• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bab 4"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Stum okulasi dini yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang batang-akar tunggang 38,3 ± 1,7 cm, diameter 13,61 ± 1,63 mm, dan bobot segar 34,88 ± 9,38 g. Berdasarkan kondisi tersebut, maka bahan percobaan dapat dikatakan relatif seragam kecuali bobot segar stum.

Ukuran stum di atas masih masuk dalam ukuran stum okulasi dini seperti di bawah ini: bobot stum okulasi dini bervariasi antara 35-80 g, diameter batang antara 6–20 mm dengan panjang batang-akar 30-70 cm. Ukuran stum yang bervariasi ini bergantung pada posisi penyerongan tajuk dari mata okulasi, panjang/pendeknya pemotongan akar tunggang, didormankan melalui penundaan pencabutan dan masa penundaan penyerongan, umur stum, kondisi lapangan pembibitan tempat batang bawah ditanam dan cuaca (Seneviratne dan Nugawela 2006; Santoso dan Lubis 1982; Templeton 1967; RRIM 1964).

Jika daya simpan air bahan media kemasan didasarkan pada perbandingan bobot kering dan bobot basah bahan dengan bobot kering oven bahan dan faktor tanpa media kemasan diasumsikan daya simpan airnya 0 (nol), maka pada kondisi kering angin kertas koran memiliki daya simpan air sebesar 2,61 kali bobot kering, sedangkan pada kondisi basah sebesar 2,82 kali. Cocopeat kering memiliki daya simpan air sebesar 1,69 kali dan pada kondisi basah 8,89 kali.

Selama percobaan berlangsung terjadi ganguan hama, penyakit, maupun gangguan fisiologis. Kisaran kerusakan akibat gangguan tersebut meliputi serangan hama 0,2%, serangan cendawan embun tepung 1,2%, mati pucuk (dieback) 0,2%. Gejala serangan cendawan embun tepung pada Gambar 6 dan gejala dieback pada Gambar 7.

(2)

17

a

b

c

Gambar 6. Daun Karet Terserang Cendawan Embun Tepung (a), Penampakan Cendawan Embun Tepung (b) dan Daun Karet yang Kembali Sehat setelah Pembukaan Naungan (c)

pada Tabel 2. Pada 2 dan 4 MST tampak bahwa waktu tunda tanam 7 hari kecepatan pecah tunas stum lebih tinggi dibandingkan dengan waktu tunda tanam 2 hari. Selanjutnya pada 3, 5 dan 6 MST perbedaan waktu tunda tanam tidak nyata dalam presentase pecah tunas. Pada 2 MST persentase pecah tunas pada stum yang ditunda tanam 7 hari telah mencapai lebih dari 50 % dibandingkan dengan stum yang ditunda tanam 2 hari (Tabel 2)

Gambar 7. Tanda–tanda Tunas Karet Mengalami Mati Pucuk (Dieback) (a), dan Tunas Mengalami Mati Pucuk yang Kembali Sehat (b)

(3)

18

Tabel 2. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media Kemasan terhadap Persentase Pecah Tunas (Budbreak) dari 2 sampai dengan 6 MST

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama berbeda nyata pada tarafuji BNT5 %, n = jumlah populasi dihitung

Penggunaan media kemasan berpengaruh nyata terhadap pecah tunas stum hanya pada 3 MST (Lampiran 2). Persentase pecah tunas terbesar terjadi pada perlakuan tanpa menggunakan media, yang berbeda nyata dengan penggunaan kertas koran, tetapi tidak berbeda nyata dengan cocopeat (Tabel 2).

Terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara perlakuan klon dengan media kemasan terhadap persentase pecah tunas pada 2 dan 3 MST, tetapi tidak ada interaksi antara waktu tunda tanam dengan klon, waktu tunda tanam dengan klon serta waktu tunda tanam, klon dan media tanam. Selanjutnya pada 4 MST waktu tunda tanam berinteraksi dengan media kemasan terhadap persentase pecah tunas, tetapi tidak ada interaksi antara waktu tunda tanam dengan klon, waktu tunda tanam dengan klon, serta waktu tunda tanam, klon dan media tanam (Lampiran 2).

