5
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Atletik
a. Pengertian Atletik
Atletik merupakan komponen pendidikan jasmani yang mengutamakan aktivitas jasmani serta pembinaan hidup sehat dan pengembangan jasmani, mental, sosial, dan emosional yang serasi, selaras dan seimbang. Pengertian atletik menurut Ballesteros (1993: 1) adalah aktivitas jasmani yang kompetitif dapat diadu, meliputi beberapa nomor lomba yang terpisah berdasarkan kemampuan gerak dasar manusia, seperti: berjalan, berlari, melompat, dan melempar. Selanjutnya Aip Syarifudin (1978: 69) mengatakan bahwa atletik adalah salah satu cabang yang dipertandingkan atau diperlombakan yang meliputi atas nomor-nomor jalan, lari, lompat dan lempar. Menurut Winendra Adi, dkk (2008: 4-6) atletik berasal dari bahasa Yunani yaitu “atlon” yang mempunyai arti pertandingan, perlombaan, pergulatan atau perjuangan. Orang yang melakukan dinamakan “athleta” (atlit) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa atletik adalah salah satu cabang yang dipertandingkan atau diperlombakan yang terdiri atas nomor-nomor jalan, lari, lompat dan lempar. Dalam cabang olahraga atletik khususnya lari ada empat nomor lari, yaitu nomor lari jarak pendek, lari jarak menengah, lari jarak jauh, dan lari marathon.
b. Pengertian Lari
Lari merupakan salah satu cabang olahraga dalam atletik. Lari juga termaksud perlombaan yang paling digemari dalam atletik. Lari merupakan rangkaian gerakan ke depan dengan melangkahkan kaki secara bergantian. Gerakan harus dilakukan dengan baik, harmonis dan kontinyu serta tidak diputus-putus agar diperoleh kecepatan yang
maksimal. Gerak dasar lari merupakan hal terpenting pada saat memulai belajar lari. Pengajar harus memberikan pemahaman-pemahaman terlebih dahulu mengenai gerak dasar lari. Selanjutnya, pada saat belajar lari harus diberikan gerakan-gerakan paling dasar yang benar, mulai dari gerakan kaki, badan, ayunan lengan dan pandangan serta koordinasi keseluruhan gerakan. Strategi belajar lari yang sistematis, teratur dan kontinyu dapat meningkatkan kemampuan lari dengan benar dan cepat. c. Lari Jarak Pendek
Lari jarak pendek, menurut Aip Syarifuddin dan Muhadi (1992: 63) yaitu suatu cara lari dimana si atlet harus menempuh seluruh jarak dengan kecepatan yang semaksimal mungkin. Nomor lari jarak pendek yang diperlombakan yaitu lari yang menempuh jarak 50 m, 100 m, 200 m, dan 400 m. Dalam lari jarak pendek, terdiri dari beberapa teknik dasar yaitu teknik start, teknik lari dan teknik finish.
d. Teknik Start Lari Jarak Pendek
Teknik start adalah persiapan awal seorang pelari untuk melakukan gerakan lari. Pada umumnya kita mengenal 3 cara melakukan start atau tolakan yaitu sebagai berikut; 1) Start berdiri (standing start); 2) Start melayang (flying start); dan 3) Start jongkok (croucing start). Start yang digunakan dalam lari jarak pendek adalah start jongkok (crouching start). Macam-macam start jongkok:
1) Macam-macam start lari jarak pendek adalah sebagai berikut:
a) Bunch start b) Medium start c) Long start Gambar 2.1 Posisi saat Start Jongkok
2) Pembelajaran start jongkok kemudian lari jarak pendek dan finish a) Pada aba-aba “bersedia”
Pelari maju ke depan garis depan start, kemudian mundur untuk menempatkan kaki, kaki bertumpu pada balok start. Kaki yang kuat ditempatkan (biasanya kaki kiri). Berlutut (kaki belakang diletakkan di tanah, lutut kaki depan rileks, kemudian letakkan tangan tetap di belakang garis start Eddy Purnomo & Dapan (2007).
