• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Kepustakaan

1. Stres

1.1 Pengertian

Setiap orang pasti pernah mengalami yang namanya stres, menurut Selye (dalam Prabowo, 1998) stres adalah respon non spesifik dari badan terhadap setiap tuntutan yang dibuat atasnya. Reaksi pertama pada tiap jenis stres adalah kecemasan yang diikuti oleh tahap perlawanan. Selye menekankan stres tidak hanya merupakan pembunuhan, tetapi juga merupakan kekuatan yang merusak drastis. Sedangkan Korchin (dalam Prabowo, 1998) menyatakan bahwa keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang.

Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang berpengaruh emosi, proses berfikir, dan kondisi fisik maupun psikis individu yang merupakan reaksi jiwa dan raga terhadap perubahan yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan (Handoko, 2002). Koeswara (1988) mengatakan bahwa stres bisa muncul berupa stimulus eksternal (sosiologis atau situasional) dan bisa berupa stimulus internal (intrapsikis), yang diterima atau dialami individu

(2)

sebagai hal yang tidak menyenangkan atau menyebabkan serta menuntut penyesuaian dan atau menghasilkan efek, baik somatik maupun behavioral. Menurut Rini (2002) stres bisa berdampak pada interaksi interpersonal, orang yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan dengan orang yang tidak dalam kondisi stres.

Dari berbagai pengertian di atas disimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi dimana tubuh terganggu karena tekanan psikologis, karena suatu keadaan yang tak nyaman. Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit akan bisa muncul karena lemahnya daya tahan tubuh. 1.2 Gejala-gejala Stres

Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 2006) berikut gejala-gejala fisik maupun psikis yang dapat dibagi sebagai berikut : 1. Gejala fisik : merasa lelah, insomnia, nyeri kepala, nyeri dada,

mual, gemetar, gangguan lambung dan pencernaan, karena berhubungan dengan penyakit fisik sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum memutuskan bahwa gejala fisik tersebut adalah stres.

2. Gejala mental : berkurangnya konsentrasi dan daya ingat, ragu-ragu, bingung, pikiran penuh atau kosong, hilangnya rasa humor.

(3)

3. Gejala emosi : cemas, depresi, putus asa, mudah marah, ketakutan, frustasi, fobia, rendah diri, menarik diri dari pergaulan.

4. Gejala prilaku : mondar-mandir, gelisah, menggigit kuku, perubahan pola makan, merokok, menangis, berteriak bahkan melempar barang atau memukul.

1.3 Sumber Stres

Sarafino (dalam Smet, 1994), membedakan sumber-sumber stres, yaitu dalam diri individu, keluarga, pikiran dan masyarakat. 1. Sumber-sumber stres didalam diri seseorang

Tuntutan dari tubuh kita untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan faali yang terjadi selain itu datangnya penyakit, kurang tidur akan mempengaruhi respon terhadap stres.

2. Sumber-sumber stres didalam keluarga

Stres disini bersumber dari interaksi para anggota keluarga.

3. Pikiran

Potensi stres utama juga datang dari pikiran kita yang terus menerus menginterpretasikan isyarat-isyarat dari lingkungan. Pikiran-pikiran yang menyebabkan stres sering bersifat negatif, penuh kegagalan, terlalu generalisasi, tidak berdasar fakta dan terlalu dianggap pribadi.

(4)

4. Stres yang berasal dari lingkungan

Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan fisik, seperti: kebisingan, suhu terlalu panas, kesesakan.

1.4 Respon Stres

Menurut Selye (dalam Rice 2002 : 139-140), stres adalah respon tubuh yang bersifat non spesifik terhadap setiap tuntutan beban diatasnya. Stres dapat menghasilkan berbagai aspek, yaitu: 1. Respon fisiologis, ditandai dengan meningkatnya tekanan

darah, detak jantung, detak nadi dan sistem pernafasan.

2. Respon kognitif, ditandai lewat terganggunya proses kognitif individu, seperti pikiran kacau, menurun daya konsentrasi dan pikiran tidak wajar.

3. Respon emosi, dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu seperti takut, cemas, malu, marah dsb.

4. Respon tingkah laku, dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melakukan situasi yang menekan dan fight yang menghindari situasi yang menekan (Taylor, 2006).

1.5 Tipe Kepribadian yang Rentan Terkena Stres, adalah sebagai berikut :

1. Ambisius, agresif dan kompetitif.

2. Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah. 3. Bekerja tidak mengenal waktu.

