TUGAS
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
“PENYAKIT PES”
1. ASTIN O. DIDA
2. FEBBYANDINIATI M. WADOE
3. HELDA M. TANODI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2015
Pes merupakan penyakit zoonosa terutama pada tikus atau rodent lain dan dapat ditularkan pada manusia serta merupakan penyakit bersifat akut yang disebabkan oleh kuman/ bakteri. Pes juga dikenal dengan nama Pasteurellosis atau Yersiniosis/ Plague. Pes pada manusia yang didapat secara alamiah terjadi karena masuknya manusia ke dalam siklus zoonotik (sylvatic) selama ataau setelah terjadi penyebaran epizootik, atau masuknya binatang pengerat sylvatic atau pinjal yang terinfeksi ke dalam habitat manusia dengan menulari tikus domestik dan pinjalnya.
Vektor dari pes adalah pinjal. Di Indonesia saat ini ada 4 jenis pinjal yaitu: Xenopsylla cheopsis, Culex irritans, Neopsylla sondaica dan Stivalius cognatus. Reservoir utama dari penyakit pes adalah hewan -hewan rodent (tikus, marmut, hamster, tupai, dll). Reservoir yang lain adalah kucing, anjing, kelinci, rusa, kambing dll. Di Amerika juga ditemukan pada bajing. Pes pada manusia yang didapat secara alamiah terjadi karena masuknya manusia ke dalam siklus zoonotik (sylvatic) selama atau setelah terjadi penyebaran epizootik, atau masuknya binatang pengerat sylvatic atau pinjal yang terinfeksi ke dalam habitat manusia dengan menulari tikus domestik dan pinjalnya. Penularan Pes dapat terjadi melalui beberapa cara penularan yaitu penularan secara eksidental (Orang-orang pekerja hutan, perekreasi, camping yang digigit pinjal tikus hutan), penularan pada orang yang berhubungan erat dengan tikus hutan (peneliti di hutan) terkena darah atau organ tikus terinfeksi, penularan dari gigitan pinjal terinfeksi karena mengigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes, penularan dari gigitan pinjal terinfeksi karena mengigit tikus hutan komersial yang mengandung kuman pes, penularan dari manusia ke manusia melalui pinjal manusia dan penularan pes paru-paru manusia ke manusia melalui droplet.
Ada tiga bentuk pes pada manusia, yakni :
1. Bubonik ; Pes bubonik terjadi karena gigitan serangga yang mengandung basil pes. Bakteri ini masuk melalui sistem limfatik ke nodus limfatikus terdekat. Peradangan terjadi di nodus limfatikus, kemudian diikuti pembentukan bubo, yakni reaksi tubuh akibat masuknya basil pes Yersinia pestis melalui kulit ke dalam nodus limfatikus
2. Septikemik ; Septikemik adalah bentuk pes yang terjadi ketika infeksi menyebar secara langsung melalui aliran darah. Bentuk ini biasanya mematikan jika tidak diberikan terapi antibiotik.
3. Pneumonik ; Pes pneumonik adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh basil pes. Pes jenis ini rasio kematiannya juga sangat tinggi.
B. PEMBAHASAN
Sejarah
Pada Abad ke-14, pedagang dari kota-kota pelabuhan Laut Tengah dan Laut Hitam mengadakan perjalanan ke Cina. Kembalinya mereka dari perjalanan itu membawa sutera serta kulit binatang yang berharga. Ketika kembali dari perjalanan seperti ini pada tahun 1343, sekelompok pedagang dari Genoa menurut laporan lari ketakutan karena adanya pasukan orang Tartar, dan berlindung di balik tembok kota perdagangan Caffa di Semenanjung Krim. Orang Tartar segera mengepung kota tersebut. Selama tiga tahun tak ada pihak yang mendapatkan kemajuan, sampai pada suatu hari orang Tartar berhenti melemparkan batu ke dalam kota Caffa dan mulai melemparkan mayat-mayat tentara mereka sendiri yang meninggal karena pes.
Pes merupakan penyakit zoonosa terutama pada tikus atau rodent lain dan dapat ditularkan pada manusia serta merupakan penyakit bersifat akut yang disebabkan oleh kuman/ bakteri. Penyakit pes pun mulai mewabah diseluruh Eropa. Pada pertengahan abad ke-14 (1346-1353), penyakit pes telah membunuh sekitar 25 juta orang atau sepertiga populasi benua Eropa waktu itu. Sejarah mencatat kejadian ini sebagai wabah The Black Death. Sebuah wabah penyakit paling mematikan dalam sejarah peradaban manusia.
Penyakit ini tidak spesifik menyerang golongan umur tertentu ataupun jenis kelamin tertentu tetapi penyakit ini dapat menyerang semua kalangan masyarakat, karena jika kondisi lingkungan kotor maka dapat menjadi tempat hidup reservoir sehingga dapat terjadi penularan. Semua orang rentan terhadap penyakit ini, timbulnya kekebalan setelah sembuh dari sakit bersifat relatif, tidak melindungi seseorang jika terjadi inokulasi dalam jumlah banyak.
