1 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang
Terumbu karang adalah suatu ekosistem bawah laut dan paling beragam dan sangat kompleks, mendukung 25% dari semua kehidupan laut, termasuk 800 spesies karang pembentuk terumbu dan lebih dari satu juta spesies hewan dan tumbuhan (Sambah & Jaziri, 2018). Secara sederhana terumbu karang adalah suatu ekosistem yang terdiri dari hewan, tumbuhan, ikan, kerang dan biota lainnya yang terdapat di kawasan tropis yang memerlukan intensitas cahaya matahari untuk hidup. Kondisi yang paling baik untuk pertumbuhan karang di suatu perairan adalah yang mempunyai kedalaman 15-20 meter, bahkan ia juga dapat hidup pada kedalaman 60-70 meter dengan perkembangan yang tidak sempurna (Saleh et al., 2004).
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas perairan pantai tropis. Ada dua penjelasan khusus mengenai reef dan coral, dimana kedua kata tersebut tidak membentuk satu kesatuan, melainkan gabungan dari kata reef dan coral, yang akan dijelaskan pada ulasan berikut ini. Karang adalah individu kecil yang disebut polip. Setiap polip menyerupai kantung berisi air dengan cincin tentakel yang mengelilingi mulut dan terlihat seperti anemon laut kecil. Polip koloni bergabung dengan jaringan hidup dan dapat dibagi dengan makanan (Rizal et al. 2016).
Hewan karang terlihat seperti tumbuhan, padahal pada kenyataannya karang merupakan kumpulan hewan kecil yang disebut polip. Orang pertama yang mengklasifikasikan karang sebagai hewan adalah J.A. de Peysnel, ahli biologi dari Perancis pada tahun 1753. Dalam klasifikasi ilmiah, karang termasuk dalam famili Cnidaria, kelas Anthozoa (Nabil, 2019). Sedangkan Terumbu karang adalah endapan besar kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh karang (Filum Cnidaria atau Filum Coelenterata (hewan berongga), Kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria atau Scleractinia), dengan sedikit tambahan alga berkapur.
Zooxanthella dan organisme penghasil kalsium lainnya. (Rizal et al. 2016).
Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang panjang dan kompleks. Proses pembentukan terumbu dimulai dengan penempelan berbagai populasi organisme penghasil kapur ke substrat yang keras. Spesies penyusun utama terumbu karang adalah scleractinian atau karang batu, di mana sebagian besar karang ini hidup bersimbiosis dengan alga uniseluler di endodermnya. Alga coklat mikroskopis bersel tunggal yang disebut Zooxanthellae membutuhkan sinar matahari untuk melakukan fotosintesis. Inilah sebabnya mengapa karang membutuhkan sinar matahari untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Warna coklat alga ini mempengaruhi sebagian besar warna karang, sehingga hampir semua karang berwarna coklat, meskipun karang juga memiliki pigmen sendiri.
Beberapa spesies karang tidak memiliki alga di jaringan tubuhnya, sehingga karang ini tumbuh dan berkembang di tempat yang dalam dan tidak bergantung pada sinar matahari. Sebagian besar warna karang ditentukan oleh pigmen yang dikandung Zooxanthelia (Suharsono, 2008).
Zooxanthellae merupakan alga dari kelompok flagellate yang hidup bersimbiosis pada hewan, seperti karang, anemon, moluska, dan lain-lain. Karang pembentuk terumbu mempunyai kerangka dari kalsium karbonat yang proses pembentukannya memerlukan waktu lama sebagai hasil dari simbiosisnya dengan Zooxanthellae. Sebagian besar spesies Zooxanthellae termasuk dalam genus Symbiodinium. Jumlah Zooxanthellae di karang diperkirakan >1 juta sel/cm2 permukaan karang, ada yang mengatakan sekitar 1 sampai dengan 5 juta sel/cm2.
(Issada, 2019).
Terumbu karang merupakan ekosistem dasar laut yang penghuni utamanya berupa karang batu. Berbagai spesies dan bentuk karang batu ini bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya membentuk suatu ekosistem (Tudang et al., 2019).
Proses pembentukan terumbu karang memakan waktu yang lama dan selama itu pula iya dihuni oleh berbagai makhluk hidup lainnya. Meskipun terumbu karang dan alga karang merupakan penyusun utama terumbu karang, populasi organisme yang berbeda yang hidup menempel pada terumbu karang juga berperan sebagai kontributor fisik. Beberapa populasi biologis yang berkontribusi pada bahan ini adalah hidrozoa dari genera Millepora, Stylasterina, Heliopora dan Tubipora (Suharsono, 2008).
Biota yang juga berkontribusi terhadap kerangka terumbu adalah Coenothecalia, Stolonifera, Foraminifera, Bryozoans, Moluska, Spons, alga Kalkareus dan beberapa karang ahermatypic (Suharsono, 2008). Arsitektur terumbu karang yang mengagumkan dibentuk oleh ribuan binatang kecil yang disebut dengan polip. Dalam bentuk sederhananya karang dapat terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Dalam banyak spesies karang, individu polip berkembang menjadi banyak individu yang disebut dengan koloni (Antou et al., 2019).
1.2 Bagian-Bagian Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang dibangun oleh biota laut penghasil kapur, terutama oleh hewan karang, bersamasama dengan biota lain yang hidup di dasar laut maupun kolom air. Hewan karang, yang merupakan penyusun utama terumbu karang, terdiri dari polip dan skeleton (Gambar 2.1).
Polip merupakan bagian yang lunak, sedangkan skeleton merupakan bagian yang keras. Pada bagian polip terdapat tentakel (tangan-tangan) untuk menangkap plankton sebagai sumber makanannya.
