• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Penyakit Menular Seksual. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Penyakit Menular Seksual. docx"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Penyakit Menular Seksual

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual (Daili, 2007; Djuanda, 2007). Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik (Daili, 2009). Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid,

herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi (Holmes, 2005; Kasper, 2005).

(2)
(3)

sebanyak 16.110 kasus atau terdapat tambahan 4.969 kasus baru selama tahun 2008. Kematian karena AIDS hingga tahun 2008 sebanyak 3.362 kematian (Depkes, 2009). Di Propinsi Sumatera Utara sendiri, dari 12.855.845 jumlah penduduk yang tercatat, ada sedikitnya 2947 yang menderita infeksi menular seksual (Depkes, 2008).

Penyakit menular seksual juga merupakan penyebab infertilitas yang tersering, terutama pada wanita. Antara 10% dan 40% dari wanita yang menderita infeksi klamidial yang tidak tertangani akan berkembang menjadi pelvic

inflammatory disease (WHO, 2008).

Dari data dan fakta di atas, jelas bahwa infeksi menular seksual telah menjadi problem tersendiri bagi pemerintah. Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja dan dewasa muda, terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan remaja akan infeksi menular seksual. Wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan- penyuluhan yang diakukan oleh pemerintah dan badan-badan kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran yang secara khusus mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid sekolah menengah atas, terutama siswi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

(4)

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi penyakit HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.

b. Mahasiswa dapat mengetahui tentang distribusi dan frekuensi penyakit HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.

c. Mahasiswa dapat mengetahui tentang etiologi penyakit HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.

d. Mahasiswa dapat mengetahui tentang mekanisme HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore. e. Mahasiswa dapat megetahui tentang cara penularan HIV/AIDS, Sifilis dan

Gonore.

f. Mahasiswa dapat mengetahui tentang manifestasi klinis HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.

g. Mahasiswa dapat mengetahui tentang cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.

BAB II

TINJAUAN DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Penyakit Menular Seksual

(5)

melakukan hubungan seksual dengan berganti – ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal (Sjaiful, 2007).

2. Bahaya Penyakit Menular Seksual

Penyakit menular seksual menyebabkan infeksi saluran reproduksi yang harus dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit perkepanjangan, kemandulan dan kematia (Sjaiful, 2007).

3. Tanda dan Gejala Penyakit Menular Seksual (Sajaiful, 2007)

a. Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual. b. Rasa nyeri pada perut bagian bawah.

c. Pengeluaran lender pada vagina/alat kelamin.

d. Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya.

e. Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal. f. Timbul becak-bercak darah setelah berhubungan seks.

g. Bintil – bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin.

B. PEMBAHASAN

1. Penyakit HIV/AIDS

a. Definisi HIV/AIDS

(6)

yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007c).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim

reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia,

dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).

(7)

Penyakit ini sudah lama ada hanya saja belum disadari oleh para ilmuwan bahwa kasus–kasus yang ditemukan adalah kasus AIDS. Baru pada tahun 1981 Amerika Serikat melaporkan kasus–kasus penyakit infeksi yang jarang terjadi ditemukan dikalangan homoseksual, yang kemudian dirumuskan sebagai penyakit Gay Related Immune Deficiency (GRID), yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan kaum gay/homoseksual.

Kemudian pada tahun 1982, CD–USA (Centers for Disease Control) Amerika Serikat untuk pertama kali membuat definisi AIDS. Sejak saat itulah survailans AIDS dimulai. Dan juga ditemukan penyebab kelainan ini adalah LAV (Lymphadenophaty Associaterd Virus ) oleh Luc Montagnier dari pasteur Institut, Paris.

Pada tahun 1984 Gallo dan kawan–kawan dari National Institute of Health, Bethesda, Amerika Serikat menemukan HTLV III ( Human T Lymphotropic Virus type III) sebagai sebab kelainan ini.

Pada tahun 1985 ditemukan Antigen untuk melakukan tes ELISA, suatu tes untuk mengetahui terinfeksi virus itu atau tidaknya seseorang.

Pada tahun 1986, International Commintte on Taxonomi of Viruses, memutuskan nama penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai pengganti nama LAV dan HTLV III.

