• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Matematika

Kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani, ”mathein” atau “manthenein” yang berarti mempelajari. Matematika memiliki bahasa dan aturan definisi yang baik, penalaran yang jelas dan sistematis dan terstruktur atau keterkaitan antar konsep yang kuat. Unsur utama matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi (kebenaran konsistensi). Selain itu, matematika juga bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan fakta dan gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan tertentu. Tetapi perkiraan ini tetap harus dibuktikan secara deduktif, dengan argument yang konsisten.

Menurut Susanto (2013) Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika adalah salah satu bidang studi yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Matematika bahkan sudah diajarkan sejak dini di taman kanak-kanak walaupun secara informal. Pembelajaran matematika adalah suatu syarat untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Karena dengan belajar matematika, kita akan belajar menalar secara kritis, kreatif dan aktif. Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsep matematika harus dipahami terlebih dulu sebelum memanipulasi simbol-simbol tersebut.

Jadi, dari beberapa definisi matematika di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pelajaran yang mempelajari suatu makna yang ingin disampaikan baik berupa konsep struktur keterhubungan pola yang ada di dalamnya. Matematika merupakan ilmu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

(2)

2.1.2 Pengertian Belajar

Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Definisi lain dikemukakan oleh Winkel (1984: 136) bahwa belajar adalah suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan pengetahuan-pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap serta perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.

Menurut Hamalik (2001: 27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Selanjutnya Usman (1993: 4) mengemukakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Pendapat lain dikemukakan oleh Sudjana (1991: 5) bahwa belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan.

Belajar dianggap sebagai proses dan pengalaman dan latihan. Higgard dan Sanjaya (2007: 53) mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur, baik latihan di dalam laboratorium maupun di lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku.

Berdasarkan beberapa definisi belajar di atas maka dapat dirumuskan definisi belajar yaitu proses perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skill), atau dalam ketiga aspek yakni pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan dasar (psikomotor).

(3)

2.1.3 Hasil Belajar

Amirin dan Samsu Irawan (2000: 43), mengatakan hasil belajar adalah kemajuan yang diperoleh seseorang dalam segala hal akibat dan belajar. Seseorang yang mempelajani suatu melalui proses pembelajaran telah mernperoleh hasil dan apa yang telah dipelajarinya, hasil maksimal yang diperoleh inilah yang dikatakan hasil belajar. Sudjana (2001: 82), menjelaskan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajamya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 95), hasil belajar merupakan hasil dan suatu intruksi tindak belajar dan tindak mengajar.

Hasil belajar menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan yang diaplikasikan dalam bentuk penilaian dalam rangka memberikan pertimbangan apakah tujuan pendidikan tersebut tercapai. Penilaian hasil belajar tersebut dilakukan terhadap proses belajar mengajar untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran dalam hal penguasaan bahan pelajaran oleh siswa, selain itu penilaian tersebut dilakukan untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Dengan kata lain rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak hanya disebabkan oleh kurang berhasilnya guru mengajar.

Sudjana (2001), mengatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan rasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikulum maupun tujuan intruksional, menggunakan kiasifikasi hasil belajar matematika dan Bloom (dalam Sujana, 2001) secara garis besar menjadi tiga ranah yaitu:

1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dan enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sentesis, dan evaluasi.

2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dan lima aspek yakni, penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. 3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

(4)

ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Dimyanti dan Mujiono (2002), mengatakan hasil belajar merupakan hasil dari suatu intraksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari beberapa pendapat diatas maka hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu pembelajaran matematika. Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat dan mengenal kembali semua aturan-aturan yang ada dan harus dipenuhi untuk menguasai materi yang dipelajari Hamzah (2002 : 60).

Matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang ruang dan bilangan, ia sering dilukiskan sebagai suatu kumpulan sistem matematika yang mempunyai struktur tersendiri dan bersifat deduktif. Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur dan hubungannya yang teratur menurut aturan yang logis. Belajar matematika merupakan belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan diantara konsep dan struktur tersebut Karso (1994: 40).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa, dimana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam mempelajari matematika, sedangkan guru dalam mengajar harus pandai mencari pendekatan pembelajaran yang akan membantu siswa alam kegiatan belajarnya.