Cara melakukan gerakan aba-aba “bersedia” adalah sebagai berikut:
(1) Letakkan tangan lebih lebar sedikit dari lebar bahu (2) Jari-jari dan ibu jari membentuk huruf V terbalik (3) Bahu condong ke depan
(4) Kepala dan leher tidak tegang
(5) Pandangan ke depan kira-kira 2.5 meter di muka garis start (6) Pusatkan perhatian pada aba-aba berikutnya .
(7) Jarak letak kaki terhadap garis start tergantung dari bentuk start yang digunakan
b) Pada aba-aba “siap’’
(a) Angkat panggul ke arah depan-atas sedikit lebih tinggi dari bahu.
(b) Berat badan lebih ke tinggi dari bahu.
(c) Kepala rendah,leher tetap kendur, pandangan ke bawah 1-1.5 meter di muka garis start, lengan tetap lurus, siku jangan bengkok.
(d) Pada waktu mengangkat panggul,ambil napas dalam-dalam. (e) Pusatkan perhatian pada bunyi pistol start.
c) Pada waktu aba-aba “ya” atau “bunyi pistol”
(a) Ayunkan lengan kiri ke depan dan lengan kanan ke belakang kuat-kuat.
(b) Kaki kiri menolak kuat-kuat sampai terkejang lurus.
(c) Kaki kanan melangkah secepat mungkin,dan secepatnya mencapai tanah.
(d) Langkah pertama ini kira-kira 45-75 cm di depan garis start. (e) Berat badan harus meluncur lurus ke depan.
(f) Langkah lari makin lama makin lebar.
(g) bernafaslah seperti biasa (menahan nafas berarti akan menenangkan badan)
d) Gerakan lari
(a) Kaki bertolak kuat-kuat sampai terkejang lurus. (b) Lutut diangkat tinggi-tinggi (setinggi panggul).
(c) Usahakan agar badan tetap rileks, badan condong ke depan dengan sudut lutut antara 25-30 derajat.
(d) Siku ditekuk kira-kira 90 derajat. (e) Pandangan lurus ke depan.
(f) Pelari harus menggerakan kaki yang tinggi dan langkah yang selebar mungkin.
e) Gerakan melewati garis finish
Melewati garis finish merupakan faktor yang sangat menetukan kalah menangnya pelari. Dalam prakteknya, teknik melewati garis finish ada tiga macam sesuai dengan kebutuhan, Eddy Purnomo & Dapan (2007) yaitu :
(a) Pelari berlari terus tanpa mengubah kecepatan.
(b) Pelari menyondongkan dada ke depan, kedua tangan diayunkan ke bawah bagian belakang.
(c) Pelari yang menggunakan dada diputar dengan ayunan tangan ke depan, sehingga bahu sebelah maju ke depan.