(5)

4. Tidak mudah dipengaruhi (Sriati : 2008). 1.6 Jenis Stres

Holahan (dalam Prabowo, 1998) menyebutkan jenis stres yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan

psychological stress sebagai berikut : 1) Systemic stress

Systemic stress didefiniskan oleh Selye sebagai respon non spesifik dari tubuh terhadap tuntutan lingkungan.

2) Psychological stress

Menurut Lazarus (dalam Prabowo, 1998) psychological terjadi karena individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh stres sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya.

1.7 Tahapan Stres

Selye (dalam Munandar, 2001) mengidentifikasikan 3 tahap dalam respon sistemik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stres, yang diistilahkan General Adaptation Syndrome (GAS), yaitu : 1) Alarm Reaction

Organisme berorientasi pada tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman. 2) Resistance (perlawanan)

Organisme memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan.

(6)

3) Exhaustion

Jika tuntutan berlangsung lama, maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis dan organisme akan kehabisan tenaga. Jika reaksi badan tidak cukup, berlebihan atau salah, maka reaksi badan itu sendiri dapat menimbulkan penyakit (diseases of adaptation).

1.8 Stres Berdasarkan Jenis Kelamin 1) Stres pada laki-laki

Penurunan kadar testosteron berpengaruh pada stres fisik dan psikologis. Testosteron adalah hormon yang memberi tanda maskulinitas pada pria, seperti rambut, suara yang berat dan figur tubuh. Hormon ini juga berkaitan dengan pola pikir sifat merekam dengan wanita. Cara mereka belajar, rasionalitas dan keengganan untuk menunjukkan perasaannya merupakan ciri khas pria. Kedua jenis kelamin ini memang berbeda baik secara fisik maupun secara mental.

2) Stres pada wanita

Estrogen dalam tubuh wanita dapat membuat perasaannya berubah, selama periode stres kadar estrogen menurun.kelenjar adrenalin menghasilkan hormon stres lebih banyak dari estrogen. Selama kadar estrogen menurun terjadi pembentukan plak pembuluh darah yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung. Setelah mencapai masa menopause, kadar

(7)

estrogen pada wanita menurun hingga 80%. Ini adalah masa titik balik yang penting pada kehidupan wanita, banyak perubahan besar yang terjadi, seperti muka kemerahan dan terasa panas, masa tulang yang rendah hingga mengalami osteoporosis. Selain ituEstrogen melindungi sistem jantung dan pembuluh darah sampai pada masa menopuose, dimasa ini wanita rentan terhadap masalah jantung yang kemungkinan sama dengan pria.

1.9 Dampak-dampak stres

Dampak stres bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal (Rini, 2002).

1) Kesehatan

Sistem kekebalan tubuh manusia bekerjasama secara integral dengan sistem fisiologis lain, dan semuanya berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik maupun psikis yang cara kerjanya di atur oleh otak.

2) Psikologis

Stres yang berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus menerus. Akibatnya orang akan terus menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan.

(8)

3) Interaksi interpersonal

Orang stres cenderung mengaaitkan segala sesuatu pada dirinya. Pada tingkat stres yang berat orang bias menjadi depresi, kehilangan percaya diri dan harga diri. Akibatnya ia lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah dan mudah emosi.

2. Coping Stres

2.1 Pengertian

Aerlin dan Scookler, mendifinisikan coping sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan eksternal kehidupan, yang ditujukan untuk mencegah, menghindari dan mengontrol distress emosional

(Erdinalita : 2006).

Strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun prilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Mu’tadin : 2002).

Folkman dan Lazarus, memberikan definisi lain yang menyatakan bahwa coping adalah usaha kognitif dan behafioral untuk mengatasi tuntutan-tuntutan spesifik yang bersifat eksternal

(9)

maupun internal, dimana kapasitasnya dianggap melebihi sumber daya yang dimiliki individu (Folkman S & Lazarus RS, 1988).