Selanjutnya, dalam proses belajar mengajar matematika, pengajar setidaknya memahami teori-teori tentang belajar dan penguasaan materi pengajaran harus dipenuhi oleh seorang pengajar sehingga belajar matematika bermakna bagi siswa. Proses belajar mengajar matematika akan terlihat bila terjadi interaksi dua arah antara guru dan siswa.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Muhibbin Syah (2010), Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam,yaitu:

(5)

a. Faktor internal (faktor dalam diri siswa) yaitu keadaan jasmani dan rohani siswa.

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), kondisi lingkungan disekitar siswa. c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar

siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.

1. Faktor Internal Siswa

Ada dua aspek yang ada di dalam diri siswa yaitu: a. Aspek Fisiologis

Kesehatan siswa sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam menyerap informasi dalam belajar.

b. Aspek Psikologis 1) Inteligensi Siswa

Tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

2) Sikap Siswa

Sikap (attitude) siswa yang positif dalam merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa.

3) Bakat Siswa

Kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan pelatihan.

4) Minat Siswa

Kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

5) Motivasi Siswa

Keadaan internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu. 2. Faktor Eksternal Siswa

a. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial siswa yaitu sekolah seperti guru, teman sekolah, orang tua dan masyarakat dapat mempengaruhi semangat belajar siswa.

(6)

b. Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial yaitu gedung sekolah, rumah tempat tinggal siswa, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

3. Faktor Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar adalah keefektifan segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar. Menurut Piaget dalam Widianto (2011), “siswa SD mempunyai karakteristik berada pada tahap operasional konkret dimana siswa memasukkan informasi melalui operasi benda-benda konkret”. Diharapkan melalui pendekatan matematika realistik hasil belajar siswa pada pelajaran matematika dapat meningkat.

Proses berpikir manusia berkembang dari nyata ke maya pernyataan ini sesuai dengan pendapat Piaget dalam Bell (1981), “proses berpikir manusia merupakan suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual kongkret ke abstrak berurutan melalui tahap perkembangan”. Berikut tahap perkembangan menurut Piaget :

a. Periode Sensori Motor (0-2) tahun

Karakteristik periode ini merupakan gerakkan-gerakkan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba-raba objek. Anak belum mempunyai kesadaran adanya konsep objek yang tetap.

b. Periode pra-operasional (2-7) tahun

Proses berpikir atau logis, merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Anak berpikir didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika. Periode ini disebut juga periode pemberian simbol. c. Periode operasi kongkret (7-12) tahun

Anak mulai berpikir operasional. Periode ini juga disebut operasi kongkret sebagai berpikir logisnya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek.

(7)

d. Periode operasi formal (> 12) tahun

Pada tahap ini anak-anak mulai memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikir.

2.2 Pendekatan Realistic Mathematics Education

Menurut Hans Freudenthal dalam Nyimas Aisyah dkk (2011) Matematika adalah kegiatan manusia (human activity) itu artinya bahwa Pendekatan RME merupakan pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan nyata. Matematika dibedakan menjadi dua, yaitu matematika horizontal dan matematika vertikal. Menurut Freudenthal (dalam van den Heuvel-Panhuisen, 1996) matematika horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol, sedangkan matematika vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol itu sendiri.

Gambar 2.1 Alur Pelaksanaan Pendekatan Realistic Mathematics Education menurut Hans Freudenthal

2.2.1. Karakteristik Pendekatan Realistic Mathematics Education

Terdapat lima karakteristik Pendekatan RME menurut Nyimas Aisyah, dkk (2010) sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata

Dunia Nyata Matematika dalam aplikasi Matematika dan Refleksi Abstraksi dan formalisasi

(8)

bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka.

2. Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada disekitar siswa. 3. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam

proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan oleh guru.

4. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Disini siswa dapat berdiskusi dan bekerja sama dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.

5. Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

2.2.2. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Realistic Mathematics Education

Menurut Mustaqimah dalam Dewi Kusuma (2010) kelemahan dan kelebihan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan

a. Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.

b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.

(9)

c. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya.

d. Memupuk kerjasama dalam kelompok.

e. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya. f. Pendidikan budi pekerti.

2. Kelemahan

a. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya.

b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah.

c. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai.

d. Belum ada pedoman penilaian, sehingga merasa kesulitan dalam evaluasi/memberi nilai.