Gambar 2.2 Gerakan aba-aba “bersedia”, “siap”, “ya” (Sumber: Purnama: 2014)
2. Pembelajaran Lari Jarak Pendek
Pembelajaran pendidikan jasmani dimulai dari hal-hal yang mudah menuju materi yang sukar, dari yang ringan menuju ke yang sukar, dan dari yang simple menuju ke yang kompleks dan perubahan perilakunya sebagai akibat pengalaman (Sri Anitah W, dkk. 2009: 13). Kegiatan belajar harus bervariasi seperti jalan/lari ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang, mundur, ke samping, menyerong dan seterusnya. Guru sebaiknya mengetahui terlebih dulu rangkaian gerak dasar lari secara utuh supaya mempunyai gambaran yang jelas tentang pembelajaran gerak dasar lari, seperti diperlihatkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Rangkaian Gerak Lari (Sumber: Sidik D Z; 2013: 10)
Aktivitas gerak dasar lari yaitu gerak melangkahkan kaki diimbangi oleh gerak ayunan lengan yang harmonis. Tujuan dari lari adalah bergerak menempuh jarak tertentu (tanpa rintangan/melewati rintangan) secepat mungkin. Gerak dominan yang utama dari lari adalah gerakan langkah kaki dan ayunan lengan. Aspek yang lain yang perlu diperhatikan pada saat berlari adalah kecondongan badan (disesuaikan dengan jenis lari), pengaturan napas, dan harmonisasi gerakan lengan dan tungkai. Panjang langkah x kekerapan langkah paling menentukan kecepatan lari seseorang. Langkah kaki terdiri-dari tahap menumpu dan tahap melayang. Sedangkan gerakan kaki mulai tahap menumpu kemudian mendorong (kaki tolak) sedangkan kaki ayun melakukan gerakan pemulihan dan gerak ayunan. Gerakan kaki pada saat menumpu mendarat pada telapak kaki bagian depan, lurus ke depan, lutut dan pinggul diluruskan penuh selama tahap mendorong. Gerakan kaki ayun yaitu kaki ditekuk selama masa pemulihan, lutut angkat ke depan atas pada tahap mengayun. (Eddy Purnomo & Dapan, 2007).
Modifikasi bermain dalam atletik tidak berarti menghilangkan unsur keseriusan, mengabaikan ketangkasan atau menghilangkan substansi pokok materi atletik. Akan tetapi berisikan seperangkat gerak dasar umum maupun gerak dasar dominan lari yang disajikan dalam bentuk permainan yang bervariasi dengan memperkaya pengetahuan gerak dasar. Kegiatan didominasi oleh pendekatan eksplorasi dalam suasana gembira dan diperkuat oleh pemenuhan dorongan berkompetisi sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran lari jarak
pendek seperti dikemukakan oleh Katzenbogner & Medler, (1996) adalah; a. Pengembangan dimensi variasi gerakan
b. Pengembangan Pengembangan dimensi bermain c. Dimensi irama atletik
d. Pengembangan dimensi kompetensi e. Pengembangan pengalaman.
Unsur-unsur yang terkandung dalam permainan adalah kegembiraan atau keceriaan. Tanda-tanda menuju ke arah permainan yang menggembirakan antara lain;
a. Menanamkan kegemaran berlomba atau kompetisi dalam situasi persaingan yang sehat, penuh tantangan, dan kegembiraan
b. Unsur kegembiraan dan kepuasan harus tercermin dalam bentuk praktek c. Memberikan kesempatan untuk unjuk kemampuan atau ketangkasan
yang disukai.
Pembelajaran lari yang penuh dengan suasana kegembiraan bermain yang mempesona dengan berbagai macam variasi gerak memungkinkan peseta didik untuk menikmati seperti layaknya pada permainan olahraga lain. Namun substansi pokok lain tetap terkandung di dalamnya, sehingga unsur variasi, irama, pengalaman atletik serta pengalaman kompetisi tetap terpelihara, tujuan dan manfaat implementasi pembelajaran lari.
3. Pembelajaran Lari Jarak Pendek 50 meter Menggunakan Pendekatan Bermain
Pembelajaran lari jarak pendek 50 meter pada peserta didik hendaknya disesuaikan dengan karakteristik siswa sekolah menengah pertama dan sederajat yang cenderung menyukai bentuk-bentuk permainan karena menyenangkan dan menggembirakan. Suasana yang menyenangkan tersebut dapat mendorong siswa lebih aktif dan antusias dengan pembelajaran. Sehingga materi ajar dapat tersampaikan dengan baik. Ada beberapa bentuk-bentuk permainan lari jarak pendek yang dapat diterapkan pada siswa seperti.
a. Jongkok Aman
Dalam lapangan terbatas yang cukup luasnya. Salah satu anak ditunjuk sebagai pengejar (selanjutnya disebut A). Anak-anak yang lain menjadi yang dikejar (selanjutnya disebut B) dan bergerak bebas dalam tempat itu. Dengan bunyi peluit guru, anak A mulai mengejar anak-anak B itu. Jika anak B berjongkok maka ia aman dan tak dapat ditangkap. Anak A baru boleh menangkap, jika anak A juga berjongkok. Anak B yang berlari keluar batas dianggap tertangkap.
