaitan antar materi, keluasan dan kedalamannya.

b. Teori Belajar Konstruktivisme

Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan merupakan hasil dari konstruk kognitif dalam diri individu. Pengetahuan tidak dapat terlepas dari subjek yang bersangkutan. Pengetahuan merupakan konstruk manusia melalui pengalaman yang dimilikinya. Pengetahuan akan selalu berkaitan dengan pengalaman yang dimilikinya akan kehidupan di dunia, namun bukan dunia itu sendiri. Oleh karenanya, tanpa pengalaman seseorang tidak akan memiliki pengetahuan (Sriyanti, dkk.,, 2009:71).

(17)

pesrta didik dalam proses menemukan (inquiry) pengetahuan, mempraktikkan ide-ide mereka sendiri dan memberi kesempatan peserta didik untuk mengembangkan strategi pembelajarannya sendiri. Guru hanya menunjukkan jalan berpikir yang benar dan mempersilakan para peserta didik untuk menapakinya agar mencapai tangga berpikir yang tinggi.

Kaum konstrtuktivis berpandangan bahwa satu-satunya media yang tersedia bagi individu untuk mengetahui dan mengembangkan pengetahuan pada diri individu adalah inderanya. Individu dapat berinteraksi denga lingkungannya melalui inderanya, melihat, mencium, mendengar, menjamah dan merasakannya. Interaksi individu melalui inderanya dengan dunianya akan membentuk pengetahuan pada masing-masing individu.

Menurut Suparno (dalam Triyanto, 2010:111), dalam konteks pembelajaran, ada beberapa prinsip pembelajaran yang disarikan dari pandangan para konstruktivis yaitu:

1) pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik melalui keaktivannya

2) dalam proses kegiatan pembelajaran, kegiatan ditekankan pada peserta didik

3) guru mengajar hakekatnya adalah membantu peserta didik dalam menemukan pengetahuan

4) pembelajaran lebih menekankan prosesnya, bukan sekedar hasil 5) kurikulum didesain yang sedemikian rupa yang memberi

kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk berpartisipasi aktif

6) peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran c. Teori Belajar Vigotsky

(18)

disebut zone of proximal development, yaitu perkembangan individu di atas sedikit dari saat ini. Ketika seorang guru memberi tugas kepada peserta didik, pastikan peserta didik telah memiliki bekal pengetahuan sebagai prasarat untuk dapat menyelesaikan tugas tersebut. Vigotsky meyakini bahwa kemampuan mental individu yang lebih tinggi akan muncul melalui interaksi atau percakapan antar individu.

Satu hal yang terpenting dari Vigotsky adalah scaffolding, yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal perkembangan kemudian lama-kelamaan anak tersebut dapat mengambil alih tanggung jawab tersebut dan mampu mengerjakan sendiri dengan sempurna. Bantuan dari orang dewasa tersebut berupa dorongan, langkah-langkah problem solving, memberikan contoh yang nyata sehingga memungkin anak tersebut dapat memecahkan masalah yang diberikan kepadanya (Trianto, 2010:112).

d. Teori Belajar Bandura

Teori belajar yang dikemukakan oleh Bandura sering dikenal dengan teori imitasi, yaitu perilaku individu terbentuk melalui proses peniruan terhada perilaku orang lain yang kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan peniruan tersebut dengan pengalaman dirinya. Proses belajar dalam pandangan teori Bandura terjadi melalui beberapa cara, yaitu imitasi, identifikasi dan belajar model, yaitu orang yang ditiru dan diikuti perilakunya (Sriyanti, dkk.,, 2009:104)

(19)

dikeluarkan untuk membimbing pembentukan perilaku yang baru pada individu. Perilaku baru yang muncul merupakan perpaduan antara kode dalam memori dan pengalaman individu. Fase motivasi adalah fase di mana individu yang bersangkutan berusaha kuat untuk mewujudkan perilaku sebagaimana model yang disaksikan, individu sangat termotivasi untuk menirunya. Dalam konteks pembelajaran di kelas, guru harus mampu memberi motivasi melalui pujian, hadian atau nilai. e. Teori Belajar Bruner

Teori belajar Bruner dikenal dengan teori belajar inquiry, yaitu model pembelajaran yang menekankan pemahaman tentang ide kunci materi pembelajaran dari suatu materi ajar yang sedang dipelajari, pentingnya belajar aktif sebagai dasar untuk memahami materi yang sebenarnya. Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi peserta didik jika mereka mampu memusatkan perhatiannya pada struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, peserta didik harus aktif dalam mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya sekedar menerima pejelasan dari guru (Trianto, 2010:115).

Aplikasi konsep Bruner ini dalam pembelajaran menurut Woolfolk adalah: 1) memberikan contoh yang berbeda dengan contoh dari materi yang baru saja diajarkan; 2) membantu peserta didik mencari hubungan antar konsep; 3) mengajukan pertanyaan kreatif dan memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk menemukan jawabannya; 4) mendorong peserta didik untuk membuat dugaan yang bersifat intuitif.

C. Tujuan dan Manfaat

(20)

memudahkan guru dalam mempersiapkan dan menyajikan bahan ajar yang efektif.

Selain itu, ada juga manfaat yang dapat diperoleh malalui pembelajaran tematik integratif, yaitu: 1) menghilangkan tumpang tindih bahan ajar; 2) peserta didik memahami hubungan yang bermakna antar mata pelajaran; 3) pembelajaran menjadi utuh oleh peserta didik akan mendapat pengertian mengenai konsep dan materi yang tidak terpecah-pecah; 4) penguasaan konsep oleh peserta didik akan semakin baik meningkat.

Pembelajaran tematik integratif akan mampu menghilangkan tumpang tindih materi ajar. Hal ini dicapai karena sebelum mengembangkan kegiatan pembelajaran guru telah mengidentifikasi kompetensi dasar dan konten materi ajar untuk dicarikan tema yang relevan. Dengan demikian tidak terjadi pengulangan materi pembelajaran (redundantion) pada beberapa mata pelajaran, sehingga pembelajaran menjadi efektif dan efisien.

