BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori2.1.1.Hakikat Belajar
Belajar merupakan proses seumur hidup yang dialami manusia. Belajar pada penelitian ini adalah belajar menurut teori konstruktivisme yang berpandangan bahwa seseorang belajar melalui pengalaman-pengalamannya dan kemudian membangunnya sendiri sebagai sebuah pengetahuan baru. Sejalan dengan pandangan konstruktivisme, Skinner dalam Sagala (2003:14) menuturkan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Sedangkan menurut Slameto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Simanjuntak (1992:53) belajar merupakan interaksi antara anak dengan lingkungan. Menyediakan lingkungan belajar yang kaya dengan stimulus berarti membantu siswa dalam pertumbuhan perkembangannya.
Berdasar pada berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan sebuah proses dimana seseorang berusaha untuk memperoleh perubahan kognitif, psikomotorik, dan afektif yang berlangsung secara terus menerus melalui pengalaman-pengalaman yang dimilikinya..
2.1.1.1 Pengertian hasil belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011:22). Dimyati dan Mudjiono (2009:20) juga berpendapat bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar terjadi terutama karena evaluasi dari guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut akan sangat bermanfaat bagi siswa dan guru. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (1995) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku subyek yang meliputi kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif dalam situasi tertentu berkat pengalamannya berulang-ulang..
Menurut Benyamin S Bloom hasil belajar diklasifikasikan meliputi tiga ranah yaitu: 1. Ranah kognitif, ialah berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek antara lain evaluasi, aplikasi, analisis, pemahaman, sintesis, pengetahuan/ ingatan.
2. Ranah afektif, ialah yang berhubungan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan karakteristik nilai.
3. Ranah psikomotorik, merupakan ranah yang berhubungan dengan hasil belajar keterampilan dan kamampuan bertindak.
Benyamin Bloom dalam Sudjana (2010:22-31), mengemukakan hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:
1. gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidaksadar; 2. keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;
3. kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain;
4. kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan; 5. gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks;
6. kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Berdasarkan pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dialami seseorang dari keadaan tidak tahu menjadi tahu ataupun dalam bentuk keterampilan yang belum dimiliki sampai keterampilan yang dimiliki dan sebagai umpan balik dalam proses belajar. Ada tiga klasifikasi hasil belajar yaitu ranah kognitif yang berupa pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi, sedangkan ranah afektif berupa jawaban, penerimaan, penilaian, organisasi, karakteristik nilai. dan ranah psikomotorik berupa gerakan refleks, keterampilan pada gerakan- gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan di bidang fisik, gerakan-gerakan skill, kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi.
2.1.2.Hakikat Matematika 2.1.2.1 Pengertian Matematika
Standar Isi (2006) Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Matematika berasal dari bahasa Yunani yang berarti studi besaran, struktur ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan konjektur baru dan membangun kebenaran melalui metode deduksi yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi yang bersesuaian.
Sumardyono (2004:48) berpandangan bahwa matematika merupakan pengetahuan yang berpola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenaranya bila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
2.1.2.2Karakteristik matematika
Sumarno (2002:2) mengemukakan beberapa karakteristik yaitu: materi matematika menekankan penalaran yang bersifat deduktif, materi Matematika bersifat hierarkis dan terstruktur dan dalam mempelajari Matematika dibutuhkan ketekunan, keuletan serta rasa cinta terhadap Matematika karena materi Matematika bersifat hierarkis dan terstruktur maka dalam belajar Matematika tidak boleh terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan. Artinya, perlu mendahulukan belajar tentang konsep Matematika yang mempunyai daya bantu terhadap konsep Matematika yang lain. Pemberian simbol penting untuk menjamin adanya komunikasi, dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru.
2.1.2.3 Ruang Lingkup Matematika
Permendiknas No.20 Tahun 2006, Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Bilangan
2. Geometri dan pengukuran 3. Pengolahan data.
2.1.3 Hakekat Anak usia SD.
Siswa SD adalah anak-anak yang berusia 6-12 tahun. Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi dua menjadi kelas rendah dan kelas atas. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas-kelas tinggi sekolah dasar yang terdiri dari kelas empat, lima, dan enam. Menurut Peaget perkembangan kogitif siswa SD ialah tahap operasional konkrit yang artinya memahami sesuatu dengan bantuan benda konkrit.