Gambar 2. 1: Bagian-Bagian Terumbu Karang Sumber: (Veron, 2000 dalam Giyanto et al., 2017)
1.3 Klasifikasi Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan endapan kalsium karbonat (CaCO3) yang sangat besar yang dihasilkan oleh hewan karang dengan klasifikasinya disajikan pada Tabel 2.1 sebagai berikut.
Kerajaan : Animalia Filum : Coelenterata Kelas : Anthozoa
Sub Kelas : Hexacorallia dan Octocorallia Ordo : Scleractinia (Kurniawan, 2018).
Berikut adalah pembentuk terumbu karang pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Identifikasi Karang
Ordo Famili Genus
Coenthecalia Helioporidae Heliopora Stolinifera Tubiporidae Tubipora
Scleractinia Acroporidae Acropora Alveopora Anacropora Astreopora Montipora
Agariciidae Coeloseris Gardineroseris Leptoseris Pachyseris Pavona
Astrocoeniidae Madracis Palauastrea Stylocoeniella
Dendrophylliidae Heterospsammia Tubestrea Turbinaria Faviidae Australogyra Barabattoia
Caulastrea Caulastrea Cyphastrea Diploastrea Echinopora Goniastrea Leptastrea Leptoria Montrastrea Oulastrea Oulophyllia Platygyra Platygyra Plesiastrea Fungidae Ctenactis Cyloseris
Diaseris Fungia Halomitra Heliofungia Herpolitha Lithophyllon Podabacia Polyphyllia Sandalolitha Zoopilus Merulinidae Goniastrea Hydnophora
Merulina Paraclaverina
Scapophyllia
Mussidae Acanthastrea
Australomussa Blastomussa Cynarina Lobophyllia Scolymia Symphyllia
Oculunidae Galaxea
Pectiniidae Echinophyllia Mycedium Oxypora Pectinia Polcilloporidae Pocillipora Seriatopora
Stylophora Poritidae Goniopora Porites Siderastredae Coscinaraea Psammocora
Pseudosiderastrea Trachyphyliidae Trachyphyllia
Wellsophyllia
Berikut adalah beberapa kelompok keluarga yang termasuk dalam kelas Anthozoa dan pembetuk terumbu karang:
a. Keluarga atau family Acroporidae
Famili Acroporidae memiliki ciri-ciri sebagai berikut; Corallit kecil, tidak memiliki columella, septum sederhana dan tidak ada struktur khusus (Alik, 2019). Berikut ini adalah karang dari family Acroporidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2: Famili Acroporidae (Acropora cerealis) (Sumber: Alik, 2019)
b. Famili Agariciidae
Famili Agariciidae memiliki karakteristik terumbu karang bentuk koloninya padat (massive), lembaran atau daun, serta karolit rata atau tenggelam dengan dinding yang tidak berkembang. Selain itu, septokosta berkembang dan sering merupakan kelanjutan dari karolit disebelahnya (Alik, 2019). Berikut ini adalah contoh karang dari famili agariciidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3: Famili Agariciidae (Pavona cactus) (Sumber: Alik, 2019)
c.
Famili atau keluarga AstrocoeniidaeFamili Astrocoeniidae memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Koloni bercabang atau sub-tumbuh, nodular (verrucosae), semi-submersible dan berduri, tulang belakang berkembang dengan baik, bertingkat dua dan sering dihubungkan bersama dalam kolom, antara cabang Kotak ujung diisi dengan kecil sepatu berduri (Suharsono, 2008). Berikut ini adalah karang dari famili astrocoeniidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4: Famili Astrocoeniidae (Stylocoeniella guentheri) (Sumber: Suharsono. 2008)
d. Famili atau keluarga Dendrophyllidae
Famili Dendrophylidae memiliki ciri-ciri yaitu; Karang ini bersifat soliter atau membentuk koloni karang berpori, terdiri dari kerucut septum yang dihubungkan dengan pola tertentu, sukunya merupakan karang
ahermatypic (Alik, 2019). Berikut ini adalah karang dari famili dendrophyllidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5: Famili Dendrophyllidae (Turbinaria frondens) (Sumber: Alik, 2019)
e.
Famili atau Keluarga FaviidaeFamili Faviidae memiliki ciri-ciri sebagai berikut; Koloni besar, septum, pali, columella, corallite jika ada, akan membentuk struktur seragam untuk setiap genus, septum tunggal dengan gigi seragam, tulang belakang struktur hampir sama dalam genus, hampir semua dinding terbentuk dari perubahan septum yang saling bergantun. Berikut ini adalah contoh karang dari famili faviidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6: Famili Faviidae (Goniasterea aspera) (Sumber: Alik, 2019)
f.
Famili atau Keluarga FungidaeFamili Fungidae semua terdapat di perairan Indonesia, suku ini memiliki ciri khas yaitu; Koloni yang hidup menyendiri atau membentuk, bebas atau menempel pada substrat, mempunyai septum pada
permukaannya membentuk garis radial mulai dari mulut di tengah, di bagian bawah menunjukkan penampakan yang sama dan disebut iga (Alik, 2019). Berikut ini adalah contoh karang dari famili fungidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7: Famili Fungidae (Fungia paumotensis) (Sumber: Alik, 2019)
g.