Interaksi antara klon dan media kemasan terhadap persentase pecah tunas pada 2 MST menunjukkan, bahwa pada klon PB 260 tidak terdapat perbedaan antara macam media kemasan, sedangkan pada klon PB 330 penggunaan media kertas koran memberikan persentase pecah tunas terkecil berbeda nyata dengan tanpa media (Tabel 3).

(4)

19

macam media pada PB 260. Penggunaan kertas koran-PB 330 persentase pecah tunasnya tidak berbeda nyata dengan kertas koran-PB 260 dan tanpa media kemasan-PB 260.

Tabel 3. Pengaruh Klon Mata Entres dan Media Kemasan terhadap Persentase Pecah Tunas pada 2 dan 3 MST

Media Kemasan Umur

(MST)

Klon Mata

Entres Tanpa media Cocopeat Kertas koran - - - (%) - - -

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada umur yang sama menunjukkan berbeda nyata pada tarafuji BNT5 %

Tabel 3 menunjukkan persentase pecah tunas tidak selalu tertekan oleh penggunaan media kemasan, dan klon yang berbeda menunjukkan perbedaan tanggap dalam penggunaan media kemasan terhadap presentase pecah tunas.

Penggunaan media kemasan kertas koran pada waktu tunda tanam 2 hari dapat menurunkan persentase pecah tunas (Tabel 4). Pada waktu tunda tanam 7 hari, antar macam media kemasan tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam menghasilkan persentase pecah tunas. Waktu tunda tanam 2 hari-tanpa media kemasan dan waktu tunda tanam 2 hari-cocopeat tidak berbeda nyata dengan waktu tunda 7 hari-tanpa media kemasan dan waktu tunda tanam 7 hari-kertas koran. Cocopeat-waktu tunda penaman terbesar jika tunda tanam lebih lama.

Tabel 4. Pengaruh Waktu Tunda Tanam dan Media Kemasan terhadap Persentase Pecah Tunas pada 4 MST

Media Kemasan Waktu Tunda

Tanam Tanpa media Cocopeat Kertas koran - - - (%) - - -

2 hari 87,1 ab 81,6 b 71,4 c

7 hari 85,5 ab 89,9 a 87,7 ab

(5)

20

Pada 5 dan 6 MST menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata semua perlakuan serta interaksi di antara perlakuan terhadap persentase pecah tunas (Lampiran 2).

Perkembangan pertumbuhan persentase bibit hidup dari 2 sampai dengan 6 MST dan 81 HST tidak dipengaruhi secara nyata oleh semua perlakuan serta interaksi di antara perlakuan (Lampiran 3). Tabel 5 menunjukkan rata-rata bibit hidup selama pengamatan.

Tabel 5. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media Kemasan terhadap Persentase Bibit Hidup dari 2 sampai dengan 6 MST dan 81 HST

Keterangan: n = jumlah populasi dihitung, MST = minggu setelah tanam, HST = hari setelah tanam

Tinggi tunas tidak dipengaruhi oleh interaksi semua perlakuan (Lampiran 4). Hanya kedua klon yang berbeda nyata pada setiap pengamatan terhadap tinggi tunas (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media Kemasan terhadap Tinggi Tunas pada 35, 57 dan 79 HST

HST

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama

(6)

21

Diameter tunas tidak dipengaruhi oleh perlakuan waktu tunda tanam dan klon mata entres, serta tidak terdapat interaksi antara perlakuan (Lampiran 5). Hal ini berarti diameter tunas hanya dipengaruhi secara tunggal oleh perlakuan media kemasan. Pertumbuhan diameter tunas nyata dipengaruhi oleh macam media kemasan pada 35 dan 79 HST. Media kemasan secara tidak langsung menekan pertumbuhan diameter tunas pada pengamatan 35 HST (Tabel 7), tetapi pada pengamatan 79 HST media kemasan secara tidak langsung mendorong pertumbuhan diameter tunas.