Melalui pembelajaran tematik integrtif ini pula, peserta didik akan memiliki pengetahuan yang bermakna dan saling terkait. Peserta didik akan dilatih berpikir komprehensif, memandang sesuatu dari berbagai sudut pandang. Pada akhirnya, peserta didik akan memiliki wawasan yang luas dan mendalam terhadap keilmuan yang saling terkait.

D. Karakteristik

Ada berberapa karakteristik dalam pembelajaran tematik integratif, yang tentunya menjadi kekhususan dari pembelajaran tematik integratif itu sendiri. Karakteristik tersebut adalah: 1) berpusat pada peserta didik; 2) memberikan pengalaman langsung; 3) tidak terjadi pemisahan mata pelajaran; 4) menyajikan konsep yang terpadu dari berbagai mata pelajaran; 5) bersifat fleksibel; 6) proses pembelajaran mudah disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik; 7) menggunakan prinsip pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

(21)

organisasi kegiatan pembelajaran, bahasa pengantar yang digunakan harus didasarkan pada keadaan dan untuk peserta didik. Dalam hal demikian, guru adalah sebagai pelayan (servant) bagi pemenuhan kebutuhan petumbuhan dan perkembangan peserta didik.

Dalam memberikan leyanan kepada peserta didik guru mengajak mereka untuk melakukan kegiatan praktik langsung di lapangan, sehingga peserta didik memiliki pengalaman empirik. Kegiatan pembelajaran diupayakan semaksimal tidak lagi dikembangkan hanya simulasi dan contoh yang verbalis, peserta didik hanya diajak meyakini kebenaran yang tertuang di dalam buku teks ajar, namun peserta didik diajak melihat, mendengar, meraba bukti-bukti empirik kebenaran yang tertuang di dalam buku teks. Pengalaman langsung ini diberikan kepada peserta didik agar mereka mengkonstruk sendiri pengetahuan mereka melalui sentuhan pengalaman di dunia nyata.

Pengalaman langsung peserta didik di lapangan tersebut dapat berupa pengalaman untuk mengenali dan memecahkan masalah sosial atu lingkungan yang terjadi di sekitarnya. Dalam hal ini, guru menuntun peserta didik untuk belajar menyelesaikan masalah melalui sudut pandang yang beragam, misalnya sudut pandang ilmu alam, ilmu sosial, ilmu agama dan lainnya. Dengan cara demikian, peserta didik akan terbiasa memandang dan menyelesaikan berbagai persoalannya dengan multi perspective. Cara demikian secara otomatis tidak memecah-mecah atau mengkotak-kotakkan keilmuan (materi ajar) secara ketat, karena pada kenyataan hidup, individu selalu menggunakan berbagai ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah secara bersamaan.

(22)

dengan memperhatikan: a) minat dan kebutuhan peserta didik; b) keadaan lingkungan sekitar; c) ketersediaan daya dukung pembelajaran di sekolah; d) kebermaknaan atau kemanfaatan materi pembelajaran bagi peserta didik.

Dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran bersama peserta didik, guru senantiasa menekankan pembelajaran aktif yang menyenangkan. Pembelajaran aktif dilakukan oleh guru dengan cara melibatkan seluruh indera didik dalam kegiatan pembelajaran, baik pendengaran, penglihatan, kinestetik dan aktivitas pikiran. Kegiatan pembelajaran aktif juga dicapai melalui keaktivan individual dan kerja kolektif.

Sementara itu, kegiatan pembelajaran yang menyenangkan (funny learning) dilakukan guru melalui variasi metode dan media pembelajaran serta penciptaan hubungan yang hangat dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan memungkin peserta didik mampu menangkap konten pembelajaran dengan baik, karena dalam suasana yang menyenangkan individu akan mampu mengoptimalkan kerja memorinya dengan baik. Selain itu, kegiatan pembelajaran menyenangkan merupakan upaya mengaktifkan kerja otak kanan yang akan mampu mendukung daya tahan konsentrasi otak kiri. Beberapa ahli psikologi menuturkan bahwa jika peserta didik diaktifkan kedua belahan otaknya, yaitu otak kanan dan otak kiri maka akan mampu mempertahankan waktu dan daya konsentrasi mereka.

E. Prinsip-prinsip dasar

Dalam mengembangkan pembelajaran tematik integratif di kelas, ada beberapa prinsip dasar yang mesti diperhatikan yaitu: 1) bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan lingkungan; 2) bentuk belajar dirancang agar siswa menemukan tema; dan 3) efisiensi (Yuswadiwijaya, 2013:2). Masing-masing prinsip dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan lingkungan.

(23)

memecahkan masalah yang nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan topik yang dibahas.

2. Bentuk belajar harus dirancang agar siswa menemukan tema.

Agar siswa bekerja secara sungguh-sungguh untuk menemukan tema pembelajaran yang riil sekaligus mengaplikasikannya. Dalam melakukan pembelajaran tematik siswa didorong untuk mampu menemukan tema-tema yang benar-benar sesuai dengan kondisi siswa, lingkungan atau pengalaman yang dialami siswa.

3. Efisiensi

Pembelajaran tematik memiliki nilai efisiensi antara lain dalam segi waktu, beban materi, metode, penggunaan sumber belajar yang otentik sehingga dapat mencapai ketuntasan kompetensi secara tepat.

F. Implikasi

Implikasi penerapan pembelajaran tematik integrarif dirasakan oleh seluruh komponen pokok dalam aktivitas pendidikan baik terhadap guru, peserta didik, sumber dan media belajar, sarana prasarana, maupun pengaturan ruang kelas. Masing-masing harus dikondisikan dalam keadaan yang semestinya, agar pembelajaran tematik integratif dapat mencapai tujuannya secara maksimal.

