• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Metode Talking Stick - BAB II YESY NOVIANI PGSD'13

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Metode Talking Stick - BAB II YESY NOVIANI PGSD'13"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Metode Talking Stick

Menurut Uno dan Mohamad (2011:106) Pembelajaran inovatif adalah suatu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga berbeda dengan pembelajaran pada umumnya yang dilakukan oleh guru (konvensional). Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Proses pembelajaran dirancang, disusun dan dikondisikan untuk siswa agar belajar. Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, pemahaman konteks siswa menjadi bagian yang sangat penting, karena dari sinilah seluruh rancangan proses pembelajaran dimulai. Hubungan antara guru dan siswa menjadi hubungan yang saling belajar dan saling membangun. Metode talking stick merupakan salah satu pembelajaran yang inovatif karena membuat anak aktif dan pembelajarannya menyenangkan.

a. Pengertian Metode Talking Stick

(2)

"The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern would come before the council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick was then passed back to the elder for safe keeping." (Locust, in Fujioka,1998:2)

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku-suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat ini dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat.

(3)

melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat, itulah yang yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. b. Konsep Metode Talking Stick

Menurut Suyatno (2009:124) Langkah-langkah Metode pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut :

1) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm. 2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,

kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.

3) Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru mempersilahakan siswa untuk menutup bukunya.

4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.

5) Guru memberikan kesimpulan. 6) Evaluasi.

(4)

Berdasarkan penjelasan suyatno di atas, maka pelaksanaan proses pembelajaran matematika menggunakan metode talking stick dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Guru membuat media tongkat untuk keperluan bermain dalam proses pembelajaran.

2) Guru menyajikan materi pelajaran secara klasikal menggunakan alat peraga.

3) Guru menyuruh siswa untuk membaca buku dan memepelajari materi pelajaran sesuai waktu yang diberikan.

4) Guru dan siswa memulai permainan talking stick dengan memberikan tongkat kapada salah satu siswa.

5) Siswa diinstruksikan untuk memberikan tongkat kepada siswa yang terdekat searah jarum jam.

6) Sambil memberikan tongkat, siswa mendengarkan lagu yang diputar.

7) Setelah lagunya berhenti, maka siswa yang memegang tongkat diberikan soal.

8) Kegiatan memutar tongkat terus dilakukan hingga sebagian besar siswa mendapat kesempatan untuk diberikan soal oleh guru.

9) Guru dan siswa menarik kesimpulan

(5)

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Talking Stick

Pembelajaran dengan metode talking stick memiliki keunggulan yaitu mempersiapkan siswa untuk belajar terlebih dahulu agar siap menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh guru, membuat siswa menjadi mandiri, membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan, melatih membaca dan memahami dengan cepat, mudah diterapkan dan tidak mahal. Metode talking stick juga mempunyai kekurangan yaitu dapat membuat siswa senam jantung. Siswa merasakan senam jantung ketika lagunya berhenti dan tongkat yang dipegang berada di tangan mereka dan menjawab pertanyaann dari guru.

2. Pembelajaran Langsung

a. Pengertian model pembelajaran langsung

(6)

tanya jawab) yang akan melibatkan seluruh kelas (Roy Killen dalam Kemendiknas, 2010:23).

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada tujuan akademik dimana guru mentransformasikan informasi dan keterampilan secara langsung kepada siswa. Pembelajaran ini berpusat pada guru sebagai penyampai materi, sedangkan peserta didik menjadi pengamat, pendengar dan partisipan yang tekun, guru akan menyampaikan isi materi pelajaran dalam format yang sangat terstruktur.

b. Karakteristik model pembelajaran langsung

Kemendiknas (2010:24) mengidentifikasi karakteristik model pembelajaran langsung yaitu:

1. Transfomasi dan keterampilan secara langsung 2. Pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu 3. Materi pembelajaran yang telah terstruktur 4. Lingkungan belajar yang telah terstruktur 5. Distruktur oleh guru

c. Tahapan model pembelajaran langsung

(7)

1. Orientasi

Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, guru akan memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa:

kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran.

Memberikan penjelasan atau arahan mengenai pembelajaran yang akan dilaksanakan.

menginformasikan materi atau konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran.

menginformasikan kerangka pelajaran. 2. Presentasi

Guru menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa:

penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa.

pemberian contoh-contoh konsep

pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.

3. Latihan Terstruktur

(8)

terhadap respon peserta didik, memberi penguatan terhadap respon peserta didik yang benar, dan mengoreksi tanggapan peserta didik yang salah.

4. Latihan Terbimbing

Peserta didik diberikan kesempatan oleh guru untuk berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing oleh guru untuk menilai kemampuan peserta didik dalam melaksanakan tugasnya. Dalam tahap ini, peran guru yaitu memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan.

