Developing The Overall Audit Plan And Audit Program
Jenis – jenis Pengujian Audit
Dalam mengembangkan rencana audit keseluruhan, auditor menggunakan lima jenis pengujian untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Auditor menggunakan prosedur pengukuran risiko untuk menilai risiko salah saji material.
1. Prosedur Pengukuran Risiko
Prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan pemahaman atas entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal, merupakan prosedur penilaian risiko yang dilakukan auditor. Prosedur pengukuran risiko dilakukan untuk menilai risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Auditor melakukan pengujian pengendalian, pengujian subsstantif transaksi, prosedur analitis, serta pengujian atas perincian saldo dalam melakukan penilaian terhadap salah saji material. Empat jenis pengujian tersebut menggambarkan prosedur audit lanjutan yang dilakukan untuk menghadapi risiko-risiko yang teridentifikasi, dan yang akan memberikan dasar bagi opini auditor.
2. Pengujian Pengendalian
Pemahaman auditor terhadap pengendalian internal digunakan untuk mengukur risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit terkait transaksi. Untuk mendapat bukti yang tepat dan mencukupi untuk mendukung pengukuran tersebut, auditor melakukan pengujian pengendalian.
Auditor melakukan penelusuran sistem sebagai bagian dari prosedur untuk mendapatkan pemahaman sebagai upaya membantunya dalam menentukan apakah pengendalian sudah diterapkan. Penelusuran biasanya diterapkan pada satu atau beberapa transaksi dan mengikuti transaksi tersebut di sepanjang pemrosesan.
3. Pengujian Substantif Transaksi
Pengujian substantif merupakan prosedur yang dirancang untuk menguji salah saji rupiah yang secara langsung berpengaruh pada ketepatan saldo laporan keuangan. Auditor mengandalkan tiga jenis pengujian substantif, yaitu: pengujian substantif transaksi, prossedur analitis substantif, serrta pengujian terperinci saldo.
Pengujian substantif transaksi digunakan untuk menentukan apakah keenam tujuan audit transaksi telah terpenuhi untuk setiap kelompok transaksi. Dua diantaranya untuk tujuan transaksi penjualan adalah transaksi penjualan benar-benar terjadi (tujuan keterjadian) dan transaksi penjualan yang ada telah dicatat (tujuan kelengkapan).
4. Prosedur Analitis
Prosedur analitis melibatkan perbandingan-perbandingan jumlah yang tercatat dengan ekspektasi yang dikembangkan oleh auditor. Standar audit mengharuskan prosedur analitis dilakukan selamaperencanaan dan penyelesaian audit. Dua tujuan utama dari prosedur analitis dalam mengaudit saldo akun adalah untuk:
Standar audit menyatakan bahwa prosedur analitis merupakan salah satu jenis pengujian substantif (yaitu prosedur analitis substantif) ketika dilakukan untuk memberikan bukti mengenai suatu saldo akhir akun.
5. Pengujian Terperinci Saldo
Pengujian terperinci saldo memfokuskan pada saldo akhir buku besar baik untuk akun-akun neraca maupun laba rugi. Pengujian saldo akhir sangat penting karena bukti yang biasanya didapatkan dari suatu sumber yang independen dipandang sangat dipercaya. Seperti halnya untuk transaksi, pengujian auditor atas perincian saldo juga harus memenuhi semua tujuan audit terkait saldo untuk setiap akun-akun neraca yang signifikan.
Pengujian
Hubungan Antara Jenis Pengujian dan Bahan Bukti
Masing-masing dari empat jenis prosedur audit lanjutan hanya melibatkan beberapa jenis bukti audit (konfirmasi, dokumentasi, dst). Hubungan antara prosedur audit lanjutan dengan jenis bukti audit:
- Makin banyak jenis bukti, yang jumlah totalnya adalah enam, digunkan untuk menguji peperincian saldo dibandingkan untuk setiap jenis pengujian lainnya.
- Hanya pengujian terperinci saldo yang melibatkan pemeriksaan fisik dan konfirmasi.
- Tanya jawab dengan klien dilakukan untuk setiap jenis pengujian.
- Dokumentasi digunakan di setiap jenis pengujian kecuali prosedur analitis. - Pengerjaan ulang digunakan di setiap jenis pengujian kecuali prosedur
analitis dengan satu pengecualian.
- Penghitungan ulang digunakan untuk memverifikasi akurasi matematis atas transaksi ketika melakukan pengujian substantif transaksi dan saldo akun ketika melakukan pengujian atas perincian saldo.
Metodologi Perancangan Program Audit
Untuk merancang prosedur audit pengujian terperinci saldo, auditor menggunakan suatu metodologi yang berorientasi pada tujuan audit terkait saldo. Jika auditor memverifikasi akun piutang dagang, misalnya, prosedur audit yang direncanakan harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan audit terkait saldo. Dalam merencanakan program audit pengujian terperinci saldo untuk memenuhi tujuan tersebut. Rancangan prosedur biasanya merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan proses perencanaan karena sifatnya yang sangat subjektif dan memerlukan pertimbangan profesional yang besar. Metodologi untuk merancang pengujian terperinci atas saldo – piutang, yaitu:
1. Mengidentifikasi risiko-risiko bisnis klien yang berpengaruh pada akun piutang dagang
auditor dalam risiko bawaan atau risiko pengendalian. Risiko-risiko tersebut kemudian akan berpenaruh pada keluasan bukti yang tepat.
