• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Mahasiswa

Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi. Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang Pendidikan Tinggi. Pasal 20 Ayat (1) Mahasiswa program magister yang memiliki kemampuan luar biasa dapat melanjutkan ke program doktor setelah sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun mengikuti program magister tanpa harus lulus program magister terlebih dahulu. Pasal 1 (UU No 12 tahun 2012)

Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi. Sedangkan kalau diartikan dari katanya sendiri yaitu, Mahasiswa adalah suatu kata yang tersusun dari dua unsur kata yaitu, “maha” dan “siswa”. Dimana kata maha disini diartikan sesuatu yang lebih tinggi tingkatannya atau tidak merasa cukup, sedangkan siswa sendiri adalah pelajar atau seorang yang menuntut ilmu. Mahasiswa yang pada dasarnya merupakan subjek atau pelaku di dalam pergerakan pembaharuan atau subjek yang akan menjadi generasi penerus bangsa dan membangun bangsa dan tanah air ke arah yang lebih baik dituntut untuk memiliki etika. Mahasiswa sebagai pelaku

(2)

8

utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual, memandang segala sesuatu dengan pikiran jernih, positif, kritis yang bertanggung jawab, dan dewasa. Pasal 1 (UU No 12 tahun 2012)

Secara moral mahasiswa akan dituntut tangung jawab akademisnya dalam menghsilkan “buah karya” yang berguna bagi kehidupan lingkungan. Secara umum mahasiswa merupakan gelar/panggilan yang diberikan kepada sesorang yang sedang menempuh studi di sebuah perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang ditempuh oleh mahasiswa merupakan jenjang tertinggi yang merupakan kelanjutan dari proses belajar dari tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK. Hal ini berarti mahasiswa hanyalah merupakan peserta didik pada suatu perguruan tinggi, maka fungsi dan tugas mahasiswa adalah studi/belajar. Bentuk nyata antara lain mengikuti proses belajar mengajar yakni perkuliahan, menerima materi, memperjari materi, mengevaluasi materi dan memperoleh nilai atas proses yang di jalani tersebut. Menurut UU RI No 20 Tahun 2003

Proses studi/belajar tersebut selain di dapat dalam bentuk formal, mahasiswa juga dapat memperdalam, mengembangkan dan mengatualisasikan keilmuannya dalam bentuk informal yakni kegiatan yang diselenggarakan diluar proses belajar mengajar seperti seminar, lokakarya, pelatihan, workshop atau mengikuti kompetisi/lomba yang sesuai dengan keilmuan. Mahasiswa itu hanya sebutan akademis untuk siswa /murid yang sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam masa pembelajaran, sedangkan secara harfiah. Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak,

(3)

9

ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian mahasiswa tidak bisa diartikan kata per kata, Mahasiswa adalah Seorang agen pembawa perubahan. Menjadi seorang yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh suatu masyarakat bangsa di berbagai belahan dunia. Menurut UU RI No 20 Tahun 2003

Pengertian Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat. Mahasiswa sebagai pelajar yang kedudukannya tertinggi dalam bidang ilmu pengetahuan, harus mampu memberikan yang terbaik untuk warga atau masyarakat sekitar, minimal kepada adik kelas yang masih SMA, baik secara perilaku sosial maupun dalam bidang ilmu pengetahuan (pendidikan). Tanggung jawab mahasiswa lebih besar dari sekedar menjadi siswa, makanya kurang tepat apabila mahasiswa hanya menyibukkan di bidang akademik saja, namun apatis (tidak peka) terhadap permasalahan lingkungan sekitar yang terjadi, baik regional maupun nasional. mahasiswa juga merupakan penyalur inspirasi rakyat kepemerintah dan tempat dimana rakyat mengadu atas ketidak adilannya dan mahasiswa juga sebagai masa depan untuk perubahan masa depan bangsa. (RI No.30 tahun 1990)

Dalam kuliah mahasiswa dituntut untuk membuat skripsi sebagai syarat mengikuti wisuda. Skripsi adalah istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian

(4)