(8)

1987, ada enam orang yang didiagnosis HIV positif, dua di antara mereka mengidap AIDS.

Sejak ditemukan tahun 1978, secara kumulatif jumlah kasus AIDS di Indonesia sampai dengan 30 September 2009 sebanyak 18.442 kasus. jumlah ini semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Data Kementerian Kesehatan akhir 2009 menyebutkan penderita AIDS kelompok umur 20-29 tahun di Indonesia mencapai 49,07 persen. Berikutnya kelompok umur 30-39 tahun dengan 30,14 persen. Berdasarkan jenis kelamin 14720 kasus atau 73,7 persen diderita pria dan 5163 kasus adalah perempuan. Berdasarkan cara penularan, kasus AIDS kumulatif tertinggi melalui hubungan heteroseksual (50,3 persen), pengguna napza suntik/ penasun (40,2 persen), dan hubungan homoseksual (3,3 persen).Jumlah kasus AIDS kumulatif 19.973 kasus yang tersebar di 32 Provinsi di Indonesia. Penderita HIV positif terbanyak berada di DKI Jakarta dari Propinsi DKI Jakarta (7766), disusul Jawa Timur (4553), Jawa Barat (3077), Sumatera Utara (2783), dan Kalimantan Barat (1914).

Pada tahun 2014 diproyeksikan jumlah infeksi baru HIV usia 15-49 tahun sebesar 79.200 dan proyeksi untuk ODHA usia 15-49 tahun sebesar 501.400 kasus. Demikian laporan triwulan ketiga tahun 2009 Surveilans AIDS Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Depkes.

c. Etiologi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab

(9)

silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev

membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef

menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).

d. Mekanisme Penyakit (RAP)

a. Tahap Pre Patogenesis

Tahap pre patogenesis tidak terjadi pada penyakit HIV AIDS. Hal ini karena penularan penyakit HIV terjadi secara langsung (kontak langsung dengan penderita). HIV dapat menular dari suatu satu manusia ke manusia lainnya melalui kontak cairan pada alat reproduksi, kontak darah (misalnya trafusi darah, kontak luka, dll), penggunaan jarum suntik secara bergantian dan kehamilan. b. Tahap Patogenesis

(10)

zoster secara berulang-ulang, infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh Candida albicans, bercak-bercak gatal di seluruh tubuh, serta pembengkakan kelenjar getah bening secara menetap di seluruh tubuh. Akibat rusaknya sistem kekebalan, penderita menjadi mudah terserang penyakit-penyakit yang disebut penyakit oportunitis. Penyakit yang biasa menyerang orang normal seperti flu, diare, gatal-gatal, dan lain-lain. Bisa menjadi penyakit yang mematikan di tubuh seorang penderita AIDS.

c. Tahap Inkubasi

Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat tedeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.

d. Tahap Penyakit Dini

(11)

antibody HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang beresiko terkena virus HIV.

e. Tahap Penyakit Lanjut

Pada tahap ini penderita sudah tidak bias melakukan aktivitas apa-apa. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk serta nyeri dada. Penderita mengalami jamur pada rongga mulut dan kerongkongan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada sistem persyarafan ujung (peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang selalu mengalami tensi darah rendah dan impotent. Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (folliculities), kulit kering berbercak-bercak.

f. Tahap Post Patogenesis (Tahap Penyakit Akhir)

Fase ini merupakan fase terakhir dari perjalanan penyakit AIDS pada tubuh penderita. Fase akhir dari penderita penyakit AIDS adalah meninggal dunia.

e. Mekanisme Penularan Penyakit

HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007).

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006).

