• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7

Pengertian belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 7-9) merupakan suatu proses yang terjadi pada siswa dengan adanya kesadaran pada siswa dengan memperoleh sesuatu melalui lingkungan sekitar. Dengan demikian siswa merupakan bagian penting dalam proses belajar. Melalui belajar siswa dapat memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar, baik belajar mengenai gejala alam, hewan, tumbuhan maupun benda-benda yang ada disekitar.

Mohamad Surya (1981: 32) mendefinisikan belajar merupakan sebuah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara menyeluruh, sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian siswa diharapkan untuk aktif dalam proses belajar guna memperoleh pengalaman yang dapat merubah tingkah laku siswa ke arah yang lebih baik dan dengan usaha yang dilakukan melalui belajar, siswa dapat membentuk dirinya untuk memahami dan mendapat pengetahuan baru. Didukung oleh Skiner (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 9-10) yang berpendapat bahwa belajar merupakan sebuah perubahan perilaku ke arah perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan belajar orang akan mengalami perubahan tingkah laku dan dapat memberi respon yang lebih baik. Skiner juga menyebutkan adanya beberapa hal yang ditemukan dalam belajar, yakni adanya kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk memberikan respon terhadap sesuatu yang dipelajari, dan dengan ditandainya pertanggungjawaban atas respon yang disampaikan.

Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 10-13) mengemukakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dimana dengan belajar siswa mendapat keterampilan khusus dan dapat memberikan respon yang baik. Oleh karena itu proses belajar harus dapat membuat siswa memperoleh sesuatu

(2)

terkait dengan materi yang dipelajari dengan menggunakan beberapa strategi agar dapat menyampaikan materi ajar dengan baik dan mencapai tujuan yang ditentukan.

Menurut Winkel (Darsono, 2000: 4), belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif di lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Proses yang membutuhkan keaktifan mental atau psikis dalam mencapai tujuan yang diharapkan yakni peningkatan pemahaman. Thorndike (Asri Budiningsih, 2005: 21) berpendapat bahwa “belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon”. Melalui kegiatan belajar siswa dapat mendapat pengetahuan yang diarahkan dengan pemberian respon. Respon yang diberikan oleh siswa dapat berupa respon langsung maupun tidak langsung. Respon yang diberikan dapat berupa pikiran, perasaan, ataupun tindakan. Ketika siswa belajar maka diharapkan adanya perubahan dalam diri siswa, perubahan yang terjadi tentunya harus dapat diukur. Dalam hal ini perubahan tingkah laku merupakan contoh perubahan yang dapat diukur dan dibandingkan dengan perubahan sebelumnya.

Dalam proses belajar, ada 3 hal yang harus diperhatikan yakni input, proses, dan outputnya. Pada proses belajar input harus diperhatikan secara seksama agar dapat diketahui tingkat kebutuhan anak akan hal yang dipelajarai. Belajar merupakan sebuah proses oleh karena itu, proses belajar juga perlu diperhatikan agar kegiatan belajar dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Aaron Quinn Sartain (Darsono, 2000: 4) menyatakan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman Perubahan-perubahan yang dimaksud yakni meliputi perubahan sikap maupun keterampilan terhadap suatu objek. Dari pendapat yang telah dipaparkan oleh Aaron maka dapat diketahui bahwa pembelajaran yang melalui pengalaman tentunya tidak memakan sedikit waktu. Proses belajar bisa memakan waktu cukup lama atau bahkan sangat lama, hal tersebut dipengaruhi input atau tingkatan setiap individu. Adapun output merupakan keluaran atau hasil dari input yang telah mengalami proses dimana hasil

(3)

tersebut akan menunjukkan seberapa banyak perubahan yang terjadi. Setelah mengetahui hasil dari proses belajar, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan evaluasi guna mengetahui keefektifan dari sebuah model terhadap materi yang dipelajari apakah memberi banyak pengaruh atau tidak.

Pada hakikatnya belajar merupakan sebuah proses, dimana dalam proses tersebut akan memerlukan waktu. Proses tersebut tidak hanya berlangsung di kelas maupun di sekolah saja, melainkan melalui pengalaman sehari-hari di lingkungan yang lebih luas. Proses belajar sangat membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dari pernyataan-pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu guna mencapai tujuan yakni terdapat perubahan yang signifikan yang dapat diukur dan dibedakan dari sebelum individu tersebut mengalami perubahan dalam kondisi tertentu.

