11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Kreativitas AUD
Pengembangan kreativitas sangatlah penting bila ditinjau dari berbagai aspek kehidupan. Permasalahan dan tantangan hidup banyak mengupayakan kemampuan adaptasi secara kreatif dan kemahiran dalam mencari pemecahan masalah yang imajinatif. Ketrampilan dalam mengenali permasalahan yang ada, serta kemampuan membuat perencanaan dalam mencari pemecahan masalah, dapat mengembangkan kreativitas dengan baik serta melahirkan pola pikir yang solutif.
Menurut Munandar (1999: 6) kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan hal baru, yang berupa ide maupun karya nyata dan tidak sama dengan apa yang telah ada sebelumnya. Suratno (2005: 24) mendefinisikan bahwa, kreativitas sebagai wujud aktivitas imajinatif dan bisa menghasilkan sesuatu yang bersifat original.
Sedangkan Nursisto (1999:37) menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk berkhayal. Misalkan anak berkhayal merayakan hari ulang tahunnya, maka yang terbayang dalam pikiran anak adalah banyak balon-balon berwarna-warni. Berbagai sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam menghasilkan sesuatu baru yang sesuai dengan imajinasi atau daya khayalannya.
12
2.1.2 Tujuan Pengembangan Kreativitas
Menurut Nursisto (1999: 6-7) mengatakan bahwa kapasitas belajar siswa jadi lebih baik jika kemampuan kreativitasnya ikut dilibatkan. Pada dasarnya semua siswa memiliki kreativitas dalam dirinya yang harus dikembangkan agar hidup menjadi semangat dan produktif. Untuk meningkatkan kesuksesan siswa dalam menyongsong masa depan, maka kesadaran akan kemampuan kreativitas harus dilatih.
Hal ini sejalan dengan ungkapan Getzels dkk dalam Nursisto (1999: 34-35) yang mengemukakan dalam tes prestasi, siswa yang memiliki kepandaian yang lebih hasilnya sama baik dengan siswa yang memiliki kreativitas tinggi. Ibarat pepatah “ tiada rotan akar pun jadi”
maksudnya anak dengan IQ tinggi dan kreativitas tinggi memiliki kemampuan yang sama.
Menurut Renzulli (1981) dalam Munandar (1999: 4) mengatakan bahwa dengan kreativitas, penemuan baru dalam berbagai bidang ilmu dan usaha dapat muncul, sehingga bermanfaat untuk kehidupan manusia di masa yang akan datang. Munandar (1999: 31) menekankan pentingnya memupuk kreativitas sejak dini dengan pertimbangan beberapa faktor, yaitu:
a. Dengan berkarya orang dapat mengaktualkan dirinya. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tertinggi dalam hidup manusia.
13
b. Kreativitas merupakan penjelmaan dari individu yang berfungsi sepenuhnya.
c. Kreativitas atau berfikir kreatif sebagai suatu kemampuan untuk mengetahui beraneka ragam kemungkinan penyelesaian suatu masalah.
d. Menyibukan diri secara kreatif bukan hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungannya, namun juga memberikan rasa puas kepada individu.
e. Kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidup seluruh umat, maupun secara individu.
Nursisto (1999: 109) berpendapat bahwa berkembangnya kemampuan siswa dalam menggali kreativitas akan menjadikan anak percaya diri, mengurangi rasa takut salah dan rendah diri. Dengan demikian siswa akan menjadi lebih optimis. Siswa juga lebih semangat dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Dengan tujuan dan fungsi pengembangan kreativitas sebagaimana yang dipaparkan di atas, maka ruang lingkup dalam pengembangan kreativitas harus ada pada pendidikan anak usia dini.
2.1.3 Tahap-Tahap Perkembangan Kreativitas Anak Usia Dini
Menurut Munandar (1999: 59) Teori Wallas yang dikemukakan pada tahun 1926 dalam bukunya “The Art of Thought” (Piirto, 1992)
14
mengatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu: (1) persiapan, (2) inkubasi, (3) iluminasi, (4) verifikasi.