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa coping merupakan usaha kognitif dan behavioral yang sehat maupun tidak sehat, disadari maupun tidak disadari untuk mencegah, menghilangkan atau memperlemah sumber stres baik yang bersifat eksternal maupun yang bersifat internal, yang dianggap melebihi kapasitas sumber daya yang dimiliki individu. 2.2 Macam Coping Stress

Dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Defensif coping adalah salah satu cara seseorang dalam

menghadapi stres yaitu dengan lari dari masalah yang menimbulkan masalah tersebut, baik secara fisik maupun psikologis. Menurut Freud, seluruh tipe defensife coping merupakan penyesuaian diri pada realitas yang tidak sehat. Kebanyakan pola ini meliputi mental atau fisik merupakan pelarian dari situasi yang traumatis.

2. Direct coping adalah salah satu cara seseorang dalam

menghadapi stres dengan menghadapi dan mengatasinya. Meliputi pengidentifikasian stres yang masuk (dihadapi), kemudian mengadakan perhitungan cara untuk mengatasinya. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara selangkah demi selangkah (Rahmah : 207).

(10)

2.3 Episode Coping

Menurut Rudolph, Dennig dan Weisz, mencoba menjelaskan tiga tahap episode dalam proses coping, yang meliputi:

1. Respon coping adalah tindakan fisik dan mental yang dilakukan sebagai respon terhadap sumber stres serta ditujukan untuk mengubah peristiwa eksternal maupun internal. Apabila individu menganggap bahwa sumber stress yang berasal dari eksternal (lingkungan) masih dapat dimanipulasi atau disiasati, maka individu akan cenderung memunculkan respon coping yang bertujuan untuk memindahkan ataupun menyiasati sumber stres tersebut. Namun apabila sumber stres eksternal sudah tidak dapat ”dikutak-katik” lagi, maka satu-satunya respon coping yang mungkin dilakukan adalah dengan cara menyesuaikan diri terhadap lingkungan untuk mengurangi distres emosional yang dirasakan individu.

2. Tujuan coping adalah tujuan yang hendak dicapai setelah melakukan proses coping.

3. Hasil coping adalah konsekuensi langsung yang bersikap baik maupun buruk dari respon coping yang dilakukan.

(11)

2.4 Komponen-komponen coping

Antonovsky, mengemukakan bahwa setiap strategi coping memiliki tiga komponen utama, yang terdiri dari:

1. Rasionalitas didefinisikan sebagai penilaian yang akurat dan objektif terhadap situasi atau sumber stres.

2. Fleksibilitas ini mengacu kepada keberadaan variasi dari strategi coping untuk mengatasi sumber stres dan keinginan untuk mempertimbangkan variasi-variasi tersebut. Orang yang kehilangan fleksibilitas tidak dapat mengatasi stres yang dihadapinya dengan baik.

3. Farsightness ialah kemampuan untuk mengantisipasi segala konsekuensi dari berbagai strategi coping yang digunakan.

Ketiga komponen ini saling berhubungan satu sama lain dan coping yang efektif selalu melibatkan ketiga komponen tersebut.

2.5 Klasifikasi dan Jenis Strategi Coping

Lazarus dan Folkman (dalam Taylor), mengklasifikasikan strategi coping ke dalam dua kelompok utama, yaitu :

1. Coping yang terfokus pada masalah (Problem - Focused Coping)

Individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres. Misalkan dengan bekerja, tidak berdiam diri, serta

(12)

menceritakan masalah ke orang lain. Coping yang terfokus pada masalah adalah Strategi coping yang bertujuan untuk mengontrol stres, dalam rangka menghilangkan atau meminimalisir kondisi stres yang dihadapi. Dengan jenis:

a. Agresi (attack)

Merupakan salah satu cara individu untuk mengatasi kesulitan dengan cara melindungi diri dari kerugian, prasangka terluka, kehilangan atau terhadap obyek yang dirasa merupakan sumber ancaman yang membahayakan diri.

b. Menghindar (avoidance)

Yaitu individu berusaha untuk memikirkan atau melakukan sesuatu untuk melepaskan diri dari pikiran terhadap kesulitan yang dihadapinya.

c. Apathy (inaction)

Cara individu mengatasi masalah dengan cara pasrah atau menyerah tanpa ada alternatif pemecahan terhadap ancaman atau tekanan yang dihadapi, dengan cara individu tidak melakukan apa-apa dan bersikap pasif terhadap keadaan yang ada.