5. Latihan Mandiri

Peserta didik melakukan latihan secara mandiri. Tahap ini dapat dilalui peserta didik jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam tahap latihan.

3. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar

(9)

2010:2). Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman (Hamalik, 2010:154-161)

Learning as a change in behavior or in potential behavior that occurs as a result of experience. This definition has several important elements. First, it excludes change in behavior that occur as a result of purely phsiycal factors such as maturation, injury, fatigue or drugs. Second, by using the term “potential” behavior, the definition includes two different aspects of learning : “knowing how” and “doing”

(Smith, 1986:197).

Dapat diartikan bahwa belajar sebagai perubahan dalam perilaku atau potensi perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Definisi ini memiliki beberapa elemen penting. Pertama, itu tidak termasuk perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat dari faktor murni fisik seperti pematangan, kelelahan cedera, atau obat-obatan. Kedua, dengan menggunakan istilah "potensial" perilaku, definisi mencakup dua aspek yang berbeda dari pembelajaran: "mengetahui bagaimana" dan "melakukan". Jadi belajar adalah perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan mengamati, meniru, membaca, mendengarkan untuk membawa perubahan pada diri setiap individu-individu. b. Proses Belajar dan Faktor yang memengaruhi Hasil Belajar

1. Proses belajar

(10)

hanya dapat diamati jika ada perubahan perilaku dari seseorang yang berbeda dengan sebelumnya. Perilaku tersebut terjadi dalam hal kognitif, afektif dan psikomotornya.

2. Faktor yang memengaruhi hasil belajar

Menurut Baharuddin (2010:19) faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi dalam hasil belajar sehingga menentuka kualitas hasil belajar siswa.

Faktor Internal, adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu yang meliputi faktor fisiologis (yang berhubungan dengan fisik) dan psiklogis (yang berhubungan dengan keadaan psikologis)

(11)

c. Pengertian dan Tipe Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan - kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar (Purwanto, 2011: 34). Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan. (Suprijono, 2012:5). Seperti yang dikatakan Sudjana (2010:28) bahwa perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaanya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.

Berdasarkan uraian tentang hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah proses untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik. Hal yang diharapkan dari proses belajar yang dilakukan adalah dengan nampaknya perubahan dalam tiga aspek, yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

(12)

pendidikan yang hendak kita capai digolongkan atau dibedakan (bukan dipisahkan) menjadi tiga ranah yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Penjelasan lebih rinci dari ketiga aspek tersebut yaitu:

1. Aspek Kognitif

Sudjana (2010:50) berpendapat bahwa aspek kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu:

a. Tipe hasil belajar pengetahuan atau ingatan (knowledge) merupakan tipe hasil belajar tingkat rendah, tetapi tipe hasil belajar ini penting sebagai prasyarat untuk menguasai dan mempelajari tipe belajar yang lebih tinggi.

(13)

c. Tipe hasil belajar penerapan/aplikasi (aplication) adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi baru.

d. Tipe hasil belajar analisis (analysis) adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu integritas (suatu yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai ati. Analisis merupakan tipe yang kompleks karena memanfaatkan kecakapan dari tipe pengetahuan, pemahaman dan aplikasi e. Tipe hasil belajar sintesis (synthesis) yaitu kesanggupan

menyatukan unsur-unsur bagian-bagian menjadi suatu integritas

f. Tipe hasil belajar evaluasi (evaluation) merupakan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya dan kriteria yang dimiliki.

(14)
(15)

lingkungan, maupun bangsa sehingga akan terwujud insan kamil (Aunillah, 2011:18-19).

Untuk mewujudkan karakter bangsa itu tidaklah mudah. Karakter yang berarti mengukir hingga terbentuk pola itu memerlukan proses panjang melalui pendidikan (Fitri, 2012:21). Dengan demikian keberhasilan pendidikan karakter ditentukan oleh konsistensi seseorang yang sesuai dengan apa yang diucapkan dan harus didasari ilmu dan pengetahuan dari sumber-sumber nilai yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi yang positif dan berakhlak karimah sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat sejumlah nilai budaya yang dapat dijadikan karakter. Hasil belajar afektif ini lebih menekankan kepada sikap mandiri siswa dalam mengikuti pelajaran. Dengan menggunakan metode talking stick diharapkan siswa akan lebih mandiri dan tidak tergantung dengan teman yang lain.

1. Pengertian Kemandirian

Istilah “kemandirian” berasal dari kata “diri” yang

mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian

(16)

melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari ego, yaitu merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri.

