• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALFRED RUSSEL WALLACE DAN MISTERI SULAWE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ALFRED RUSSEL WALLACE DAN MISTERI SULAWE"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

ALFRED RUSSEL WALLACE DAN MISTERI SULAWESI YANG MENGHANTUINYA

SELAMA 150 TAHUN

Oleh: Wahyu Kusdyantono

Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada

Sulawesi, pulau yang terjebak di antara Borneo dan Papua ini merupakan pulau terbesar ke-4 di Indonesia dan pulau terbesar ke-11 di dunia. Pulau yang memiliki banyak lengan ini memiliki keunikan yang sangat dalam untuk digali, baik dari segi geologinya maupun dari segi budaya dan kehidupan yang terbentuk di dalamnya.

Kata Sulawesi sendiri menurut orang Jawa merupakan padanan dari dua suku kata yakni Sula dan Wesi. Sula dalam bahasa Jawa berarti besi dan Wesi dalam bahasa Jawa juga berarti besi. Orang-orang tua (pakada tomatua) dulu bilang bahwa, pada mulanya dahulu tidak ada Sulawesi, yang ada hanyalah laut diantara dua pulau. Lalu keduanya bertabrakan maka terbentuklah Sulawesi. Itu sebabnya pinggangnya bergunung-gunung, banyak aliran sungai dan banyak besi serta emas. Kejadian yang menurut pakada tomatua yang dianggap sebagai tabrakan memanglah benar adanya.

Bentukan Sulawesi yang kita lihat sekarang memanglah hasil dari bentukan geologi yang sangat kompleks. Banyaknya gunung-gunung, danau dan sungai-sungai serta dataran tinggi yang berlipat-lipat merupakan wajah Sulawesi yang sangat jauh berbeda dibandingkan pulau-pulau besar lainnya di Nusantara. Wajah yang berbeda dari Sulawesi ini membentuk ekologi yang unik: perpaduan fauna Asia-Australia.

Keunikan dalam hal ekologi yang ada di Sulawesi sangat melegenda. Alfred Russel Wallace menjelajah pulau ini antara rentang tahun 1856 sampai dengan 1859 dan selama penjelajahannya itu, Alfred Russel Wallace membagi Indonesia berdasarkan persebaran faunanya dengan garis Wallace, garis maya yang membagi wilayah fauna bagian barat dan timur Nusantara. Namun sebelum itu semua, tahun-tahun penuh dengan rasa pesona dan kebingungan dirasakan Alfred Russel Wallace ketika ia menyadari bahwa banyak spesies endemis yang ada di pulau ini yang tidak ia temukan di belahan bumi lainnya, bahkan di pulau-pulau Nusantara sekalipun.

(2)

Australia dan Asia lalu kemudian bersatu. Hingga akhirnya, Alfred menemukan pemikiran bahwa jawaban dari kebingungannya selama bertahun-tahun hanya dapat dijawab dengan penyelidikan geologi yang mendalam tentang pembentukan Pulau Sulawesi.

Prof. John A. Katili, ahli geologi Indonesia yang merumuskan geomorfologi Pulau Sulawesi mengatakan bahwa terjadinya Sulawesi merupakan akibat dari tabrakan dua pulau (Sulawesi bagian timur dan Sulawesi bagian barat) antara 19 sampai dengan 13 juta tahun yang lalu. Pulau Sulawesi sejatinya terletak pada zona pertemuan diantara tiga lempeng besar, yaitu lempeng Indo-Australia dari arah selatan dengan kecepatan pergerakan rata-rata 7 cm/tahun, lempeng Pasifik dari arah timur dengan kecepatan pergerakan sekitar 6 cm/tahun dan lempeng Eurasia yang bergerak relative pasif ke tenggara dengan kecepatan 3 cm/tahun. Perkembangan tektonik di Sulawesi sendiri berlangsung sejak zaman Tersier hingga sekarang.

Sulawesi merupakan daerah yang termasuk sebagai daerah teraktif di Indonesia dengan fenomena geologi yang kompleks dan rumit. Bentukan tektonik yang dihasilkan berupa patahan dan gunungapi dan hasil dari tumbukan tektonik tersebut membentuk Sulawesi seperti huruf K . Menurut Endarto dan Surono (1991 dalam Kaharuddin MS, 2011) secara tektonik dan sejarah perkembangannya, Sulawesi dibagi menjadi 4 (empat) mintakat geologi yaitu busur vulkanik Sulawesi Barat, kontinental kerak Banggai Sula, oseanik kerak Sulawesi Timur dan kompleks metamorf Sulawesi Tengah. Keempat mintakat tersebut dipisahkan oleh batas-batas tektonik yang saling mempengaruhi satu sama lain.

Secara runtut, pembentukan Sulawesi menurut Awang Satyana (2014) dibagi menjadi empat kejadian besar. Kejadian tersebut diantaranya:

1. 70 sampai dengan 50 juta tahun yang lalu (Ma) pada awalnya hanya ada Sulawesi Barat yang masih menjadi bagian Sundaland, dan tambahan massa kerak Bumi di sebelah timurnya. Sulawesi Barat kala itu adalah sebuah busur kepulauan/busur magmatic-volkanik hasil subduksi kerak samudera terhadapnya. Busur kepulauan ini disertai juga jalur mélange dan ofiolit sebagai jalur subduksi. Pasangan jalur busur kepulauan/magmatic-volkanik dan jalur subduksi merupakan hal yang bisasa terjadi dalam tektonik lempeng. Pada jalur Sulawesi ini, polaritasnya, curvaturenya selalu cembung ke arah samudera.