(12)

Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.

b) Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV. c) Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.

d) Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.

e) Melalui transplantasi organ pengidap HIV. f) Penularan dari ibu ke anak.

g) Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.

f. Manifestasi Klinis

(13)

Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa gagal tumbuh, berat badan menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati, dan hepatosplenomegali. Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.

g. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan

Program pencegahan penularan dan penyebaran HIV lebih dipusatkan pada pendidikan masyarakat mengenai cara-cara penularan HIV. Dengan demikian, masyarakat (terutama kelompok perilaku resiko tinggi) dapat mengubah kebiasaan hidup mereka sehingga tidak mudah terjangkit HIV. Dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari HIV/AIDS adalah sebagai berikut :

a. Membiasakan Diri dengan Perilaku Seks yang Sehat

(14)

diri dari penularan HIV. Misalnya, dengan tidak berhubungan seks di luar nikah, tidak berganti-ganti pasangan, dan menggunakan pengaman (terutama pada kelompok perilaku beresiko tinggi) sewaktu melakukan aktivitas seksual.

b. Menggunakan Jarum Suntik dan Alat-alat Medis yang Steril

Para tenaga medis hendaknya memperhatikan alat-alat kesehatan yang mereka gunakan. Jarum suntik yang digunakan harus terjamin sterilitasnya dan sebaiknya hanya sekali pakai. Jadi, setiap kali menyuntik pasien, seorang tenaga medis harus memakai jarum suntik yang haru. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penularan HIV melalui jarum suntik. Selain itu, penggunaan sarung tangan lateks setiap kontak dengan cairan tubuh juga dapat memperkecil peluang penularan HIV.

c. Menjauhi Segala Bentuk Penggunaan Narkoba

Para pangguna narkoba sangat rentan tertular HIV, terutama pengguna narkoba suntik. Fakta menunjukkan bahwa penyebaran HIV di kalangan pengguna narkoba suntik tiga sampai lima kali lebih cepat dibanding perilaku resiko lainnya.

d. Tidak Terima Transfusi Darah dari Orang yang Mengidap HIV

Pemeriksaan medis yang ketat pada setiap transfusi darah dapat mencegah penularan HIV. Sebelum transfusi darah berlangsung, para ahli kesehatan sebaiknya melakukan tes HIV untuk memastikan bahwa darah yang akan didonorkan bebas dari HIV.

(15)

Meskipun hamil adalah hak setiap wanita, namun bagi wanita pengidap HIV dianjurkan untuk tidak hamil. Sebab, wanita hamil pengidap HIV dapat menularkan virus kepada janin yang dikandungnya. Jika ingin hamil, sebaiknya mereka selalu berkonsultasi.

Program penanggulangan HIV/AIDS yaitu lewat jalur pendidikan mempunyai arti yang sangat strategis karena besarnya populasi remaja di jalur sekolah dan secara politis kelompok ini adalah aset dan penerus bangsa. Salah satu kelompok sasaran remaja yang paling mudah dijangkau adalah remaja di lingkungan sekolah (closed community) (Muninjaya, 1998).

Keimanan dan ketaqwaan yang lemah serta tertekannya jiwa menyebabkan remaja berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan hidup dan ingin diterima dalam lingkungan atau kelompok tertentu. Oleh karena itu diperlukan peningkatan keimanan dan ketaqwaan melalui ajaran-ajaran agama. (BNN, 2009)

Sebagian masyarakat Indonesia menggangap bahwa seks masih merupakan hal yang tabu. Termasuk diantaranya dalam pembicaraan, pemberian informasi dan pendidikan seks. Akibatnya jalur informasi yang benar dan mendidik sulit dikembangkan (Zulaini, 2000).

Cara-cara mengurangi resiko penularan AIDS antara lain melalui seks aman yaitu dengan melakukan hubungan seks tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, anus, ataupun mulut.

2. Penyakit Sifilis

(16)

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh.

Penyakit sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakiti ini mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, saraf dan dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang di kandungnya. Sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada bayi tersebut. Sifilis sering disebut sebagai “Lues Raja Singa”.

b. Distribusi Frkuensi

Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementar di Cina, laporan menunjukkan jumlah kasus yang diaporkan naik dari 0,2 per 10.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki.

Penyakit menular sexual (PMS) didunia kesehatan sekarang sudah banyak dibahas dan menjadi percakapan. Hali ini dikarenakan semakin bertambahnya penderita PMS. Baik menimpa secara langsung maupun tidak langsung.