1. Implikasi terhadap guru

Guru harus kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh

2. Implikasi terhadap peserta didik

Beberapa implikasi pembelajaran tematik integratif pada peserta didik adalah:

(24)

b. bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah

3. Implikasi terhadap sarana prasarana, sumber, dan media pembelajaran Beberapa implikasi pembelajaran terhadap sarana prasarana, sumber dan media belajar adalah:

a. Memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar.

Untuk dapat mengembangkan pembelajaran tematik integratif secara optimal diperlukan kecukupan sarana dan prasarana pembelajara. Tanpa dukungan sarana dan prasana yang cukup, maka guru juga akan mengalami kesulian dalam mengajar.

Jika sekolah tidak mampu memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pembelajaran, maka guru dapat memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran alam yang ada diluar kelas, misalnya lingkungan, kebun sekolah, taman sekolah, fasilitas umum seperti kantor kelurahan, pasar, tempat ibadah, pabrik, super market dan sarana lain yang relevan dengan tema pembelajaran.

Dalam memanfaatkan sarana pembelajaran di luar kelas, yang terpenting dilakukan guru adalah kerja sama dengan pihak-pihak terkait. Sekolah perlu mengembangkan kemitraan yang lebih luas dengan berbagai pihak yang memiliki daya dukung terhadap kegiatan pembelajaran di sekolah, baik langsung maupun tak langsung.

b. Memanfaatkan berbagai sumber belajar

Sumber belajar merupakan tempat dimana guru mengambil materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Sumber belajar dapat berupa makhluq hidup seperti manusia, hewan, tumbuhan dan makhluq tak hidup seperti buku, majalah, lingkungan a biotik, artikel dan lainnya.

(25)

kelas. Selama ini terkadang guru masih tepaku pada sumber belajar dari buku teks, padahal informasi di dalamnya sangat singkat dan terbatas.

Dalam pembelajaran tematik integratif diperlukan kreativitas dan keberanian guru untuk „keluar kelas‟ bersama peserta didik untuk menemukan dan mengkaji sumber belajar yang primer atau otentik, yaitu sumber belajar yang berupa benda atau keadaan yang senyatanya, bukan hasil kajian orang atas benda atau keadaan tersebut. Misalnya : masyarakat, lingkungan alam dan sejenisnya.

Guru harus berupaya untuk meminimalisir penggunaan buku tesk sebagai sumber belajar, karena buku tersebut dapat dikategorikan sebagai sumber sekunder. Kalaupun guru masih menggunakan buku teks sebagai sumber belajar, maka buku teks harus ditempatkan sebagai

doxa yang memiliki kebenaran sementara. Dengan demikian, guru bersama peserta didik masih memiliki peluang untuk mengkritisi dan mengoreksi kebenaran isi buku tersebut berdasar penemuan terbaru atas kebenaran yang tercantum di dalamnya.

c. Mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi Media pembelajaran memiliki peran penting dalam pembelajaran tematik integratif. Dalam memilih media pembelajaran, prioritas pertama yang dipilih adalah benda nyata atau situasi nyata yang memungkinkan peserta didik melihat, mendengar, merasakan keadaan yang senyatanya. Cara demikian untuk mengantarkan peserta didik memiliki pengetahuan yang otektik, original.

Jika guru mengalami kesulitan dalam menemukan benda nyata maka urutan prioritas pemilihan media pembelajaran adalah: 1) benda nyata; 2) benda mitasi, tiruan, miniatur; 3) film slide; 4) gambar. Guru harus berusaha untuk dapat menghadirkan media sesuai dengan urutan prioritas tersebut.

(26)

dapat berfungsi untuk: 1) memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran; 2) memperluas wawasan peserta didik terhadap konten materi ajar; 3) melatih peserta didik untuk selalu kreatif; 4) memperdalam pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran.

d. Masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.

4. Implikasi terhadap pengaturan ruang kelas

Beberapa implikasi pembelajaran terhadap pengturan ruang kelas adalah:

a. Ruang kelas perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan.

Pengembangan pembelajaran tematik integrtif menuntut dinamika penataan ruang kelas. Ada dua cara menata ruang kelas: 1) kelas ditata sedemikian rupa setiap pertemuan sesuai dengan tema pembelajaran; 2) kelas dibuat tematik, kelas ditata secara permanen sesuai dengan tema-tema pembelajaran. Tentunya kedua model penataan kelas tersebut memiliki kelebihan dan kurangan.

Dalam menata ruang kelas yang paling penting adalah disesuai dengan tema pembelajaran, kemampuan dan keadaan lingkungan sekolah.

b. Susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung.

Pengubahan susunan bangku tempat duduk peserta didik ini dimaksudkan agar peserta didik dapat melakukan aktivitas secara leluasa sesuai dengan tema pembelajaran.

(27)

d. Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas

e. Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar

f. Alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembali.

5. Implikasi terhadap pemilihan metode

Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi metode yang menyenangkan. Satu hal yang pelu diperhatikan dalam pemilihan dan pengembangan metode pembelajaran adalah guru harus memilih metode pembelajaran yang memungkinkan keterlibatan penuh peserta didik dalam pembelajaran agar mereka mampu menemukan dan mengkonstruk sendiri pengetahuannya menjadi pengetahuan yang bermakna.

Dalam hal ini, kita tidak bisa menyebut nama metode pembelajaran karena pada hakekatnya metode pembelajaran tersebut memiliki karakteristik masing-masing dan efektivitasnya sangat tergantung pada pemakai. Metode apapun dapat dipakai dalam pembelajaran tematik integratif, yang penting bagaimana dengan metode tersebut peserta didik dapat mengkonstruk pengetahuannya melalui kegiatan ilmiah dalam suasana yang fun.

Guru dapat memilih metode pembelajaran yang digolongkan tradisional, misalnya ceramah interaktif, tanya jawab, resitasi, drill, study tour, bermain peran, eksperimen, diskusi, dan sejenisnya; atau menggunakan metode pembelajaran aktif sebagaimana dikembangkan oleh Mell Silberman, misalnya jigzaw, team quiz, meeting the guest, critical incident, active knowledge sharing, every one is a teacher here, questions

(28)

dipahami adalah bahwa tidak ada metode pembelajaran yang terbaik atau terjelek; baik dan tidaknya metode tergantung ketepatan penggunaannya.