Pada tahap persiapan, untuk memecahkan masalah seseorang harus mempersiapkan diri dengan cara: belajar berpendapat, mencari jawaban, bertanya kepada orang lain, dan sebagainya. Pada tahap inkubasi, kegiatan menggali dan mengumpulkan data atau informasi tidak dilanjutkan. Tahap inkubasi ini adalah tahap dimana individu merasa melepaskan diri sementara waktu dari masalah tersebut, yang berarti dia tidak memikirkan masalahnya secara sadar namun “mendekamnya” dalam alam pra sadar.
Selanjutnya, tahap iluminasi adalah tahap timbulnya inspirasi atau gagasan baru, serta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya proses berfikir kreatif. Sedangkan tahap verifikasi atau evaluasi adalah tahap di mana kreasi atau ide baru harus diuji kebenarannya. Di sini diperlukan pemikiran kreatif dan pemikiran kritis.
Dengan kata lain, proses pemikiran kreatif harus diikuti oleh proses pemikiran kritis.
Jamaris (2010:94) mempunyai pendapat bahwa kreativitas adalah kemampuan mental untuk menjelaskan cara memecahkan masalah melalui empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pematangan (inkubasi), tahap gagasan baru (iluminasi), dan tahap evaluasi (verifikasi). Tahap persiapan yaitu pengumpulan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang dipecahkan. Tahap pematangan (inkubasi) adalah usaha memahami keterkaitan satu informasi dengan informasi lain dalam rangka pemecahan
15
masalah. Tahap gagasan baru (iluminasi) yaitu penemuan cara-cara yang perlu dilakukan dalam memecahkan masalah. Tahap evaluasi (verifikasi) yaitu kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk menilai langkah- langkah yang akan digunakan dalam pemecahan masalah, apakah dapat memberikan hasil yang sebanding.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Hasil penelitian beberapa ahli menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam kreativitas meliputi : (1) daya imajinasi, (2) keingintahuan (3) orisinalitas (kemampuan menciptakan sesuatu baru yang tidak biasa).
Faktor-faktor ini dapat mengimbangi kekurangan dalam daya tangkap, daya ingat, pemahaman serta penalaran terhadap tugas dan faktor lain dalam intelegensi. Jadi, pendidikan yang mengarah pada pengembangan kreativitas sangatlah penting. Kreativitas perlu dicari dan dilatih oleh orang tua juga pendidik, sebab setiap anak pada dasarnya memiliki potensi akan kreativitas.
Guru yang waspada pada karakteristik anak didik yang memperlihatkan potensi kreatif, dapat mengakui perbedaan individu pada masa anak-anak serta pemeliharaan perkembangan dari kreativitas, melalui tingkat dalam semua daerah perkembangan. Dukungan guru untuk memahami semua aspek perkembangan anak, hendaknya dapat memunculkan potensi anak yang tersembunyi dan mengembangkannya dalam bermain hingga anak merasa senang melakukan semua kegiatan.
16
Menurut Utami Munandar (1991) dalam Desmita (2015:178) mengatakan bahwa falsafah mengajar perlu dikembangkan dalam mendorong kreativitas peserta didik diantaranya:
1. Belajar sangat penting dan menyenangkan
2. Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi unik
3. Anak diharapkan menjadi pelajar yang aktif dan perlu dorongan untuk mengeluarkan pengalaman, gagasan, minat juga bahan di kelas untuk kemudian dibicarakan dengan guru mengenai tujuan belajar serta diberi otonomi menentukan bagaimana mencapainya.
4. Anak perlu rasa nyaman dan rangsangan dalam kelas tanpa ada tekan- an dan ketegangan
5. Anak harus mempunyai rasa memiliki dan kebanggaan dalam kelas serta melibatkannya dalam merancang kegiatan belajar serta diijinkan membawa bahan sendiri dari rumah
4. Guru berperan sebagai nara sumber dan bukan dewa atau polisi, sebaliknya anak harus hormat dengan guru namun tetap merasa aman dan nyaman bersama guru
5. Anak bebas berdiskusi secara terbuka bersama guru dan teman, mereka juga berbagi tanggung jawab dalam mengatur kelas karena ruang kelas milik mereka.
