• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN TEORI B (7)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN TEORI B (7)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR REVOLUSI SOSIO-KULTURAL

Diajukan untuk memenuhi tugas makalah belajar dan pembelajaran yang diampu oleh: Bapak Husamah, S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh:

1. Karina Putri Rahmasari (201710070311045) 2. Wahyu Hendra Utama (201710070311054) 3. Ratih Yuliana (201710070311057) 4. Ratna Apriliani Prameswari (201710070311063) 5. Indah permatasari (201710070311076)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sedemikian rupa hingga selesai dan tepat waktu. Tidak lupa kami juga menguncapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberi sumbangan materi maupun pikirannya. Harapan kami semoga penyusunan makalah tentang teori belajar revolusi sosio-kultural ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman baru bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini sehingga menjadi lebih baik lagi.

Terlepas dari semua ini,i menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya serta dari cara penulisannya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari para pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami beharap semoga makalah tentang teori belajar rvolusi sosio-kultural ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca

Malang, 20 April 2018

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...1

KATA PENGANTAR...2

DAFTAR ISI...3

DAFTAR GAMBAR...4

BAB I PENDAHULUAN...5

A. Latar Belakang...5

B. Rumusan Masalah...5

C. Tujuan Penulisan...5

BAN II PEMBAHASAN...6

A. Belajar dalam pandangan revolusi sosio-kultural...6

B. Teori Kognitif Sosial Bandura...8

C. Teori Edward Burnett Tylor...11

BAB III PENUTUP...13

A. Kesimpulan...13

B. Kritik dan Saran...13

(4)

DAFTAR GAMBAR

(5)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Teori belajar sosio-kultural berangkat dari penyadaran tentang betapa pentingya sebuah pendidikan yang melihat proses kebudayaan dan pendidikan yang tidak bisa dipisahkan. Pendidikan dan kebudayaan memiliki keterkaitan yang sangat erat, dimana pendidikan dan kebudayaan berbicara pada attaran yang sama, yaitu nilai-nilai. Masyarakat dan budaya sebagi tiga dimensi dari hal yang bersamaan. Oleh sebab itu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan dan hanya dapat telaksana dalam suatu komunitas masyrakat.

Budaya adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus. General dalam hal ini berarti setiap manusia di dunia mempunyai budaya, sedangkan spesifik berarti setiap budaya pada sekolompok masyarakat tertentu adalah bervariasi antara satu dan yang lainnya. Pentingnya kebudayaan dalam kehidupan manusia inilah yang kemudian mendasari bahwa kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari pendidikan. Melihat bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya. Pentingnya menghargai budaya dalam pendidikan ini karana yang timbil dalam diri manusia sadar ataupun tidak sadar adalah hasil kebudayaan di mana pribadi itu hidup.

Budaya belajar sebagai faktor pengaruh dan faktor yang dipengaruhi, terbentuk dari budaya (kultur) yang berkembang di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Baik kultur makro maupun kultur mikro. Teori belajar kultural sangat berkaitan erat dengan penyelenggaraan pendidikan, baik pendidikan formal, informal, maupun non formal. Teori belajar kultural memandang bahwa aspek-aspek sosial masyarakat, aspek kebudayaan, dan aspek lingkungan, merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran dan keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Patut diakui, bahwa kebudayaan yang berkembang dalam kelompok masyarakat tertentu akan menentukan bentuk maupun corak pembelajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan.

Indonesia merupakan negara yang majemuk, dengan heterogenitas kebudayaan yang dimiliki masyarakat, menjadikan corak pendidikan di Indonesia pun menjadi beragam. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, dari kepulauan Sematera hingga Papua, tidak boleh meminggirkan peranan kebudayaan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Secara umum, pendidikan memang dimaksudkan agar setiap kelompok masyarakat dapat menerima perbedaan, sehingga tercipta masyarakat yang plural dengan tingkat toleransi yang tinggi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan belajar dalam teori revolusi sosio-kultural? 2. Bagaimana belajar menurut teori kognitif sosial Bandura?