2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif

Asri Budingsih (2005: 34) memaparkan bahwa belajar menurut teori kognitif yakni merupakan sebuah proses internal yang di dalamnya terkandung unsur ingatan, pengolahan informasi dan unsur-unsur lainnya. Dalam hal ini Budiningsih juga menambahkan bahwa proses belajar terjadi antara pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sebelumnya sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang yang berasal dari pemahaman dan pengalaman-pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya. Dengan demikian, belajar dalam ranah kognitif merujuk pada subjek belajar menyangkut pada kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik.

Winkel (2004: 274) mengatakan bahwa pembelajaran dalam ranah kognitif meliputi kegiatan yang menghubungkan pengetahuan atau pola pikir peserta didik dengan pemahaman serta penerapannya. Dalam hal ini pembelajaran dengan ranah kognitif mengarah kepada kecerdasan peserta didik dimana peserta didik menggunakan pemikirannya untuk mengingat dan memahami serta dihubungkan pula mengenai penerapannya. Dengan demikian

(4)

pembelajaran yang mengarah pada ranah kognitif akan melibatkan proses mengingat hingga memahami suatu materi ajar. Belajar menurut teori kognitif juga dipaparkan oleh Dahar (1988: 21) yang mengungkapkan bahwa proses belajar yang meliputi proses berpikir atau menggunakan logika deduktif dan induktif. Dalam hal ini Dahar juga menambahkan mengenai proses stimulus dan respon dari belajar terkondisi. Dengan adanya stimulus-stimulus yang diberikan maka akan berpengaruh pada respon yang akan diberikan oleh peserta didik.

Penelitian ini diarahkan pada perkembangan kecerdasaan peserta didik. Melalui beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa ranah kognitif dalam pembelajaran mengandung unsur yang melibatkan perkembangan kecerdasan seseorang, maka penelitian ini diarahkan untuk mengembangkan aspek kognitif peserta didik. Dalam hal ini yang akan dijadikan subjek penelitian yakni siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diharapkan dapat membantu siswa dalam belajar Matematika pokok bahasan pecahan sehingga nantinya dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

2.1.2 Pengertian Prestasi Belajar

Dalam pendidikan hasil akhir yang hendak dicapai yakni peserta didik dapat mengalami ketuntasan belajar dari standar nilai yang ditentukan dengan hasil yang signifikan. Nilai-nilai yang didapat oleh peserta didik harus dapat diukur dan dibandingkan dari sebelum belajar dan setelah belajar sehingga dapat diketahui prestasi belajar siswa tersebut. Menurut Abdulah (2008) prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil proses belajar mengajar yakni terkait dengan penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu. Dengan demikian akan nampak perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam diri siswa baik secara intelektual maupun emosionalnya. Perubahan-perubahan tersebut, akan didukung dengan adanya proses belajar yang memadai dalam arti adanya hubungan yang positif antara peserta didik dengan materi ajar sehingga hasil yang diperoleh peserta didik juga memberikan hasil yang positif. Didukung

(5)

oleh Muhibbin Syah (2006) yang memaparkan bahwa prestasi belajar adalah perubahan yang timbul akibat dari hasil belajar siswa yang didalamnya termasuk aspek pemikiran dan perasaan. Sedangkan menurut Ilyas (2008) belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan beberapa kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil akhir yang hendak dicapai setelah proses pembelajaran dilakukan. Dalam penelitian ini, hasil akhir yang hendak dicapai yakni adanya peningkatan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo melalui upaya penerapan modelcooperative learningtipe TGT. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Slameto (2003) secara garis besar faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi:

a. Faktor Internal

Faktor yang menyangkut seluruh pribadi termasuk kondisi fisik maupun mental atau psikis. Faktor internal ini sering disebut faktor instrinsik yang meliputi kondisi fisiologi dan kondisi psikologis yang mencakup minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan lain-lain.

1) Kondisi Fisiologis Secara Umum

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar seseorang. Orang yang ada dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang ada dalam keadaan lelah. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuannya berada dibawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi. Anak- anak yang kurang gizi mudah lelah, mudah mengantuk, dan tidak mudah menerima pelajaran.

2) Kondisi Psikologis

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor

(6)

lain seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. Meski faktor luar mendukung, tetapi faktor psikologis tidak mendukung maka faktor luar itu akan kurang signifikan. Oleh karena itu minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses danhasil belajar siswa (Djamara, 2008).