6. Kerjasama lebih dari kompetisi
7. Pengalaman belajar dekat dengan pengalaman nyata.
17
Menurut B.E.F Montolalu (2009:3.8) dalam penelitian Rochayah (2012:12) mengatakan bahwa ada beberapa faktor lingkungan yang dapat menunjang dan menghambat kreativitas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Lingkungan yang mempengaruhi kreativitas Sumber: BEF Montolalu (2009:3.8)
Jenis Lingkungan Yang Terlihat
Lingkungan Yang Menunjang
Lingkungan Yang Menghambat Sarana Prasarana Suasana kelas
(pengaturan fisik di kelas) bersifat fleksibel
Suasana kelas kaku
Orang dewasa (Guru, Kepala Sekolah)
Sering mengajukan pertanyaan terbuka (mengapa,
bagaimana, kira- kira, pendapat kamu tentang...)
Selalu mengajukan pertanyaan tertutup
Program pembelajaran
Kegiatan-kegiatan yang disajikan penuh tantangan sesuai dengan usia dan karaktristik anak
Kegiatan yang
diberikan tidak sesuai tahap perkembangan, anak menjadi frustasi Orang dewasa Berperan sebagai
model, fasilitator, mediator, inspirator
Berperan sebagai instruksi
Orang dewasa Mendorong anak untuk belajar mandiri
Cenderung membantu dan melayani
Program pembelajaran
Anak ikut ambil bagian pada pembelajaran
Tidak melibatkan anak secara aktif
Program pembelajaran
Menekankan pada proses belajar
Lebih mementingkan produk/ hasil belajar Orang dewasa Menghindari
memberikan contoh dan mengarahkan pemikiran anak
Cenderung memberikan contoh dan berada didepan anak untuk mengarahkan
18
Orang dewasa Sebagai mitra belajar Sebagai sumber belajr dan penyampai
informasi satu-satunya
2.1.5 Ciri-ciri Kreativitas
Sumanto (2005: 39) menyebutkan bahwa anak kreatif mempunyai ciri-ciri yaitu: kritis dalam kemampuan berfikir, keingintahuan tinggi, tertantang pada tugas dan kegiatan yang diberikan, berani mengambil resiko, optimis, menghargai estetika, mampu berkarya, menghargai diri sendiri juga orang lain.
Sementara Sund (1975) dalam Nursisto (1999: 35) mengatakan bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenal dengan mudah melalui pengamatan ciri-ciri yang dimiliki dalam setiap diskusi. Ciri-ciri tersebut antara lain :
1) Hasrat keingintahuan tinggi
2) Bersikap terbuka pada pengalaman baru 3) Panjang akal
4) Senang menemukan dan meneliti
5) Cenderung lebih suka melakukan tugas yang lebih sulit dan berat 6) Berfikir fleksibel, aktif, bergairah, dan berdedikasi dalam melakukan Tugas.
7) Kebiasaan dalam menanggapi pertanyaan dan memberikan jawaban lebih banyak.
19
Guilford (1959) dalam Munandar (1999: 12) menyebutkan ciri anak yang dapat mendukung kreativitas ada dua bagian yaitu: ciri bakat (aptitude Trait) dan ciri non bakat (non aptitude Trait). Ciri-ciri yang berupa bakat pada kreativitas yaitu: kelancaran, keluwesan atau fleksibilitas, kelenturan dan orisinalitas dalam berfikir. Ciri-ciri tersebut perlu dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal, sebagai potensi kreatif yang dimiliki seorang anak. Sikap kreatif perlu juga didukung oleh kematangan pribadi.
Karakteristik- karakteristik pribadi yang sudah teruji dalam penelitian atau kajian ilmiah, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kreativitas adalah ciri non aptitude trait antara lain: percaya diri, keuletan atau semangat tinggi, suka keindahan, serta kemandirian.
2.1.6 Metode Pengembangan Kreativitas
Nursisto (1999: 33) mengatakan bahwa kreativitas bukan sesuatu yang mandiri atau berdiri sendiri, dan bukan hanya kelebihan yang dimiliki seseorang, namun kreativitas merupakan bagian dari hasil usaha seseorang. Kreativitas akan menjadi seni saat seseorang menjalankan kegiatan. Kreativitas juga merupakan salah satu sumber dari keberbakatan. Genius dan keberbakatan mempunyai persamaan juga keterkaitan dengan kualitas intelektual. Keberbakatan sama seperti talent dan belum tentu terwujud dalam suatu karya unggul yang mendapat pengakuan universal. Anak berbakat belum tentu anak genius,
20
sedangkan anak yang mempunyai intelegensi dan kecerdasan tinggi sudah pasti anak yang cerdas.