Karakteristik anak usia SD. 1. Anak SD senang bermain. 2. Anak SD senang bergerak.
3. Anak usia SD senang bekerja dalam kelompok.
Piaget dalam Suparno (2001) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak Sekolah Dasar (SD) berada pada tahap operasional konkret dimana siswa hanya mampu memahami hal-hal yang bersifat nyata.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa SD adalah anak yang berusia 7-12 tahun yang berada pada tahap oprasional konkrit yang memiliki karakteristik senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok, dan memperagakan sesuatu dalam belajar. 2.1.4 Pendekatan PMRI
2.1.4.1 Hakekat Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses pembelajaran yang masih umum didalamnya mewadahi, melatari, menginspirasi, dan menguatkan metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu (Komalasari, 2010:54).
Dilihat dari pendekatannya, terdapat dua pendekatan pembelajaran yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasiatau berpusat pada siswa (student 1centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
2.1.4.2 Pengertian Pendekatan PMRI
Pendekatan PMRI merupakan adopsi dari Realistic Mathematics Education yang dikembangkan oleh Institut Freudhental. Pendekatan ini berpandangan bahwa matematika merupakan aktivitas insani yang harus dikaitkan dengan realitas (Aisyah, 2008:73). Artinya matematika harus dekat dan relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Pemikiran inilah yang mendasari pengembangan pendekatan RME, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
PMRI menekankan bahwa matematika adalah aktivitas manusia, dalam hal ini siswa, untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan yang dia perlukan. Konsep ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar siswa di Indonesia (Sutarto Hadi, 2005).
Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah kontekstual, dunia kontekstual digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia kontekstual.
2.1.4.3 Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik
Karakteristik utama pendekatan matematika realistik sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut.
a. Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia kontekstual. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus kontekstual bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka.
b. Dunia abstrak dan kontekstual harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau situasi kontekstual dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.
c. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan oleh guru. d. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa maupun antara
siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.
e. Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia kontekstual diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.
2.1.4.4 Implementasi Pendekatan Matematika Realistik
Pengimplementasian PMRI di kelas harus didukung oleh sebuah perangkat yang dalam hal ini adalah buku ajar yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Menurut Suharta, I (2005) bahwa implementasi PMRI di kelas meliputi tiga fase yakni.
1. Fase Pengenalan
Padafase pengenalan, guru memperkenalkan masalah realistik dalam matematika realistik kepada seluruh siswa serta membantu untuk memberi pemahaman setting/masalah. Pada
fase ini sebaiknya ditinjau ulang semua konsep-konsep yang berlaku sebelumnya dan diusahakan untuk mengaitkan masalah yang dikaji saat itu ke pengalaman siswa sebelunya.
2. Fase Eksplorasi
Pada fase eksplorasi, siswa dianjurkan bekerja secara individual, berpasangan atau dalam kelompok kecil. Pada saat siswa sedang bekerja, mereka mencoba membuat model situasi masalah, berbgai pengalaman atau ide, membuat dugaan. Selanjutnya dikembangkan strategi-strategi pemecahan masalah yang mungkin dilakukan berdasarkan pada pengetahuan informal atau foral yang dimiliki siswa.
3. Fase Meringkas
Peranan siswa dalam fase ini sangat penting seperti: mengajukan dugaan, pertanyaan kepada yang lain, bernegosiasi, alternatif-alternatif pemecahan masalah, memberikan alasan, memperbaikistrategi dan dugaan mereka, dan membuat keterkaitan. Sebagai hasil diskusi, siswa diharapkan menemukan konsep-konsep awal atau pegetahuan matematika formal sesuai dengan tujuan materi.
2.1.4.5 Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Uraian di atas jelas menggambarkan langkah-langkah pembelajaran matematika realistik. Zulkardi mengemukakan langkah-langkah pembelajaran matematika realistik (Aisyah dkk.2008:7-20) sebagai berikut.