10

sarjana S1 yang membahas suatu permasalahan/ fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku. Skripsi adalah laporan tertulis hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dengan bimbingan Dosen Pembimbing Skripsi untuk dipertahankan dihadapan Penguji Skripsi sebagai syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Skripsi merupakan karya tulis ilmiah berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana. Skripsi merupakan karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa program sarjana (S1) pada masa akhir studinya berdasarkan hasil penelitian, kajian kepustakaan, atau pengembangan tentang sesuatu masalah yang dilakukan dengan seksama. Skripsi adalah karya ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis Perguruan Tinggi. (RI No.30 tahun 1990)

Semua mahasiswa wajib mengambil mata kuliah tersebut, karena skripsi digunakan sebagai salah satu prasyarat bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar akademisnya sebagai sarjana. Mahasiswa yang menyusun skripsi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan proses belajar yang ada dalam penyusunan skripsi. Proses belajar yang ada dalam penyusunan skripsi berlangsung secara individual, sehingga tuntutan akan belajar mandiri sangat besar. Mahasiswa yang menyusun skripsi dituntu tuntuk dapat membuat suatu karya tulis dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum. Adapun masalah-masalah yang umum dihadapi oleh mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah, banyaknya mahasiswa yang tidak mempunyai kemampuan dalam tulis menulis, adanya kemampuan akademis yang kurang

(5)

11

memadai, serta kurang adanya ketertarikan mahasiswa pada penelitian. (RI No.30 tahun 1990)

Kegagalan dalam penyusunan skripsi juga disebabkan oleh adanya kesulitan mahasiswa dalam mencari judul skripsi, kesulitan mencari literatur dan bahan bacaan, dana yang terbatas, serta adanya kecemasan dalam menghadapi dosen pembimbing. Apabila masalah-masalah tersebut menyebabkan adanya tekanan dalam diri mahasiswa maka dapat menyebabkan adanya stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa. (RI No.30 tahun 1990)

Gejala stres yang ditunjukkan oleh mahasiswa yang sedang menyusun skripsi antara lain banyaknya keluhan mahasiswa mengenai sakit kepala yang sering mengganggu aktivitas sehari-hari, keluhan mengenai gangguan tidur berupa kesulitan tidur, sering terlihat cemas, sering terlihat mudah marah, dan ada beberapa mahasiswa yang menunjukkan gejala gangguan daya ingat yang ditunjukkan dengan seringnya mahasiswa lupa pada janji bimbingan dengan dosen pembimbing dan janji dengan teman. Stres sebagai ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. (RI No.30 tahun 1990)

Tetapi, tidak semua stres itu buruk. Kenyataannya, banyak orang yang setuju kalau kita memang membutuhkan stres sampai derajat tertentu agar kita tetap sehat. Namun bagaimana stres bisa menjadi sesuatu yang baik, Apabila stres dianggap sebagai sebuah motivasi positif, stres dianggap sebagai sesuatu yang menguntungkan. (RI No.30 tahun 1990)

(6)

12

Program Studi adalah kesatuan kegiatan Pendidikan dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan metode pembelajaran tertentu dalam satu jenis pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau pendidikan vokasi. Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Walgito (2004) Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Konseling adalah pemberian bantuan dari seorang kepada seseorang/siswa dalam rangka mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Walgito (2004)

Bimbingan dan konseling, keduanya masuk dalam konteks pemberian bantuan. Bimbingan konseling dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada seseorang yang membutuhkan karena ketidakmampuan seseorang menemukan solusi masalah yang sedang dihadapinya, atau untuk mengupgrade kemampuan yang sudah dimiliki. Sistem komunikasi diantaranya adalah melalui face to face (tatap muka). Bimbingan dan konseling berbeda dengan curhat (curahan hati), dimana bimbingan konseling adalah sebuah hubungan yang professional, formal dan terarah. Walgito (2004)

(7)

13 2.2 Coping Stres

2.2.1. Pengertian Coping Stres

Coping adalah usaha-usaha kognitif dan perilaku yang secara terus menerus berubah untuk mengelola tuntutan dari dalam atau dari luar individu yang merugikan atau melebihi kemampuan individu itu. Stres menurut transactional model dari Lazarus dan Folkman (1984) adalah tergantung secara penuh pada persepsi individu terhadap situasi yang berpotensi mengancam. Penilaian individu terhadap sumber daya yang dimilikinya menentukan bagaimana individu memandang sebuah situasi spesifik sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan atau ancaman yang berbahaya. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bagaimana individu mempersepsikan situasi yang dihadapinya menentukan bagaimana respon yang dimunculkan individu. stres sebagai peristiwa yang menuntut, membebani, atau melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu untuk mengatasinya.

