• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Desa Singapadu

Desa Singapadu memiliki luas 345,93 ha dan secara topografi merupakan dataran rendah dengan curah hujan sedang. Luas wilayah Desa Singapadu dibagi-bagi menjadi area pemukiman seluas 53,19 ha, persawahan dengan luas 115,7 ha, perkebunan 1,53 ha dan penggunaan lain-lain yang mencakup fasilitas umum seperti area untuk pura, kuburan, jalan, lapangan, dan peruntukan umum lainnya seluas 4,47 ha. Desa Singapadu memiliki enam banjar, yaitu: Banjar Dinas Apuan, Banjar Dinas Seseh, Banjar Dinas Mukti, Banjar Dinas Kebon, Banjar Dinas Sengguan dan Banjar Dinas Bungsu. Sebagian besar penduduk di Desa Singapadu bekerja sehari-hari sebagai petani (RPJM.DES., 2010-2015). Petani secara tidak langsung akan bertemu dengan ular di lingkungan persawahan dan saluran irigasi, karena sawah merupakan salah satu habitat yang baik untuk ular. Tiga petani digigit ular berbisa di Banjar Dinas Apuan selama bulan September 2013, jenis ular yang menggigit adalah ular hijau ekor merah atau ular mati ekor (Sutisna, kom.pri., 2013).

Desa Singapadu juga memiliki daerah yang dijadikan kebun binatang atau lembaga konservasi. Lembaga konservasi tersebut yaitu Bali Bird Park, Rimba Reptile Park dan Bali Zoo. Ketiga lembaga konservasi tersebut terletak di tepi sungai dan area persawahan yang merupakan habitat yang baik untuk ular. Lembaga

(2)

konservasi Bali Bird Park adalah salah satu lembaga yang khusus memelihara satwa burung. Burung merupakan mangsa utama dari kelompok ular. Tikus dan hewan pengerat lainnya secara tidak langsung akan masuk ke area lembaga konservasi untuk mencari sisa makanan burung dan membangun sarang untuk berkembangbiak (Obs. Pri.). Banyaknya jumlah burung dan hewan pengerat dapat menarik ular untuk mencari mangsa di area lembaga konservasi. Rimba Reptile Park merupakan lembaga konservasi yang khusus memelihara satwa reptil. Kemungkinan beberapa spesies ular atau anak-anak ular hasil breeding ada yang lepas dari kandangnya dan hidup disekitar area lembaga konservasi.

Masyarakat Desa Singapadu masih cukup banyak yang memanfaatkan sungai untuk tempat persembahyangan, mandi, mencuci, dan memancing. Beberapa spesies ular arboreal dan terestrial memanfaatkan lingkungan sungai sebagai sumber air, tempat membuat sarang, tempat beristirahat/sembunyi dan tempat berburu mangsa.

2.2 Habitat Ular

Ular merupakan kelompok hewan yang memiliki tingkat adaptasi tinggi.Ular dapat ditemukan di seluruh benua dan pulau-pulau kecil di Bumi kecuali Antartika dan New Zeland. Ular tersebar di daerah-daerah basah/lembab, hutan tropis, hutan beriklim sedang, gurun pasir, padang rumput, persawahan, laut, pegunungan, daerah pemukiman dan daerah pinggiran pemukiman (O’shea and Halliday, 2001).

Beberapa spesies ular yang ditemukan di area persawahan seperti jenis ular sawah/indo-chinese rat snake (Ptyas korros). Ular koros aktif mencari makan pada

(3)