Famili atau Keluarga HelioporidaeFamili Heliopora memiliki ciri-ciri, yaitu; Disebut karang biru, spesies ini hanya memiliki satu jenis, yang memiliki kemampuan, seperti beberapa kulit karang, untuk melepaskan kulitnya untuk mencegah penumpukan alga dan bakteri (Alik, 2019). Berikut ini adalah contoh karang dari famili helioporidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8: Famili Helioporidae (Heliopora coerulea) (Sumber: Alik, 2019)
h. Famili atau Keluarga Merulinidae
Famili Merulinidae memiliki ciri-ciri yaitu; Koloni berukuran besar, merayap atau berbentuk lempeng, dengan alur penghubung di antaranya, serta struktur koral (Alik, 2019). Berikut ini adalah contoh karang dari famili merulinidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9: Famili Merulinidae (Hydnophora microconos) (Sumber: Alik, 2019)
i.
Famili atau Keluarga MussidaeFamili Mussidae memiliki ciri-ciri sebagai berikut; Karang membentuk soliter tetapi ada juga yang membentuk kelompok, karang beralur lebar dan berbukit-bukit besar, septum bergigi besar, ada yang runcing dan ada yang tumpul, tulang belakang dan septum berkembang sangat baik (Alik, 2019). Berikut ini adalah karang dari famili mussidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10: Famili Mussidae (Acanthastrea hemprichii) (Sumber: Alik, 2019)
j.
Famili atau Keluarga OculinidaeFamili Oculinidae memiliki ciri-ciri, yaitu; Koloni berlapis atau bercabang, dengan butiran tebal dan kenyal terikat bersama oleh kerucut halus, septa yang berkembang dengan baik, dan bentuk yang khas (Alik, 2019). Berikut ini adalah karang dari famili oculinidae yang ditunjukkan pada gambar 2.11.
Gambar 2.11: Famili Oculinidae (Galaxea fascicularis) (Sumber: Alik, 2019)
k.
Famili atau Keluarga PectiniidaeFamili Pectiniidae menyimpan sifat yatu: menyesuaikan kampus tambah arsitektur perubahan kampus nomor yang tipis, dingding karolit tidak ada, kosta menyesuaikan sruktur yang ragawi dan menautkan jarak karolit yang esa tambah yang lainnya. Ciri tanda-tanda lainnya adalah kalik memupuk ruyup atau bermodel batil katik dan menyambut keatas septa dan kolumela berakat tambah baik, beiring septokopas berukuran garis tambah kedaulatan-kedaulatan nyelekit dan main bertambah usia ketepi (Alik, 2019). Berikut ini adalah contoh karang dari famili Pectiniidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12: Famili Pectiniidae (Echinophyllia aspera) (Sumber: Alik, 2019)
l. Famili atau Keluarga Pocilloporidae
Famili Pocillopora memiliki ciri-ciri khas yaitu: koloni bercabang atau bercabang ditutupi dengan kutil, butiran hampir mengalir, kecil berkembang dengan baik, bertingkat dua dan sering dikaitkan dengan
kolom (Alik, 2019). Berikut ini adalah contoh karang dari famili pocilloporidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13: Famili Pectiniidae (Pocillopora eydouxi) (Sumber: Alik, 2019)
m. Famili Poritidae
Famili Poritidae mempunyai karakteristik yaitu: Koloni besar berukuran mulai dari kecil hingga beberapa meter, beberapa dalam bentuk daun, terutama pada spesies Porites. Selain itu, carolite memiliki dimensi yang berbeda dan tidak memiliki kerucut, dinding dan septum carolite berpori, septum ditandai dengan fusi, dan setiap genus membentuk struktur yang unik (Alik, 2019). Berikut ini adalah contoh karang dari famili poritidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14: Famili Poritidae (Goniopora tenuidens) (Sumber: Alik, 2019)
n. Famili atau Keluarga Siderastreidae
Famili Siderastredae dicirikan oleh koloni raksasa dengan carolith yang rata atau cekung, dinding carolite yang kurang berkembang dan apa
yang terlihat sebenarnya adalah kelopak yang berasosiasi di sepanjang tepi dinding dan permukaan, selalu kasar (Alik, 2019). Berikut ini adalah karang dari famili siderastreidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15: Famili Siderastreidae (Coscinaraea exesa) (Sumber: Alik, 2019)
o.
Famili atau Keluarga TubiporidaeJalak karang (Tubipora musica) memiliki ciri-ciri sebagai berikut;
Karang ini adalah karang suling berwarna merah dan memiliki kerangka batu gamping atau kapur (Alik, 2019). Berikut ini adalah contoh karang dari famili tubiporidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16: Famili Tubiporidae (Tubipora musica) (Sumber: Alik, 2019)
p. Famili atau Keluarga Trachyphylliidae
Famili Trachyphylliidae memiliki ciri-ciri sebagai berikut: bentuk pertumbuhan yang spesifik dan hidup bebas dengan koloni yang relatif kecil dan berbentuk mangkuk, septa yang berbatas tegas, dan pali yang besar (Alik, 2019). Berikut ini adalah karang dari family trachyphylliidae yang ditunjukkan pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17: Famili Trachyphylliidae (Trachyphyllia geoffroyi) (Sumber: Alik, 2019)
1.4 Komponen Lifefrom Karang
Komponen bentuk kehidupan menggambarkan bagian atau ruang yang ditempati oleh fitur terumbu dan populasi non-karang lainnya, termasuk elemen hidup dan tidak hidup, di suatu kawasan ekosistem Terumbu karang. Elemen terumbu itu sendiri terdiri dari beberapa komponen berdasarkan pola pertumbuhan karang. Komponen Liferom terumbu karang berdasarkab bentuk dan pertumbuhan ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komponen Liferom Terumbu Karang Berdasarkab Bentuk dan Pertumbuhan karang
No Kategori Kode Keterangan
1. Acropora (AC) Acropora Branching Acropora Encrusting Acropora Submassive Acropora Digatate Acropora Tabulate
ACB ACE ACS ACD ACT
Bercabang sedikitnya 20 berbentuk lempengan di dasar air. Berdiri dengan kurang dari 20 kepala bercabang atau miring. Pelat dasar horizontal
2. Non Acropora (Non AC)
Branching CB Bercabang paling sedikit 20
Encrusting CE Bagian utama melekat pada lapisan bawah seperti pelat laminasi
Foliose CF Karang melekat pada satu atau lebih titik, yang terlihat seperti daun Massive CM Batu besar atau gundukan yang padat.