(29)

BAB III

PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

Ada dua macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum yang relevan bagi pembelajaran tematik integratif, yaitu integrated curriculum approarch dan

holistic curriculum approach. Masing-masing pendekatan dapat diuraikan sebagai berikut.

A. Integrated Curriculum Approach

Pendekatan integrated kurikulum dilakukan dengan mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai mata pelajaran yang dicapai dengan cara memusatkan tema atau beberapa mata pelajaran dari berbagai disiplin ilmu, batas-batas mata pelajaran dapat ditiadakan (Nasution, 1993:111). Sistem pengajaran dikembangkan dalam bentuk pengajaran unit (Oemar Hamalik, 2011:37), di mana mata pelajaran atau bidang studi tidak terpisah satu dengan lainnya dan tidak ada pembatas antar satu dan yang lainnya.

Integrated curriculum bertolak dari konsep kesatuan yang bermakna dan terstruktur (Oemar Hamalik, 2011:36). Bermakna artinya bahwa setiap suatu keseluruhan tersebut memiliki makna, arti, faedah dan manfaat tertentu. Keserluruhan dalam konteks ini bukan berarti penjumlahan bagian-bagian, melainkan suatu totalitas yang memiliki makna khusus. Terstruktur didasarkan pada asumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Pendidikan anak adalah pendidikan keseluruhan untuk membentuk keseluruhan totalitas diri anak dan masing-masing aspek kepribadian anak bukanlah sesuatu yang dapat dipisah-pisahkan, misalnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karenanya kurikulum integratif dimaksudkan untuk membentuk pribadi individu yang utuh dengan didasarkan pada pertimbangan bahwa individu merupakan makhluq hidup potensial yang sedang berkembang dan berada dalam masyarakat yang selalu berkembang.

(30)

peserta didik dalam perencanaan pembelajaran. Selain memperoleh sejumlah pengetahuan yang fungsional kurikulum ini juga lebih mengutamakan proses belajar peserta didik bukan hanya hasil belajarnya saja. Cara memperoleh pengetahuan untuk memecahkan maalah dianggap penting karena akan berpengaruh pada hasil hasil pemecahan masalahnya.

Integrated curriculum sangat fleksibel dan tidak menghendaki hasil belajar yang sama bagi setiap peserta didik. Guru, orang tua dan peserta didik merupakan komponen utama yang bertanggung jawab dalam proses pembelajaran. Selama percobaan antara tahun 1932 – 1940, integrated curriculum ini membuktikan peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan baik, memiliki kemantapan kepribadian dan bisa terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan lebih luas (Nasution, 1992:112).

Integrated curriculum sangat memperhatikan aspek-aspek psikologis yang berpengaruh terhadap integrasi individu dengan lingkungannya (Abdullah Idi, 2010:148). Menurut Soetopo & Soemanto, integrated curriculum dibedakan menjadi tiga, yaitu the child centered curriculum, the social functions, dan the experience curriculum. The child centered curriculum adalah perancangan kurikulum di mana faktor peserta didik menjadi sentral konsideran dalam pengambilan keputusan; the social functions curriculum adalah desain kurikulum yang mencoba mengeliminasi mata pelajaran sekolah dari sisi keterpisahannya dengan fungsi-fungsi pokok kehidupan sosial yang menjadi dasar pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik; sedangkan the experience curriculum adalah perancangan kurikulum yang mengedepankan pemberian pengalaman sosial yang sebanyak-banyaknya kepada peserta didik.

B. A Holistic Curriculum Approach

(31)

(http://equinoxschool.ca/about/the-holistic-curriculum/, diakses tanggal 8 Februari 2014 pukul 14.00 WIB).

1. Keterhubungan dengan masyarakat

Membangun masyarakat dapat dimulai dari kelas dan kemudian meluas ke masyarakat lokal dan global. Melalui pegembangan kurikulum holistik, peserta didik memperoleh keterampilan untuk mencari solusi untuk masalah-masalah sosial yang ada di sekitarnya. Peserta didik setelah lulus diharapkan mampu melakukan aksi sosial guna menciptakan kehidupan yang lebih baik dan adil.

Ruang kelas adalah pemberi pengalaman pertama bagi peserta didik akan kehidupan kemasyarakatan. Para guru harus memiliki komitmen untuk membangun komunitas kelas yang kohesif. Untuk membangun masyarakat di dalam kelas dapat dilakukan melalui kegiatan rutin dan mendekatkan peserta didik dengan bahasa-bahasa sosial di masyarakat. Misalnya, program pertemuan mingguan kelas, bahasa untuk resolusi konflik, kegiatan pembelajaran kolaboratif, dan diskusi kelas untuk membangun hubungan yang saling menghargai antar sesama peserta didik.

Peserta didik belajar tentang keadilan sosial melalui Ilmu Sosial yang memperkenalkan pesera didik berbagai perspektif sosial dan untuk memunculkan rasa empati sekitar isu-isu sosial di kelas yang kemudian dapat diperluas menjadi isu masyarakat lokal dan global yang sedang terjadi. Guru mengajak peserta didik untuk mengkritisi literatur yang ada, mengembangkan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar dan disambungkan dengan realitas sosial, seperti role play atau quiz. 2. Keterhubungan dengan alam

Kurikulum holistik mengajarkan siswa tidak hanya tentang pemecahan masalah lingkungan sosial, tetapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana peserta didik juga memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan alam.

(32)

solusi alternatif atas masalah yang terjadi di alam. Pada awalnya peserta didik dapat dipupuk rasa cina pada lingkungan alam melalui berkebun dan bertani di taman sekolah atau kebun di masyarakat setempat. Dalam hal ini sekolah dapat melakukan kemitraan dengan para petani dan pemilik lahan perkebunan, baik petani organik maupun non organik.