siang hari, terutama memangsa tikus, kodok, katak dan kadal. Ular koros dapat dijumpai di daerah-daerah pertanian, perkebunan, pemukiman dan hutan muson (Cox et al., 1998; Ahsan and Shayla, 2001; McKay, 2006). Ular jali belang/banded rat snake (Ptyas mucosa) dapat ditemukan di habitat persawahan. Ular jali belang tidak berbahaya dan tidak berbisa, ular ini memangsa burung, kodok, katak dan tikus. Ular jali belang memiliki panjang tubuh mencapai 3,7 m dengan tubuh berbentuk bulat silindris serta gerakan yang cepat ketika berburu dan menghindari predator (Boeadi et al., 1998; Cox et al., 1998; McKay, 2006; Rajesh et al., 2013). Ular berbisa lemah yang dapat ditemukan di pepohonan (arboreal) di area perkebunan/pertanian dan dipinggir sungai adalah dari jenis ular pucuk/green vine snake (Ahaetulla prasina). Ular pucuk aktif pada siang hari memangsa kadal, kodok, katak, burung, dan ular-ular kecil lainnya, sedangkan pada malam hari ular-ular ini beristirahat di atas pohon dengan melingkarkan tubuhnya pada ranting pohon (Cox et al., 1998; McKay, 2006). Kemampuan adaptasi ular yang tinggi tidak selalu diimbangi dengan peningkatan populasi individu yang konstan. Hal ini diakibatkan karena lebih banyak masyarakat memilih untuk membunuh ular atau mengganggu sarang ular yang ditemukan di area pemukiman. Beberapa spesies ular ada yang jumlahnya melimpah, tetapi banyak spesies jumlahnya semakin menurun sehingga perlu dilindungi dengan cara konservasi ex-situ ataupun in-situ. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) adalah dokumen yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui spesies ular endemik Indonesia yang

(4)

dilindungi. Spesies ular di Indonesia yang masuk ke dalam dokumen CITES adalah ular sanca bodo/burmese python (Python molurus-bivitatus), ular sanca hijau/green tree python (Chondropython viridis) dan ular sanca timor (Python timorensis).

2.3 Klasifikasi Ular

Klasifikasi ular dalam taksonomi menurut O’Shea (1996) dengan contoh dari beberapa genus dan spesiesnya adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptilia Ordo : Squamata Subordo : Serpentes

Famili : Typhlopidae, Pythonidae, Colubridae, Elapidae, Viperidae Genus : Ramphotyphlops, Python, Ptyas, Naja, Trimeresurus

Spesies : Ramphotyphlops braminus, Python reticulatus, Ptyas korros, Naja sputatrix, Trimeresurus insularis.

Ular memiliki sisik seperti kadal dan sama-sama digolongkan ke dalam Kelas Reptilia bersisik Ordo: Squamata. Ular dibedakan dari reptil lainnya karena semua ular tidak memiliki kaki sebagai alat pergerakan. Perbedaan ular dengan kadal adalah kadal pada umumnya berkaki, walaupun beberapa spesies kakinya mereduksi seperti pada amphisbaenians atau worm lizards. Kadal memiliki lubang telinga dan kelopak mata yang dapat dibuka dan ditutup. Ular merupakan salah satu reptil yang paling

(5)

sukses berkembang di dunia. Ular semakin jarang ditemukan di tempat-tempat yang dingin, seperti di puncak-puncak gunung, Irlandia, Selandia baru dan daerah daerah kutub (Taylor and O’Shea, 2004).

Beberapa contoh ular dengan berbagai cirinya seperti dijelaskan berikut ini. Ular koros berukuran sedang dan agak ramping, biasanya berwarna coklat dengan warna sisik berpinggiran hitam. Bagian ventral tubuhnya berwarna putih atau agak kekuning-kuningan, memiliki mata yang besar dengan pupil yang bulat. Sisiknya halus dan sedikit berlunas, dalam 15 baris di bagian tengah tubuhnya. Terdapat 187 sisik ventral, 146 pasang sisik subkaudal, 7 sisik bibir atas dengan sisik anus terbelah. Ular ini tidak memiliki bisa, sehingga tidak berbahaya bagi manusia (Cox et al., 1998; McKay, 2006).

Ular jali belang memiliki bentuk tubuh dan warna yang hampir sama dengan ular koros. Ular jali belang berukuran besar dan dapat mencapai panjang hingga 3,7 m dengan diameter badan 5 – 10 cm. Ular jali belang berwarna coklat dengan garis-garis tebal berwarna hitam dari perut sampai ekor. Sisik-sisik pada bibir berpinggiran hitam dan seringkali terdapat garis-garis tebal berwarna agak kuning dari kepala sampai perut, terutama pada ular muda. Sisik-sisik dari perut sampai ekor kadang-kadang berpinggiran hitam. Tubuh bagian ventral agak kuning atau putih dengan 17 sisik halus pada bagian dorsal tengah tubuh. Terdapat 213 sisik ventral, 146 pasang sisik subkaudal dan 9 sisik bibir atas dengan sisik anus terbelah (McKay, 2006). Ular pucuk memiliki tubuh ramping dan panjang, tubuh berwarna hijau dengan garis-garis

(6)

putih yang putus-putus. Ular pucuk memiliki 15 baris sisik halus di bagian tengah tubuh, jumlah sisik ventral 189, sisik subkaudal 141, sisik bibir atas 8 dan sisik anus terbelah. Panjang total rata-rata adalah 1,3 m dan ukuran maksimal dapat mencapai 2 m. Memiliki bisa lemah dan tidak berbahaya bagi manusia (Cox et al., 1998; McKay, 2006).