Sub Massive
CS Cenderung muncul sebagai ujung mikroskopis, kepala, atau biji
Mushroom CMR Jenis karang soliter.
Millepora CME Karang api Helliopora CHL Karang biru
3. Dead Coral DC Karang yang baru mati, putih atau putih koto.
4. Dead Coral wth Algae
DCA Itu sudah lama mati, masih berdiri dan ditumbuhi ganggang.
5. Soft Coral DCA Sudah lama mati, masih tegak dan ditumbuhi alga.
6. Others OT Kima, anemon, akar Bahar dan asam.
7. Sponge SP Biota Sponge
8. Zoanthida ZO Biota Zoanthida
9. Nutrien Indicator alga (NIA) Rumput laut Indicator limbah Organis
Domestik
Turf Alga Padina Sargassum Caulerpa Fleshy Alga
PA SA CA FA
Rumput laut lamun/seperti rambut Bentuk lembaran bulat, pecah-pecah. , kerangka Rumput laut anggur.
Lembaran ganggang hijau halus dan halus
10. Calcareous Alga (CLA)
Helimeda. HA Rumput laut Halimeda sp.
11. Rumput laut berkapur
Coralline algae.
CRA Mousse kerak merah
12. Abiotik Sand. S Pasir.
Rubble. R Pecahan karang.
(Sumber: Rizal, 2016) 1.5 Bentuk-Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang
Karang keras pada dasarnya adalah hewan yang suka berteman sedangkan dari segi terumbu karang dibedakan menjadi dua jenis yaitu karang koloni dan karang soliter. Karang yang hidup berkoloni memiliki banyak bentuk pertumbuhan yang berbeda-beda. Pertumbuhan karang yang terbentuk di atas karang Acropora dan non-Acropra. Karang Acropora dicirikan oleh karang aksial dan radial, sedangkan karang non-Acropora hanya memiliki karang radial, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18: Skeleton Acropora dan Skeleton non-Acropora (Sumber: Nabil, 2019)
2.5.1 Bentuk pertumbuan Non-Acopra a. Bercabang
Bentuknya bercabang seperti ranting dengan cabang lebih panjang dari diameter atau karangnya sendiri (Nabil, 2019). Pola percabangan karang ini juga saling berhubungan dan seringkali merupakan ujung dari cabang karang yang runcing. Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Non-Acopra bercabang atau Branching (CB) yang ditunjukkan pada Gambar 2.19. Contoh bentuk bercabang adalah Seriatopora hystrik (Dewi, 2018).
Gambar 2.19: Bentuk Bercabang Terumbu Karang (Sumber: Nabil, 2019)
b. Bentuk Padat
Bentuknya padat seperti bola atau batu dengan berbagai ukuran, permukaan karang yang halus dan padat (Nabil, 2019). Ukurannya bisa mencapai beberapa meter tinggi dan lebarnya. Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Non-Acopra padat atau Massive (CM) yang ditunjukkan pada Gambar 2.20. Contoh dengan bentuk massive adalah Porites lobata (Dewi, 2018).
Gambar 2.20: Bentuk Padat Terumbu Karang (Sumber: Nabil, 2019)
c. Merayap
Bentuk cangkang yang tubuhnya menyerupai dasar terumbu karang dengan permukaan kasar, keras dan lubang-lubang keci (Nabil, 2019).
Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Non-Acopra merayap atau Encrusting (CE) yang ditunjukkan pada gambar 2.21. Contoh dengan bentuk merayap adalah Porites vaughani dan Montipora undata (Dewi, 2018).
Gambar 2.21: Merayap atau Encrusting (CE) Terumbu Karang (Sumber: Nabil, 2019)
d. Foliose atau lembaran
Tubuhnya membentuk jaring yang menonjol dari dasar karang, berukuran kecil dan membentuk lipatan, lembaran-lembaran yang
menyarupai daun atau bunga mawar (Nabil, 2019). Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Non-Acopra Foliose (CF) yang ditunjukkan pada Gambar 2.22. Contoh dengan bentuk lembaran adalah Montipora foliosa (Dewi, 2018).
Gambar 2.22: Bentuk Lembaran atau Foliose (CF) Terumbu Karang (Sumber: Nabil, 2019)
e. Mushroom atau jamur
Bentuknya seperti jamur lonjong, dengan banyak lekukan cembung dan cekung, dengan lekukan dari tepi hingga tengah mulut (Nabil, 2019). Jenis karang ini tidak berkoloni atau soliter. Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Non-Acopra Mushroom atau jamur (CMR) yang ditunjukkan pada Gambar 2.23. Contoh dengan bentuk jamur adalah Fungia fungtes (Dewi, 2018).
Gambar 2.23: Bentuk Mushroom atau jamur (CMR) Terumbu Karang (Sumber: Nabil, 2019)
f. Millepora
Jenis karang dapat dikenali dari warna kuning di ujung koloni dan sensasi terbakar saat disentuh (Nabil, 2019). Karang api ini memiliki rambut-rambut halus yang terlihat dibawah air dan terlindung dari permukaan koloni. Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Non- Acopra Millepora (CML) yang ditunjukkan pada Gambar 2.24.