Peserta didik akan memperoleh pengalaman bertani dan berkebun di sekolah yang pada akhirnya akan dijadikan sebagai bekal untuk memecahkan masalah yang mungkin muncul suatu saat di lingkungannya. Dengan pengalaman tersebut peserta didik akan mampu merekayasa lingkungan alam agar memberikan kesejahteraan bagi makhluq hidup semuanya.

3. Keterhubungan dengan batin

Kurikulum holistik juga menghubungkan peserta didik dengan kehidupan batin mereka, yang merupakan energi vital yang memberikan arti dan tujuan hidup individu. Sambungan kegiatan pembelajaran ke dalam kehidupan batin peserta didik dicapai melalui kegiatan mendongeng. Cerita yang diceritakan secara lisan akan mampu mengikat dan mengembangkan imajinasi peserta didik. Cerita-cerita mitos, legenda, cerita rakyat, dongeng, sejarah dari seluruh dunia dapat menjelaskan kepada peserta didik akan beragamnya budaya warisan dari nenek moyang.

Beberapa kegiatan rutin di kelas yang dapat menghubungkan peserta didik dengan batin mereka misalnya bernyanyi, menari, pembacaan puisi setiap hari, meditasi, berbicara melingkar di mana setiap peserta didik memiliki kesempatan untuk berbagi cerita, festival budaya dan seni, dan lain-lain

4. Keterhubungan tubuh dan pikiran

Kurikulum menekankan hubungan alami antara tubuh dan pikiran. Peserta didik didorong untuk mengeksplorasi hubungan antara tubuh dan

(33)

yang sehat, mengembangkan komunikasi yang positif dan kesadaran dalam semua tindakan, menyadari apa yang telah dilakukan dan saat melakukannya.

Kegiatan yang digunakan untuk merangsang hubungan pikiran-tubuh di dalam kelas misalnya drama, gerakan kreatif, tari, kinerja, role play, yoga, meditasi dan relaksasi.

5. Keterhubungan dengan materi

Hubungan antar mata pelajaran melahirkan kurikulum yang terintegrasi. Integrasi ini dilakukan lintas pelajaran dalam pembahasan tema-tema yang luas dan sering pula dikenal dengan instilah

transdiciplinary. Sejumlah mata pelajaran diintegrasikan ke dalam tema pelajaran lain di mana hal ini ternyata dapat membantu untuk memperdalam pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran. 6. Keterhubungan Intuisi dan Inquiry

Pendekatan berbasis inquiry adalah salah satu cara yang guru

(34)

BAB IV

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF

Menurut Fogarty (Trianto, 2010:41) ada sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model tergambarkan); (2) the connected model (model terhubung); (3) the nested model (model tersarang; (4) the sequenced model (model terurut); (5) the shared model (model terbagi); (6) the webbed model (model terjaring); (7) the threaded model (model tertali); (8) the integrated model (model terpadu); (9) the immersed model (model terbenam); (10)

the networked model (model jaringan). Masing-masing model tersebut dapat diuraikan secara singkat dalam tabel berikut.

Nama Model Deskripsi Kelebihan Kelemahan

(35)
(36)

yang dipelajari

Dari kesepuluh model pembelajaran integratif tersebut, ada tiga model yang tepat kalau diterapkan dalam konteks pembelajaran persekolahan tingkat dasar, yaitu connected model, webbed model, dan integrated model.

A. Model Keterhubungan (connected model)

Model keterhubungan menyajikan relasi yang eksplisit dalam suatu mata pelajaran, yaitu satu konsep ke konsep yang lain, satu keterampilan ke keterampilan yang lain, satu model ke model yang lain dalam satu bidang studi. Dalam model pembelajaran keterhubungan, kata kuncinya adalah adanya upaya untuk menghubungkan bidang kajian dalam satu disiplin ilmu tertentu, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Dengan kata lain bahwa pembelajaran integratif model connected adalah pembelajaran yang dilakukan dengan mengaitkan satu topik dengan topik berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya, mengaitkan satu tugas dengan tugas lainnya dalam satu bidang studi. (Sukayati, 2004:5).

Kimia Fisika Biologi

(37)

Kelebihan model connected ini adalah: (1) dengan penghubungan inter bidang studi, peserta didik diharapkan memiliki wawasan yang luas sebagaimana bidang studi yang fokus pada suatu bidang kajian tertentu; (2) peserta didik dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara berkelanjutan, sehingga internalisasi pengetahuan pada diri peserta didik akan semakin kuat; (3) menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi memungkinkan peserta didik mampu mengkaji, mengkonseptualisasikan, memperbaiki, dan mengasimilasi ide-ide kreatif dalam memecahkan suatu masalah (Trianto, 2010:46).

Sedangkan kelemahan model connected adalah : (1) masih kelihatan terpisahnya inter bidang studi; (2) kurang mendorong guru untuk membentuk

team teaching, sehingga isi materi ajar tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep antar bidang studi; (3) dalam memadukan ide-ide pada satu bidang studi, maka upaya untuk menghubungkan antar bidang studi menjadi terabaikan (Trianto, 2010:47)

B. Model Jaring laba-laba (Webbed model)

Model pembelajaran integratif jaring laba-laba pada dasarnya merupakan pembelajaran terpadu. Model ini dikembangkan mulai dari penentuan tema yang dipilih antara guru dan peserta didik, atau antara guru dengan guru. Setelah tema disepakati kemudian dikembangkan ke dalam sub-sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang studi yang lain. Dari sub-sub tema ini kemudian dikembangkan ke dalam berbagai aktivitas pembelajaran (Sukayati, 2004:5).

(38)

Kelebihan model jaring laba-laba ini adalah: (1) penentuan tema yang sesuai dengan minat anak akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik; (2) mudah dilakukan oleh guru, walaupun belum berpengalaman; (3) mudah dalam membuat perencanaan; (4) memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide terkait. Sedangkan kelemahannya adalah: (1) terkadang sulit untuk menentukan tema; (2) cenderung untuk merumuskan tema-tema yang dangkal; (3) dalam kegiatan pembelajaran, terkadang guru lebih memusatkan pada kegiatan dari pada pengembangan konsep konten materi ajarnya (Trianto, 2010:48).