Untuk memaksimalkan kreativitas anak, maka dapat dicapai melalui beberapa tindakan nyata, seperti yang disampaikan Nursisto (1999: 91) mengatakan bahwa, mempertajam daya kreasi dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain: aktif berapresiasi, sering berinisiatif, responsif terhadap kejadian sekeliling, gemar merenung , mendinamiskan otak, banyak membaca dan menulis. Menurut Guilford (1974) dalam Nursisto (1999: 31-32), kreativitas melibatkan proses berfikir secara divergen. Sedangkan Parnes (1972) mengungkapkan bahwa kemampuan kreatif dapat dirangsang melalui masalah yang mengarah pada lima macam prilaku kreatif sebagai berikut :
a) Fluency (kelancaran) yaitu kemampuan mengemukakan ide-ide yang sama untuk memecahkan suatu masalah.
b) Flexibility (Keluwesan) yaitu kemampuan dalam mewujudkan berbagai macam ide untuk mengatasi suatu masalah diluar kategori yang bisa.
c) Originalty (keaslian) yaitu kemampuan memberikan tindakan yang unik atau luar biasa.
d) Elaboration (keterperincian) yaitu kemampuan mengemukakan gagasan secara terperinci untukmerealisasikan ide.
e) Sensitivity (kepekaan) yaitu kepekaan dalam menangkap dan menghasilkan masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.
21
2.1.7 Fungsi Pengembangan Kreativitas untuk Anak Usia Dini
Menurut B. E. F. Montolalu (2009: 35) mengatakan bahwa pelaksanaan pengembangan kreativitas pada anak merupakan salah satu sarana belajar yang dapat menunjang serta mengembangkan beberapa aspek perkembangan anak. Fungsi pengembangan kreativitas pada anak usia dini adalah sebagai berikut :
Pertama, fungsi pengembangan kreativitas terhadap perkembangan kognitif anak. Melalui pengembangan kreativitas, anak mendapat kesempatan untuk memenuhi kebutuhan berekspresi menurut caranya sendiri. Pemenuhan keinginan dapat diperoleh anak dengan menciptakan sesuatu yang lain dan baru. Kegiatan yang menghasilkan sesuatu mendorong sikap anak untuk terus bersibuk diri dengan kegiatan kreatif yang akan mengacu perkembangan kognitif atau ketrampilan berfikirnya.
Kedua, fungsi pengembangan kreativitas terhadap kesehatan jiwa.
Craig Dr. Abraham H. Maslow (1972) dalam Nursito (1999: 21) menunjukkan suatu determinasi bahwa segala sesuatu yang membantu pembentukan kreativitas seseorang secara positif akan mempengaruhi kesehatan mentalnya. Pengembangan kreativitas mempunyai nilai terapis, karena dalam kegiatan berekspresi anak dapat mengutarakan perasaan yang dapat menimbulkan ketegangan pada dirinya, seperti halnya: perasaan sedih, takut, kecewa, khawatir dan sebagainya, yang mungkin tidak dapat dikatakan anak. Apabila perasan-perasaan tersebut
22
tidak dapat disalurkan, maka anak akan hidup dalam ketegangan yang akan mengakibatkan jiwanya tertekan. Hal tersebut akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan tingkah laku, dan keseimbangan emosi anak akan terganggu. Kegiatan-kegiatan kreativitas dapat diberikan kepada anak seperti: membentuk dari berbagai media, menggambar, menari dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dijadikan sebagai penyeimbang emosi anak, sehingga perkembangan kepribadian anak kembali harmonis.
Ketiga, fungsi pengembangan kreativitas terhadap perkembangan estetika. Di samping kegiatan-kegiatan berekspresi yang sifatnya mencipta, anak dibiasakan serta dilatih untuk dapat menghayati bermacam-macam keindahan seperti: lukisan, musik, tarian, pemandangan alam, dan sebagainya. Anak akan senantiasa menyerap pengaruh indah dengan mendengar, melihat dan menghayati kegiatan yang dilakukannya. Dengan demikian perasaan estetika atau perasaan keindahan anak akan terbina dan berkembang dengan baik. Anak juga akan mendapatkan kecakapan untuk merasakan, membeda-bedakan, menghargai estetika yang dapat mempengaruhi serta mengantar pada kehalusan budi pekertinya.