Contoh dengan bentuk Millepora adalah Milepora boschmai (Dewi, 2018).
Gambar 2.24: Bentuk Millepora (CML) Terumbu Karang (Sumber: Nabil, 2019)
g. Heliopora
Semua karang biru dapat ditandai dengan warna biru pada kerangka kapur (Nabil, 2019). Memiliki koloni yang berbentuk arborescent seperti meja, memiliki skeleton yang terbuat dari fibrokristalin yang melingkar pada polip. Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Non-Acopra Heliopora (CHL) yang ditunjukkan pada Gambar 2.25. Contoh pertumbuhan dengan bentuk Heliopora adalah Heliopora coerulea (Dewi, 2018).
Gambar 2.25: Bentuk Heliopora (CHK) Terumbu Karang (Sumber: Nabil, 2019)
2.5.2 Bentuk Pertumbuhan Acropora
a. Acropora bercabang atau Acropora branching (ACB)
Acropora yang bentuknya bercabang seperti ranting pohon (Nabil, 2019). Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Acropora branching (ACB) yang ditunjukkan pada Gambar 2.26. Contoh bentuk pertumbuhan ini adalah Acropora formosa Dewi, 2018).
Gambar 2.26: Bentuk Pertumbuhan Acropora branching (ACB)
(Sumber: Nabil, 2019)
b. Acropora digitate
Acropora berjari bentuk bercabang padat dengan cabang seperti jari (Nabil, 2019). Semua cabang berasal dari dasar karang. Berikut ini merupakan bentuk pertumbuhan Acropora digitate (ACD) yang ditunjukkan pada Gambar 2.27. Contoh dengan bentuk digita adalah Acropora humilis (Dewi, 2018).
Gambar 2.27: Bentuk Pertumbuhan Acropora digitate (ACD) (Sumber: Nabil, 2019)
c. Acropora merayap
Acropora merangkak seperti bergerak, biasanya muncul di Acropora yang belum dewasa (Nabil, 2019). Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Acropora ecrusting (ACE) yang ditunjukkan pada Gambar 2.28. Contoh seperti Acropora cuneata (Dewi, 2018).
Gambar 2.28: Bentuk Pertumbuhan Acropora ecrusting (ACE) (Sumber: Nabil, 2019)
d. Acropora submassive
Acropora memiliki cabang yang berbentuk tongkat atau cakram dan kuat (Nabil, 2019). Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Acropora submassive (ACS) yang ditunjukkan pada Gambar 2.29. Contoh bentuk pertumbuhan ini adalah Acropora polifera (Dewi, 2018).
Gambar 2.29: Bentuk Pertumbuhan Acropora submassive (ACS)
(Sumber: Nabil, 2019)
e. Acropora meja
Bentuk acropore bercabang dengan orientasi horizontal dan rata seperti meja (Nabil, 2019). Karang ini ditopang oleh batang di tengah atau ditopang di sisi-sisinya membentuk sudut atau cakram. Berikut ini adalah bentuk pertumbuhan Acropora tabulate (ACT) yang ditunjukkan pada Gambar 2.30. Contoh karang dengan pertumbuhan ini adalah Acropora hyacinthus (Dewi, 2018).
Gambar 2.30: Bentuk Pertumbuhan Acropora tabulate (ACT) (Sumber: Nabil, 2019)
1.6 Tipe- Tipe Terumbu Karang
Tipe terumbu akarng dibagi menjadi tiga diantaranya adalah:
a. Terumbu karang tepi atau pantai (Fringging reff)
Terumbu karang ini dapat ditemukan disepanjang pantai hingga pada kedalaman sampai 40 meter. Terumbu pantai ini tumbuh subur di daerah yang memiliki pemukiman patahan, permukaan (vertikal) dan lepas pantai (horizontal) yang cukup. Jenis fringe coral growth ini terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia (Guntur et al., 2018).
b. Terumbu atau Karang Penghalang (barrier reff)
Terumbu karang adalah karang yang tumbuh dan berkembang jauh dari daratan. Karang-karang ini dipisahkan oleh sebuah laguna dengan kedalaman 0 meter hingga beberapa puluh kilometer. Jenis karang ini dapat mengurangi energi di bawah gelombang yang datang dari laut lepas. Di Indonesia, pemecah gelombang terdapat di Selat Makassar yang ukurannya sudah sangat besar. Terumbu karang terbesar dan paling terbuka adalah
"Terumbu Karang" di Timur Tengah Australia, yang membentang 1.350 mil.
c. Terumbu Karang yang Membentuk Cincin
Karang berang-berang adalah karang berbentuk cincin yang dapat ditemukan di laut dalam dan jauh dari daratan. Terumbu karang tidak dapat berkembang lagi karena jauh dari daratan, sehingga sangat dalam. Di
Indonesia, terumbu karang terdapat di sekitar kepulauan Taka Boninate di Laut Flores yang dikenal sebagai “Pulau Harimau” dan pulau terbesar di dunia, dengan luas 2.220 km² (Guntur et al., 2018).
1.7 Pengelompokan Terumbu Karang
Karang batu teridiri atas Acropora dan non Acropora. Karang batu adalah penyusun fisik utama ekosistem terumbu karang disamping karang yang lunak.