3) Kondisi Panca Indera

Disamping kondisi fisiologis umum, hal yang tak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran. Sebagian besar yang dipelajari manusia dipelari menggunakan penglihatan dan pendengaran. Orang belajar dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru dan orang lain, mendengarkan ceramah, dan lain sebagainya.

4) Intelegensi/Kecerdasan

Intelegensi adalah suatu kemampuan umum dari seseorang untuk belajar dan memecahkan suatu permasalahan. Jika intelegensi seseorang rendah bagaimanapun usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar, jika tidak ada bantuan orang tua atau pendidik akan membuat usaha belajar tidak akan berhasil.

5) Bakat

Bakat merupakan kemampuan yang menonjol disuatu bidang tertentu misalnya bidang studi Matematika atau bahasa asing. Bakat adalah suatu yang dibentuk dalam kurun waktu, sejumlah lahan dan merupakan perpaduan taraf intelegensi. Pada umumnya komponen intelegensi tertentu dipengaruhi oleh pendidikan dalam kelas, sekolah, dan minat subjek itu sendiri. Bakat yang dimiliki seseorang akan tetap tersembunyibahkanlama-kelamaanakan menghilang apabilatidak mendapat kesempatan untuk berkembang.

(7)

6) Motivasi

Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat, dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal dalam belajarnya. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekat bulat dan selalu optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar. Bila ada siswa yang kurang memiliki motivasi instrinsik diperlukan dorongan dari luar yaitu motivasi ekstrinsik agar siswa termotivasi untuk belajar.

b. Faktor Eksternal

Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain (Djamara, 2008).

1) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:

a) Lingkungan Alami

Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada belajar pada suhu udara yang lebih panas dan pengap.

b) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya (wakilnya), walaupun yang berwujud hal yang lain langsung berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar

(8)

memecahkan soal akan terganggu bila ada orang lain yang mondar-mandir di dekatnya atau keluar masuk kamar. Representasi manusia misalnya memotret, tulisan, dan rekaman suara juga berpengaruh terhadap hasil belajar.

2) Faktor Instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah yang penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan yang telah dirancang. Faktor-faktor ini dapat berupa :

a) Perangkat keras /hardware misalnya gedung, perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, dan sebagainya.

b) Perangkat lunak /software seperti kurikulum, program, dan pedoman belajar lainnya.

Dari faktor-faktor yang telah dijabarkan di atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam penelitian mengacu pada faktor eksternal yang akan mempengaruhi faktor internal siswa. Adapun faktor eksternal tersebut yaitu penyampaian materi yang dipadukan dengan kesesuaian model pembelajaran. Dalam hal ini model pembelajaran yang diterapkan yakni pembelajaran kooperatif tipe TGT. Dengan dipadukannya model pembelajaran kooperatif tipe TGT diharapkan dapat memudahkan siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo dalam mempelajari materi dengan pokok bahasan pecahan. Dengan demikian proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, setelah diperhatikannya faktor yang mempengaruhi siswa secara eksternal dan diharapkan dapat mempengaruhi faktor internal siswa yakni pemahaman siswa terkait materi ajar, sehingga prestasi belajar siswa dapat mengalami peningkatan.

2.2 Pengertian Matematika

Menurut Gagne (Hudojo, 1988: 23), dalam belajar Matematika dipisahkan oleh beberapa fase. Fase-fase yang dimaksud antara lain fase motivasi, fase pemahaman, fase penguasaan, fase ingatan, fase pengungkapan,

(9)

fase generalisasi, fase perbuatan, fase umpan balik. Dalam pembelajaran yang baik khususnya pembelajaran Matematika proses pembelajaran harus mencerminkan fase-fase tersebut. Tidak hanya berfokus kepada hasil akhir tapi proses dalam pembelajaran harus diperhatikan.

Bruner (Heruman, 2008: 4) pembelajaran Matematika merupakan pembelajaran yang mengarahkan kepada siswa untuk menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang terkait dengan materi ajar sesuai dengan kebutuhannya. Dalam menemukan sendiri bukan berarti menemukan sesuatu yang baru akan tetapi menemukan lagi sesuai dengan tingkat pemahaman siswa.