Kemampuan di atas rata-rata bukan berarti kemampuan itu harus unggul, namun harus cukup diimbangi dengan kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas. Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas menunjuk pada semangat serta motivasi mengerjakan dan
23
menyelesaikan tugas. Kebanyakan orang menganggap bahwa bakat hanya ditentukan oleh kemampuan diatas rata-rata atau intelegensi yang tinggi, namun tidak demikian halnya. Keberhasilan seseorang itu, tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan dan kreativitas yang tinggi, namun juga ketekunan dan keuletan dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas.
Pidato Guilford tahun 1950 dalam Munandar (1999: 5-6) saat pelantikan sebagai Presiden American Psychological Association mengatakan : “Keluhan yang paling banyak saya dengar mengenai lulusan perguruan tinggi kita adalah bahwa mereka cukup mampu melakukan tugas–tugas yang diberikan dengan menguasai teknik-teknik yang diajarkan, namun mereka tidak berdaya jika dituntut untuk memecahkan masalah yang memerlukan cara-cara yang baru.” Dengan demikian, kreativitas sangat penting karena dengan kreativitas orang dapat mewujudkan apresiasi dirinya, dan memudahkan hidupnya dalam memecahkan suatu masalah sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
2.2 Media Pembelajaran
2.2.1 Pengertian Media Pembelajaran
Media memegang peranan penting didalam proses pembelajaran anak usia dini. Dengan penggunaan media akan meningkatkan keefektifan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Secara etimologi kata
24
“media” merupakan bentuk jamak dari “medium” yang berarti tengah.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:314) kata
“media” dapat diartikan sebagai “alat” atau sarana komunikasi.
Sehingga pengertian media dapat mengarah pada sesuatu yang mengantar atau meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan.
Menurut Gagne dan Briggs dalam Hasnida (2015:34) mengatakan bahwa:
“media pembelajaran meliputi yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer”.Sedangkan menurut Sadiman, A.S (1993) menyatakan bahwa: “media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”.
2.2.2 Prinsip Media Pembelajaran Untuk Anak Usia Dini
Media yang digunakan untuk pembelajaran anak usia dini itu luas, benda apapun bisa dijadikan media asalkan memiliki nilai edukasi.
Media yang dirancang dan didesain oleh guru sendiri juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran. Menurut Asnawir dan usman (2002:19-25) media pengajaran digunakan dalam rangka upaya peningkatan atau mempertinggi mutu proses kegiatan belajar mengajar
25
yang akan dilakukan disekolah. Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penggunaannya, antara lain:
1. Penggunaan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu yang berfungsi sebagai tambahan yang dianggap perlu serta hanya dimanfaatkan sewaktu-waktu saja, namun hendaknya dipandang sebagai bagian penting yang harus ada dari suatu sitem pengajaran.
2. Media pembelajaran harus dipandang sebagai sumber belajar, yang dipakai dalam usaha menyelesaikan masalah-masalah yang ditemui dalam proses belajar mengajar, karena dalam proses tersebut guru harus dapat menguasai teknik-teknik dari media pembelajaran itu.
Pemanfaatan media pembelajaran perlu diperhitungkan untung ruginya, seperti: tidak membuat media pembelajaran yang berbahan dasar mahal apabila dipakai dalam satu kali kegiatan belajar, sebab akan membutuhkan dana yang banyak. Sedangkan media pembelajaran itu prinsipnya, berbahan dasar murah dan bisa terjangkau.
3. Dalam pemakaian media pembelajaran harus disusun secara sistematis bukan sembarang menggunakannya, dimana pada saat menggunakan media pembelajaran guru harus sudah merancang perencanaan kegiatan dari rumah dan menerapkannya pada saat proses belajar mengajar sehingga anak tinggal mengikutinya.
4. Guru dapat memanfaatkan multimedia yang menguntungkan dan memperlancar proses pembelajaran serta dapat juga merancang anak
26
untuk aktif dalam belajar jika sekirannya suatu pokok bahasan memerlukan lebih dari satu macam media pembelajaran.
2.2.3 Manfaat Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan atau dipakai untuk merangsang perhatian, perasaan, kemampuan dan daya pikir anak sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar mengajar. Penggunaan media sesuai denga tema belajar akan memberikan kegiatan yang bermakna bagi anak. Menurut Sujana dan Rivai dalam Arsyad (2010:24) manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu :
1. Dapat menumbuhkan motivasi belajar.
2. Siswa dapat menguasai sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi.
4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan.