2. Menetapkan salah saji yang dapat diterima dan mengkur risiko bawaan untuk akun piutang dagang
Auditor harus memutuskan penilaian awal materialitas untuk audit secara keseluruhan dan kemudian mengalokasikan totalnya ke saldo akun, untuk mendapatkan salah saji yang dapat diterima untuk setiap saldo yang signifikan. Risiko bawaan diukur dengan mengidentifikasi setiap aspek dari sejarah lingkungan atau operasi klien yang mengidentifikasi kemungkinan salah saji yang tinggi pada laporan keuangan tahun berjalan. Pertimbangan yang memengaruhi risiko bawaan yang dapat diterapkan pada akun piutang dagang yang membentuk jumlah total saldo piutang dagang, sifat bisnis klien, perikatan awal, dan faktor risiko bawaan lainnya. Sebuah saldo akun yang risiko bawaannya dinilai tinggi akan mengakibatkan pengumpulan bukti yang lebih banyak dibandingkan dengan akun yang memiliki risiko bawaan yang rendah.
3. Mengukur risiko pengendalian untuk siklus penjualan dan penagihan
Metodologi untuk mengevaluasi risiko pengendalian akan diterapkan baik pada penjualan maupun penerimaan kas dalam audit piutang dagang. Pengendalian yang efektif akan mengurangi risiko pengendalian dan demikian pula jumlah bukti yang diperlukan untuk pengujian substantif transaksi dan pengujian terperinci saldo akan berkurang, begitu sebaliknya pengendalian yang tidak memadai akan menaikkan jumlah bukti substantif yang diperlukan.
4. Identifikasi risiko-risiko bisnis klien yang berpengaruh pada akun piutang dagang
Auditor melakukan prosedur analitis substantif untuk akun-akun seperti piutang dagang untuk dua tujuan, yaitu: untuk mengidentifikasi kemungkinan salah saji dalam saldo akun tersebut dan untuk mengurangi pengujian audit yang terperinci.
5. Merancang dan melakukan pengujian substantif transaksi untuk siklus penjualan danpenagihan
Pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi dirancang dengan harapan bahwa beberapa hasil tertentu akan didapatkan. Yang akan berpengaruh pada rancangan pengujian terperinci transaksi.
6. Merancang pengujian terperinci saldo akun piutang dagang untuk memenuhi tujuan audit terkait saldo
Kesulitan yang dihadapi auditor dalam merancang pengujian terperinci saldo adalah kebutuhan untuk memprediksi hasil dari pengujian pengendalian, pengujian substantif transaksi, dan prosedur analitis substantif sebelum pengujian-pengujian tersebut dilakukan. Hal ini penting karena auditor hars merancang pengujian tererinci saldo selama fasse perancanaan, namun ketepatan rancangan tersebut berantung pada hasil pengujian-pengujian lainnya.
Empat fase untuk proses audit:
1. Fase I: Merencanakan dan merancang sebuah pendekatan audit
Bertujuan untuk menilai risiko bawaan dan risiko audit yang dapat diterima. Auditor menggunakan penilaian materialitas, risiko audit yang dapat diterima, risik bawaan, risiko pengendalian, dan setiap risiko kecurangan yang teridentifikasi untuk mengembangkan keseluruhan perencanaan audit dan program audit.
Diakhir fase I, auditor harus memiliki suatu rencana audit dan program audit spesifik yang sangat jelas untuk audit secara keseluruhan.
2. Fase II: Melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi
Tujuan dari fase II adalah:
a. Mendapatkan bukti yang mendukung pengendalian tertentu yang berkontribusi terhadap penilaian risiko pengendalian yang dilakukan oleh auditor untuk audit atas laporan keuangan dan untuk audit pengendalian internal atas laporan keuangan dalam suatu perusahaan publik -> dengan melakukan pengujian pengendalian.
b. Mendapatkan bukti yang mendukung ketepatan moneter dalam transaksi-transaksi -> dengan melakukan pengujian terperinci transaksi.
Untuk sistem akuntansi yang terkomputerisasi, auditor sering kali melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi di sepanjang tahun untuk mengidentifikasi transaksi yang signifikan atau tidak biasa dan menentukan apakah ada perubahan yang dilakukan terhadap program komputer klien. Pendekatan ini seringkali dinamakan audit kontinu dan seringkali digunakan dalam audit atas laporan keuangan dan audit atas pengendalian internal yang terintegrasi untuk perusahaan publik.
3. Fase III: Melakuan prosedur analitis dan pengujian terperinci saldo
Tujuan dari fase III adalah untuk mendapatkan bukti tambahan yang memadai untuk menentukan apakah saldo akhir dan catatan-catatan kaki dalam laporan keuangan telah disajikan dengan wajar. Sifat dan keluasan pekerjaan akan sangat bergantung pada temuan-temuan dari dua fase sebelumnya. Kategori umum dalam prosedur di fase III adalah:
a. Prosedur analitis substantif yang menilai keseluruhan kewajaran transaksi-transaksi dan saldo-saldo akun.
Prosedur analitis seringkali dilakukan di awal, dengan menggunakan data awal sebelum akhir tahun, sebagai alat perencanaan dan pengarahan bagi pengujian audit lainnya untuk bagian-bagian khusus. b. Pengujian terperinci saldo, yang mana prosedur audit digunakan untuk
menguji salah saji moneter dalam saldo-saldo akun di laporan keuangan.
audit saldo di tanggal interim ke akhir tahun. Pengujian substantif saldo yang dilakukan sebelum akhir tahun kurang dapat diandalkan dan biasanya hanya dilakukan ketika pengendalian internalnya efektif. 4. Fase IV: Menyelesaikan audit dan menerbitkan suatu laporan audit