Pembelajaran Matematika merupakan pembelajaran yang menuntut pengajar dan peserta didik untuk aktif dan kreatif. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat memahami materi ajar, untuk dapat mencapai tujuan tersebut pengajar harus ekstra aktif agar saat proses belajar mengajar berlangsung tidak membosankan. Untuk itu pengajar tidak hanya fokus terhadap matari ajar akan tetapi juga fokus pada model pengajaran. Pemilihan model pengajaran juga tidak sembarang memilih atau asal, pemilihan model pengajaran harus memperhatikan karakteristik dan kebutuhan peserta didik dan ketepatan dengan materi ajar. Fokus tersebut harus diperhatikan dengan seksama karena pembelajaran Matematika adalah pembelajaran yang objeknya tergolong abstrak. Guru harus berupaya membawakan sesuatu yang abstrak dengan memberi contoh dengan sesuatu yang konkret.

Seperti yang dikemukakan oleh Dienes dalam Aisyah (2008), perkembangan konsep Matematika dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dari rangkaian belajar dari konkret ke simbolik. Pola keteraturan dalam pembelajaran Matematika sangat berpengaruh pada proses mengajar, oleh karena itu diperlukan adanya suatu pendekatan khusus untuk membuat pembelajaran Matematika dengan pola yang sangat ketat menjadi pelajaran yang menyenangkan dan dipahami. Dalam hal ini, untuk membangun pola keteraturan dalam pembelajaran Matematika dapat dimulai dengan penanaman konsep kepada peserta didik, dimana konsep tersebut tidak

(10)

ditanamkan secara paksa dalam arti murid diminta menghafalkan rumus dan materi ajar semata akan tetapi penanaman konsep dilakukan tanpa ada unsur paksaan. Proses tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan cara mengajar dan bagaimana pengajar membawakan suatu pelajaran dengan menyenangkan dan dapat membuat peserta didik lebih aktif dan kreatif.

Matematika merupakan pelajaran yang harus diberikan disemua jenjang pendidikan, karena pelajaran ini mempunyai banyak fungsi yang dapat diterapkan dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan akan hidup tidak sekedar hanya dengan kebutuhan akan kesehatan semata akan tetapi diperlukan adanya kebutuhan tingkat pengetahuan yang harapannya dapat diaplikasikan dengan dunia nyata untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ciri yang sangat penting dalam Matematika adalah disiplin berpikir yang didasarkan pada berpikir logis, konsisten, inovatif dan kreatif. Dengan demikian pembelajaran Matematika yang akan diterapkan di SD Negeri 3 Karangrejo pada kelas IV memperhatikan ciri penting pembelajaran Matematika yang telah disebutkan di atas dan disesuaikan dengan penerapan model pembelajaran yang akan digunakan. Dengan melihat permasalahan yang muncul maka selain hal tersebut di atas juga perlu diperhatikan mengenai fungsi dan tujuan dari matapelajaran Matematika.

Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menurunkan dan mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur dan menggunakan rumus Matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan trigonometri (Aisyah, 2008). Melalui pembelajaran Matematika yang mempunyai fokus tujuan dalam hal perhitungan maka tahapan-tahapan yang telah dikemukakan oleh Aisyah dipelajari secara urut mulai dari pengenalan hingga perhitungan yang rinci.

Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model Matematika yang dapat berupa

(11)

kalimat Matematika dan persamaan Matematika, diagram, grafik atau tabel. Tujuan umum pendidikan Matematika ditekankan kepada siswa untuk memiliki:

1) Kemampuan yang berkaitan dengan Matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah Matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.

2) Kemampuan menggunakan Matematika sebagai alat komunikasi.

3) Kemampuan menggunakan Matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah.

Pemberian pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar bertujuan untuk menyiapkan siswa di SD untuk dapat menjadi individu yang memiliki keterampilan selain dalam bidang perhitungan. Pembelajaran Matematika membutuhkan kecermatan, oleh karena itu dalam pembelajaran Matematika siswa dituntut untuk cermat dan teliti sehingga dapat memberikan jawaban yang tepat. Dari proses pembelajaran yang membutuhkan kecermatan, siswa dapat dilatih untuk menjadi seorang yang teliti dalam mengerjakan sesuatu. Heruman (2008: 1-5) mengungkapkan bahwa pembelajaran Matematika di SD dapat mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, namun membutuhkan proses pembelajaran yang menyenangkan. Karena pada dasarnya pembelajaran Matematika memiliki subjek yang abstrak sedangkan siswa Sekolah Dasar berpikir pada objek yang konkret, maka dengan cara belajar berkelompok, diharapkan siswa merasa lebih nyaman dan dapat saling membantu dalam penguasaan materi. Oleh karena itu peneliti menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk membantu proses pembelajaran siswa.