Ular membunuh mangsanya dengan kekuatan lilitan seperti yang dilakukan oleh ular Python dan beberapa spesies ular membunuh mangsanya dengan bisa yang dimiliki. Tidak semua ular berbisa dapat membunuh manusia dengan bisanya. Ular-ular yang berbisa kebanyakan termasuk famili Colubridae, tetapi pada umumnya memiliki kekuatan bisa yang lemah. Ular-ular yang berbisa kuat di Indonesia termasuk ke dalam famili Elapidae seperti ular king cobra (Ophiophagus hannah), ular sendok (Naja sputatrix), ular weling (Bungarus candidus) dan ular cabai kecil (Calliophis intestinalis). Ular berbisa mematikan yang termasuk dalam famili Hydrophiidae adalah kelompok ular laut seperti ular laut berbibir kuning/ yellow-lipped sea krait (Laticauda colubrina). Kelompok ular berbisa mematikan lainnya yang hidup terestrial adalah dari famili Viperidae seperti ular tanah (Calloselasma rhodostoma) dan ular bidudak (Daboia siamensis). Ular berbisa kuat yang arboreal adalah ular mati ekor (Trimeresurus insularis) (Cox et al., 1998; Das, 2012; Marlon, 2014).

(7)

2.4 Identifikasi Ular

Identifikasi ular dilakukan dengan cara mengidentifikasi ciri-ciri morfologi, seperti bentuk tubuh, pola warna tubuh, panjang total tubuh, dan bentuk kepala. Setelah mengamati ciri-ciri morfologi ular, dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri morfometri seperti menghitung panjang tubuh ular dan ciri meristik atau penghitungan jumlah susunan sisik labial atas (supralabial) dan labial bawah (infralabial), jumlah sisik dorsal tengah, jumlah sisik ventral, jumlah sisik subkaudal dan tipe taring (Gambar 1) (Cox et al., 1998; McKay, 2006).

Gambar 1. a. susunan sisik kepala bagian atas, b. susunan sisik supralabial dan infralabial, c. cara menghitung sisik dorsal tengah tubuh, d. sisik anal dan subkaudal (McKay, 2006; Lang and Vogel, 2005)

Sisik ventral

Sisik anal terbelah

Sisik subkaudal tunggal

Pasang sisik subkaudal

a

b

(8)

Sub-ordo Serpentes terdiri dari beberapa famili ular yang dapat ditemukan di daerah tropis (Indonesia), misalnya dari famili Typhlopidae, Pythonidae, Colubridae, Elapidae dan Viperidae (McKay, 2006).

2.5.1 Famili Typhlopidae

Typhlopidae adalah famili dari anggota spesies ular kawat/ular buta (blind snake) yang berukuran kecil (12 cm – 18 cm) dan bentuknya seperti cacing tanah. Tubuhnya berwarna hitam, abu-abu kehitaman, kecoklatan atau abu-abu kebiruan, umumnya lebih gelap di bagian dorsal dan lebih terang di bagian ventral. Ular kawat memiliki ekor pendek dengan ujung ekor meruncing seperti duri. Matanya tersembunyi dan hanya terlihat seperti bintik gelap samar-samar di balik sisik kepala. Sisik-sisik yang menutupi bagian tengah tubuh tersusun dari 20 deret sisik yang halus dengan bentuk sama baik di bagian dorsal maupun ventral (McKay, 2006; Das, 2012).

Ular kawat ini mirip dengan cacing tanah, baik ukuran tubuh maupun perilakunya. Ular kawat dapat ditemukan di bawah peralatan rumah tangga, di balik pot-pot tanaman di halaman rumah, di bawah batu, di bawah serasah daun, dan kayu-kayu busuk. Jika diamati dengan seksama, spesies ini terlihat memiliki sisik yang berkilau dan kulit tidak berlendir. Mulut ular kawat sangat kecil, memangsa telur-telur semut, rayap dan berbagai serangga kecil lainnya. Ular kawat hidup di bawah tanah (fossorial), ukurannya yang kecil dan kemampuan reproduksi dengan cara

(9)

partenogenesis sangat membantu dalam penyebaran jenis ular ini. Populasi ular kawat dapat terbentuk dari satu spesimen ular yang terbawa dalam tanah pada pot tanaman (Kamosawa and Ota, 1996).