Beradasarkan pertumbuhannya, terdapat dua kelompok karang yang berbeda yaitu hermatipik dan ahermatipik.
a. Karang hermatipik merupakan merupakan koloni karang yang dapat membentuk bangunan atau terumbu kalsium karbonat (CaCo3), sehingga disebut reff building coral. Karang hermatipik umumnya dapat dijumpai pada daerah tropis, karang hermatipik mampu bersimbiosis secara mutualisme dengan Zooxanthella yaitu sejenis alga imusular (dinoflagelata unisular), seperti Gymnodium microadriatum, yang terdapat dijaringan karang untuk membentuk terumbu karang (Kurniawan, 2018). Nutrisi untuk kehidupan zooxantella dipenihi oleh komponen inorganic yang dihasilkan karang seperti nitrat, fosfat, dan karbon dioksida. Hasil dari simbiosis antara karang dan zooxanthella adalah kalsium karbonat (CaCo3), yang merupakan bahan dasar pembentuk terumbu. Pertumbuhan karang hermatipik dipengaruhi oleh paparan cahaya matahari cahaya karena zooxanthella memerlukan cahaya untuk fotosintesis (Ginoga, et al., 2016).
b. Karang ahermatypic adalah karang yang tidak menghasilkan terumbu.
Karang ahermatypic ini tidak bersimbiosis dengan hewan famili Zooxanthellae sehingga tidak membentuk terumbu.. Tidak adanya interaksi dengan zooxanthella menyebabkan karang ini dapat hidup diperairan laut yang cukup dalam atau tidak terpenetrasi oleh cahaya matahari (Kurniawan, 2018).
2.8 Reproduksi Karang
Karang dapat berkembang biak dengan dua cara, aseksual dan seksual.
Aseksualitas terjadi ketika telur jantan dan betina bertemu. Berdasarkan proses ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu pemijahan dan inkubasi. Pemijahan adalah suatu kondisi di mana karang melepaskan sel jantan dan betina ke dalam
air (di luar tubuh induknya) untuk menghasilkan planula. Membran ini akan terbawa arus dan diperkirakan akan menempel pada substrat tempat tumbuhnya karang. (Dewi et al., 2018).
Perkembangan aseksual dengan tunas, yaitu perkembangbiakan polip karang di dalam tubuh karang tanpa bertemunya bakal biji jantan dan betina.
Jenis reproduksi ini dapat berupa fragmentasi yang biasa digunakan sebagai dasar dalam transplantasi karang. Transplantasi merupakan upaya pemulihan ekosistem terumbu karang dengan cara mengkloning spesies karang (Guntur et al., 2018).
2.9 Faktor Pembatan pertumbuhan Terumbu Karang
Terumbu karang memerlukan daerah dengan kualitas perairan yang baik, karena itu ada beberapa faktor lingkungan yang memiliki peranan penting untuk mendukung pertumbuhan terumbu karang. Beberapa kondisi habitat ekologi yang mendukung pertumbuhan terumbu karang adalah sebagi berikut:
a. Suhu perairan lebih dari 180C dengan suhu optimum perairan yang diperlukan adalah 23-250C, dan suhu maksimal 36-400C.
b. Kedalam perairan kurang dari <50 m, dengan kedalaman optimum sekitar 25 m atau kurang.
c. Salinitas air berkisaran 30-36 ppt.
d. Kecerahan perairan tinggi dan bebas dari segementasi. Perairan yang cerah, bergelombang besar dan bebas dari sedimen. Terumbu karang akan berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan karang.
e. pH alami antara 7-9.
(Anggoro, et al., 2021).
2.10 Faktor yang Merusak Terumbu Karang
Dua faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang, yaitu faktor alam dan faktor manusia:
a.
SuhuKarang dapat hidup di perairan dengan suhu di atas 180°C. Suhu ideal untuk pertumbuhan karang adalah sekitar 27 sampai 29°C.
Peningkatan suhu laut di atas suhu normal akan menyebabkan pemutihan
karang, sehingga warna karang menjadi putih. Jika ini berlanjut selama beberapa minggu, itu akan menyebabkan kematian. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan karang membuat sebaran karang hanya terjadi di daerah subtropis dan tropis, kurang lebih 300LU 300LS.
b. Cahaya Matahari
Karang hidup bersimbiosis dengan alga Zooxanthellae, yang hidup di jaringan karang dan karenanya membutuhkan sinar matahari untuk fotosintesis. Oleh karena itu, karang sulit untuk tumbuh dan berkembang pada kedalaman di mana penetrasi cahaya sangat rendah, biasanya pada kedalaman di atas 50m.
c.
Salinitas atau kadar garamSalinitas yang ideal untuk pertumbuhan adalah sekitar 30 sampai 36o/o. Air tawar dengan salinitas rendah dapat membunuh karang. Oleh karena itu, karang tidak ditemukan di sungai atau muara dengan salinitas rendah.
d. Sedimentasi
Butiran sedimen dapat menutupi polip karang, dan bila berlangsung lama bisa menyebabkan kematian karang. Oleh karena itu, karang tidak dijumpai pada perairan yang tingkat sedimentasinya tinggi.
e.
Kualitas perairanAir yang tercemar, baik dari limbah industri maupun limbah rumah tangga (domestik), akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan karang. Perairan dapat saja menjadi keruh dan kotor karena limbah pencemar, ataupun penuh dengan sampah. Bahan pencemar tentu saja akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan karang, sedangkan perairan yang keruh dapat menghambat penetrasi cahaya ke dasar perairan sehingga mengganggu proses fotosintesis pada zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dengan karang.
f. Arus dan sirkulasi air laut
Aliran dan sirkulasi air diperlukan untuk menyediakan makanan bagi karang untuk tumbuh dan menyediakan oksigen dari laut dalam, selain itu aliran dan sirkulasi air juga berperan dalam proses pembersihan kotoran bahan-bahan yang menempel pada polip karang. Tempat yang arus dan
ombaknya tidak terlalu besar merupakan tempat yang ideal bagi karang untuk tumbuh. Tempat-tempat dengan arus dan ombak yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan karang, seperti di daerah terbuka yang menghadap ke laut lepas, yang ombaknya selalu kuat.
g. Substrat
Larva karang yang disebut planula membutuhkan substrat yang keras dan stabil untuk menempel, sampai mereka dewasa menjadi karang dewasa.