(12)

2.3 PengertianCooperative Learning

Slavin (2010) berpendapat bahwa cooperative learning merupakan proses pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok dengan struktur yang heterogen guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan belajar secara berkelompok diharapkan siswa dapat lebih nyaman dalam belajar dan dapat menyampaikan pendapat atau pengetahuan mereka dengan lebih leluasa. Belajar dalam kelompok juga memudahkan siswa untuk saling berbagi dan menghargai, dalam kelompok siswa dapat berbagi pengetahuan mereka, dan sekaligus dapat saling menghargai pendapat yang diungkapkan oleh teman mereka. Belajar secara berkelompok diharapkan dapat membantu guru dalam mengelola kelas, tentunya tidak semudah ketika guru hanya menerangkan dan siswa duduk mendengarkan. Pembelajaran dengan model guru ceramah akan cenderung membuat siswa menjadi cepat bosan dan cenderung ingin mencari kesibukan sendri. Slavin mengungkapkan bahwa dalam belajar berkelompok juga membangkitkan tanggung jawab siswa secara individu, yakni dengan mengeluarkan pendapat atau memberi respon terkait dengan materi ajar siswa dituntut untuk bertanggung jawab atas respon yang telah diungkapkan.

Isjoni (2011: 14) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran dengan strategi kelompok dengan anggota kelompok yang kecil dengan kemampuan yang berbeda-beda, dimana setiap anggota bertanggung jawab atas anggota lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan adanya tingkat kemampuan yang berbeda-beda diharapkan siswa dapat saling membantu dan membagi pemahaman mereka dengan siswa lainnya. Dengan demikian kemampuan setiap anggota kelompok dapat sama dan tidak ada yang tertinggal. Didukung oleh Anita Lie (2008: 38) bahwa pembelajaran dengan model kooperatif dapat mengembangkan niat untuk bekerjasama dan berinterakasi antar siswa. Dengan demikian, siswa dapat saling membantu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menuntut adanya kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan peserta didik yang berbeda satu dengan yang lain dan diharapkan setiap individu dalam kelompok

(13)

dapat saling bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guna mencapai tujuan pembelajaran. Setiap anggota kelompok mempunyai tugas yang sama dalam kelompok dan dengan adanya kerjasama dalam kelompok diharapkan tugas yang diberikan dapat menjadi lebih ringan sekaligus dapat mengembangkan tingkat pemahaman siswa melalui saling berbagi pengetahuan. Melalui kelompok siswa dapat saling mengajari teman sebaya dan menerima serta menambah wawasan yang diberikan oleh siswa lain dalam menyelesaikan permasalahan (Widyatini, 2006).

Selanjutnya menurut menurut Sharan (Isjoni, 2011: 43) pembelajaran kooperatif learning merupakan pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk memiliki motivasi yang tinggi guna dapat meningkatkan pemahaman mengenai materi yang dipelajari. Di dalam belajar kelompok siswa dapat saling mendukung anggota lainnya sehingga dapat tercipta persahabatan dan timbul sikap saling menghargai satu sama lain. Didukung oleh pendapat Johnson (Isjoni, 2011: 23-25) yang mengatakan bahwa melalui pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar bersama dengan teman sebaya, saling bertukar pemahaman sehingga dapat timbul sikap saling menghargai pendapat orang lain. Dengan demikian pembelajaran menggunakancooperatif learning dapat menunjang sebuah pembelajaran dengan beraneka ragam materi ajar yang ada di sekolah khususnya Matematika.

Menurut Ibrahim, dkk (2000: 7-9) pembelajaran kooperatif memiliki fokus tujuan yang hendak dipakai, tujuan tersebut antara lain:

1) Hasil belajar akademik

Dalam sebuah pembelajaran memiliki tujuan umum dan tujuan utama yakni guna meningkatkan hasil belajar peserta didik. Berbagai model pembelajaran dibuat dan diterapkan guna mencapai tujuan tersebut. Dengan pembelajaran kooperative diharapkan siswa dapat belajar dengan nyaman sehingga meteri yang disampaikan oleh guru dapat dipahami oleh siswa. Dengan pemahaman terkait materi ajar, siswa dapat menyelesaikan persoalan yang diberikan dan dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Pembelajaran kooperatif menerapkan model belajar kelompok, di dalam belajar kelompok