(17)

Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk golongan Spirochaeta dan genus treponema yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar ( Soedarto, 1990 ).

d. Gejala

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia. Sedangkan pada fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali muncul. Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan; sebelum perkembangan tes serologikal.

e. Mekanisme Penyakit ( RAP )

a) Tahap1

(18)

genetalia, anus bahkan mulut. Pada kasus yang tidak diobati (sampai 1 tahun berakhir), setelah beberapa minggu, chancre akan menghilang tapi bakteri tetap berada di tubuh penderita.

b) Tahap 2

1-2 bulan kemudian, muncul gejala lain: sakit tenggorokan, sakit pada bagian dalam mulut, nyeri otot, demam, lesu, rambut rontok dan terdapat bintil. Beberapa bulan kemudian akan menghilang. Sejumlah orang tidak mengalami gejala lanjutan.

c) Tahap 3

Dikenal sebagai tahap akhir sifilis. Pada fase ini chancre telah menimbulkan kerusakan fatal dalam tubuh penderita. Dalam stase ini akan muncul gejala: kebutaan, tuli, borok pada kulit, penyakit jantung, kerusakan hati, lumpuh dan gila.

f. Mekanisme Penularan Penyakit

Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus). Luka terjadi terutama pada alat kelamin eksternal, vagina, anus, atau di dubur. Luka juga dapat terjadi di bibir dan dalam mulut, Wanita hamil dengan penyakit ini dapat terbawa ke bayi. Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan.

(19)

saat melakukan hubungan seksual (misal) bakteri memasuki vagina melalui sepalut lendir dalam vagina, anus atau mulut melalui lubang kecil. Sifilis sangan infeksius pada tahap 1 dan 2. selain juga dapat disebarkan per-plasenta.

g. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan

Sama seperti penyakit menular seksual lainnya, sifilis dapat di cegah dengan cara melakukan hubungan seksual secara aman misalkan menggunakan kondom.

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :

a. Tidak berganti-ganti pasangan.

b. Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.

c. Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.

3. Penyakit Gonore

a. Definisi Penyakit Gonore

Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria

gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan

tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).

(20)

Infeksi gonore ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara berkembang. Di Swedia, insiden gonore dilaporkan sebanyak 487/100.000 orang yang menderita pada tahun 1970. Pada tahun 1987 dilaporkan sebanyak 31/100.000 orang yang menderita, pada tahun 1994 dilaporkan penderita gonore semakin berkurang yaitu hanya sekitar 31/100.000 orang yang menderita. Di Amerika Serikat, insiden dari kasus gonore mengalami penurunan. Di dunia diperkirakan terdapat 200 juta kasus baru setiap tahunnya.

c. Etiologi

Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).

(21)

d. Gejala

Gejala dari penyakit ini tebagi atas dua yaitu gejala yang terdapat pada laki – laki dan perempuan, dimana gejala tersebut adalah sebagai berikut :

a. Gejala pada laki – laki

 Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi.

 Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra, yang beberapa jam

kemudian diikuti oleh nyeri ketika berkemih dan keluarnya nanah dari penis.  Penderita sering berkemih dan merasakan desakan untuk berkemih, yang semakin

memburuk ketika penyakit ini menyebar ke uretra bagian atas. Lubang penis tampak merah dan membengkak.Pada wanita, gejala awal bisa timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi.

b. Gejala pada wanita

 Penderita wanita seringkali tidak menunjukkan gejala selama beberapa minggu

atau bulan, dan diketahui menderita penyakit ini hanya setelah mitra seksualnya tertular.

 Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Tetapi beberapa penderita

menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri ketika berkemih, keluarnya cairan dari vagina dan demam.

 Infeksi bisa menyerang leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra dan

rektum; menyebabkan nyeri pinggul yang dalam atau nyeri ketika melakukan hubungan seksual.

 Nanah yang keluar bisa berasal dari leher rahim, uretra atau kelenjar di sekitar

lubang vagina.

 Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seksual melalui anus

(22)

 Penderita merasakan tidak nyaman di sekitar anusnya dan dari rektumnya keluar

cairan. Daerah di sekitar anus tampak merah dan kasar, tinjanya terbungkus oleh lendir dan nanah.

 Pada pemeriksaan dengan anaskop akan tampak lendir dan cairan di dinding

rektum penderita.