Substrat yang tidak stabil, seperti pasir, akan sulit menempel pada papan (Giyanto et al., 2017).
Gambar 2.31: Foto Pembetas Terumbu Karang (Sumber: Giyanto et al, 2017)
Sedangkan faktor yang disebabkan oleh manusia yaitu:
a. Pembuangan limbah padat maupun cair dari kegiatan rumah tangga, industri, rumah tangga kegiatan wisata dan resort.
b. Kegiatan penambangan karang dan yang akibatnya dapat merusak semua biota perairan dan abrasi pantai.
c. Limbah air panas atau air balas yang dapat masuk kelaut dapat mengancam kehidupan biota yang hidup dikarang.
d. Kegiatan pengundulan hutan yang dapat meningkatkan erosi dan sedimentasi. Akibat turbiditas akan meningkatkan dan mengganggu respirasi polip atau hewan karang.
e. Wisata yang berjalan di terumbu karang dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang.
f. Menggunakan alat-alat destruktif untuk kegiatan penagkapan ikan seperti bahan kimia beracun seperti sianida atau potas, peledak atau bom dan aliran listrik.menggunakan alat destruktif diatas dapat menyebabkan hancurnya terumbu karang, hingga hilangnya telur dan larva biota yang hidup di ekosistem ini (Anggoro et al., 2021).
2.11 Peranan Terumbu Karang
Sebagai suatu ekosistem yang terletak di perairan laut dangkal, terumbu karang memiliki fungsi dan manfaat, antara lain
a. Seperti benteng alami untuk melindungi pantai dari ombak. Keberadaan terumbu karang dapat mengurangi energi gelombang yang mencapai daratan. Pantai dengan terumbu karang yang rusak rentan terhadap abrasi
b. Merupakan tempat hidup, bertempat tinggal, mencari makan dan bertelur ikan dan populasi laut lainnya sebagai sumber bahan baku atau sumber obat atau pangan fungsional dari laut.
c. Sebagai penunjang kegiatan pendidikan dan penelitian agar biota laut di ekosistem terumbu karang lebih dikenal dan lebih mudah dipelajari.
d. Merupakan tujuan wisata. Perpaduan terumbu karang dengan populasi laut lainnya menjadikan terumbu karang sebagai ekosistem yang menawarkan pemandangan bawah laut yang indah dan menarik, dengan potensi besar sebagai tempat rekreasi bawah laut negara (Anggoro et al., 2021).
2.12 Tinjaun Umum Tentang Pulau Paliat
Pulau Paliat adalah salah satu kepulauan kangean, pulau ini berada disebelah timur pulau kangean yang terletak disebelah utara laut Bali. Secara geografis terletak diantara 6050`LS-115025` BT sedangkan secara administratif,
pulau ini masih termasuk wilayah Kecamatan Sapeken, Kabupate Sumenep, Provinsi Jawa Timur (Arisandi & Tamam, 2018).
Pulau Paliat merupakan kepulauan kangean, kecamatan Sapeken, Kabupaten sumenep, Provensi Jawa Timur. Penduduk Desa Paliat hanya mendiamin 30%
daerah pulau, sementara 70% sisanya adalah hutan dan tidak berpenghuni.
Penduduk terdiri atas dua suku yaitu bajo dan Madura total penduduk ada 947 kk/2657 jiwa dan terdapat 6 dusun, yaitu: Dusun Tanjung, Dusun Talele, Dusun Susunan, Dusun Burumbung, Dusun Salarangan dan Dusun Kosong cabbi. Pulau Paliat ini dapat ditempuh sekitar 8 jam dari sumenep. Fasilitas umum Pulau Paliat ini sangat terbatas hanya beberapa kios pedagang. Sumberlistrik masih menggunakan diesel hidup pada malam hari (jam 15 s.d 22.00) uang untuk menghasilkan listrik hasil dari iuran warga, sinyal seluler hanya ada operator telkomsel dan itupun sinyalnya sangat sulit.
Kegiatan mata pencaharian di Pulau Paliat yang utama adalah nelayan, mengkap ikan dan menanam rumput laut dan sebagian bertani. Hasil Tangkapan ikan di Pulau Paliat diletakkan di bak penampungan yang berisi air laut dan dikirim ketempat lain/pengepul ikan untuk dijual. Kegiatan nelayan di kepulauan kangean masih menggunakan cara-cara tradisional, maka para nelayan disini masih tergantung pada musim kalau angina sedang kencang dan ombaknya besar maka belayan tidak melaut. Biasanya pada musim itu mereka lebih suka memperbaiki jarring. Untuk pendidikan Formal di Pulau Paliat bisa dibilang terbelakang, pendidikan di pulau ini hanya sebatas SD dan yayasan MTs, untuk melanjutkan kesekolah negeri (SMP) atau sekolah yang berjenjang SMA harus pergi atau merantau ke Pulau Kangean atau ke Pulau Sapeken (Nur, 2017).