Tabel 7. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media Kemasan terhadap Diameter Tunas 35 HST, 57 HST dan 79 HST

HST

Perlakuan n

35 57 79

Waktu Tunda Tanam - - - (mm) - - -

ƒ 2 hari 24 4,11 4,59 5,12

ƒ 7 hari 24 4,27 4,62 5,13

Klon Mata Entres

ƒ PB 260 24 4,12 4,52 4,96

ƒ PB 330 24 4,27 4,70 5,29

Media Kemasan

ƒ Tanpa media 16 4,29 a 4,69 4,99 b

ƒ Cocopeat 16 4,13 b 4,61 5,34 a

ƒ Kertas koran 16 4,15 b 4,52 5,03 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata pada tarafuji BNT5 %, n = jumlah populasi dihitung

(7)

22

Tabel 8. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media Kemasan terhadap Bobot Kering Tunas, Jumlah Daun, Luas Daun dan Bobot Kering Tajuk

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama berbeda nyata pada tarafuji BNT5 %, n = jumlah populasi

dihitung

Pada Tabel 9 terlihat bahwa penundaan waktu tanam yang lebih lama (7 hari) akan berdampak pada penurunan bobot kering akar, sedangkan penggunaan media kemasan terutama cocopeat akan meningkatkan jumlah akar. Sebaliknya klon tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah akar yang diukur (Lampiran 7).

Tabel 9. Pengaruh Waktu Tunda Tanam, Klon Mata Entres dan Media Kemasan terhadap Jumlah Akar Lateral, Panjang Akar Lateral dan Bobot Kering Akar serta Nisbah Akar Tajuk

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan perlalukan yang sama berbeda nyata pada tarafuji BNT5 %, n = jumlah populasi dihitung

Tidak ada pengaruh interaksi yang nyata antara perlakuan pada peubah-peubah akar lateral. Jadi pengaruh perlakuan hanya berpengaruh secara tunggal,

Perlakuan n Bobot Kering

Tunas

Jumlah daun

Luas Bobot kering

daun tajuk

Waktu Tunda Tanam

(8)

23

yaitu media kemasan terhadap peubah jumlah akar lateral dan waktu tunda tanam terhadap bobot kering akar (Lampiran 7).

Tidak ada pengaruh interaksi yang nyata antar perlakuan terhadap nisbah akar tajuk, selain itu pengaruh perlakuan waktu tunda tanam hanya berpengaruh secara tunggal pada nisbah akar tajuk (Lampiran 7). Semakin lama penundaan tanam akan menurunkan nisbah-akar tajuk (Tabel 9). Selajutnya klon dan media kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah akar tajuk (Lampiran 7).

Pembahasan

Proses okulasi, pemotongan tunas pucuk, pencabutan stum yang diikuti dengan pemotongan semua akar, proses pengemasan dan penundaan waktu tanam merupakan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perubahan metabolisme dalam jaringan stum. Perubahan metabolisme tersebut menyebabkan perubahan dalam viabilitas stum untuk tumbuh dan berkembang kembali. Oleh karena itu penggunaan media kemasan dan perkiraan waktu tunda tanam diharapkan dapat menekan perubahan ke arah yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan kembali stum menjadi bibit.

Interaksi perlakuan antara klon dengan media kemasan dan waktu tunda tanam dengan media kemasan hanya pada awal pertumbuhan bibit yang diindikasikan oleh persentase pecah tunas 2 sampai dengan 4 MST (Tabel 4). Perlakuan media kemasan merupakan pengaturan lingkungan kemasan yang digunakan selama pengiriman (penundaan tanam) yang diharapkan dapat mempertahankan kesegaran stum. Selain itu, persentase pecah tunas pada 2 sampai dengan 4 MST telah mencapai persentase tinggi sehingga pada umur berikutnya pertambahan pesrsentase tidak menyebabkan perbedaan. Oleh karena pengaruh interaksi ketiga perlakuan hanya nyata pada persentase pecah tunas saat awal pertumbuhan tetapi tidak nyata pada periode pertumbuhan selanjutnya, maka secara umum bila dilihat pada masing-masing individu faktor perlakuan tersebut berpengaruh nyata pada persentase pecah tunas hanya pada umur tertentu saja. Bahkan khususnya perbedaan klon tidak berbeda nyata selama pertumbuhan bibit stum (Tabel 2).