C. Model Keterpaduan (Integrated model)

Model integrated ini menggunakan pendekatan antar mata pelajaran, dimana model ini dilakukan dengan menggabungkan beberapa mata pelajaran dengan menetapkan prioritas kurikulum dan menemukan keterampilan, sikap dan konsep yang tumpah tindih dalam beberapa mata pelajaran (Sukayati, 2004:5).

Langkah awal yang dilakukan jika mengikuti model ini adalah mula-mula guru menyeleksi keterampilan, sikap dan konsep-konsep yang tumpang tindih antar beberapa mata pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, misalnya IPA, Bahasa Indonesia, IPS, Matematika dan lain-lain. Selanjutnya dipilih beberapa keterampilan, sikap dan konsep yang tumpang tindih tersebut yang memiliki keterhubungan erat kemudian dicarikan tema yang dapat mewadahi beberapa konsep yang tumpah tindih tersebut untuk dijadikan sebagai tema pembelajaran.

Gambar : Diagram Peta Integrated

(39)
(40)

BAB V

PEMETAAN KOMPETENSI, INDIKATOR, DAN TEMA

Dalam implementasi kurikulum 2013 ini, tugas guru sebenarnya lebih ringan dibandingkan dengan sebelumnya karena guru tidak lagi dituntut untuk menyusun jaringan tema-tema pembelajaran sebagaimana sebelumnya. Kementerian terkait telah telah menyiapkan buku bagi peserta didik dan guru yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran.

(41)

Namun demikian, walupun sudah disediakan buku dari kementerian terkait, sebagai seorang guru dituntut mampu menyusun sendiri hal-hal yang terkait dengan pembelajaran tematik integratif termasuk di dalamnya pemetaan tema dan penyusunan jaringan tema. Hal ini dimaksudkan untuk membekali para guru agar mampu berpikir kritis sesuai dengan konteks lingkungan yang melingkupinya dan mampu mengkritisi berbagai buku ajar yang ada dihadapannya. Bagaian ini akan mengurai secara singkat tentang pemetaan KI dan Indikator serta mengurai tentang jaringan tema.

A. Pemetaan KI, KD, dan Indikator

Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua kompetensi inti, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan pemetaan ini dilakukan melalui kegiatan berikut.

1. Penjabaran KI, KD ke dalam Indikator

Dalam struktur kurikulum 2013 dikenal adanya Kompetensi Inti, yaitu kompetensi yang mencakup seluruh domain individu yang harus dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran. Kompetensi inti ini terdapat dalam seluruh tingkatan dan jenjang pendidikan yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran.

Kompetensi Inti terdiri dari empat macam, yaitu kompetensi sikap religius (KI-1), kompetensi sikap sosial (KI-2), kompetensi pengetahuan (KI-3), dan kompetensi keterampilan (KI-4). Dalam praktik pembelajaran di kelas, setiap pertemuan diharapkan guru memasukan pengembangan KI-1 dan KI-2 melalui pembiasaan dan latihan yang kontinyu mengingat spirit yang dikembangkan kurikulum 2013 ini adalah penekanan pengembangkan aspek afektif atau sikap peserta didik.

(42)

2. Pemetaan keterhubungan KD dan Indikator ke dalam Tema

Setelah melakukan pemetaan KI, KD dan indikator, langkah berikutnya adalah menghubungkannya dengan tema pembelajaran. Adapun langkah kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut. a. Memetakan semua mata pelajaran yang diajarkan pada satu tingkatan

kelas

b. Mengindentifikasi Kompetensi Inti, dan KD setiap mata pelajaran c. Menjabarkan Kompetensi Dasar ke dalam Indikator kompetensi

d. Mengidentifikasi tema-tema berdasarkan keterhubungan antara KD dan Indikator pembelajaran mata pelajaran pada satu tingkatan kelas. Dalam melakukan identifikasi ini semua harus terbagi habis, apabila tidak dimungkinkan dapat dimunculkan tema baru untuk mewadahi KD dan indikator yang tidak tercakup (Trianto, 2010:144).

(43)

B. Menetapkan jaringan tema 1. Hakekat jaringan tema

Jaringan tema merupakan pola hubungan antara tema tertentu dengan sub-sub pokok bahasan yang diambil dari berbagai bidang studi (Trianto, 2010:148). Jaringan tema ini diharapkan membantu peserta didik dalam memahami suatu materi ajar secara interdisipliner, dan sekaligus melatih peserta didik untuk berpikir holistik integratif.

Jaringan tema ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pengembangan pembelajaran tematik integratif. Jaringan tema dapat disebut sebagai basis dan muara dalam pembelajaran tematik; disebut sebagai basis karena dalam pengembangan pembelajaran tematik integratif harus didasarkan pada jaringan tema yang sudah ada; sedangkan sebagai muara karena melalui pembelajaran tematik integratif ini diharapkan peserta didik mampu berpikir integratif dalam menyelesaikan berbagai persoalan.

2. Teknik membuat jaringan tema

Dalam menentukan jaringan tema ada beberapa langkah kerja yang harus dilakukan, yaitu menentukan tema, menginventarisasi materi yang masuk dalam tema, mengelompokkan materi ke dalam rumpun mata pelajaran, menghubungkan materi dengan tema (Trianto, 2010:150) a. Menentukan tema

Dalam menentukan tema ada dua cara, yaitu :

1) Cara induktif, yaitu dengan cara mempelajari kompetensi yang ada pada masing-masing mata pelajaran kemudian menentukan tema yang sesuai dengan tuntutan kompetensi tersebut.