2.5.2 Famili Pythonidae

Keseluruhan anggota dari familia Pythonidae merupakan ular yang tidak berbisa. Pythonidae dibedakan dari Boidae karena adanya gigi di bagian premaxilla, seperti tungkai kecil di bagian paling depan dan tengah dari rahang atas. Pythonidae umumnya lebih banyak hidup di daerah hutan hujan tropis dan merupakan ular terpanjang di dunia yang mampu mencapai ukuran panjang 10 m seperti misalnya ular sanca batik (Python reticulatus). Ular sanca memiliki lebih dari 30 sisik pada lingkar tubuh tengahnya. Python membunuh mangsanya dengan cara membelitkan tubuhnya yang berotot hingga mangsanya mati kehabisan nafas (Ario, 2010; Das, 2012).

Beberapa spesies menunjukkan adanya tulang pelvis dan tungkai belakang (vestigial) seperti taji di kanan dan kiri kloaka. Taji ini lebih besar pada yang jantan dan berguna untuk merangsang pasangannya pada saat kopulasi. Ular python betina bertelur sampai 100 butir dan betinanya mengerami telur tersebut dengan cara melingkari tumpukan telur tersebut selama 90 hari. Cara Python bertelur dan merawat telurnya membedakannya dengan spesies ular famili Boidae (Boa). Familia ini terdiri dari tiga genus (Python, Morelia, dan Aspidites) dengan lebih dari 30 spesies, habitatnya meliputi Afrika dan Indo-australia. Ular famili Pythonidae

(10)

memiliki tipe gigi aglypha, dimana hampir seluruh giginya teratur dengan jumlah yang banyak (Zug, 1993; Lang and Vogel, 2005).

2.5.3 Famili Colubridae

Ciri famili Colubridae yang dapat membedakannya dengan famili lain adalah sisik ventralnya berkembang dengan baik, melebar sesuai dengan lebar perut. Kepala pada umumnya berbentuk oval dengan sisik-sisik yang tersusun secara sistematis dan memiliki ekor silindris meruncing. Panjang tubuh Colubridae bervariasi setiap spesiesnya, antara 1 – 3,5 m. Jumlah sisik lingkar tengahnya kurang dari 30. Famili ini merupakan keluarga ular terbesar di dunia, meliputi hampir 2/3 dari spesies ular di dunia. Kebanyakan anggota famili Colubridae tidak berbisa dengan tipe gigi aglypha. Colubridae yang memiliki bisa biasanya memiliki tipe gigi opistoglypha (tipe gigi berbisa lemah). Gigi taring opistoglypha kecil dan susah dibedakan dengan gigi-gigi lainnya dan terletak infralabial bagian tengah/belakang. Colubridae terdiri dari 320 genus dengan jumlah spesies lebih dari 1.700 dan tersebar luas di seluruh dunia (Pough et al., 1998; Fry et al., 2009).

McKay (2006) mengatakan bahwa beberapa spesies anggota dari famili Colubridae di Bali memiliki bisa lemah (tidak berbahaya bagi manusia). Ular dari famili Colubridae yang memiliki bisa lemah di Bali adalah: ular pucuk/greend vine snake (Ahaetulla prasina), ular blidah/dog-toothed cat snake (Boiga cynodon), ular tambak/dog-faced water snake (Cerberus rynchops), ular pohon surga/paradise tree

(11)

snake (Chrysopelea paradisi), dan ular sampi/spotted keelback (Rhabdophis chrysargos).

Ular dari famili Colubridae yang berbisa memiliki tipe gigi opistoglypha dengan jenis bisa hemotoksin. Jika tergigit ular ini, dalam waktu singkat mungkin tidak akan beresiko terkena racunya, karena ular dengan gigi opistoglypha harus memasukkan lebih dalam taringnya agar dapat menyuntikkan bisa yang lebih banyak. Ular bergigi opistoglypha masih tergolong berbisa lemah, dengan efek yang ditimbulkan hanya pembengkakan sekitar area gigitan (Fry et al., 2009).