(3)

yang miring ke arah benua pun (kira-kira ke arah barat saat itu) terjadi berkali-kali dan menghasilkan beberapa periode magmatik dan volkanik di Sulawesi bagian barat.

3. 15-5 Ma merupakan periode signifikan bagi Sulawesi. Pada kala ini terjadilah benturan, collision dan docking dua mikrokontinen Australia ke arah Sulawesi dari sebelah tenggara (mikrokontinen Buton-Tukangbesi) dan dari sebelah timur (mikrokontinen Banggai-Sula). Pada periode ini diperkirakan terjadi pembalikan utama arah/polaritas busur-busur Sulawesi baik untuk busur magmatik maupun jalur subduksinya dari semula cembung ke arah samudera menjadi cekung ke arah samudera (ke arah timur pada kala ini). Pembalikan polaritas busur-busur Sulawesi ini secara frontal adalah akibat benturan mikrokontinen di Banggai-Sula yang membenturnya di titik pusat Sulawesi, di bagian tengah, di pivot point- ya, atau seolah di pusar -nya. Hal ini dapat dianalogikan sebagai sebuah massa yang mengalami tolakan ke dalam diakibatkan adanya

te da ga dari luar. Be tuk K “ulawesi diperkiraka terjadi di kala i i. Ia e balik dari

cembung ke timur menjadi cekung ke timur. Pembalikan busur-busur Sulawesi itu terjadi melalui

perpi daha assa kerak Bu i ber a a rotasi , Le ga Te ggara berotasi melawan arah jarum jam sehingga membuka melebarkan Teluk Bone di sebelah baratnya, Lengan Utara berotasi searah jarum jam sehingga menutup Cekungan Gorontalo.

4. 5-0 Ma (sekarang), adalah periode akhir pembalikan busur-busur Sulawesi dan periode tectonic escape di Sulawesi. Sebagaimana diteorikan, mengikuti benturan/collision maka akan ada post-collision tectonic escape, maka setelah benturan Buton-Tukangbesi dan benturan Banggai-Sula, terjadilah tectonic escape berupa sesar-sesar mendatar besar yang meretakkan dan menggeser-geser Sulawesi. Sesar-sesar ini mengarah ke timur umumnya, yaitu ke arah free oceanic edge saat itu sebagaimana teori tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar Palu-Koro, Matano, Lawanopo, Kolaka, dan Balantak terjadi melalui mekanisme post-collision tectonic escape. Tectonic escape juga dimanifestasikan dalam bentuk retakan-retakan membuka, ekstensional, di dalam area benturan Banggai-Sula atau Buton-Tukangbesi.

(4)

Referensi:

Kaharuddin MS, Ronald Hutagalung dan Nurhamdan. 2011. Perkembangan Tektonik dan Implikasinya Terhadap Potensi Gempa dan Tsunami di Kawasan Pulau Sulawesi. Makassar: The 36th HAGI and 40th IAGI Annual Convention and Exhibition.

Satyana, Awang. 2014. Sulawesi: Pulau Terbalik?

Disadur dari: http://awangsatyana.blogspot.co.id/2014/08/sulawesi-pulau-terbalik.html

Ahmad Arif, Aswin Rizal Harahap, Amir Sodikin dan Laksana AS. 2012. Inilah Sulawesi yang Memikat Wallace.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur saya panjatkan kepada Bapa di sorga dan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kebaikan dan berkat-Nya yang telah dianugerahkan-Nya kepada penulis

Berdasarkan hasil kajian berkaitan dengan makna budaya yang tercermin dalam lagu-lagu tersebut secara gamblang disampaikan bahwa lagu-lagu tersebut menyimpan makna yang dalam bagi

KEENAM : Dengan berlakunya keputusan ini, Keputusan Bersama Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat, BPN R.I, Deputi Menteri Bidang

Terlepas dari berbagai kelebihan dan kekurangannya, sudah sepantasnya kita mengacungkan jempol terhadap usaha serius Fritjof Capra yang berhasil melakukan sintesis filosofis

Namun, untuk Puskesmas induk justru kesemua indika- tor, baik buka tutup Puskesmas sesuai jad- wal, kejelasan prosedur pelayanan, kesiapan pegawai melayani, kecepatan pelayanan

Sebagai pembanding, Jaarsveld (2006) melakukan penelitian dengan merebus ubi jalar oranye varietas Resisto selama 20 menit dalam wadah tertutup dengan perlakuan semua bahan ubi

Sedangkan lapisan input dan lapisan hidden memiliki jumlah unit yang bervariasi dengan berbagai cara menentukan jumlah unit pada hidden layer, nilai varian, bobot output,

Namun apabila sumber stres eksternal sudah tidak dapat ”dikutak-katik” lagi, maka satu-satunya respon coping yang mungkin dilakukan adalah dengan cara menyesuaikan diri