2. Coping yang terfokus pada emosi (Emotion - Focused Coping)

Individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak

(13)

yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi yang penuh tekanan. Dengan jenis:

a. Represi

Upaya individu untuk menyingkirkan frustasi, konflik batin, mimpi buruk dan sejenisnya, yang dapat menimbulkan kecemasan.

b. Rasionalitas

Yaitu upaya individu memutarbalikkan kenyataan yang mengancam ego dengan alasan yang seakan-akan masuk akal agar tidak lagi mengancam ego individu. Cara ini digunakan sebagai upaya untuk mencari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan prilaku yang buruk.

c. Proyeksi

Biasanya dengan teknik ini individu dengan cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi lain yang tidak dia sukai dan apa yang dapat dia perhatikan itu cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini individu dituntut harus dapat menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri.

d. Identifikasi

Yaitu usaha untuk mempersamakan diri sendiri dengan orang lain yang dianggap sukses dalam hidupnya.

(14)

Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua klasifikasi tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup sehari-hari. Beberapa pakar teori lainnya kemudian mencoba mengembangkan pengklasifikasian strategi coping yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman tersebut. Di sini Carven juga menambahkan golongan coping, yaitu coping maladaptif., yang terdiri dari:

a. Berfokus pada emosi yang dirasakan dan bagaimana caranya untuk menyalurkan emosi tersebut, yaitu kecenderungan untuk terlalu memfokuskan diri pada emosional distres yang dirasakan, serta bagaimana caranya agar dapat melepaskan emosi-emosi negative tersebut. Strategi ini dapat menjadi efektif dan fungsional pada beberapa situasi. Namun jika hal tersebut dilakukan dalam periode waktu yang cukup lama, justru akan menghambat proses penyesuaian diri individu terhadap situasi stres.

b. Behavioral Disengagement, adalah keadaan dimana individu mengurangi usaha yang dikerahkannya untuk menghadapi sumber stres, bahkan menyerah dan putus asa dalam meraih tujuannya, dikarenakan kehadiran sumber stres behavioral disengagement, seringkali disebut dengan istilah helpleness.

(15)

c. Mental disengangement, adalah sebuah variasi dari behavioral disengagement yang muncul pada situasi-situasi dimana behavioral disengagement tidak dapat dilakukan melalui mental disengagement, individu berusaha mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang dapat mengingatkannya pada sumber stres antara lain menghayal, tidur berlebihan, nonton TV dsb.

2.6 Coping Outcome (tugas coping)

Lazarus dan Folkman menyatakan coping yang efektif adalah yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan, serta tidak merisaukan tekanan yang dapat dikuasainya. Sesuai dengan pernyataan tersebut, Cohen dan Lazarus mengemukakan agar coping dilakukan dengan efektif, maka strategi coping perlu mengacu pada lima fungsi tugas coping yang dikenal dengan istilah coping task, yaitu:

1. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya.

2. Mentoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif.

3. Mempertahankan gambaran diri yang positif. 4. Mempertahankan keseimbangan emosional.

5. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain (rumahbelajarpsikologi.com, 2009).

(16)

3. Janda

3.1 Pengertian

Dari kamus besar Bahasa Indonesia diperoleh pengertian bahwa, “janda adalah wanita yang tidak bersuami lagi karena bercerai atau ditinggal mati suaminya” (Depdiknas, 2002 : 457). Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah berperan sebagai orang tua yang bertanggung jawab atas kebutuhan keluarga, sedangkan ibu adalah seorang wanita yang memiliki kewajiban untuk mengurusi urusan rumah tangga. Janda melaksanakan tanggung jawab mencari nafkah sendiri, tanpa ditemani suami, sehingga banyak diantara mereka yang mengalami stres, belum lagi gunjingan dari masyarakat sekitar yang penilaian terhadap janda adalah negatif.

3.2 Tipe-tipe Janda

Kondisi ini diperkirakan memberikan corak khas pada kehidupan individu, bila dibandingkan dengan individu-individu lain yang tidak mengalaminya. Janda dapat dikategorikan dalam beberapa tipe :

1. Janda yang membesarkan anak dependen

2. Janda yang membesarkan anak berkebutuhan khusus

3. Janda yang lebih tua dan independen dengan satu atau lebih anak

(17)

4. Janda yang lebih tua, dependen, sakit-sakitan dengan anak yang sehat tinggal dan/atau tidak tinggal serumah (Gass-Sternas, 1995).