2.2.3 Langkah-langkah Pendekatan Realistic Mathematics Education

Menurut Treffers (dalam Ariyadi Wijaya, 2012) pendekatan RME memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Memahami masalah kontekstual

Guru memberikan masalah kontekstual dan siswa memahami permasalahan tersebut. Pada langkah ini guru harus menyiapkan masalah kontekstual dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut.

2. Menjelaskan masalah kontekstual

Langkah ini ditempuh pada saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah kontekstual. Pada tahap ini guru memberikan bantuan dengan menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami siswa. Penjelasan ini hanya sampai siswa mengerti maksud soal.

3. Menyelesaikan masalah kontekstual

Siswa menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka dengan

(10)

memberikan petunjuk/saran. Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan. Siswa mempunyai kebebasan menggunakan caranya sendiri. Dalam proses memecahkan masalah, siswa diarahkan untuk berfikir menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Pada tahap ini dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan seperlunya kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan.

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara berkelompok. Untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada diskusi kelas. Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban secara berkelompok. Diskusi ini adalah wahana bagi kelompok untuk mendiskusikan jawaban masing-masing. Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap ini guru menunjuk atau memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk mengemukakan jawaban yang dimilikinya di depan kelas dan mendorong siswa yang lain untuk mencermati dan menanggapi jawaban yang muncul di depan kelas.

5. Menyimpulkan

Dari diskusi, guru menarik kesimpulan suatu prosedur atau konsep. Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah dibangun bersama.

2.3 Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 2.3.1 Pengertian PTK

Penelitian Tindakan Kelas berasal dari bahasa Inggris, yaitu Classrom Action Research, diartikan penelitian dengan tindakan yang dilakukan dikelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu pengamatan yang

(11)

menerapkan tindakan didalam kelas dengan menggunakan aturan sesuai dengan metodologi penelitian yang dilakukan dalam beberapa periode atau siklus. Berdasarkan jumlah dan sifat perilaku para anggotanya, PTK dapat berbentuk individual dan kaloboratif, yang dapat disebut PTK individual dan PTK kolaboratif. Dalam PTK individual seorang guru melaksanakan PTK di kelasnya sendiri atau kelas orang lain, sedang dalam PTK kolaboratif beberapa orang guru secara sinergis melaksanakan PTK di kelas masing-masing dan diantara anggota melakukan kunjungan antar kelas.

Menurut Suhardjono (2012: 61) tujuan PTK secara terperinci adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah.

2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas.

3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan. 4. Menumbuh kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah

sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan.

Dari tujuan PTK di atas semakin memantapkan peneliti untuk menggunakan metode penelitian ini, serta diharapkan dapat memberikan perbaikan dan meningkatkan proses belajar mengajar di dalam kelas. Ada berbagai macam desain model PTK yaitu Kurt Lewin, kemmis dan Mc Taggart, dan Elliot. Pada penelitian ini peneliti menerapkan desain model PTK dari Kemmis dan McTaggart, karena desain PTK model ini dianggap lebih mudah dalam prosedur tahapannya. Berikut adalah desain PTK menurut Kemmis dan Mc Taggart:

(12)

Gambar 2.2 Alur PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart

Menurut Arikunto (2012 : 16) PTK model Kemmis dan Mc Taggart memiliki tahapan-tahapan yang tedapat pada PTK model Kemmis dan Mc Taggart, diantaranya:

1. Perencanaan

Dalam penelitian tindakan kelas tahapan yang pertama perencanaan, pada tahapan ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut akan dilakukan. Biasanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut peneliti harus

mempersiapkan beberapa hal diantaranya rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP), instrumen penelitian, media pembelajaran, bahan ajar, dan aspek-aspek lain yang sekiranya diperlukan.

2. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan adalah kegiatan mengimplementasikan atau

(13)

yang telah dirumuskan pada tahap perencanaan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan.

3. Observasi

Dalam tahap observasi yang melakukannya adalah pengamat, kegiatan ini berlangsung bersamaan dengan kegiatan pelaksanaan. Tahapan ini adalah mengamati bagaimana proses pelaksanaan berlangsung, serta mengetahui dampak apakah yang dihasilkan dari proses pelaksanaan.