 Melakukan hubungan seksual melalui mulut (oral sex) dengan seorang penderita

gonore bias menyebabakn gonore pada tenggorokan (faringitis gonokokal).

 Biasanya infeksi ini tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang menyebabkan nyeri

tenggorokan dan gangguan menelan.

 Jika cairan yang terinfeksi mengenai mata maka bisa terjadi infeksi mata luar

(konjungtivitis gonore).

 Bayi baru lahir bisa terinfeksi oleh gonore dari ibunya selama proses persalinan,

sehingga terjadi pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan dari matanya keluar nanah.

 Pada dewasa, bisa terjadi gejala yang sama, tetapi seringkali hanya 1 mata yang

terkena.

 Jika infeksi ini tidak diobati bisa terjadi kebutaan.

e. Cara Penularan Penyakit

Orang yang terkena gonore umumnya tertular pertama kali dengan orang yang terinfeksi saat melakukan hubungan seksual melalui vagina, oral, anus.

Sedangkan kontak non seksual terjafi pada ibu hamil yang terkena gonore kemudian menularkan pada anaknua saat prose persalinan.

(23)

kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi.

f. Manifestasi Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap nanah, dimana ditemukan bakteri penyebab gonore.Jika pada pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan bakteri, maka dilakukan pembiakan di laboratorium.Jika diduga terjadi infeksi tenggorokan atau rektum, diambil contoh dari daerah ini dan dibuat biakan.

g. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan

Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit gonore ini adalah menghindari gaya hidup aseks bebas dan selalu setia kepada pasangan. Dengan melakukan seks bebas, kita bisa dengan mudah tertutar penyakit gonore ini. Oleh karena itu , untuk memutus rantai penyakit gonore ini, kita tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual. Karena kita tidak pernah tahu seseorang tersebut menderita penyakit gonore maupun penyakit menular seksual yang lainnya.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan :

(24)

2. Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.

3. Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria

gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan

tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).

4. Program pencegahan penularan dan penyebaran HIV lebih dipusatkan pada pendidikan masyarakat mengenai cara-cara penularan HIV.

5. Sifilis dapat di cegah dengan cara melakukan hubungan seksual secara aman misalkan menggunakan kondom.

6. Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit gonore ini adalah menghindari gaya hidup seks bebas dan selalu setia kepada pasangan.

B. SARAN

1. Bagi instansi terkait

a. Dalam rangka mencegah penyebar luasan penyakit seksual ini maka perlu meningkatkan upaya promotif dengan cara melakukan penyuluhan tentang penyakit menular seksual sehingga masyarakat lebih bias waspada.

b. Melakukan pengendalian terhadap makin banyaknya kegiatan seks bebas. 2. Bagi masyarakat

a. Agar dapat mengendalikan dan memutus mata rantai penyebaran penyakit seksual dengan cara tidak berganti – ganti pasangan.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Antara Pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual dengan Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir ... Identifikasi Variabel

Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) melalui Penggunaan Kondom pada Pekerja Seks Komersial (PSK) di Wilayah Mangga Besar Jakarta Pusat

Penyakit menular seksual kencing nanah _ Pengobatan kencing nanah yang paling tepat untuk anda pilih dalam melakukan pengobatan untuk penyakit

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan infeksius awal lesi awal kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan penderita sifilis, bergonta

PMS adalah infeksi atau penyakit yang di tularkan melalui hubungan seks (oral, anal, vagina) atau penyakit kelamin atau infeksi yang di tularkan melalui hubungan seks yang

Ada pengaruh yang signifikan metode penyuluhan tentang penyakit menular seksual (PMS) terhadap sikap penanganan penyakit menular seksual pada remaja jalanan di Rumah

Tidak semua IMS ditularkan hanya melalui hubungan seksual, tetapi ada IMS yang dapat menular melalui kontak langsung dengan alat- alat yang tercemar seperti handuk, termometer, jarum

Cara Penularan Penyakit Orang yang terkena gonore umumnya tertular pertama kali dengan orang yang terinfeksi saat melakukan hubungan seksual melalui vagina, oral, anus.. Sedangkan