1. Persiapan
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia kontekstual. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.
3. Proses pembelajaran
Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk
mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4. Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.
2.1.4.6 Kelebihan dan Kekurangan PMRI
Menurut Mustiqomah (2001) dalam artikelnya mengatakan bahwa, kelebihan dan kekurangan PMRI sebagai berikut.
1. Kelebihan PMRI
a. Siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya karena pengetahuan tersebut dibangun sendiri.
b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan.
c. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya.
d. Memupuk kerjasama dalam kelompok.
e. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya. f. Melatih siswa karena harus menjelaskan jawabannya.
g. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan menggunakan pendapat.
h. Pendidikan budi pekerti, misalnya: kerja sama dan saling menghormati teman yang sedang berbicara.
2. Kekurangan PMRI
a. Siswa kesulitan dalam meneukan sendiri jawabanya karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu.
b. Membutuhkan waktuyang lama terutama bagi siswa yang lemah.
c. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai.
e. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi/memberi nilai.
2.1.5 Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar (Wina Sanjaya,2010:204). Menurut Rossi dan Breidle (dalam Wina Sanjaya,2010:204) disebutkan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya. Alat-alat seperti radio, televisi kalau digunakan dan diprogram untuk pendidikan, maka merupakan media pembelajaran. Iswidayati (2010:2), mengemukakan bahwa media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari ”medium” yang secara harfiah berarti ”perantara” atau ”pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Media diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan, atau informasi kepada siswa serta dapat dimanfaatkan untuk memperjelas materi atau mencapai tujuan pembelajaran, memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran meliputi semua alat yang di peruntukkan untuk pendidikan.
2.1.6 Media Visual dalam Pembelajaran Matematika
Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera penglihatan. Jenis media inilah yang sering digunakan guru untuk membantu menyampaikan isi atau mmateri pelajaran. Media visual ini terdiri dari media yang tidak dapat diproyeksikan (non-projected visuals) dan media yang dapat diproyeksikan ((non-projected visuals) atau bergerak (motion picture).
1. Media visual tidak diproyeksikan
Gambar diam/mati (still picture) gambar-gambar yang disajikan secara fotografik misalnya gambar tentang manusia, binatang, tempat, atau obyek lain yang ada kaitannya dengan bahan/isis pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. keuntungan yang di dapat dengan menggunakan media gambar diam yaitu.
a) Media ini dapat menerjemahkan ide/gagasan yang bersifat abstrak menjadi lebih realistik. b) Banyak tersedia dalam buku-buku (termasuk buku teks), majalah, surat kabar, kalender,
dan sebagainya.
d) Tidak mahal, bahkan mungkin tidak memerlukan biaya.
e) Dapat digunakan pada setiap tahap pembelajaran dan semua disiplin ilmu.
Selain beberapa keuntungan, terdapat juga sedikit keterbatasan dari media gambar yaitu. a) Terkadang ukuran gambar terlalu kecil jika digunakan padasuatu kelas.
b) Gambar diam merupakan media dua dimensi. c) Tidak bisa menimbulkan kesan gerak.
2. Media Visual yang diproyeksikan
Media yang diproyeksikan pada dasrnya adalah media yang menggunakan alat proyeksi sehingga gambar atau tulisan nampak pada layar. Media proyeksi ini bisa berbentuk media proyeksi diam dan media proyeksi gerak. Alat proyeksi yang digunakan tentu menbutuhkan aliran listrik dan juga membutuhkan ruangan tertentu yang cukup memadai.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Scolastika Mariani dalam penelitiannya yang berjudul Pengajaran Konsep Pecahan dan Kabataku Pecahan di Sekolah Dasar kesipulannya adalah pengajaran konsep pecahan dan kabataku (kali, bagi, tambah, kurang) pecahan di sekolah dasar dengan menggunakan model fisik. Model fisik ini akan membantu siswa mengkonstruksi skema mental mereka tentang pecahan. Mengajarkan pecahan tidak hanya menyangkut mentransfer ide-ide matematika, metode dan konsep, tetapi itu lebih merupakan cara untuk mendefinisikan pecahan sebagai proses asal-usul, terjadinya dan pengembangan (bertahap). Dimulai dengan menghubungkan suatu topik matematika dengan kehidupan nyata, atau apa yang sekarang kita dapat menempatkan dalam paradigma genesis kontekstual. Siswa membangun konsep-konsep matematika mereka sendiri melalui pengajaran konsep pecahan dengan memperhatikan: tahap-tahap genesis kontekstual, kompleksitas konseptual yang terkait dengan masalah pemodelan, pembelajaran pecahan yang realistic kontekstual, menyenangkan dengan model fisik ataupun visualisasi.