Stres juga dapat diartikan sebagai:

1) Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres atau disebut juga dengan stressor.

2) Respons, yaitu stres merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respons yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.

3) Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi. Lazarus dan Folkman (1984)

(8)

14

Berdasarkan berbagai definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa stres adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun eksternal (stimulus) yang dapat membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara psikologis (respon) dan melakukan usaha-usaha penyesuaian diri terhadap situasi tersebut (proses). Lazarus dan Folkman (1984)

Coping didefinisikan sebagai perilaku yang berubah secara konstan untuk mengelola tuntutan eksternal atau internal tertentu yang dinilai berat dan melebihi sumber daya (kekuatan) seseorang. Coping sebagai keteganangan hidup yang berfungsi untuk mencegah, menghindari atau mengendalikan gangguan emosi. Coping yang cukup baik ditandai dengan kemampuan seseorang untuk tetap berdiri sendiri untuk menghadapi krisis hidup dan mengendalikan stres yang muncul dari masa krisis tersebut. Coping yang dilihat dari fungsinya menjadi dua yaitu PFC dan EFC, EFC muncul pada keadaan mengancam, berbahaya dan menantang yang tidak dapat diubah kondisinya. Sedangkan PFC muncul pada saat kondisinya masih ada kemungkinan dapat berubah dan dapat diperbaiki. EFC merupakan sekumpulan proses kognitif yang diarahkan untuk mengurangi penderitaan emosional dan mencakup strategi seperti menghindari, meminisimali, menjaga jarak, dan mencari nilai positif dari sebuah peristiwa negative. Orang menggunakan EFC untuk bertindak seolah-olah yang terjadi bukan hal penting dimana kesemua proses tersebut memberi sebuah penipuan pada diri mereka sendiri. (Lazarus & Folkman, 1984).

(9)

15

Dinamika dan perubahan yang menjadi ciri coping sebagai proses bukanlah sesuatu yang acak, mereka adalah fungsi dari penilaian terus menerus dan perubahan dalam hubungan antara orang dan lingkungannya. Strategi coping dipilih berdasarkan penilaian kognitif terhadap penilaian terhadap sumber daya, kemudian individu menetapkan strategi coping yang dirasa efektif melalui identifikasi terhadap sumber yang dimilikinya. Coping merupakan salah satu metode untuk mengurangi efek dari stres yang berkelanjutan, walaupun ada beberapa metode atau faktor lain yang dapat dilakukan. (Lazarus & Folkman, 1984).

Stres dapat datang dari lingkungan, tubuh atau pikiran seseorang. Upaya yang dilakukan oleh individu dalam mengatasi stres adalah dengan coping. Coping sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan, baik yang berasal dari individu maupun yang berasal dari lingkungan, dengan sumber-sumber yang di miliki oleh individu dalam menghadapi situasi yang penuh stres. Maka coping merupakan proses yang dilakukan individu untuk mengelola perasaan ketidakcocokan akan tuntutan-tuntutan yang berasal dari individu sendiri maupun dari lingkungan dengan kemampuan dan sumber-sumber yang dimiliki oleh individu dalam menghadapi situasi stres tersebut. Menurut Lazarus-Lazarus (2005: 169)

Coping Stress adalah upaya kognitif dan tingkah laku untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal yang khusus dan konflik diantaranya yang dinilai individu sebagai beban dan melampaui batas kemampuan individu tersebut. Individu akan memberikan reaksi yang berbeda untuk mengatasi stres. Coping

(10)

16

sinonim dengan penyesuaian diri, hanya saja konsep penyesuaian diri lebih luas dan mengarah pada seluruh reaksi individu terhadap lingkungan dan tuntutan internal. Coping lebih mengarah pada apa yang dilakukan individu untuk mengatasi situasi stres atau tuntutan yang membebani secara emosional. Individu akan cenderung menggunakan coping yang berfokus pada masalah manakala mereka percaya bahwa sumber atau tuntutan situasi dapat diubah seperti misalnya permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan, sedangkan yang berfokus pada emosi digunakan manakala bersumber pada tuntutan situasi dinilai tidak dapat diubah, seperti misalnya permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan Lazarus dan Folkman (1984).