2.3 Konsep Dasar Media Plastisin
Salah satu area yang dibutuhkan untuk pengembangan kreativitas adalah area seni. Anna Suhaenah,S (1998) dalam Badru Zaman (2009: 2.7) pada penelitian Rochayah (2012:20) berpendapat bahwa sumber belajar adalah semua kondisi yang memberikan kemudahan bagi anak didik untuk belajar memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap diantaranya manusia, bahan, kejadian, peristiwa, setting, dan teknik yang membangun. Dengan media yang mudah
27
didapat, peneliti mengambil plastisin dari tepung sebagai salah satu alernatif media pembelajaran. Kegiatan bermain menggunakan media plastisin tepung memberikan banyak manfaat bagi anak terutama untuk menyalurkan kreatifitas membuat kreasi tiga dimensi.
Plastisin termasuk kedalam jenis clay (dalam bahasa Indonesia adalah tanah liat). Menurut BB Clay Designs, 6 maret 2011, clay plastisin adalah lilin atau malam yang digunakan anak untuk bermain serta dapat dipakai berulang – ulang dan tidak untuk dikeraskan. Menurut Well Mina dalam Rochayah (2012:20) plastisin atau lilin malam juga termasuk jenis clay, biasanya untuk mainan anak dan banyak dijual di toko dengan macam warna serta mudah dibentuk. Bentuk akhirnya tetap lunak sehingga dapat diolah kembali.
Patty Smith Hill (1932) dalam B.E.F.Montolalu, dkk (2009: 1.7) pada penelitian Putri (2014) memperkenalkan sebuah masa “bekerja–bermain” dimana anak-anak bebas mengeksplorasi benda- benda dan alat-alat bermain yang ada di lingkungannya dengan melaksanakan ide-ide serta mengambil prakarsa mereka sendiri. Dengan bermain plastisin ini, ketika anak belajar meremas, menipiskan, menggelitik dan merampingkan, anak sudah membangun konsep tentang benda, perubahan dan sebab akibat yang ditimbulkannya. Anak juga melibatkan indra tubuh dalam dunianya, mengembangkan koordinasi tangan dan mata, mengenali kekekalan benda, dan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu. Pestalozzi dalam Badru Zaman (2009: 1.6) pada penelitian Putri (2014) berkeyakinan bahwa segala bentuk pendidikan didasarkan pada pengaruh panca indra, dan melalui pengalaman -pengalaman tersebut potensi -potensi yang dimiliki oleh seorang
28
individu dapat dikembangkan. Pestalozzi percaya bahwa cara belajar yang paling baik untuk mengenal berbagai konsep adalah dengan melalui berbagai pengalaman, antara lain dengan menyentuh dan merasakannya. Pandangan Jean Piaget dan Lev Vigotsky (pandangan konstruktivis) dalam Badru Zaman (2009:
1.11) memiliki asumsi bahwa anak adalah pembangun pengetahuan yang aktif.
Berdasarkan pengalamannya anak dapat membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya. Pengetahuan tersebut didapatkan anak dengan cara membangun sendiri secara aktif melalui interaksi yang dilakukannya dengan lingkungan, misalkan dengan cara bermain plastisin.
2.3.1 Tujuan dan Manfaat Plastisin
Metode bermain plastisin sangat baik sekali untuk langkah awal pembentukan kreativitas, karena diawali dengan proses melemaskan plastisin terlebih dahulu dan kemudian meremas, merasakan, menggulung, memipihkan, dan lain-lain.
Menurut Piaget dalam E.Foreman 1913 dalam Sujiono (2008: 56) juga menyatakan bahwa pengetahuan bukan hanya berupa peniruan dari lingkungan anak melainkan lebih kepada mengonstuksi pemikiran. Piaget (Furth,1969) dalam Sujiono (2008: 56) menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil dari pengonstruksian pemikiran secara aktif dengan membuat hubungan antara obyek satu dengan obyek lainnya.