(9)

24

memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase pecah tunas di atas 5 MST (Tabel 2) dan persentase hidup tunas (Tabel 5). Diduga hingga waktu tunda tanam 7 hari tidak terjadi perubahan yang berarti yang dapat memberikan pengaruh nyata terhadap pecah tunas dan viabilitas stum. Selain itu waktu tunda tanam 7 hari belum memperlihatkan pengaruh dari kemasan, mungkin karena pada masa penyimpanan 7 hari belum terjadi perubahan yang berarti dalam hal dehidrasi, suhu, dan cadangan makanan dalam stum yang dapat berpengaruh terhadap viabilitas bibit. Menurut Santoso dan Lubis (1982) dan Ballester et al. (1999) stum karet okulasi dini merupakan meristem tanaman muda yang lebih cepat pulih dan juvenilitas mata tunas dan batang bawah, yang memungkinkan persentase bibit hidup tinggi serta kemudahannya dalam berakar.

Pada tabel 10 hasil penelitian Lubis et al. (1982) yang dirujuk kembali oleh Huzny dan Sunarwidi (1987) dibandingkan dengan hasil penelitian ini, menunjukkan penggunaan macam media pada stum okulasi hijau dengan waktu simpan 30 hari persentase hidup bibitnya sama besar dibandingkan dengan macam media kemasan yang digunakan dengan stum okulasi dini pada waktu tunda tanam 7 hari. Selain itu pecah tunas telah terjadi pada stum okulasi hijau pada waktu simpan 30 hari, yaitu pada penggunaan cocopeat dan kertas koran, tetapi tidak terjadi pada stum okulasi hijau tanpa media kemasan yang sama dengan semua macam media pada stum okulasi dini. Selanjutnya persentase bibit hidup pada stum okulasi dini 6 MST dibandingkan dengan stum okulasi hijau 3 BST (bulan setelah tanam) dalam penggunaan cocopeat dan kertas koran relatif sama nilainya, demikian juga dengan persentase pecah tunas. Akan tetapi stum okulasi hijau tanpa menggunakan media kemasan tampak tertekan persentase bibit hidup dan pecah tunasnya dibandingkan dengan stum okulasi dini tanpa media kemasan.

(10)

25

mendorong terjadinya pecah tunas selama penyimpan bibit okulasi hijau, sedangkan persentase pecah tunas yang lebih besar pada cocopeat dikarenakan daya simpan airnya yang lebih tinggi dibandingkan kertas koran.

Tabel 10. Persentase Pecah Tunas (Budbreak) dan Hidup serta Bobot Segar Stum Okulasi Dini dan Hijau

Stum Okulasi Dini Stum Okulasi Hijau

Waktu Simpan

Sumber: Lubis et al. (1982); Huzny dan Sunarwidi (1987); Sutanto 2008

Keterangan: * hanya Menggunakan Pembungkus/Kantong Plastik, ** Waktu Tunda Stum Sebelum Ditanam dalam Polybag,*** Tanam dalam Polybag, Umur Batang Bawah Stum Okulasi Mata Tidur pada Stum Okulasi Dini Berumur 5 bulan dan pada Stum Okulasi Hijau Berumur 8 bulan

Persentase pecah tunas yang relatif sama antara stum okulasi dini dan okulasi hijau tetapi dicapai pada waktu yang berbeda saat ditanam di polybag

disebabkan masa dormansi yang berbeda yang dipicu oleh umur batang bawah

dan bobot stum yang berbeda (Tabel 10). Diduga perlu waktu yang lebih lama pada stum okulasi hijau untuk dapat memecah dormansi melalui aktivitas hormon untuk pemecahan mata tunas, walaupun kedua stum mempunyai tingkat juvenilitas yang relatif sama.

(11)

26

tetapi dapat ditekan serendah mungkin oleh pengaruh media kemasan yang menciptakan lingkungan kelembaban disekitar stum selama masa penyimpanan agar viabilitas bibit tetap tinggi.