Gambar 2.4 Permainan Jongkok Aman (Sumber: M. Furqon, 2006: 14)
b. Menjala Ikan
Dalam lapangan terbatas yang cukup luasnya. Dua orang anak ditunjuk sebagai Jala. Anak-anak yang lain menjadi Ikan dan bergerak bebas dalam tempat itu. Dengan peluit guru, Jala mulai mengejar anak-anak yang menjadi Ikan. Jika ada Ikan yang tertangkap, maka ia menjadi bagian dari Jala tersebut. Begitu seterusnya hingga Jala pun semakin panjang dan akhirnya menyisakan 10 ikan yang tersisa.
Gambar 2.5 Permainan Menjala Ikan (Sumber: M. Furqon, 2006: 19) AAA AA A A A AAA A A A A A A A AA A
B
AAA A A A A A A A A A AAAA A A A A A A A AA A A Δ Δ Δ Δ Δ ΔΔ Δ Δ Δ ΔΔ Δ Δ ΔΔ Δ Δ Δc. Jangan Berdua
Anak-anak membuat lingkaran dengan jarak 2 lengan. Dua orang berdiri didalam lingkaran. Seorang menjadi pengejar dan seorang menjadi yang dikejar. Jika yang dikejar berdiri didepan seorang anak dari lingkaran, anak itu menggantikannya menjadi yang dikejar aktivitas pengejar adalah menyentuh yang dikejar. Setelah yang dikejar tersentuh, maka pengejar menjadi yang dikejar dan sebaliknya.
Gambar 2.6 Permainan Jangan Berdua (Sumber: M. Furqon, 2006: 24)
d. Hitam Hijau
Siswa disuruh berpasangan saling berhadapan. Sebelah kiri guru hitam dan kanan hijau. Warna yang disebutkan oleh guru, maka warna tersebut harus lari ke belakang menjauhi kejaran siswa yang sebagai warna hijau.
Gambar 2.7 Permainan Hitam Hijau (Sumber: M. Furqon, 2006: 25)
e. Ayo Tangkap Lawanmu
Siswa disuruh berpasangan saling berhadapan lalu mundur sejauh 5 meter. Siswa sebelah kiri guru disuruh belari menghampiri lawannya yang dihadapannya. Ketika siswa kiri menyentuh garis yang berada didepan siswa kanan maka siswa kanan mengejar siswa kiri sampai menyentuh garis yang ada diwilayah siswa kiri. Lalu siswa kiri mengejar balik siswa kanan hingga begitu seterusnya sampai 2 kali kemenangan.
Gambar 2.8 Permainan Ayo Tangkap Lawanmu (Sumber: M. Furqon, 2006: 31)
Pendekatan bermain adalah salah satu bentuk dari sebuah pembelajaran jasmani yang dapat diberikan disegala jenjang pendidikan. Porsi dan bentuk pendekatan bermain yang akan diberikan harus sesuai dengan aspek yang ada dalam kurikulum. Selain itu harus dipertimbangkan juga faktor usia, perkembangan fisik, dan jenjang pendidikan yang sedang dijalani oleh mereka.
Model pembelajaran dengan pendekatan bermain erat kaitannya dengan perkembangan imajinasi perilaku yang sedang bermain, karena melalui daya imajinasi, maka permainan yang akan berlangsung akan jauh lebih meriah. Oleh karena itu sebelum melakukan kegiatan, maka guru Pendidikan jasmani sebaiknya memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada peserta didik mengenai imajinasi tentang permainan yang akan dilakukan.