Menurut Mu’in (2011:385) kemandirian merupakan

kondisi mental yang penting. Dengan kemnadirian manusia merasa bahwa dirinya bertanggungjawab terhadap dirnya dan memahami untuk mendapatkan sesuatu dibutuhkan proses. Jadi orang yang mandiri akan percaya terhadap keputusannya sendiri dan yakin akan keputusan tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan secara bebas serta berusaha untuk menentukan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain untuk menyelesaikan tugas. Dengan menyelesaikan tugas sendiri hasilnya akan lebih memuaskan dibandingkan dengan pekerjaan yang dibantu oleh orang lain.

2. Indikator Kemandirian Belajar

Menurut Erikson (dalam Desmita, 2009:185) yang mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki kemandirian adalah:

(17)

3. Membuat pertimbangan-pertimbangan sendiri dalam bertindak.

4. Bertanggungjawab atas tindakannya. 5. Mampu menahan diri atau kontrol diri. 6. Dapat mengambil keputusan sendiri.

Desmita (2009:185) menyatakan bahwa kemandirian mengandung beberapa pengertian, yaitu:

a. Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri.

b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

c. Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya.

d. Bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya.

Dari uraian tersebut, secara rinci indikator kemandirian belajar dapat dilihat dalam gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1. Indikator Kemandirian Belajar

(18)

3. Permasalahan Kemandirian Belajar

Dalam konteks proses belajar, terlihat adanya fenomena peserta didik yang kurang mandiri dalam belajar. Fenomena tersebut menuntut dunia pendidikan untuk mengembangkan kemandirian peserta didik. Sunaryo Kartadinata (Desmita, 2009:189-190) menyebutkan bahwa gejala-gejala yang berhubungan dengan permasalahan kemandirian yaitu:

1. Ketergantungan disiplin kontrol luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas.

Contoh : Siswa masih tergantung dengan temannya pada saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup.

Contoh : Ketika ada siswa yang sedang mengemukakan pendapatnya, siswa yang lain mengobrol sendiri. Hal ini menandakan tidak ada rasa menghargai antara siswa yang satu dengan yang lain.

3. Ketidakjujuran dalam berfikir dan bertindak serta kemandirian yang masih rendah.

(19)

Menurut Sagala (2011:158) tujuan-tujuan afektif adalah tujuan-tujuan yang banyak berkaitan dengan aspek perasaan, nilai, sikap, dan minat perilaku peserta didik atau siswa. Pada penelitian ini difokuskan pada sikap mandiri siswa dalam mengikuti pelajaran menggunakan metode talking stick. Lebih jelas hasil belajar dalam aspek afektif dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2. Hasil Belajar Aspek Afektif Pada Materi Geometri

(20)

3. Aspek Psikomotor

Menurut Sudjana (2010:54) aspek psikomotor berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam tingkatan keterampilan yaitu:

a. gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar) b. keterampilan pada gerakan-gerakan dasar

c. kemampuan konseptual termasuk didalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain

d. kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan

e. gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks

f. kemampuan yang berkenalan dengan komunilasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

(21)

Tabel 2.3. Hasil Belajar Aspek Psikomotor Pada Materi Geometri

No Indikator Aspek

Psikomotor

Kegiatan

1 Menyiapkan alat tulis dan peralatan untuk

sesuai dengan fungsinya Ketepatan

Peserta didik

(22)

ilmu (knowledge, science). Kata mathematike yang artinya belajar (berfikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berfikir (bernalar).

Berdasarkan pengertian matematika di atas maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsepyang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui melalui proses penalaran deduktif. Matematika merupakan ilmu deduktif yang butuh pencarian kebenarannya dan matematika merupakan salah satu bidang studi yang tanpa disadari selalu dipakai manusia untuk memecahkan maslaah dalam keseharian terutama bidang ekonomi.

b. Materi Pelajaran Matematika

Dalam penelitian ini peneliti mengambil materi Jajargenjang dan Segitiga pada kelas IV semester I. Adapun standar kompetansi dan kompetensi dasar yang akan dijadikan bahan penelitian tertera dalam tabel 2.4 berikut ini:

Tabel 2.4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas IV

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

4. Menggunakan konsep

keliling dan luas bangun

datar sederhana dalam

pemecahan masalah

4.1 Menentukan keliling dan luas jajargenjang dan segitiga

(23)

Dari kompetensi dasar tersebut dapat diketahui mengenai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan digunakan untuk penelitian. Standar kompetensi poin 4 yaitu menggunakan konsep keliling dan luas bangun datar sederhana dalam pemecahan masalah.Kemudian kompetensi dasar poin 4.1 yaitu Menentukan keliling dan luas jajargenjang dan segitiga. Dari penjabaran tersebut, dapat diketahui materi yang akan digunakan untuk penelitian adalah materi geometri dengan sub materi masalah yang berkaitan dengan keliling dan luas jajargenjang dan segitiga.

c. Alat Peraga

Menurut Anitah (2009:4) alat peraga dalam pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu alat yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang riil sehingga memperjelas suatu konsep. Jadi alat peraga menjadikan siswa memahami suatu konsep untuk memperjelas materi pelajaran yang akan disajikan.