2.13 Sumber Belajar
Menurut Miarso, belajar adalah suatu kegiatan yang dibimbing oleh seorang guru atau sendiri. Kehadiran guru dalam kegiatan pembelajaran bertujuan agar pembelajaran lebih lancar, lebih mudah, lebih menyenangkan dan lebih berhasil. Dengan interaksi antar proses belajar. Kualitas cara siswa berinteraksi dengan sumber belajar berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang sangat besar antara siswa dengan penggunaan sumber belajar tinggi dan siswa dengan penggunaan sumber
belajar rendah untuk mencapai hasil belajar. Senada dengan pendapat di atas, Duffy dan Jonassen menyatakan bahwa penggunaan sumber belajar yang berbeda merupakan upaya untuk memecahkan masalah belajar. Peran teknologi pendidikan dalam memecahkan masalah pembelajaran dapat berupa sumber belajar yang dirancang, dipilih, dan/atau digunakan untuk tujuan pembelajaran.
Sumber belajar ini diidentifikasi sebagai pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan. Seels dan Richey menjelaskan bahwa teknologi pendidikan bercirikan penggunaan sumber belajar semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar dan mencapai hasil yang maksimal. Hasil belajar dan sumber belajar yang digunakan harus dikembangkan dan dikelola secara sistematis, tepat dan fungsional (Abdullah, 2012).
Sumber belajar adalah sumber daya yang digunakan seluruhnya atau sebagian baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kepentingan proses belajar mengajar. Sumber Belajar adalah bahan yang meliputi alat bantu belajar, bahan, dan alat bermain yang memberikan informasi dan keterampilan yang berbeda kepada anak dan orang dewasa yang berperan dalam menunjang pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa manuskrip (tulisan tangan atau cetakan), gambar, foto, orang, sumber daya, benda alam, dan benda budaya (Khanifah et al., 2012). Penggunaan sumber belajar begitu penting dalam konteks pendidikan dan pembelajaran sehingga guru perlu menggunakan sumber belajar ketika melakukan kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dikatakan menggunakan sumber belajar untuk mendukung dan memberikan kesempatan belajar partisipatif dan memungkinkan perjalanan belajar yang konkret. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan secara efisien dan efektif (Karisna et al., 2012). Peroses belajar tidak berlangsung tanpa sumber belajar, maka sumber belajar memegang peranan penting dalam proses belajar, sehingga sumber belajar dan proses belajar terbagi menjadi kognitif, sosial, bahasa, motorik, dan emosi, moral dalam proses pembelajaran (Suhirman, S. 2018).
Sumber belajar adalah mereka yang dapat memfasilitasi belajar untuk mengumpulkan informasi, memperoleh pengetahuan, mendapatkan pengalaman, dan memperoleh keterampilan yang diperlukan. Sumber belajar juga diartikan sebagai sumber daya yang dapat digunakan seluruhnya atau sebagian secara
langsung atau tidak langsung untuk kepentingan proses belajar mengajar (Karisna et al., 2012).
Hasil penelitian yang belum dijadikan sebagai sumber pembelajaran sebelumnya sebaiknya diseleksi terlebih dahulu sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam menggunakan hasil penelitian untuk sumber belajar harus diperhatikan kondisi sebagai berikut (Suhardi, 2012: 8): (1) Kejelasan Potensi, (2) Kejelasan Tujuan, (3) Kesesuaian tujuan pembelajaran, (4) Kejelasan tujuan. Informasi yang diberikan, (5) kejelasan pedoman eksplorasi, dan (6) kejelasan hasil yang diharapkan. Namun, untuk menggunakan hasil survei ini sebagai sumber belajar, survei-survei yang terperinci dan sistematis harus dilakukan.
2.14 Penelitian Terdahulu
Menurut Tamam penelitiannya pada tahun 2013 yang berjudul
“Investarisasi Terumbu Karang di Pulau Mamburit Kepulauan kangean Kabupaten Sumenep” untuk mengetahui keanekaragaman jenis dan karang hidup serta keanekaragaman ikan karang di Pulau Mamburit. Beberapa data pertama adalah menjadikan Sumenep sebagai tujuan kapal pesiar. Metode penelitian dilakukan di Pulau Mamburit, Desa Kalisangka, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Sumenep pada tanggal 07 September 2013. Pengumpulan data terumbu karang dilakukan dengan menggunakan linear cross section (LIT), yaitu garis potong gari memanjang 100 meter tegak lurus garis pantai.
Berdasarkan hasil penelitian atau pengamatan di lapangan terumbu karang Pulau Mamburit terdapat 11 jenis pertumbuhan bentuk kehidupan karang. Dan terjadi kerusakan pada terumbu karang. Terutama disebabkan oleh penduduk Pulau Mamburit tidak ramah lingkungan seperti pengunaan sianida dan bom untuk pengambilan ikan.
Merurut Arisandi dalam penelitiannya tahun 2018 yangg judul “Profil Terumbu Karang Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Indonesia” yang bertujuan dari penelitian ini untuk mengumpulkan data dengan persentase tutupan karang hidup, liferom dan jumlah karang. Metode penelitian dilaksanakan pada bulan julu- Agustus 2018. Pengambilan data menggunakan metode Line intercept Transect (LIT) Sepanang 50 meter sejajar garis pantai.
Berdasarkan Hasil penelitian lapang menunjukkan bahwa persentase tutupan karang berada pada kisaran 60-73% yang artinya kondisi terumbu karang di Pulau Kangean adalah baik, dan didominasi oleh Acropora submassive, Acropora branching, Coral massive dan Coral branching.
2.15 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah seperti pada Gambar 2.32.
Gambar 2.32: Kerangka Konseptual Pulau Paliat Kabupaten
Sumenep
Terumbu Karang
Pengukuran Parameter fisika (Suhu, cahaya) dan parameter kimia (pH, salinitas).
Analisis Data Karakteristik populasi
terumbu karang
Kondisi Terumbu Karang
Hasil penelitian jenis terumbu karang, kondisi
terumbu karang dan parameter oseanografi
Sumber Belajar Biologi