4. Belajar dan Pembelajaran a. Belajar
Asep Jihad dan Abdul Haris (2013: 1) mengatakan bahwa, “Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsure yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya.”
Kemudian Menurut Robert M. Gagne (1970) dalam Sagala (2010: 17), “Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi”.
Menurut Abdillah dalam Aunurrahman (2009: 35) bahwa, “belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.” Jadi belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara sadar. Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, penguasaan pengetahuan dan keterampilan dari hasil pengalaman maupun hasil interaksi dengan lingkungannya.
b. Pembelajaran
Corey dalam Sagala (2010: 61) berpendapat, “pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”. Menurut Aunurrahman (2009: 34), “pembelajaran adalah upaya
mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum mengetahui pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan”. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yaitu upaya yang direncanakan dan dilakukan berulang-ulang untuk memungkinkan terjadinya kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pada penelitian ini, pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran pendidikan jasmani.
c. Ciri Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 8) ciri umum belajar yaitu di tinjau dari segi:
(1) Pelaku : siswa yang bertindak belajar atau pebelajar (2) Tujuan : Memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup. (3) Proses : Internal pada diri pebelajar.
(4) Tempat : Belajar dapat berlangsung dimanapun tempatnya. (5) Lama waktu : sepanjang hayat
(6) Syarat terjadi : Motivasi belajar yang kuat
(7) Ukuran keberhasilan : Dapat memecahkan masalah (8) Faedah : Bagi pebelajar mempertinggi martabat pribadi.
(9) Hasil : Hasil belajar sebagai dampak pembelajaran dan pengiring.
d. Hasil Belajar
Menurut Abdurrahman dalam Asep Jihad dan Abdul Haris (2013: 14) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Dalam hubungannya dengan belajar, hasil belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai siswa setelah mengikuti serangkaian proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar biasanya diwujudkan dalam bentuk nilai. Nilai itulah yang menunjukkan hasil prestasi setelah siswa memperoleh materi pelajaran. Menurut Sudjana “ Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku, sebagai hasil belajar mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris” (2010: 3).
Bloom membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotor:
1) Ranah proses berpikir (cognitive domain)
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif ini terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang yang dimaksud adalah: (1) Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), (2) Pemahaman (comprehension), (3) Penerapan (application), (4) Analisis (analysis), (5) Sintesis (synthesis) dan (6) Penilaian (evaluation)
2) Ranah nilai atau sikap (afective domain)
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif ini oleh Krathwohl (1974) dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) Receiving, (2) Responding, (3) Valuing (4) Organization dan (5) Characterization by a value or value complex.
3) Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku). (Sudjana, 2005: 49-58)
Sedangkan menurut Gagne, Belajar merupakan kegiatan yang kompeks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 10).
5. Model Pendekatan Pembelajaran a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran adalah cara kerja untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sagala (2010: 68) bahwa ”pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu”. Sedangkan menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2013: 23) bahwa ” Pendekatan
pembelajaran adalah suatu usaha dalam aktivitas kajian, atau interaksi, relasi dalam suasana tertentu, dengan individu atau kelompok melalui penggunaan metode-metode tertentu secara efektif”.
Berdasarkan pengertian pendekatan pembelajaran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja yang mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam suatu peristiwa pembelajaran terjadi dua kejadian secara bersama yaitu: (1) ada satu pihak yang memberi, dalam hal ini guru, (2) pihak lain yang menerima adalah peserta didik atau siswa. Kedua komponen tersebut tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar.