4. Refleksi

Tahapan refleksi ini adalah tahapan kita dapat mengetahui kelemahan apa saja yang terjadi dari proses pelaksanaan, hingga akhirnya dapat diperbaiki pada siklus selanjutnya, apabila proses siklus sudah selesai maka tahapan ini bisa dijadikan tahapan untuk menarik kesimpulan dari keseluruhan kegiatan.

2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Amanah (2010) tentang Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dalam Konsep Satuan Panjang Melalui Pendekatan Matematika Realistik Bagi Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri Muneng 1 Tahun Pelajaran 2009/2010. Amanah memilih melakukan penelitian di kelas III SDN Muneng 1 karena hasil belajar siswa masih rendah rata-rata nilai mencapai 55,71, jumlah siswa yang tuntas sebanyak 7 siswa dari 21 siswa kelas III. Berdasarkan hasil analisa data tingkat ketuntasan hasil belajar setelah melakukan penelitian diperoleh hasil belajar Siklus I 47,61% atau sekitar 10 siswa mencapai ≥ KKM dari 21 siswa kelas III. Pada Siklus II ada 86% atau sekitar 18 siswa siswa mencapai ≥ KKM dari 21 siswa kelas III. Amanah berhasil melakukan penelitian karena hasil penelitian ketuntasan hasil belajar siswa telah mencapai ≥ Indikator kinerja yang ditentukan Amanah yaitu 80% dan KKM nya 65, sedangkan ketuntasan yang diperoleh 86%. Dapat dirumuskan Melalui Pendekatan Matematika Realistik dengan Menggunakan Media Alat Ukur Panjang dapat Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dalam Konsep

(14)

Menentukan Hubungan antar Satuan Panjang dikelas III Sekolah Dasar Negeri Muneng 1 Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2009/2010.

Penelitian Sri Suwarni (2011) yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Matematika Realistik dengan Menggunakan Kartu Pecahan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 3 Sugihan Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011. Sri Suwarni memilih melakukan penelitian pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 3 Sugihan karena hasil belajar matematika siswa kelas IV masih rendah, siswa kelas IV SDN 3 Sugihan berjumlah 25 siswa,laki-laki 14 orang dan perempuan 11 orang. Indikator kinerja yang ditentukan oleh Sri Suwarni 80% siswa harus tuntas dengan KKM 65. Diperoleh hasil belajar siswa pada Pra Siklus 44% atau sekitar 11 siswa mencapai ≥ KKM, Siklus I 60% atau sekitar 15 siswa mencapai ≥ KKM dan Siklus II 84% atau sekitar 21 siswa mencapai ≥ KKM. Penelitian Sri Suwarni berhasil karena ketuntasan yang diperoleh telah memenuhi Indikator kinerja yang Sri Suwarni harapkan yaitu 80% sedangkan hasil persentase siswa yang tuntas pada penelitiannya adalah 84%. Melalui Pendekatan Matematika Realistik dapat Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 3 Sugihan tentang Pecahan dan Urutannya.

Penelitian Miftakhul Janah (2010) yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Matematika Realistik dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Pokok bahasan Satuan Panjang Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gejayan. Adanya hasil belajar matematika siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gejayan masih rendah yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa kelas IV adalah siswa mengalami kesulitan dalam rangka memahami pokok bahasan satuan panjang dalam bentuk soal cerita. Hasil analisis penelitian yang dilakukan oleh Miftakhul Janah memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gejayan. Pada Pra Siklus jumlah siswa yang tuntas sebanyak 7 siswa atau sekitar 32% dari 22 siswa kelas IV, Siklus I 54% atau sekitar 12 siswa kelas IV mencapai KKM dan Siklus II 82% atau sekitar 18 siswa dari 22 siswa kelas IV mencapai KKM. Penelitian Miftakhul Janah berhasil karena hasil penelitian melebihi

(15)

indikator kinerja yang ditentukan oleh Miftakhul Janah yaitu 80% dan KKMnya 58, sedangkan jumlah siswa yang tuntas diperoleh 82% siswa kelas IV atau sekitar 18 siswa tuntas. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan Pendekatan Matematika Realistik dapat Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV dalam Menyelesaikan Soal Cerita.