3.3 Masalah-masalah yang Dihadapi Seorang Janda

Hurlock (1980 : 361) dalam hal ini menyebutkan beberapa masalah yang umumnya dihadapi oleh janda dari kalangan dewasa muda atau dewasa madya, masalah-masalah yang dihadapi umumnya adalah masalah ekonomi, sosial, keluarga, dan seksual.

Kimmel (1980) dan Walsh (2003) menyatakan beberapa permasalahan yang sering timbul di dalam keluarga dengan orang yang ditinggal baik wanita atau pria yakni kesepian, perasaan terjebak dengan tanggung jawab mencari sumber pendapatan, lebih banyak ekonomi yang muncul menghadapi perubahan hidup yang lebih menekan, lebih rentan terkena depresi, fisik yang rentan terhadap penyakit (Kimmel : 1980). Sedangkan masalah khusus yang timbul pada keluarga yang hanya wanita saja tanpa adanya pria adalah kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak, dan kesulitan menutupi biaya lainnya. Sementara pada keluarga dengan orang tua tinggal pria masalah khusus yang timbul hanya dalam hal memberikan perlindungan dan perhatian pada anak (Kimmel : 1980).

(18)

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai coping mayoritas diteliti oleh mahasiswa psikologi, hal tersebut didasari karena pembahasan coping memang tepat untuk dijadikan pembahasan oleh mahasiswa psikologi. Berikut ini akan peneliti deskripsikan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan strategi coping yang telah ditulis oleh peneliti terdahulu.

Pertama, penelitian yang telah diteliti oleh Putik Erdinalita, skripsi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga tahun 2007, dengan judul “strategi coping stress pada waria”. Penelitian ini menjelaskan tentang strategi coping stres yang digunakan oleh waria dalam menghadapi sumber-sumber stres kehidupannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waria sebagai individu memiliki perbedaan dalam strategi coping yang digunakan untuk menyelesaikan masalah kehidupannya. Yaitu subyek 1 yang cenderung menggunakan problem focused coping yaitu strategi coping yang bertujuan untuk mengontrol sumber stres, dalam rangka menghilangkan atau meminimalisir kondisi stres yang dihadapi. Subyek 2 cenderung menggunakan emotion focused coping, yaitu usaha yang dilakukan untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh situasi kondisi yang penuh tekanan, sedang subyek yang ketiga cenderung menggunakan coping maladaptif, yaitu coping yang cenderung kurang efektif atau bersifat maladaptif.

(19)

Kedua, penelitian yang telah diteliti oleh Joko Parjianto, skripsi Fakultas Psikologi UMS Surakarta tahun 2004, dengan judul “strategi coping pengguna narkotika dan obat terlarang”. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk strategi coping yang dilakukan pengguna narkotika dan obat terlarang. Sampel dalam penelitian ini adalah pengguna narkotika dan obat terlarang yang tercatat sebagai penduduk di wilayah Kotamadya Surakarta, adapun karakteristik subyek penelitian, yaitu: (a) usia 20-25 tahun; (b) pria; (c) pendidikan minimal SLTA; (d) Berdomisili di wilayah Surakarta. Gejala penelitian yang ingin diteliti yaitu strategi coping. Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa bentuk strategi coping yang dilakukan pengguna narkoba digolongkan menjadi enan kategori, yaitu: sikap tegas dan tertutup, aresif, melakukan aktifitas sosial, berhenti secara bertahap, mencari dukungan sosial, pasrah dan putus asa. Kategori-kategori tersebut diperoleh berdasarkan kesimpulan yang diambil secara analisis deskriptif dari hasil wawancara dan observasi. Disamping itu bentuk-bentuk strategi coping yang dilakukan pengguna narkotika dan obat terlarang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: jenis kelamin, umur, perkembangan, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi.

Dari penjelasan penelitian terdahulu di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang mendasar seperti subyek penelitian, lokasi penelitian, hasil penelitian dan sebagainya.meskipun terdapat kesamaandalam bidang kajian yaitu strategi coping. Sebagai bahan

(20)

perbandingan, disini peneliti mengambil judul “Studi kasus tentang strategi coping stres pada wanita yang menjanda karena suami meninggal”.

Pada penelitian ini, peneliti terinspirasi untuk meneliti strategi coping pada wanita yang menjanda, karena kondisi ini dimungkinkan banyak permasalahan yang menarik untuk diteliti. Selain itu, penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan atau sumbang pemikiran pada keilmuan psikologi.