Penundaan tanam yang lebih lama (7 hari) mendorong presentase pecah tunas yang lebih tinggi diawal pertumbuhan stum (Tabel 2), tetapi pada akhir percobaan bobot kering akar lebih rendah dibandingkan dengan penundaan tanam 2 hari (Tabel 9). Diduga penundaan tanam yang lebih lama mengakibatkan terjadinya evaporasi (penguapan air) yang lebih banyak pada permukaan stum, dan respirasi juga terus terjadi untuk menjaga viabilitas stum tetap tinggi (Tabel 5). Respirasi di atas membongkar banyak cadangan makanan yang sebagian hasilnya digunakan untuk inisiasi pertumbuhan tunas, sehingga masa dormansi tunas sebagian telah dilalui selama penundaan tanam (Tabel 2). Sisa cadangan makanan pada stum dengan penundaan tanam yang lebih lama tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan akar sebaik stum yang ditanam dengan penundaan tanam 2 hari (Tabel 9). Menurut Mohr dan Schopfer (1995) dan Hartmann et al. (1997), kekeringan jaringan stum yang semakin meningkat melalui evaporasi akan mempercepat pecah tunas terjadi dan mendorong pertumbuhan tunas lebih lanjut. Akibatnya stum tanpa akar lebih mudah terserang cekaman air dan rehidrasi jaringan lebih sulit tanpa adanya sistem perakaran.

(12)

27

Hal ini menunjukan tingkat fotosintesis lebih tinggi yang ditunjang oleh jumlah akar lateral lebih banyak (Tabel 9), sehingga lebih mampu menyerap air dan hara untuk fotosintesis dan pembesaran sel. Fotosintat bersih yang dihasilkan disimpan terutama untuk pertumbuhan diameter tunas (Tabel 7 pada 79 HST). Diduga penggunaan cocopeat dapat mempengaruhi kelembaban lingkungan simpan stum yang lebih baik, karena tekstur cocopeat berupa serbuk dalam kondisi basah mampu menyimpan air 8,7 kali dibandingkan dengan kertas koran (2,8 kali) dan tanpa mediakemasan (0 kali). Kelembaban lingkungan ini diduga memungkinkan stum tetap berespirasi untuk menjaga viabilitas bibit, namun dengan tingkat respirasi seminimal mungkin. Selain itu diduga setelah akar rambut terbentuk dan dapat berfungsi menyerap air dan hara dapat mendukung aktivitas tunas dan daun-daun muda untuk menghasilkan auksin endogen yang mendorong pembesaran sel (Salisbury dan Ross 1995). Kemudian auksin mendorong perkembangan dan pertumbuhan panjang batang dan juga akumulasi fotosintat pada massa tajuk (Taiz dan Zeiger 2002).

Gambar

Tabel 10. Persentase Pecah Tunas (Budbreak) dan Hidup serta Bobot Segar Stum Okulasi Dini dan Hijau

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Aplikasi Bradyrhizobium japonicum BJ 11 dan Aeromonas salmonicida PP sebagai inokulan campuran cenderung dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman kedelai

Ahlakuk karimah dan pondok (madrasah), keduanya merupakan simbiosis dan melekat dalam proses pembelajaran sehari‑hari. Pendidikan karakter atau ahlak mulia melalui sekolah

Hasil : Berdasarkan hasil penelitian bahwa usia ibu hamil trimester III sebagian besar berusia reproduktif sebanyak 30 orang, tingkat pendidikan sebagian besar

Perihal perhitungan dalam penanggalan weton yang duganakan oleh masyarakat pada umunya sebagai patokan nasib yang menentukan masa depan seseorang memang terjadi

Pembatalan tiket (cancel) dari pelanggan yaitu ketika pelanggan sudah melakukan reservasi dan pelanggan ingin membatal tiket reservasi tersebut, maka karyawan akan

- Penetapan Kinerja Dinas Bangunan dan Kebakaran Tahun 2011 Dinas Bangunan dan Pemadam Kebakaran mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah bidang

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT PISANG MAS (Musa Acuminata Colla) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL TIKUS (Rattus

2 Dalam undang-undang tersebut hanya disebutkan secara enumeratif kegiatan-kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum, tanpa memberikan batasan yang jelas, sehingga