Selain itu, Piaget (Foreman, 1930) dalam Sujiono (2008: 57) menyebutkan bahwa melalui kegiatan bermain plastisin dapat
29
mempelajari bagaimana obyek berubah posisi dan bentuknya, sesuai keinginan atau khayalan anak menurut teori perubahan atau transformasi.
2.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Plastisin
Mayesky (2011) mengatakan bahwa bermain dengan media plastisin dianggap sebagai aktivitas membuat patung atau modeling.
Plastisin memiliki kelebihan diantaranya:
a) Bahan mudah didapat dan memiliki banyak warna yang disukai anak.
b) Dapat dibuat berbagai bentuk, dan plastisin dapat dibuat sendiri serta digunakan berulang-ulang.
c) Harga plastisin maupun bahan-bahan untuk membuat plastisin sangatlah terjangkau.
Sedangkan kelemahan plastisin yaitu :
1. Membutuhkan banyak tempat dalam membuat plastisin (mangkuk/baskom).
2. Anak yang memiliki alergi pada gandum atau tepungakan mengalami iritasi.
Berdasarkan pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa, semua media pembelajaran masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu kita sebagai pendidik harus mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing media pembelajaran supaya tidak mengganggu pembelajaran yang akan kita terapkan.
30
2.3.3 Hubungan antara Kreativitas dengan Plastisin
Plastisin dapat meningkatkan kecerdasan ruang dan gambar sebab dengan plastisin anak-anak dapat membuat bentuk sesuai khayalannya. Menurut Teori Primary Mental Abilities yang telah dikemukakan oleh Thurstone dalam Sujiono,dkk (2009: 17) berpendapat bahwa kognitif merupakan penjelmaan dari kemampuan primer yang salah satunya adalah pemahaman ruang (spatial factors).
Menurut Kak Romy dalam Sujiono (2009: 28-29) dengan mempunyai kecerdasan ruang anak mampu menghargai dan menikmati suatu hasil karya seni. Anak mampu juga menafsirkan gambar berupa denah atau peta. Apabila kecerdasan ruang dan gambar ini dikembangkan dan terasah dengan baik nantinya akan dapat membantu individu untuk menekuni berbagai profesi kerja di masa mendatang. Berbagai profesi kerja yang dapat ditekuni antara lain: pelukis, pemahat, sutradara, perancang busana, arsitek, perencanaan tata kota, insinyur tehnik sipil atau insinyur tehnik mesin, pilot, nahkoda, dan sebagainya.
Ki Hajar Dewantara 1965 dalam Slamet Suyanto (2008: 11) mengatakan bahwa anak usia dini belajar paling baik dengan “Indria”
(indranya). Dengan menyentuh, memegang, meremas dan memukul plastisin, anak akan dapat membuat berbagai bentuk apapun yang dijumpainya, bahkan anak dapat memanipulasinya menjadi berbagai bentuk sesuai imajinasinya.
31 2.4 Kerangka Berfikir
Berikut akan diuraikan kerangka berfikir yang akan mengarahkan peneliti untuk menemukan data dan informasi dalam penelitian guna memecahkan masalah yang telah dipaparkan. Berikut adalah bagan kerangka berfikir :
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Dengan adanya kerangka berfikir peneliti akan lebih mudah dalam melakukan langkah-langkah penelitian. Melalui media plastisin tepung diharapkan bisa meningkatkan kreativitas peserta didik kelompok B usia 3-4 tahun di PPT Tunas Mulia yang kondisi awalnya bila dilihat dari tingkat kreatifitas belum nampak pada keluwesan, kelancaran dan keaslian/orisinalitasnya. Dalam hal ini peneliti beramsumsi dengan bermain media plastisin tepung anak dapat bermain dengan lancar, luwes dan orsinil karena plastisin tepung bisa dibuat beraneka
Perkembangan Kreativitas anak sebelum diberikan perlakuan:
1. keluwesan belum ber- kembang sesuai harapan 2. kelancaran belum optimal 3. orisinalitasnya perlu diasah
Perkembangan kreativitas anak setelah diberikan perlakuan:
1. keluwesan sudah berkem- bang sesuai harapan 2. kelancaran sudah optimal
3. orisinalitasnya meningkat optimal
PTK Pembelajaran menggunakan media
plastisin tepung
32
macam bentuk sesuai dengan imajinasi anak serta bisa dikombinasikan dengan media lain agar lebih bervariatif sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai secara optimal.