Menurut Lazarus & Folkman dalam melakukan coping, ada dua strategi yang dibedakan menjadi:

1. Problem-focused coping. Problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan.

2. Emotion-focused coping. Emotion-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan

Dua coping tersebut merupakan strategi yang mendasar dalam melakukan coping dan kedua strategi tersebut dapat digunakan secara bersamaan oleh individu. Seperti yang diungkapkan bahwa terkadang individu dapat menggunakan kedua

(11)

17

strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi coping pasti digunakan oleh individu.

Akan tetapi, walaupun kedua coping tersebut dapat digunakan bersamaan tetapi bentuk coping yang lebih baik adalah coping yang berfokus pada masalah. Hal tersebut dikarenakan coping yang berfokus pada masalah lebih menekankan kepada usaha yang dilakukan individu dalam mengubah sumber stres agar efeknya menjadi lebih ringan. Coping yang berfokus pada masalah yang mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah atau memodifikasi reaksi mereka untuk meringankan efek tersebut. Ditambahkan lagi bahwa coping yang berfokus pada masalah melibatkan strategi untuk menghadapi secara langsung sumber stres, seperti dengan mencari informasi tentang penyakit dengan mempelajari sendiri atau melalui konsultasi medis. Pencarian informasi membantu individu untuk tetap bersikap optimis karena dengan pencarian informasi tersebut timbul harapan akan mendapatkan informasi yang bermanfaat. Lazarus dan Folkman (1984).

Sedangkan untuk coping yang berfokus pada emosi cenderung tidak dapat menghilang karena individu lari dari masalah yang dihadapinya. Coping yang berfokus pada emosi dilakukan dengan cara menyangkal atau menarik diri dari situasi. Lebih lanjut diungkapkan, coping yang berfokus pada emosi tidak menghilangkan atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara yang lebih baik. Jadi sebaiknya jika sedang mengahadapi masalah maka sebaiknya menggunakan strategi coping yang berfokus pada masalah. Hal tersebut diungkapkan juga oleh Lazarus dan Folkman, maka, coping yang efektif untuk

(12)

18

dilakukan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya. Lazarus dan Folkman (1984).

Problem focused coping adalah salah satu usaha yang berfungsi untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh stress atau mengembangkan kemampuan untuk meghadapi stress. Problem focused coping merupakan bentuk coping yang lebih baik dalam menghadapi masalah. Berusaha memecahkan masalah serta mengembangkan keterampilan-keterampilan yang baik dalam mengahadapi masalah adalah lebih baik daripada menghindari masalah-masalah tersebut. Problem focused coping membawa pengaruh bagi individu yaitu berubahnya atau bertambahnya pengetahuan individu tentang masalah yang dihadapi, dengan mengetahui permasalahannya maka diharapkan individu mampu mencari jalan keluar yang terbaik bagi masalahnya. Gambaran perilaku problem focused coping pada penelitian ini akan diungkap berdasarkan jenis-jenis problem focused coping, yaitu: active coping, planning, suppression of competing activities, restraint coping dan seeking support for instrumental reasons.Lazarus dan Folkman (1984).

Problem focused coping adalah salah satu cara yang berfungsi untuk mengurangi tekanan dengan cara menghadapi masalah serta berusaha untuk memecahkannya yaitu dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan baru. Individu akan menggunakan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi (Folkman dkk, 1986, h. 993). Untuk dapat melakukan respon terhadap stress secara efektif (problem focused coping) maka individu

(13)

19

memerlukan dukungan sosial. Salah satu faktor yang dapat mengubah pengalaman stress adalah dengan mencari dukungan sosial. Dukungan sosial memberi peran untuk meningkatkan penyesuaian terhadap stress dengan memberikan bantuan sesuai dengan keadaan individu tersebut. Lazarus dan Folkman (1984).

Dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukan dengan memberikan bantuan pada individu lain dan bantuan itu diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku atau materi yang didapat dari hubungan sosial akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Dukungan sosial adalah suatu kesenangan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang dirasakan dari orang lain atau kelompok. Dukungan ini dapat diperoleh dari suami atau istri, teman, rekan sekerja, dokter dan organisasi kemasyarakatan. Lazarus dan Folkman (1984).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam strategi coping yang berfokus pada masalah, 3 aspek problem-focused coping, antara lain:

a. pemecahan masalah dengan banyak cara menganalisa situasi untuk mencapai solusi dan mengambil tindakan langsung untuk memperbaiki masalah.

b. menghadapi tekanan dengan usaha yang dilakukan untuk menghadapi masalah secara tenang, rasional, dan mengarah pada penyelesaian masalah. c. mencari dukungan sosial dengan mencoba untuk mencari informasi atau

(14)

20

Jadi untuk menghindari timbulnya berbagai gangguan fisik yang disebabkan oleh stres, individu dapat menggunakan teknik coping yang lebih berfokus pada masalah. Karena coping yang berfokus pada masalah lebih efektif meringankan stres dari pada coping yang berfokus pada emosi. Cara-cara yang dapat dilakukan adalah dengan menganalisis situasi yang menyebabkan stres untuk dapat mencari solusi dan tindakan yang dapat memperbaiki masalah, kemudian bersikap tenang, rasional, dan juga dapat dilakukan dengan cara mencari dukungan sosial untuk mendapatkan informasi tersebut. Lazarus dan Folkman (1984).

Emotion-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotional-focused coping dipergunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan ini dilakukan melalui perilaku individu seperti penggunaan minuman keras, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan. Seseorang menggunakan strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat. Lazarus dan Folkman (1984).

(15)

21 2.2.2. Jenis-Jenis Coping Stress

Menurut Lazarus dan Folkman (1984), ada 2 jenis, yaitu:

1. problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres sebagai berikut:

a. Distancing , adalah suatu bentuk coping yang sering kita temui, yaitu usaha untuk menghindar dari permasalahan dan menutupinya dengan pandangan yang positif, dan seperti menganggap remeh/lelucon suatu masalah.

b. Planful Problem Solving, individu membentuk suatu strategi dan perencanaan menghilangkan dan mengatasi stres, dengan melibatkan tindakan yang teliti, berhati-hati, bertahap dan analitis.

c. Positive Reapraisal, yaitu usah untuk mencari makna positif dari permasalahan dengan pengembangan diri, dan stategi ini terkadang melibatkan hal-hal religi.

d. Self Control, merupakan suatu bentuk dalam penyelesaian masalah dengan cara menahan diri, mengatur perasaan, maksudnya selalu teliti dan tidak tergesa dalam mengambil tindakan.

e. Escape, usaha untuk menghilangkan stres dengan melarikan diri dari masalah, dan beralih pada hal-hal lain, seperti merokok, narkoba, makan banyak dll.

2. Emotion-Focused Coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang

(16)

22

akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan sebagai berikut:

a. Self Control, merupakan suatu bentuk dalam penyelesaian masalah dengan cara mengendalikan diri, menahan diri, mengatur perasaan, maksudnya selalu teliti dan tidak tergesa dalam mengambil tindakan.

b. Seeking Social Support (For Emotional Reason), adalah suatu cara yang dilakukan individu dalam menghadapi masalahnya dengan cara mencari dukungan sosial pada keluarga atau lingkungan sekitar, bisa berupa simpati dan perhatian.

c. Positive Reinterpretation, respon dari suatu individu dengan cara merubah dan mengembangkan dalam kepribadiannya, atau mencoba mengambil pandangan positif dari sebuah masalah (hikmah),

d. Acceptance, berserah diri, individu menerima apa yang terjadi padanya atau

pasrah, karena dia sudah beranggapan tiada hal yang bisa dilakukannya lagi untuk memecahkan masalahnya.

e. Denial (avoidance), pengingkaran, suatu cara individu dengan berusaha menyanggah dan mengingkari dan melupakan masalah yang ada pada dirinya.

Individu menggunakan kedua strategi tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari. Faktor yang menentukan coping mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada individu itu sendiri dan sejauh mana tingkat stres dari

(17)

23

suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan PFC dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan, sebaliknya ia akan cenderung menggunakan EFC ketika dihadapkan pada masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker. Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi (Lazarus & Folkman, 1984).

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Coping Stress

1. Kesehatan Fisik. Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar

2. Keyakinan atau pandangan positif. Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : PFC

3. Keterampilan Memecahkan masalah. Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin

(18)

24

dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

4. Dukungan sosial. Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya

5. Materi. Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli. Menurut Lazarrus dan Folkman (1984)

Strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Dengan perkataan lain strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984).

Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauh mana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: Seseorang cenderung menggunakan PFC dalam menghadapai masalah yang menurutnya bisa

(19)

25

dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi EFC ketika dihadapkan pada masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker. Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas, dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping, yaitu active & avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action & Palliative).

1. Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres.

2. Avoidant coping merupakan strategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stres dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yang dilakukan individu pada avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri yang sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambat permasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan. Permasalahan akan semakin menjadi lebih rumit jika mekanisme pertahanan diri tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambah kepekaan terhadap ancaman.

(20)

26

2.2.4. Cara mengukur Coping Stress dengan menggunakan skala PFC dan skala EFC.

a. Skala PFC

Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat strategi coping dari subjek penelitian. Dalam melakukan penyusunan skala peneliti menggunakan aspek-aspek PFC yang disusun berdasarkan teori Lazarus dan Folkman (1984) yaitu : penyelesaian masalah dan mengatasi tekanan. Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan dua alternatif pilihan yaitu Ya dan Tidak . Untuk item yang mendukung, pilihan Ya = 1, Tidak = 0. Sedangkan untuk item yang tidak mendukung pilihan Ya = 0, Tidak = 1. Skor ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka diketahui strategi coping yang digunakan mahasiswa. b. Skala EFC

Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat strategi coping dari subjek penelitian. Dalam melakukan penyusunan skala peneliti menggunakan aspek-aspek EFC yang disusun berdasarkan teori Lazarus dan Folkman (1984) yaitu : mengatur emosi dan situasi penuh tekanan. Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan dua alternatif pilihan yaitu Ya dan Tidak . Untuk item yang mendukung, pilihan Ya = 1, Tidak = 0. Sedangkan untuk item yang tidak mendukung pilihan Ya = 0, Tidak = 1. Skor ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka diketahui strategi coping yang digunakan mahasiswa.

(21)

27 2.3. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian Sinaga (2005) tentang coping stres mahasiswa psikologi yang sedang menyusun skripsi, menyimpulkan bahwa mahasiswa yang mengalami stres akibat kesulitan dalam penyusunan skripsi sebanyak 84.3% melakukan coping stress dengan problem focused coping (PFC) dengan mempelajari cara yang baru dan 15,7% coping stress melalui emotional focused coping (EFC) bahwa perilaku yang cenderung mengatur emosi berkaitan dengan situasi kejadian.

Munawaroh (2001) dalam penelitiannya menemukan strategi EFC sebesar 55,16%, strategi coping stress PFC yang digunakan coping stress melalui 41,58% mahasiswa yang menyusun skripsi dan strategi MALC sebesar 17,76%.

2.4. Hipotesis

Berdasarkan penelitian pendukung maka hipotesis yang diajukan : Ada perbedaan yang signifikan penggunaan coping stress PFC dengan EFC pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling yang stres dalam menyusun skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

Kata itu mulanya terdiri dari kata “Shoping” dan “Saurus” yang bisa diinterpretasikan dengan orang-orang yang memiliki karakter maniak shoping, yakni orang- orang yang berada

Beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa teknik Make a Match adalah suatu model pembelajaran dalam pembelajaranya siswa mencari pasangan dari kartu

Roscoe Davis adalah “Sistem Informasi merupakan suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi,

Selain faktor motivasi dan minat belajar, faktor eksternal (dari luar diri siswa) yang tidak kalah penting dalam mendukung seorang siswa berprestasi dalam belajar adalah

Indeks Williamson dengan angka diatas 0,4 menunjukkan bahwa Kabupaten Magelang masuk dalam wilayah dengan ketimpangan pendapatan yang tinggi, tingginya ketimpangan ini salah

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sanggau Nomor 10 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sanggau Tahun 2014-2034, tujuan penataan ruang

Hasil pengukuran diberikan pada Gambar 4.23, untuk karakteristik filter yang didapatkan tidak terlalu jauh berbeda dengan filter yang pertama karena dibuat

Theoretical Review of The Literature.. Identitas sosial juga merupakan konsep diri seseorang sebagai anggota kelompok. Identitas bisa berbentuk kebangsaan, ras, etnik, kelas