3. Bagamana belajar menurut teori Edward Burnett Tylor? C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui teori belajar dalam pandangan revolusi sosio-kultural 2. Untuk mengetahui teori Kognitif sosial Bandura

(6)

BAB II PEMBAHASAN A. Belajar Dalam Pandangan Revolusi Sosio-Kultural

Teori belajar kultural merupakan suatu konsepsi yang menempatlkan budaya (kultur) menjadi bagian tak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Berbeda dengan teori-teori belajar yang muncul lebih dahulu, seperti teori belajar displin mental, teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, dan teori belajar humanistik, uraian mengenai teori belajar revolusi sosio-kultral tidak dijabarkan secara eksplisit (Husamah et al., 2018).

Lahirnya teori revolusi sosio-kultural merupakan bentuk kritik atas teori-teori belajar pendahulunya. Para ahli berpandangan bahwa teori-teori belajar yang telah ada sebelumnya telah mengabaikan aspek bahwa manusia sebagai makhluk individu dan sosial telah terlepas dari lingkungan sosialnya dalam proses belajar yang dialami dan dilakukan. Lingkungan, melalui pola interaksinya merupakan setting sekaligus bahan ajar yang mampu membentuk dan merubah perilaku pembelajar. Oleh karenanya, belajar adalah proses integrasi antara individu dengan lingkungan. Definisi lingkungan dalam hal ini memiliki berbagai aspek mengitarinya, antara lain interaksi antar individu, pola hubungan kelompok, kebudayaan, psikologi sosial, dan sebagainya (Sucianti et al., 2012). Teori revolusi sosio-kultural mengandaikan bahwa siswa hadir dalam pembelajaran yang tidak kosong realitas. Setiap individu pembelajar telah memiliki pengalaman-pengalaman unik dalam pergulatan sosial kulturnya. Ketika ia melihat ada banyak ketimpangan sosial yang terjadi di sekelilingnya, maka ia diharapkan dengan pembelajaran yang terkait itu agar dapat menyelesaikan realitas sosial yang timpang di hadapannya.

Menurut Wiyani & Barnawi (2012) perkembangan anak tidak pernah terlepas dari konteks kehidupan sosial dan kutural yang melatarbelakanginya. Lingkungan kedidupan sosial dan kultural yang ada di sekitar kita anak akan memberikan pengaruh pada proses belajar anak dan perubahan potensi sebagi hasil dari proses belajar. Kehidupan sosial-kultural yang paling dekat dengan anak adalah lingkungan keluarga, tetangga, dan lembaga sosial serta lembaga kependidikan lain yang mengasuhnya. Konteks sosio-kultural dapat menyajikan sejumlah pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai, dan pengalaman hidup yang beragam sehingga anak akan memilih sejumlah preferency dalam membangun kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri atau secara bersama-sama dengan orang lain. Pengalaman sosial dan kultural akan menjadi pengisi perspektif kehidupan anak dalam berbagai aspek potensi pekembangan mencakup cara berbahasa, cara berpikir, kehidupan beragama dan bermoral, serta kebiasaan mengendalikan emosi dan kemandirian.

Menurut Suciati et al (2012) terdapat tiga aspek penting dalam teori belajar revolusi-sosio kultural, antara lain:

a. Pendidikan dan kebudayaan memiliki keterkaitan yang sangat erat.

(7)

c. Kebudayaan merupakan suatu proses pemanusiaan didalam kehidupan berbudaya berhubungan dengan teori belajar revolusi-sosio kultural, yaitu Piaget (konstruktivistik kognitif), Vigotsky (Co-konstruktivisme), Bandura (Kognitivistik Sosial), dan Tylor. Dua pandangan tokoh yaitu Piaget dan Vigotsky yaitu:

1. Piaget

Piaget menyatakan bahawa anak-anak yang ingin mengetahui dan mengkontruksi pengetahuan tentang objek di dunia, mereka mengalami dan melakukan tindakan tentang objek yang diketahuinya dan mengkontruksi objek itu berdasarkan pemahaman mereka. Karena pengertian mereka terhadap objek itu dapat mengatur realitas dan tindakan mereka. Pendekatan ini cenderung lebih mementingkan intraksi antara siswa dengan kelompoknya. Perkembangan kognitif akan terjadi dalam intraksi antara siswa dengan kelompok sebayanya dari pada dengan orang-orang lebih dewasa. Pembenaran terhadap teori Piaget ini jika diterapkan dalam kegioatan pendidikan dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan tuntutan revolusi-sosio kultural yang berkembang akhir-akhir ini.