Epon Nur’aeni dkk dalam penelitiannya yang berjudul Model Disain Didaktis Pembagian Pecahan Berbasis Pendidikan Matematika Realistik untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar kesimpulannya adalah hasil pelitian pengembangan model disain didaktis pembagian pecahan berbasis pendidikan matematika realistik. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap learning obstacle konsep operasi pembagian bilangan pecahan pada pembelajaran matematika sekolah dasar melalui studi pendahuluan yang dilakukan pada siswa kelas V dan kelas VI di SDN 8
Singaparna Tasikmalaya serta mengujicobakan bahan ajar pembagian pecahan dalam pembelajaran matematika berbasis pendidikan matematika realistik pada siswa kelas V SDN Perumnas Cisalak Tasikmalaya. Aspek disain didaktis yang dikembangkan adalah menanamkan makna pembagian pecahan, mengembangkan pemahaman prosedural pembagian pecahan, mengembangkan pemahaman pembagian pecahan dalam konteks soal cerita dan menanamkan pemodelan pembagian pecahan. Setelah desain didaktis awal tersebut diujikan di SDN Perumnas 1 Cisalak, menghasilkan desain didaktis revisi yang kemudian diimplementasikan di SDN 8 Singaparna. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Disain Didaktis (Didactical Design Research). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui instrumen tes berupa soal, observasi partisipatif, wawancara mendalam, studi dokumentasi dan gabungan ketiganya atau trianggulasi. Hasil penelitian ini adalah suatu desain didaktis alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika sekolah dasar terkait konsep operasi pembagian bilangan pecahan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan PMRI dan media visual untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SD Negeri Sugihan 04. Merujuk pada penelitian-penelitian tersebut, besar kemungkinan pndekatan pembelajaran PMRI mampu meningkatkan hasil belajar matematika siswa III SD Negeri Sugihan 04.
2.3 Kerangka Berpikir
Berbagai cara dapat dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar matematika salah satunya dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswadan karakteristik matematika. Salah satunya yaitu pendekatan PMRI karena dengan pendekatan PMRI, matematika menjadi dekat dengan siswa karena matematika yang diajarkan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu perlu menggunakan mediayang berguna untuk membantu siswadalam belajar. Dengan menggunakan pendekatan PMRI dengan didukung media visual diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat.
Dari uraian diatas dan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang relevan makapenulis memiliki gagasan. Gagasan tersebut penulis sampaikan dalam bentuk bagan atau alur pikir sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema Alur Pikir
Kondisi awal Guru masih menggunakan pendekatan teacher center Kurang dalam menggunakan media Hasil belajar siswa belum mencapa i KKM Menggunakan pendekatan PMRIdengan didukung media visual pada dua siklus
Tindakan
Siklus 1 Siklus 2
Kondisi akhir
Hasil belajar dan
pelaksanaan pembelajaran meningkat sesuai kriteria yang ditetapkan
Penerapan pendekatan PMRIdan media visual sudah sesuai
Perbaikan penerapan pendekatan PMRIdan media visual pada siklus pertama Diharapkan tercapainya hasil belajar dan indikator pelaksanaan Diharapkan adanya perbaikan pada siklus Itercapainya hasil belajar dan indikator pelaksanaan
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan landasan teoritis maka hipotesis penelitian yaitu “Diduga melalui Pendekatan PMRI didukung dengan media visual dapat meningkatan hasil belajar matematika siswa kelas 3 SD Negeri Sugihan 04 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang tahun ajaran 2013/2014.