Dalam proses pembelajaran terdapat komponen siswa sebagai obyek yang sedang belajar dan guru sebagai pengajar untuk memberikan materi pelajaran guna terjadi perubahan pada diri siswa. Upaya untuk menyampaikan materi atau keterampilan kepada siswa, maka harus diterapkan pendekatan pembelajaran yang tepat. Pendekatan pembelajaran yang diterapkan hendaknya mengacu pada penemuan yang terarah dan pemecahan masalah. Penemuan dan pemecahan masalah tersebut merupakan pendekatan yang membantu tercapainya dengan mengacu pada pendekatan pembelajaran yang terkendali, dengan seksama menyusun seri-seri pembelajaran yang memberi urutan pembelajaran terhadap tujuan yang telah dirumuskan. Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu bagian integral yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Berhasil dan tidaknya tujuan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
Penerapan metode pembelajaran yang dilakukan seorang guru akan mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan metode pebelajaran yang tepat akan dapat membangkitkan motifasi belajar siswa, sehingga akan mendukung pencapaian hasil belajar lebih optimal.
b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Secara sederhana kata “kooperatif” berarti mengerjakan sesuatu secara bersam-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Menurut Slavin (1985), “pembelajaran kooperatif adalah dalam suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok yang heterogen” (Isjoni, 2012: 15). Isjoni (2012) menambahkan bahwa :
Alasan dibentuknya kelompok yang heterogen adalah : pertama, member kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung. Kedua, dapat meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, etnik dan gender. Ketiga, memudahkan pengelolaan kelas karena masing-masing kelompok memiliki anggota yang berkemampuan tinggi (special hilper), yang dapat membantu teman lainnya dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok (Jarolimek dan Parker, 1993 (hlm. 95).
Sedangkan Sunal dan Hans (2000) mengemukakan “pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi khusus yang dirancang untuk member dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran” (Isjoni, 2012:15). Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen - elemen yang saling terkait. Lie menyebutkan bahwa, “Pembelajaran Kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur’’ (Isjoni,2012: 23). Selanjutnya Djahiri K. menyebutkan “Pembelajaran Kooperatif sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar siswa yang sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya” (Isjoni, 2012: 26). Selain itu Nur (2000) “Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan
pembelajaran yang berhasil yang mengintegrasikan keterampilan social yang bermuatan akademik” (Isjoni, 2012: 27). Davidson dan Warsham (2003) “Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang berkelompok pengalaman individu maupun pengalaman kelompok” (Isjoni, 2012: 27).
Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu membelajarkan diri dan kehidupan siswa baik di kelas atau sekolah. Lingkungan belajarnya juga membina dan meningkatkan serta mengembangkan potensi diri siswa sekaligus memberikan pelatihan hidup senyatanya. Jadi, Pembelajaran Kooperatif dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif, dan efisien ke arah mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu (sharing) sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif (survive). Lebih jauh dikatakan Pembelajaran Kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja. Siswa yang belajar menggunakan model Pembelajaran Kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya, serta lebih memberi motivasi pada siswa untuk meningkatkan kemampuannya. “Pembelajaran kooperatif” bukan hanya sebuah teknik pengajaran yang ditujukan untuk meningkatkan pencapaian prestasi, ini juga merupakan cara untuk menciptakan keceriaan, lingkungan yang pro-sosial, di dalam kelas, yang merupakan salah satu manfaat penting untuk memperluas perkembangan interpersonal dan keefektifan (Slavin, 2005 : 100). Di samping itu pembelajaran kooperatif mengandung pengertian bahwa sikap siswa atau perilaku bersama kadang-kadang harus diperhatikan guru atau membantu diantara sesame, struktur kerjasama yang teratur didalam kelompoknya yang terdiri
dari dua orang atau lebih yang keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh keterlibatan aktif setiap anggota dari setiap kelompok.