(44)

Dalam menentukan tema ini, ada beberapa prinsip yang harus dipegangi guru, yaitu: a) memperhatikan keadaan lingkungan terdekat peserta didik; b) tema disusun dengan memperhatikan squance materi ajar, yaitu dari yang mudah ke yang sulit, dari yang sederhana menuju yang kompleks, dari yang konkrit menuju ke yang abstrak; c) tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir peserta didik; d) ruang lingkup tema yang dipilih harus disesuaikan dengan minat, kebutuhan, dan tingkat berpikir peserta didik.

a. Menginventarisasi materi yang sesuai dengan tema yang sudah ditentukan.

b. Mengelompokkan materi-materi yang sudah diinventarisir ke dalam rumpun mata pelajarannya masing-masing. Hal demikian dimaksudkan untuk mempermudah keterkaitan antar tema masing-masing mata pelajaran.

c. Menghubungkan materi-materi yang telah dikelompokkan dalam rumpun mata pelajaran dengan tema.

Tema dalam pembelajaran tematik dapat diambil dari beberapa sumber, yaitu isu-isu aktual yang sedang terjadi di lingkungan peserta didik, masalah-masalah yang dirasakan peserta didik, event-event

khusus, dari keinginan peserta didik, dari literatur yang dipilih. Tema dalam pembelajaran tematik dikembangkan kriteria berikut.

a. Minat peserta didik pada kegiatan yang menarik dapat dijadikan kriteria tema, seperti hari libur. Kegiatan hari libur sangat menyenangkan bagi peserta didik misalnya bermemain bola, pergi ke sawah, berkebun, dan sebagainya.

b. Minat guru yang berhubungan dengan kegiatan sekolah, peserta didik atau proses pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman peseta didik. misalnya tentang tema koperasi sekolah. c. Kebutuhan siswa-siswi, yaitu sesuatu yang dibutuhkan peserta didik

(45)

penjelasan, nasehat yang dapat menjauhkan mereka dari perkelahian antar pelajar, mereka perlu pemecahan atau jalan keluar, mereka diajak berdiskusi dalam mencari pemecahan soal perkelahian antar pelajar. Dengan demikian, perkelahian pelajar dapat dijadikan sebagai tema pembelajaran (Ahmad Nursobah, 2012:2).

3. Kriteria jaringan tema

Untuk membuat jaringan tema yang baik, ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yaitu simpel, sinkron, logis, mudah dipahami, dan terpadu (Trianto, 2010:151)

a. Simpel

Pembuatan jaringan tema adalah tahap awal yang nantinya akan digunakan untuk penyusunan silabus dan perencanaan pembelajaran. Oleh karenanya jaringan tema harus dibuat yang simpel, tidak berbelit-belit, menggunakan kata-kata atau kalimat lugas, dan sederhana yang mampu menggambarkan keterkaitan antara materi yang terjaring dengan tema tersebut.

b. Sinkron

Jaringan tema meliputi mencakup dua hal pokok, yaitu tema pengikat dan materi terkait yang dianggap tercakup di dalamnya. Jaringan tema yang baik menuntut adanya sinkronisasi antara tema dan materi-materi ajar yang terkait.

c. Logis

Selanjutnya, setelah terjadi sinkronisasi antara tema dan materi-materi yang terkait tentunya jaringan tersebut logis. Maksudnya bahwa materi-materi ajar yang terjaring dalam tema tersebut memang benar-benar memiliki keterkaitan erat sehingga materi tersebut tidak masuk ke tema lain.

d. Mudah dipahami

(46)

dalam berbagai hal. Jaringan tema jangan hanya dapat dipahami oleh penyusun, sementara orang lain merasa kesulitan untuk memahaminya. Oleh karena itu jaringan tema sebaiknya disusun dengan menggunakan tingkat logika dan struktur bahasa yang sederhana agar mudah dipahami berbagai pihak.

e. Terpadu

(47)

BAB VI

PENDEKATAN SAINTIFIK (scientific approach)

A. Pengertian

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mampu mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui lima tahap kegiatan pokok, yaitu mengamati (observing), menanya (questioning), melakukan/ mencoba (experimenting), menghubungkan/ mengasosiasi

(asociating), dan mengkomunikasikan (communicating). Tahapan-tahapan tersebut merupakan bagian dari kegiatan ilmiah yang harus dilakukan dalam upaya mencari jawaban atas masalah atau menemukan kebenaran. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut peserta didik akan dilatih untuk mengidentifikasi untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.

Pendekatan saintifik akan menuntun pemahaman peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, dimana informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran harus diciptakan yang mampu mendorong peserta didik dalam mencari tahu tentang suatu informasi (materi ajar) dari berbagai sumber belajar melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan.

(48)

B. Kriteria pembelajaran saintifik

Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan guru dalam mengembangkan pembelajaran saintifik di sekolah agar berhasil. Kriteria ini sangat diperlukan guna membedakan antar model pembelajaran saintifik dengan model pembelajaran yang lain. Beberapa kriteria pembelajaran saintifik yang dimaksud adalah:

1. Materi pembelajaran dirumuskan guru berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran yang logik; bukan sebatas kira-kira, angan-angan, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 2. Penjelasan dari guru, respon dari peserta didik, dan interaksi edukatif

antara guru dan peserta didik dikembangkan dengan mengedepankan prinsip objektivitas dan ilmiah, bukan didasarkan atas prasangka yang subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menciptakan suasana yang mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk berpikir kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran dalam realitas kehidupan sehari-hari.

4. Suasana pembelajaran didesain sedemikian rupa, sehingga mampu mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. Berpikir hipotetik adalah cara berpikir dengan menghubungkan berbagai ide dan pemikiran untuk menganalisis dan memecahkan masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari; menyusun rencana pemecahan masalah, mencoba melakukan pemecahan masalah dan menguji kembali secara sistematis pemecahan masalah. 5. Iklim pembelajaran dikondisikan agar mendorong dan menginspirasi

(49)

6. Materi pembelajaran yang dikembangkan berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah akademik. 7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas

Tujuan pembelajaran perlu dirumuskan secara jelas, menggunakan kata atau kalimat yang mudah dipahami semua orang. Tujuan pembelajaran harus operasional, teramati dan terukur agar memudahkan dalam mengukur tingkat keberhasilannya.