2.5.4 Famili Elapidae

Merupakan famili yang spesiesnya kebanyakan ular berbisa mematikan dan banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Panjang tubuh Elapidae bervariasi, mulai dari 30 cm – 600 cm. Sisik lingkar tubuh tengahnya antara 15 – 23 sisik. Famili Elapidae terdiri dari 62 genus dengan 280 spesies, dibagi menjadi dua sub-famili yaitu Elapinae dan Hydrophiinae. Pupil mata membulat karena kebanyakan merupakan hewan diurnal. Famili ini dapat mencapai ukuran panjang 6 m yaitu dari spesies king cobra (Ophiophagus hannah) dan biasanya ovipar namun adapula yang ovovivipar. Khusus pada spesies ular sendok (Naja sputatrix), memiliki kemampuan untuk menyemprotkan bisanya sejauh 2 m dan tepat mengenai mata musuh atau predatornya (Pough et al., 1998).

Famili Elapidae adalah ular yang paling berbahaya karena sangat agresif. Ular ini memiliki gigi taring tipe proteroglypha yang terletak di bagian depan

(12)

infralabial dengan bisa neurotoksin. Selain bisa neurotoksin, ular kobra dan ular laut juga memiliki tipe bisa hemotoksin dan kardiotoksin (Ario, 2010). Tipe gigi proteroglypha kaku tidak dapat digerakkan dan dibagian depan taring terdapat lubang saluran yang berfungsi untuk menyemprotkan bisa seperti pada Spitting cobra. Ular bertipe gigi seperti ini tergolong sangat mematikan meskipun ukuran taringnya tidak sepanjang taring solenoglypha yang dimiliki oleh ular viper, namun kemampuan menyuntikkan bisanya sangat kuat. Penelitian sebelumnya di Australia menyatakan bahwa spesies ular dari famili Elapidae adalah spesies ular berbisa terkuat dengan jumlah terbanyak hingga 90 spesies (57,7%) dari 156 spesies ular terestrial yang terdapat di benua Australia (Wilson and Swan, 2003; Williams et al., 2006).

2.5.5 Famili Viperidae

Ular-ular dari familia ini memiliki gigi taring tipe solenoglypha dengan jenis bisa hemotoksin (Ario, 2010). Tipe gigi ini sangat spesial dari tipe gigi ular lainnya. Sepasang taring panjang yang terdapat di bagian depan infralabial dapat dilipat dan disembunyikan ke bagian atas rahang. Taringnya tidak hanya berfungsi sebagai penyuntik bisa, sepasang taring ini dapat digunakan untuk membantu mendorong mangsanya masuk ke dalam perut. Famili ini kebanyakan merupakan ular yang hidup di gurun, namun ada pula yang hidup di daerah tropis, tersebar hampir di seluruh dunia kecuali di Antartika, Australia, Selandia Baru, Irlandia, Madagaskar, Hawai, berbagai pulau kecil lainnya dan Artik. Sisik biasanya termodifikasi menjadi

(13)

lapisan tanduk tebal dengan pergerakan menyamping. Viperidae memiliki facial pit yang berfungsi sebagai thermosensor/sensor panas. Kebanyakan anggota familinya merupakan hewan yang ovovivipar dan beberapa ada yang ovipar. Sub-famili yang ada di Indonesia adalah Crotalinae yang terdiri dari 18 genus dan 151 spesies (Pough et al., 1998).

2.5.6 Kandungan Bisa Ular

Bali memiliki spesies ular yang berbisa kuat atau mematikan dan berbisa lemah atau tidak berbahaya bagi manusia (Tabel 2.1). Bisa ular merupakan hasil sekresi khusus kelenjar mulut yang menyerupai kelenjar saliva. Setiap spesies ular menghasilkan komponen dan kandungan bahan toksik atau non toksik yang berbeda - beda. Salah satu contoh ular yang terkenal memiliki bisa kuat dan berbahaya bagi manusia adalah ular kobra. Jenis bisa ular kobra (Elapidae) adalah neurotoksin dan sedikit hemotoksin. Gejala yang diakibatkan oleh gigitannya yaitu pembengkakan, pendarahan, fibrinolitik dan kerusakan jaringan pada lokasi gigitan. Bisa ular sebagaian besar adalah protein, kandungan protein dalam bisa ular disebut Thrombin Like Enzyme karena mempengaruhi proses pembekuan darah. Thrombine like enzyme ini termasuk protease serin dan metaloprotease yang menyerupai trombin dalam fungsinya mempengaruhi pembekuan benang-benang fibrinogen (Selistre and Giglio, 1987; Chanhome et al., 2003).