Jadi kesimpulannya adalah pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok kecil dimana terjadi interaksi didalamnya dan setiap anggota dalam kelompok. Setiap siswa bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-temannya untuk saling bekerja sama dalam mencapai tujuan dalam kelompoknya sendiri.
c. Pendekatan Bermain
Pendekatan bermain merupakan suatu pendekatan yang pada awalnya dikembangkan di Universitas Loughborough, Inggris oleh Bunker dan Thrope pada tahun 1982. Pendekatan bermain merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang tidak memfokuskan pembelajaran pada teknik bermain olahraga sehingga pembelajaran tidak menjadi membosankan bagi anak. Pendekatan bermain sangat efektif dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa dan permainan. Pendekatan pembelajaran ini menuntut siswa untuk mengerti tentang taktik dan strategi bermain olahraga terlebih dahulu sebelum belajar tentang teknik yang digunakan. Griffin, Mitchell, & Oslin (dalam Saryono & Nopembri 2009: 88). menyatakan bahwa, “ Pendekatan bermain merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada kemampuan taktik untuk meningkatkan penggunaan keterampilan teknik, bukan keterampilan teknik untuk meningkatkan kemampuan taktik ”
Pendekatan Pendekatan bermain merupakan salah satu pendekatan yang mengakomodir kebutuhan anak dalam bermain. Guru pendidikan jasmani sebagai pengelola kelas lebih berperan sebagai fasilitator pembelajaran dan tidak menjadi dominan dengan memberikan contoh-contoh seperti yang terjadi pada pembelajaran yang berbasis teknik. Pendekatan Pendekatan bermain juga dapat dijadikan sebagai sebuah inovasi yang menuju pada perbaikan pembelajaran penjas di sekolah.
Pendekatan bermain berkaitan erat dengan pengajaran kognitif, ketika model itu terangkum dalam model pembelajaran permainan taktikal dalam pengajaran penjas. Pada pendekatan permaianan taktikal, guru merencanakan urutan tugas mengajar dalam konteks pengembangan keterampilan dan taktis bermain siswa mengarah pada permainan yang sebenarnya. Tugas-tugas belajar menyerupai permainan dan modifikasi bermain sering disebut sebagai ‘bentuk-bentuk permainan’. Sebagaimana namanya, permainan taktikal, maka guru harus mampu mengundang siswa untuk memecahkan masalah taktis bermain, guru harus mampu menunjukan masalah-masalah taktik yang diperlukan dalam situasi bermain. Sedangkan siswa sangat penting untuk mengenali posisi bermain di lapangan secara benar, pilihan-pilihan gerak yang mungkin dilakukandan situasi-situasi bermain yang dihadapi siswa.
Mitchell, Oslin dan Griffin (dalam Saryono & Nopembri, 2009: 93) menyebutkan bahwa Pendekatan bermain memiliki ciri khas dalam pengelolaan permainannya yang setiap bentuk permainan memiliki ciri khas dan karakteristik tersendiri yang tentunya memberikan rasa kesenangan berbeda pada para pemainnya dan yang membedakan permainan dalam 4 kelompok bentuk permainan, yaitu:
1) Targetgame (permainan target), yaitu permainan dimana pemain akan mendapatkan skor apabila bola atau proyektil sejenis dilempar atau dipukul dengan terarah mengenai sasaran yang telah ditentukan dan semakin dikit pukulan menuju sasaran samakin baik
2) Net/wallgame (permainan net), yaitu permainan yang dilakukan dengan memisahkan area permainan dengan dibatasi net dengan tinggi yang sudah ditentukan
3) Striking/fieldinggame (permainan pukul-tangkap-lari), yaitu permainan yang dilakukan oleh tim dengan cara memukul bola atau proyektil, kemudian pemukul berlari mencari daerah yang aman yang telah ditentukan
4) Invasiongame (permainan serangan/invasi), yaitu permainan yang dilakukan oleh tim dengan memasukan bola atau yang sejenis ke dalam gawang atau keranjang.
5) Konsep pembelajaran berbasis pendekatan bermain juga lebih menekan pada keaktifan siswa. Siswa mampu mengembangkan tidak hanya sebagian besar psikomotornya tetapi juga ranah afektif dan kognitifnya berkembang dengan baik. Bunker dan Thrope menggambarkan skema proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh peserta didik dalam Pendekatan bermain adalah sebagai berikut :
6)
What to do?---How to do?