(14)

peserta didik dapat saling menolong satu sama lain dalam menjapai tujuan pembelajaran.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Melalui pembelajaran kooperatif, siswa dapat saling menghargai satu dengan yang lain dengan adanya kegiatan saling membantu untuk mencapai tujuan. Kelompok yang dibentuk dalam pembelajaran kooperatif adalah kelompok dengan anggota yang berbeda-beda. Tidak hanya tingkat kecerdasaan yang berbeda melainkan dapat juga berbeda dalam agama, suku, ras, dan lain sebagainya. Dengan beraneka ragam perbedaan siswa dapat saling membantu sehingga dapat tercipta persahabatan yang baik dan timbul sikap saling menghargai.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Melalui pembelajaran kooperatif, siswa dalam kelompok dibentuk untuk saling menghargai. Timbulnya sikap saling menghargai akan memunculkan keterampilan-keterampilan sosial. Keterampilan sosial yang timbul dari pembelajaran kooperatif diantaranya siswa dapat bekerjasama dan berkolaborasi dengan baik. Hal ini dikarenakan siswa merasakan situasi dan kondisi yang sama serta menghadapi permasalahan yang sama sehingga di dalam kelompok siswa harus saling bekerja sama untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan serta mencapai tujuan yang ditetapkan secara bersama.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif diharapkan dapat membantu siswa dalam belajar Matematika, dengan model belajar kelompok. Melalui belajar kelompok siswa dapat saling menyemangati, saling berbagi pendapat guna memecahkan permasalahan, dan saling membantu agar dapat mencapai tujuan sehingga selain diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar juga siswa dapat saling menghargai satu dengan yang lain, serta dapat bertanggung jawab atas hasil dari pekerjaan mereka.

2.3.1 Pembelajaran Kooperatif TipeTeams Game Tournament(TGT) Model kooperatif tipe TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai

(15)

wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka (Slavin, 2010: 13).

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dikembangangkan oleh DeVries, Edwards dan Robert Slavin pada tahun 1978 (Isjoni, 2010) merupakan model pembelajaran kooperatif yang pertama dari John Hopkins. Model pembelajaran ini menggunakan pelajaran yang sama yang disampaikan dan tim kerja yang sama seperti dalam STAD, tetapi yang menggantikan kuis dengan turnamen mingguan, dimana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya.

Dalam pembelajaaran kooperatif tipe TGT terdapat langkah-langkah kegiatan yang dikemukakan oleh Slavin (2010: 163-167), diantaranya:

1) Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam pembelajaran yang biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah atau dengan ceramah yang dipimpin guru. Pada penyampaian materi ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan karena akam membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok. Pada kegiatan game, guru memantau perkembangan siswa sekaligus menyiapkan materi yang akan digunakan sebagai perangkat dalam pembelajaran.

2) Kegiatan Kelompok (Teams)

Jumlah anggota kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras ataupun etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. Pada tahap ini setiap anggota kelompok mempelajari bahan ajar dan latihan soal yang diberikan oleh guru. Ada beraneka ragam kegiatan yang terdapat di dalam kelompok diantarnya diskusi kelompok hingga diskusi antar kelompok, saling membandingkan jawaban tugas yang diberikan, memeriksa serta mengoreksi

(16)

sesama anggota kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam kegiatan setiap kelompok.

3) Game

Gameterdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Game dapat terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba jawaban pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan akan mendapat skor. Skor ini yang akan digunakan untuk mendapatkanreward.

4) Tournament

Tournament adalah suatu struktur dari sebuah game yang berlangsung. Turnamen berlangsung setelah dilakukan pembelajaran sehingga pada saat turnamen siswa sudah siap untuk saling bersaing secara positif. Pada kegiatan ini meliputi kegiatan pembagian kelompok yang dilanjutkan dengan pemilihan wakil-wakil kelompok yang akan ditempatkan pada meja turnamen yang telah disiapkan. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan kelompok dimana perturan yang diterapkan sama halnya dengan peratuaran pada kegiatan kelompok yang telah disebutkan di depan, namun yang membedakan adalah siswa di dalam kegiatan turnamen ini diharuskan untuk bekerja secara individu dalam mewakili kelompoknya guna mendapat point.

2.3.2 Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Dengan Cooperative Learning tipeTeams Game Tournament(TGT).