Susunan kimia dari bisa ular sangat kompleks sekitar 90% tersusun atas protein yang sebagian besar adalah enzim, serta mengandung polipeptida. Enzim

(14)

utama bisa ular antara lain proteolitik, hialurinidase, asam amino oksidase, kolinesterase, fosfolipase A, ribonuklease, deoksiribonuklease, fosfomonoeterase, fosfodiesterase, nukleotidase, ATPase dan DPNase. Dalam kandungan bisa ular juga terdapat logam yaitu: magnesium (Mg), zink (Zn) dan mangan (Mn) dengan konsentrasi yang bervariasi. Logam-logam ini sangat mempengaruhi kerja enzim, misalnya ion kalsium merupakan komponen penting untuk mempertahankan struktur tersier proteinase yang mempengaruhi aktivitas pendarahan (Brown, 1973; Fry, 1999).

Tabel 2.1 Ular-ular berbisa di Bali, kandungan bisa dan kekuatan bisa (McKay, 2006).

No Famili Spesies Nama lokal Kandungan

Bisa

Kekuatan Bisa 1 Elapidae Ophiophagus hannah King Kobra Neurotoksin Mematikan

Naja sputatrix Ular Sendok Neurotoksin & Hemotoksin

Mematikan

Bungarus candidus Ular Weling Neurotoksin Mematikan 2 Viperidae Trimeresurus insularis Ular mati ekor Hemotoksin Mematikan 3 Colubridae Ahaetulla prasina Ular pucuk Hemotoksin Lemah

Boiga cynodon Ular blidah Hemotoksin Lemah

Hemotoksin adalah kandungan racun yang menyerang sistem sirkulasi darah, dalam kandungan racun hemotoksin terdapat enzim pemecah protein (proteolytic). Racun hemotoksin mengakibatkan sel-sel darah akan rusak dan terjadi penggumpalan darah. Reaksi racun sangat cepat seiring dengan pembengkakan di daerah sekitar luka gigitan, beberapa menit setelah gigitan korban akan sangat kesakitan dan terasa panas di area gigitan. Racun yang bersifat hemotoksin akan mengakibatkan gejala

(15)

hemolisis. Hemolisis adalah rusaknya jaringan darah akibat lepasnya hemoglobin dari setoma eritrosit (sel darah merah). Enzim penyebab hemolisis adalah enzim lipase seperti fosfolipase. Enzim fosfolipase ditemukan pada semua bisa ular dalam beberapa bentuk dan variasi. Pada bisa ular famili Elapidae dan Viperidae ditemukan 4 jenis fosfolipase, yaitu A1, (lesitinase A2), C dan D yang diklasifikasikan berdasarkan bagian mana dari ikatan ester 3-sn fosfogliserida yang di hidrolisis (Fry, 1999; Fry et al., 2012).

Gambar

Gambar  1.  a.  susunan  sisik  kepala  bagian  atas,  b.  susunan  sisik  supralabial  dan  infralabial,  c
Tabel  2.1  Ular-ular  berbisa  di  Bali,  kandungan  bisa  dan  kekuatan  bisa  (McKay,  2006)

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan yang baik sesungguhnya untuk orang sakit terminal harus terjadi dalam bingkai hormat pada hidup yang dianugerahkan Allah, sekaligus menerima kematian sebagai

Berdasarkan hasil diskusi yang telah dilakukan peneliti bersama teman sejawat pada tindakan disiklus ke dua dapat disimpulkan bahwa, proses belajar mengajar

Justeru itu, apa yang boleh diringkaskan, akan diringkaskan, namun begitu untuk persembahan Nang Talung yang terdapat di negeri Kedah dan Perlis, ini masih boleh

Berdasarkan ada tidaknya nilai pada sebuah kata atau lesem maka dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif.Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna refrensial,

[r]

 A/ Ketidake3ekti3an p Ketidake3ekti3an pola na3as %erhu ola na3as %erhu%ungan den %ungan dengan pengem%a gan pengem%angan dada tida ngan dada tidak k

Menurut (Wexley and Yukl 1977), kepuasan kerja ditentukan atau dipengaruhi oleh sekelompok faktor. Faktor-faktor itu dapat dikelompokan ke dalam tiga bagian, yaitu yang

menguasai bahasa Indonesia dengan baik, tidak menguasai bahasa Indonesia, tetapi banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris), dan