b. Agent
Agent penyakit ini ialah bakteri Yersinia pestis (Pasteurella pestis). Bakteri berbentuk batang, ukuran 1,5-2 x 0,5-0,7 mikron, bersifat bipolar, non motil/tidak bergerak, non sporing/tidak berspora dan bersifat anaerob fakultatif, gram negatif. Y. pestis dapat tumbuh pada kisaran suhu 25-37°C. Pada suhu 28°C merupakan suhu optimum tetapi kapsul yang terbentuk tidak sempurna. Pada suhu 37°C merupakan suhu terbaik bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Pertumbuhan bakteri akan lebih cepat apabila berada dalam perbenihan yang mengandung darah atau cairan jaringan dan tumbuh paling cepat pada suhu 30°C. Dalam biakan darah pada suhu 37°C dalam 24 jam dapat muncul koloni yang sangat kecil, berwarna keabu-abuan dan kental.
c. Environment
Reservoir dari penyakit ini biasanya hidup di lingkungan rumah yang kotor atau tempat-tempat yang biasanya dihuni sebagai sarang tikus seperti gudang penyimpanan barang, gudang peti kemas di pelabuhan, daerah persawahan dan juga di daerah perbukitan. Daerah-daerah tersebut merupakan tempat sarang tikus karena di daerah tersebut terdapat sumber makanan bagi reservoir.
Distribusi dan Frekuensi 1. Distribusi
a. Orang
tertentu dan gaya hidup tertentu (seperti berburu, memasang perangkap, memelihara kucing dan tinggal di daerah pedesaan) dapat meningkatkan risiko paparan.
b. Tempat
Penyakit ini tidak terlalu spesifik untuk daerah tertentu karena dari kasus yang pernah ada, ditemukan pada daerah pedesaan dan juga perkotaan. Reservoir penyakit ini biasanya hidup di lingkungan yang kotor dan juga di tempat yang gelap seperti gudang penyimpanan.
c. Waktu
Persebaran penyakit ini tidak dipengaruhi oleh waktu, namun dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang mendukung sebagai tempat hidup reservoir. Oleh karena itu penyakit ini dapat terjadi pada waktu apapun.
2. Frekuensi
Pes merupakan penyakit endemik di banyak negara di Afrika, Amerika, dan Asia. Pada 1999, 14 negara melaporkan kepada WHO 2.603 kasus pes yang meliputi 212 kematian. Gambaran ini sesuai dengan perkiraan tahunan sejak 10 tahun lalu (1988-997), yakni sejumlah 2.547 kasus dengan 181 kematian. Lebih dari satu dekade, 76,2% kasus yang terjadi dan 81,8% kasus kematian yang dilaporkan berasal dari Afrika. Pes masuk pertama kali di Indonesia pada tahun 1910 melalui Tanjung Perak di Jawa Timur dan selanjutnya menyebar ke beberapa tempat lain di Indonesia. Angka kematian korban yang diakibatkan karena penyakit pes dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1960 tercatat 245.375 orang dengan angka kematian tertinggi yaitu 23.275 orang yang terjadi pada tahun 1934. Tahun 1968 kembali ditemukan di Boyolali (Jawa Tengah) sebanyak 101 kasus dengan angka kematian sebanyak 42 orang dan pada tahun 1970 terjadi 11 kasus dengan angka kematian 3 orang. Sejak tahun 2007 di Indonesia tidak pernah ditemukan lagi kasus Pes pada manusia. Akan tetapi hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan masih ditemukan serologis positif Pes pada hewan pengerat (tikus) beserta pinjalnya di daerah fokus.
Faktor budaya/ adat istiadat. Contoh: Warga Dusun Solorowo, Jawa Timur yang
mensakralkan tempat-tempat tertentu yang dianggap mempunyai nilai kesejarahan serta nilai budaya seperti Petrenan yang dipercaya merupakan makam leluhur sehingga sangat disakralkan dan siapapun tidak diperkenankan mengusik tempat yang disakralkan, baik menebang pohon/ ranting pohon, menangkap atau membunuh binatang di sekitar area petrenan termasuk tikus.
Faktor lingkungan. Contoh: rumah yang kotor atau tempat-tempat yang dapat dijadikan sarang tikus
Transmisi. Contoh: Kontak dengan tubuh binatang yang terinfeksi, kontak fisik dengan penderita dan bisa terjadi dari percikan air liur penderita yang terbawa oleh udara
Kebersihan hewan peliharaan
Pencegahan
Pencegahan penyakit ini adalah dengan mengendalikan populasi tikus dan populasi pinjal. Pengendalian tikus adalah dengan menghilangkan tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang tikus. Pengendalian pinjal dapat dilakukan dengan menggunakan predator pinjal dan larvanya seperti semut dan kumbang. Cara-cara yang dapat dilakukan adalah: 1. Penyuluhan tentang pentingnya kebersihan lingkungan guna memperkecil tempat
hidup vektor.
2. Sosialisasi mengenai perbaikan rumah masyarakat agar tidak mudah menjadi sarang tikus.
3. Memperbaiki kondisi lingkungan agar tetap sehat dan bersih.
4. Bagi masarakat pecinta alam ataupun yang senang berburu, diharuskan untuk menggunakan peralatan seadanya agar terhindar dari gigitan tikus. Bagi petugas di gudang-gudang penyimpanan ataupun di pelabuhan, diharuskan untuk menggunakan APD.
5. Bagi petani diharapkan untuk menggunakan insektisida guna pemberantasan hama tikus.
7. Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi di tempat yang tidak mungkin dicapai atau mengundang tikus.
8. Melaporkan kepada petugas puskesmas bilamana menjumpai adanya tikus mati tanpa sebab yang jelas.
9. Tinggi tempat tidur lebih dari 20cm dari tanah.
Sumber :
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/1142/486, yang diakses tanggal 16 Februari 2015.
http://dinkes.kulonprogokab.go.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=251, yang diakses tanggal 16 Februari 2015.