Gambar 2.9 Proses Pengambilan Keputusan Siswa dalam Pendekatan Bermain
(Sumber: Saryono & Nopembri, 2009: 89)
Berdasarkan gambar 2.14 mengenai skema proses pengambilan keputusan dalam Pendekatan bermain, siswa pertama harus mampu memahami bentuk permainan tertentu dan kemudian di dalam suatu permainan, seorang anak mendapatkan suatu apresiasi yang menjadi syarat-syarat dari permainan orang dewasa. Apresisasi ini mengundang anak untuk memahami kesadaran taktis dari bagaimana memainkan suatu permainan dalam rangka untuk mendapatkan manfaat dari bertanding dengan lawan mainnya. Dengan suatu kesadaran taktis anak mampu membuat keputusan yang tepat tentang “apa yang dilakukan” dan “bagaimana melakukannya”. Bagi seorang anak, meningkatnya kemampuan membuat keputusan mendorongnya untuk menjadi lebih sadar tentang
kemungkinan-Game Performance Game Appreciation Tactical Making Appropriate Decisions Skill execution Learner
kemungkinan bakatnya dalam permainan tersebut. Kesadaran ini membawa pada pembelajaran yang lebih bermakna bagi anak-anak sebagaimana mereka masuk ke dalam pelaksanaan dan situasi yang mengembangkan keterampilan teknisnya atau manuver strategisnya yang dipraktikkan untuk mendapatkan keuntungan taktik.
B. Kerangka Berpikir
Pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan pembelajaran dapat tercapai. Proses pembelajaran lari jarak pendek dapat berlangsung dengan efektif tergantung oleh beberapa faktor. Antara lain guru, media pembelajaran dan model pembelajaran. Permasalahan yang sering dihadapi dalam pembelajaran adalah kurang inovatifnya model pembelajaran yang diterapkan. Sering kali peserta didik merasa bosan dalam menerima pelajaran karena model pembelajaran yang diterapkan kurang diminati oleh peserta didik. Sehingga mengakibatkan hasil belajar akan kurang maksimal. Misalnya dalam memberikan pembelajaran lari jarak pendek guru langsung menerapkan tes lari jarak pendek, tanpa mengajarkan teknik-teknik dasar lari terlebih dahulu. Perlu adanya inovasi-inovasi lain dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik.
Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani harus diterapkan model pembelajaran yang baik dan tepat. Banyaknya model pembelajaran menuntut seorang guru pendidikan jasmani harus menguasai dan memahami model-model pembelajaran pendidikan jasmani. Pada dasarnya semua model pembelajaran apapun baik digunakan dalam pembelajaran asalkan sesuai dengan karakteristik materi pelajarannya. Pada materi lari jarak pendek, model yang akan digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan bermain.
Melalui model pembelajaran pendekatan bermain memungkinkan siswa lebih aktif, lebih semangat, serta partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran akan meningkat. Hal ini dikarenakan pembelajaran pendekatan bermain ini dilakukan dalam berbagai bentuk variasi permainan, sehingga lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Dengan meningkatnya minat siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran diharapkan hasil belajar lari jarak pendek 50 meter juga akan meningkat.
- Siswa kurang tertarik & cepat bosan dengan model pembelajaran lari cepat - Hasil belajar lari jarak
pendek banyak yang belum tuntas
Siklus I:
Guru & peneliti menyusun pembelajaran menggunakan pendekatan bermain dengan tujuan meningkatkan hasil belajar lari jarak pendek Kondisi awal Guru belum menggunakan pembelajaran pendekatan bermain Tindakan Guru menggunakan pembelajaran pendekataan bermain dalam proses pembelajaran Kondisi akhir Melalui penerapan pembelajaran pendekatan barmain dapat meningkatkan hasil belajar lari jarak pendek
Siklus II:
Upaya perbaikan tindakan dari siklus I sehingga melalui penerapan pembelajaran pendekatan bermain dapat berhasil meningkatkan hasil belajar lari jarak pendek