Pelaksanaan pembelajaran diatur oleh menteri pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

a. Kegiatan Pendahuluan

Dalam kegiatan pendahuluan, guru:

(17)

2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mengaitkan pengetahuan sebelumnya atau pengetahuan umum dengan materi yang akan dipelajari melalui kegiatan apersepsi.

3) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai 4) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai

silabus. b. Kegiatan Inti

Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar (KD) yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi peserta didik agar peserta didik mampu mengembangkan kemandirian, kreativitas sesuai dengan bakat serta minat yang dimiliki peserta didik. Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1) melibatkan peserta didik dalam mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip belajar dari aneka sumber;

2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;

3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;

4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran 5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio,

atau lapangan. Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;

(18)

2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; 3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan

masalah dan bertindak tanpa rasa takut;

4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan

prestasi belajar;

6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;

7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;

8) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, presentasi, serta produk yang dihasilkan;

9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,

2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,

3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,

4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar :

a) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengar menggunakan bahasa yang baku dan benar;

b) Membantu menyelesaikan masalah;

c) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;

(19)

d) Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;

e) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

c. Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru:

a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;

b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;

c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran perbaikan, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;

e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Sesuai dengan standar proses penerapan pembelajaran Matematika dengan cooperative learningtipe TGT sebagai berikut:

a. Rencana Pelaksanaan

Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah:

1) Membuat skenario pembelajaran Matematika berupa RPP yang dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Sebelum melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar, guru membuat lembar observasi sesuai dengan indikator yang sudah ditentukan yang bertujuan untuk meneliti seberapa jauh pengajar melakukan pembelajaran.

2) Selain membuat RPP dan lembar observasi, guru menyiapkan media pembelajaran guna mendukung berlangsungnya proses mengajar.

3) Menyiapkan perlengkapan evaluasi untuk mengetahui seberapa jauh siswa menerima pelajaran.

(20)

b. Pelaksanaan Kegiatan Awal

1) Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari sesuai RPP dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pokok bahasan pecahan.

2) Guru menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar.

3) Guru memotivasi siswa agar siswa lebih senang dan berminat mengikuti pembelajaran.

4) Memberikan apersepsi. Kegiatan inti

Eksplorasi

1) Guru menjelaskan materi ajar dengan melakukan tanya jawab agar siswa dapat berpartisipasi aktif serta untuk memantau pemahaman siswa.

2) Guru memberikan beberapa contoh soal dan meminta beberapa siswa untuk menyelesaikannya dan dilanjutkan dengan melakukan pembahasan bersama, hal ini dilakukan untuk menggali kemampuan siswa.

3) Guru membagi kelompok kecil untuk melakukan game tournament dengan jumlah anggota 3-4 orang.

4) Guru memberikan penjelasan mengenai tugas setiap siswa di dalam kelompok.

5) Siswa diminta untuk mengambil undian (undian berisikan nomor meja ataupun soal)

6) Siswa melakukan aktivitas dalam game tournament Elaborasi

1) Setiap kelompok yang telah mendapatkan soal, diminta untuk mengerjakan soal di dalam kelompok.

2) Setelah setiap kelompok telah menyelesaikan tugasnya maka guru mengkondisikan kelas ke dalam kegiatan presentasi dan diskusi bersama. 3) Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil dari tugas yang

(21)

Konfirmasi

1) Guru bersama siswa membahas hasil kegiatan kelompok.

2) Guru memberikan reward dengan kriteria tertentu (rewarddiberikan untuk setiap kelompok tetapi setiap kelompok mendapatkan reward yang berbeda-beda sesuai dengan jumlah skor yang diperoleh).

Kegiatan penutup

1) Guru membimbing siswa dalam menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

2) Guru memberikan penguatan dengan menanyakan beberapa soal secara lisan.

3) Guru memberikan motivasi dengan memberikan beberapa pesan yang menarik kepada siswa.

4) Guru memberikan tindak lanjut kepada siswa (tindak lanjut dapat berupa pemberian tugas rumah atau kegiatan lainnya).

2.3.3 Pembelajaran Matematika Di SD

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan. Hal ini berfungsi untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Hal-hal tersebut diperlukan untuk membekali peserta didik agar memiliki kemampuan mengelola dan memanfaatkan informasi yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan Matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain (Depdiknas, 2004).

Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model Matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam Depdiknas (2004), mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

(22)

1) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 2.4 Hasil Penelitian yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Ayuk Septiana Dewi dengan judul “KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAME TOURNAMENT) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS V SD” menunjukkan adanya pengaruh yang positif yaitu adanya kenaikan nilai hinga 82,06% dibanding dengan cara pengajaran yang masih konvensional yakni 74,06%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang menerapkan pembelajaran kooperatif dengan tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Matematika di kelas V. Dengan demikian pembelajaran kooperatif dengan tipe TGT lebih efektif daripada pembelajaran yang masih konvensional.

Rahmat Ari Subroto Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan telah melakukan penelitian dengan judul “Upaya Penggunaan Teknik Team Game Tournament (TGT) Untuk meningkatkan Prestasi Belajar IPS Tentang Kegiatan Jual Beli Pada Siswa Kelas III SDN 1 Watukelir Kecamatan Ayah” telah membuktikan adanya peningkatan prestasi belajar dengan menerapkan

(23)

TGT pada pembelajaran IPS di kelas III. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan ketuntasan hasil evaluasi siswa terhadap pemahaman dengan kompetensi dasar dengan menggunakan uang. Ketuntasan belajar siswa terjadi secara bertahap, dimana pada pra siklus terdapat 4 siswa yang telah lulus dalam belajarnya. Pada siklus I ketuntasan mencapai 64% sedangkan rata-rata kelas 66,64. Pada akhir siklus II ketuntasan siswa mencapai 88% dengan rata-rata 77,24. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III SDN 1 Watukelir.

2.5 Kerangka Berpikir

Mengapa siswa harus menggunakan cooperative learning tipe Teams Game Tournament, sebab dalam penelitian ternyata penggunaan cooperative learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam hal ini telah dibuktikan dari penelitian yang dilakukan beberapa tokoh yang ternyata berhasil. Selain itu juga diperkuat dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli dibidangnya yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini berdasarkan pada prinsip pembelajaran kooperatif tipe TGT yang mengatur sebuah pembelajaran dalam model belajar berkelompok sehingga apa yang menjadi permasalahan salah satu peserta didik dapat terbantu dengan diadakannnya diskusi bersama guna mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi. Sehingga secara tidak langsung, maka penggunaan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat membantu siswa dalam belajar sehingga akan berdampak pada hasil belajar. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan perubahan yang positif terhadap perkembangan di dunia pendidikan. Adapun alur dari kerangka berpikir digambarkan pada bagan berikut:

(24)

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir 2.6 Hipotesis Tindakan

Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Model Cooperative Learning tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Matematika terhadap materi ajar pecahan di kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo.

Dengan berpijak pada kerangka berpikir yang tersebutkan di depan, diduga dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran Matematika pada pokok bahasan pecahan akan meningkatkan prestasi belajar siswa.

Prestasi belajar Matematika pada pokok bahasan pecahan Pembelajaran Kooperatif tipe TGT Membentuk kelompok diskusi. Membuatgame tournament Membuat Kesimpulan Penilaian Prestasi belajar Matematika pokok bahasan pecahan meningkat

Gambar

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir 2.6 Hipotesis Tindakan

Referensi

Dokumen terkait

Karena minimnya aplikasi perjalanan wisata di Indonesia, khususnya Surabaya, maka dalam Jurnal ini dibuat aplikasi perjalanan wisata berbasis web yang diharapkan bisa

From the teaching program, it was obvious that CW with the heterogeneous groups, the well-organized writing phases, the writing task, and the teacher’s role as

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat determinasi yang signifikan kecerdasan spiritual terhadap kecenderungan perilaku menyimpang siswa kelas X SMA

Sehingga pola hidup yang kita lakukan baik itu sehat ataupun tidak itu tidak ada hubungannya dengan perubahan siklus menstruasi yang kita alami, tapi yang dapat

Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian Kualitatif, yaitu analisa yang diperoleh melalui proses observasi secara langsung terhadap upacara

yang telah disebutkan diatas, lalu peserta lelang tersebut dinyatakan sebagai pembeli serta pemenang lelang objek Hak Tanggungan maka dalam akta Risalah lelang akan tercantum

Agar boneka dapat menjadi media instruksional yang efektif, maka menurut Raemiza (http://ra3miza.wordpress.com) perlu memperhatikan beberapa hal dalam penggunaan boneka tangan,

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, peneliti bersama guru mitra dalam pelaksanaan proses pembelajaran masih terdapat kelemahan-kelemahan yaitu guru