2.5 Kerangka Berpikir

Gambar 2.3 Siklus pembelajaran menggunakan pendekatan RME

Kondisi awal kelas V SD Negeri Kebowan 02 mulanya masih menggunakan metode konvensional. Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis sebelum penelitian dilakukan, pembelajaran yang dilakukan masih terlalu banyak menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas. Tugas yang diberikan berupa latihan-latihan soal sehingga siswa yang tidak dalam kategori

Diduga melalui pendekatan RME pada materi pelajaran matematika tentang bangun datar dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Siklus 2

Pendekatan RME pada bangun ruang dengan menggunakan benda nyata

Guru : Mengajar dengan model

ceramah

Siswa : Hasil belajar siswa rendah

Kondisi Awal

Siklus 1

Pendekatan RME pada bangun datar dengan menggunakan benda nyata

Tindakan Menerapkan

pendekatan RME

(16)

anak pandai akan merasa terbebani. Selain itu, pembelajaran dilakukan kurang memanfaatkan media pembelajaran. Dugaan penulis karena keaktifan siswa yang kurang dan metode yang kurang tepat maka nilai matematika kelas V SDN Kebowan 02 menjadi rendah.

Metode mengajar dengan mengarahkan siswa dengan pendekatan RME untuk berpikir matematis serta penalaran sesuai dengan kehidupan yang nyata, diharapkan dapat membentuk pola pikir siswa bahwa matematika itu tidak sulit. Dengan demikian, ketika siswa sudah dapat bernalar dengan baik maka diharapkan dapat mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.

Pemilihan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini karena peneliti mendapatkan masalah di kelas tempat peneliti mengajar. Masalah yang terjadi adalah hasil belajar siswa kelas V SDN Kebowan 02 pada materi bangun datar masih sangat kurang. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang telah diuaraikan para ahli bahwa tujuan dari PTK ini adalah untuk meningkatkan praktik pendidikan ke arah yang lebih baik. Karena setelah di amati pada kondisi awal strategi guru dalam proses mengajar guru masih menggunakan model ceramah dan hasil belajar siswa rendah. Namun setelah diteliti dan guru menggunakan strategi lain dalam proses mengajar hasil belajar siswa pun meningkat.

2.6 Hipotesis Tindakan

Kerangka berpikir di atas dapat dijadikan hipotesis tindakan bahwa Pendekatan RME dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Kebowan 02 Kecamatan Suruh Semester II pada materi bangun datar.

Gambar

Gambar 2.1 Alur Pelaksanaan Pendekatan Realistic Mathematics Education   menurut Hans Freudenthal
Gambar 2.2 Alur PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart
Gambar 2.3 Siklus pembelajaran menggunakan pendekatan RME

Referensi

Dokumen terkait

Sintasan ikan patin yang dihasilkan pada setiap perlakuan menunjukkan seberapa besar efektivitas esktrak daun sirih yang ditambahkan ke dalam pakan berupa pelet,

Ketika BRR bersiap menutup kantornya, proyek portofolio mereka bisa dikategorikan sebagai berikut dalam hubungannya dengan skenario pelimpahan: proyek tahun jamak (dari IRFF,

Dalam kasus kawin lari pada suku Waijewa di desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya, konteks sosial yang lebih besar ini dapat dilihat dimana hukum adat

a. Bagi lagu-lagu yang dirasa sulit untuk dinyanyikan, maka dapat diganti dengan lagu-lagu lainnya yang sejajar maksudnya. Lagu-lagu yang ada dapat disesuaikan/dilengkapi/diganti

Pada penelitian ini presentase siswa yang termasuk dalam level unistruktural sebesar 30,73%. Level unistruktural menunjukkan bahwa siswa sudah dapat memahami soal

Pengembangan kurikulum mata pelajaran muatan lokal bahasa Inggris yang sesuai dengan potensi perkembangan industri dan pariwisata dan kebutuhan daerah serta adanya

Subjek adalah mereka yang mengajar mata pelajaran bahasa Inggris. Subjek ini masuk dalam kategori penjaring informasi utama, yang mana dari sini..

Untuk itu dalam penulisan ilmiah ini penulis membuat website yang dapat memberikan informasi kepada khalayak ramai yang berhubungan dengan dunia bisnis (e-commerce) yaitu