Tema ini juga pernah diangkat oleh peneliti lain, adanya hasil penelitian terdahulu menjadi referensi peneliti. Antara penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu akan memiliki perbedaan karena ditinjau dari judul, subyek penelitian dan lokasi penelitian yang berbeda pula.

(21)

C. Kerangka Teoritik Kerangka Konseptual Janda Sumber Stres Stres Strategi coping Permasalahan sosial, adanya konstruksi miring terhadap status janda dari masyarakat awam yang mengakibatkan kesenjangan sosial. Permasalahan psikologis, permasalahan yang dijalani sendiri kadang membuat janda tidak mempunyai teman berbagi sehingga membuatnya.

Emotion focuse coping

Problem focused coping Maladaptif coping

Prilaku adaptif Permasalahan

ekonomi,

permasalahan ini merupakan salah satu hal yang menjadi beban yang harus ditanggung

sendiri, tanpa ada suami yang memenuhi

(22)

Menjanda karena suami meninggal merupakan suatu perjalanan hidup yang dilalui oleh seorang wanita, dimasyarakat Indonesia tanggapan miring seringkali terjadi pada janda tersebut, sehingga seorang janda mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya. Bagaimana seorang janda dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul setelah ditinggal suaminya, terlebih masalah kehidupan sosialnya, perubahan hidup akan membawa perubahan pada prilaku seseorang, bisa saja seorang janda tersebut menjadi orang yang tak dapat bergaul seperti dulu ketika masih mempunyai suami. Masalah ekonomi, karena sebagian besar penghasilan diperoleh dari hasil jerih payah suami, sedang sebagian besar seorang istri menggantungkan masalah perekonomian ditangan suami. Disamping masalah ekonomi, seorang wanita yang menjanda pada saat ditinggal suami meninggal akan mengalami tekanan psikologis yang berat, dimana ia tak menemukan lagi tempat untuk berbagi, bercerita, dan sebagainya.

Permasalahan di atas yang dapat menjadi sumber stres pada wanita yang menjanda. Dari banyaknya sumber stres yang muncul, janda dituntut untuk dapat mengatasi masalahnya sendiri, di sini ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi stres dan jika janda tersebut dapat mengatasi masalahnya tersebut, maka ia juga akan mampu untuk menyelesaikan masalah yang ada di luar dirinya. Dengan begitu ia mampu untuk menciptakan prilaku yang adaptif yaitu prilaku yang dapat diterima oleh masyarakat sekitar.

(23)

Munculnya stres karena adanya permasalahan yang diterangkan di atas, maka janda harus mempunyai strategi coping stress yang berfungsi meminimalisir stres yang ada. Strategi yang digunakan dapat menggunakan Problem Focused Coping, dimana subjek secara aktif mencari solusi dari permasalahannya. Selain itu Emotion Focused Coping,

dimana subjek mengatur emosinya dalam rangka penyesuaian terhadap tekanan-tekanan yang dialami, atau menggunakan strategi coping milik Carven. Keputusan untuk menggunakan coping di atas adalah karena hasil penelitian membuktikan bahwa dengan menggunakan dua cara tersebut dapat mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari, sehingga subjek dapat beradaptasi dengan baik dan dapat menjalani hidup layaknya wanita yang mempunyai pasangan.

Referensi

Dokumen terkait

b) Melakukan montoring target di bawah ini sesuai dengan Lampiran I: setidaknya 95% hewan dipingsankan dengan efektif pada kali pertama proses pemingsanan. • Lakukan

1) Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang- undangan berkaitan dengan peran

Berkenaan dengan politik hukum pen- egakan Hak Asasi Manusia, maka penulis, berdasarkan pada berbagai definisi politik hukum tersebut di atas, merumuskan bahwa politik

Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. adalah hak-hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan

dalam memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan keluarganya mengenai perawatan masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, aktivitas fisik selama kehamilan,

Penerapan manajemen strategi dalam usaha kecil, khususnya industri kecil bertujuan untuk melakukan pengembangan usaha sehingga dapat melakukan efisiensi dan

- Anak yeng berada di barisan paling belakang dari kedua kelompok dibisikkan sebuah kalimat oleh pemimpin Games, setelah tanda dibunyikan oleh pemimpin games, maka

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Wuryanto & Insani, 2013) yang berjudul “Tingkat Kesiapan (Readiness) Implementasi E- Learning di Sekolah Menengah Atas Kota