(24)

penilaian unjuk kerja dalam menggunakan alat peraga serta menampakkan aspek afektif kemandirian dalam memahami alat peraga tersebut.

Pembuatan alat peraga yang dibuat cukup murah dan harganya terjangkau yaitu: kertas buffalo, kertas karton, sterofom, lem kertas, double tape, kertas kado, kertas asturo, pensil, penggaris, gunting dan cutter. Langkah pembuatan alat peraga Luas Daerah Jajargenjang dengan Pendekatan Luas Daerah Segitiga adalah : 1. Buatlah dengan penggaris dan cutter dua buah model daerah

jajargenjang yang kongruen dengan menggunakan kertas buffalo. 2. Potonglah model daerah jajargenjang menurut diagonalnya

menjadi dua model daerah segitiga.

3. Masing-masing model daerah tersebut di kasih karton. 4. Bungkus sterofoam dengan kartas kado

5. Tempelah kertas asturo pada sterofoam bagian atas

(25)

segitiga tersebut luasnya sama dengan daerah jajargenjang yang masih utuh. Dengan mengamati satu buah segitiga maka alasnya a, tingginya t, luasnya (½ x a x t). Dengan demikian luas daerah jajargenjang adalah dua kali luas segitiga. Jadi jika jajargenjang dengan alas dan tingginya berturut-turut a dan t, dan luas daerahnya L maka L = a x t. Siswa dapat menemukan rumus sendiri dan membuatnya secara warna-warni agar lebih menarik.

Gambar 2.2. Jajargenjang dan Segitiga

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

(26)

dan psikomotor) di SMA Negeri 5 Surakarta. Ada interaksi antara penerapan metode Talking Stick dalam model Learning Cycle danmotivasi belajar siswa terhadap hasil belajar biologi ranah psikomotor, tetapi tidak ada interaksi pada hasil belajar biologi (ranah kognitif dan afektif) di SMA Negeri 5 Surakarta. Berdasarkan uji lanjut diperoleh hasil bahwa metode Talking Stick dalam model Learning Cycle efektif dalam pembelajaran dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. (Fadhillah, 2011)

C. Kerangka Pemikiran

Peningkatan mutu pendidikan di sekolah banyak dipengaruhi dari berbagai faktor yang ada di lingkungan sekolah tersebut.Salah satunya adalah kualitas dari pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Diharapkan dengan menerapkan metode talking stick siswa merasa senang dalam belajar matematika yang berdampak pula pada hasil belajar matematika yang baik.

(27)

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir diatas, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Ada pengaruh penerapan metode talking stick terhadap hasil belajar matematika aspek kognitif di kelas IV SD Negeri Tambaksari.

2. Ada pengaruh penerapan metode talking stick terhadap hasil belajar matematika aspek afektif di kelas IV SD Negeri Tambaksari.

3. Ada pengaruh penerapan metode talking stick terhadap hasil belajar matematika aspek psikomotor di kelas IV SD Negeri Tambaksari.

Penerapan Metode Talking Stick

(X)

Hasil Belajar Matematika (Kognitif, Afektif,

Gambar

Tabel 2.1 Hasil Belajar Aspek Kognitif Pada Materi Geometri
Gambar 2.1. Indikator Kemandirian Belajar
Tabel 2.2. Hasil Belajar Aspek Afektif Pada Materi Geometri
Tabel 2.3. Hasil Belajar Aspek Psikomotor Pada Materi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem usulan, penulis membuat rancangan sistem yang berguna untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan informasi, seperti yang terlihat di gambar 3

Studi Pengeringan Ikan Layang (Decapterus sp) Asin dengan Penggunaan Alat Pengering Surya. M., Miskiyah, dan Juniawati. Pengaruh Ekstrak Bawang Putih Terenkapsulasi

Skripsi ini membahas bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat Istiadat Perkawinan di Kecamatan Kahu Kabupaten Bone, tidak dapat dipastikan bahwa prosesi

Kebahagiaan dapat dirasakan dengan senantiasa bertaqwa dan beriman kepada Allah, beramal shaleh, berdzikir, jihad, taubat dan tazkiyah (Fuad, 2016; Sholihah,

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Efektivitas Pembelajaran

(Vi) "Perlawanan akhir Fasa Enam melihat kepada pengalaman yang diperolehi sepanjang proses dan bagaimana pelajar boleh menggunakan kemahiran

Saya berpikiran, saya dapat membuat tugas lebih baik dari yang sudah dikerjakan jika tidak ada kesalahan.. Saya beranggapan adanya kesalahan dalam pengerjaan tugas adalah hal

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),