8. Metode pembelajaran dikembangkan dengan mengedepankan learning by fun.

Metode pembelajaran yang menyenangkan dimaksudkan untuk menjadikan pembelajaran sebagai forum yang menarik dan menyenangkan. Dalam beberapa literatur psikologi disebutkan bahwa pembelajaran yang menyenangkan akan memungkinkan peserta didik mampu berkonsetrasi lebih lama dalam mengikuti pembelajaran karena adanya aktivasi otak kiri dan otak kanan. Selain itu, informasi yang diterima individu dalam suasana yang menyenangkan akan cepat terserap dan kuat tersimpan dalam memori individu.

C. Prinsip pembelajaran saintifik

Dalam mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, guru perlu memperhatikan prinsip berikut.

1. Pembelajaran berpusat pada peserta didik (child centered oriented)

(50)

2. Pembelajaran membentuk students’ self concept

Pembelajaran yang dikembangkan guru harus mampu membentuk konsep diri pada pesera didik, yaitu peserta didik memiliki konsep yang positif terhadap dirinya sendiri sebagai individu yang memiliki kemampuan yang „luar biasa‟ yang dapat berbuat, menemukan, mengembangkan, dan memanfaatkan ilmu pengetahuan. Selain itu, pembelajaran yang dikembangkan guru harus mampu mengajarkan kepada peserta didik prinsip-prinsip dasar logika ilmiah yang memungkinkan peserta didik untuk memanfaatkannya dalam memahami, mengkritisi berbagai permasalahan yang dihadapinya.

3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme

Pembelajaran saintifik diarahkan untuk membentuk diri peserta didik menjadi insan akademik melalui pengamatan dan percobaan. Pengmatan dan percobaan yang dilakukan guru bersama peserta didik memungkinkan peserta didik memiliki pengetahuan tentang sesuatu secara langsung melalui inderanya, melalui pembuktian ilmiah dan tidak hanya kata-kata tentang kebenaran dari orang lain.

4. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip. Hal tersebut akan tercapai melalui kegiatan pembelajaran yang selalu mengajak peserta didik untuk melakukan, mempraktikkan, mengeksplorasi dan melakukan experimen.

5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir peserta didik.

(51)

6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan motivasi mengajar guru.

Peningkatan motivasi peserta didik akan meningkat manakala guru mampu memenuhi instink quriosity peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Instink rasa ingin tahu peserta didik yang sedang muncul harus difasilitasi melalui kegiatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan yang ada pada dirinya tentang realitas.

7. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.

Kemampuan berkomunikasi merupakan perwujudan dari tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajarn sekaligu untuk mengembangkan sikap keberanian dan tanggung jawab pesera didik. Kemampuan berkomunikasi dapat dikembangkan guru melalui komunikasi lisan dan tertulis, sehingga setiap kegiatan pembelajaran peserta didik diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan pemahamannya atas materi ajar.

8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya.

Validasi ini dilakukan guru di tengah-tengah kegiatana pembelajaran atau diakhir waktu. Kegiatan validasi bermanfaat untuk memantapkan kebenaran ilmiah yang ditemukan dalam kegiatan pembelajaran pada saat itu, dan juga untuk meluruskan kemungkinan terjadinya kesalahan pemahaman peserta didik atas materi pembelajaran.

D. Langkah-langkah pembelajaran saintifik

(52)

pengembangan integratif tersebut, peserta didik diharapkan menjadi manusia total yang kreatif, inovatif, dan produktif.

Gambar : performa peserta didik yang total integratif

Dalam Permendikbud Nomor 81A/2013 dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan pendekatan saintifik, kegiatan belajar mengajar dikembangkan melalui lima kegiatan utama, yaitu mengamati, menanya, melakukan/ mencoba/mengumpulkan informasi/mengeksplorasi, mengasosiasi/ mengolah informasi dan mengkomunikasikan. Lima kegiatan tersebut merupakan aktivitas pokok dalam aktivitas ilmiah dan dilakukan secara berurutan.

(53)

tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

Kegiatan yang ketiga adalah melakukan atau mencoba atau mengumpulkan informasi yang meliputi aktivitas melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek atau kejadian atau aktivitas, wawancara dengan nara sumber. Kompetensi yang ingin dikembangkan melalui kegiatan ini adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Kegiatan mengasosiasi atau mengolah informasi meliputi aktivitas mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan atau eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi dan pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kompetensi yang ingin dikembangkan melalui kegiatan asosiasi ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Kegiatan yang kelima adalah mengkomunikasikan yang meliputi aktivitas menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi yang ingin dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

Gambar

Gambar : Diagram Peta Keterhubungan
Gambar : performa peserta didik yang total integratif
gambar gambar

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang menyebabkan peserta didik dengan model pembelajaran Scramble dan Time Token Arends (TTA) memiliki peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis

Skor concept map pada siklus II mempunyai rentang 7,5% - 61,62% dan rata-rata 19,4%, dengan 34% peserta didik diatas skor rata-rata, dengan demikian penerapan

Jumlah peserta didik yang memiliki skor di atas rata-rata pada prasiklus sebanyak 14 peserta didik menurun menjadi 10 peserta didik pada siklus I dan 7 peserta didik

didik pada siklus I diketahui bahwa aktivitas yang dilakukan peserta didik belum maksimal. Beberapa orang peserta didik masih belum melakukan kegiatan seperti

Kelompok biasanya terdiri atas tiga, empat sampai dengan lima orang peserta didik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya

Berbeda dengan taksonomi Bloom, taksonomi SOLO (Structur of the observed learning outcome), selain mampu mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik, seorang

01 terkhususnya dalam pengajaran PAK tidak ada buku pegangan murid. Hal ini juga dirasakan di SD Ngajaran 03 yang mana buku tidak lengkap dan harus usaha sendiri.

Pengaruh Pemanfaatan Media Pembelajaran Buku Pop Up Pada Materi Struktur Bumi dan Matahari Kelas V Sekolah Dasar .... Penilaian Peserta Didik Terhadap