2. Vygotsky

Vygotsky menekan pada hakikat sosio-kultural dari pembelajaran. Vygotsky berpendapat bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu dengan individu lain merupakan faktor yang terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif sesorang. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam kejasama antar siswa sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap. Vygotsky mengatakan bahwa siswa menemukan sendiri solusi dari permasalahan dengan bimbingan dari teman sebaya atau pakar (guru). Vygotsky menekankan pada hakekat sosiokutural pembelajaran yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya. Lebih lanjut Vygotsky yakin bahwa fungsi metal yang lebih tinggi umunya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu (interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya) sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut(Haji, 2008).

Kelebihan dan kekurangan teori belajar kultural tidak bisa dilakukan dengan mengeralisasikannya begitu saja. Bagian awal telah menyebutkan bahwa teori belajar revolusi sosio-kultural hanya mampu didefinisikan dan dijelaskan dengan mengunakan berbagi pendekatan teori belajar yang lain, terutama konstruktivistik. Mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan teori belajar ini dipandang dari prespektif pendekatan tertentu. Berdasarkan teori Vygotsy akan diperoleh kelebihan, antara lain:

a. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengebangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya mellaui belajar dan berkembang.

b. Pembelajar perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembanagn aktualnya.

(8)

d. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklarasi yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dilakukan untuk tugas atau pemecahan masalah.

e. Proses belajar dan pembalajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Keuntungan sebagaimana telah dideskripsikan di atas akan memberikan implikasi postif bagi siswa, anata lain:

a. Mendorong siswa untuk berfikir dalam proses membina pengetahuan baru. Siswa berfikir untuk menyelesaikan masalah, menemukan ide dan membuat keputusan. b. Siswa akan memiliki pemahaman, karena terlibat secara langsung dalam membina

pengetahuan baru. Siswa akan lebih faham dan dapat mengaplikasikannya dalam semua situasi.

c. Memiliki ingatan yang kuat terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan dan pengalaman, karena siswa terlibat secara langsung denagna aktif, mereka akan ingat lebih lama tentang semua konsep. Siswa melalui pendekatan ini membina sendiri pemahamannya.

d. Memiliki efikasi diri yang tinggi, yakni memiliki keyakinan bahwa dirinya dan orang lain yang terlibat dalam interaksi belajar akan mampu mengatasi permasalahan dalam pembelajaran.

e. Memilikinkemahiran sosial yang diperoleh melalui interaksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru.

f. Pembelajaran berlangsung menyenangkan, karena sisw terlibat secara aktif dan berkelanjutan.

Kelemahan dari teori revolusi sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berfikir sukar diamati secara langsung.

B. Teori Kognitif Sosial Bandura

Bandura adalah seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial, serta efikasi diri. Bandura melakukan berbagai eksperimen teori pembelajaran imitatif yang kemudian dikembangkan pada eksperimen pembelajaran obsevrasi. Dalam pembelajaran imitatif, ditemukan fakta bhawa pembelajar cenderung menunujukkan perilaku meniru tindakann model yang dilihatnya. Lain hal nya dengan eksperimennya mengenai teori belajar observasi. Teori belajar observasi memilikin tingkatan yang lebih tinggi dari sekedar imitatif. Teori belajar observasi memposisikan siswa sebagai pengamat terhadap model maupun setting pembelajaran. Siswa sebagai pengamat tidak sekedar meniru apa yang diamatinya (Suciati, 2012).

(9)

waktu, merencanakan, menciptakan, membayangkan, dan melakukan tindakan yang penuh pertimbangan (Hergenhahn & Olson, 2011).

Teori kognitif sosial atau disebut juga observasional learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Bandura berpendapat bahwa faktor sosial, kognitif dan juga daktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa faktor kognitif berupa ekspektasi siswa untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orangtuanya. Jadi, menurut Bandura antara faktor kognitif atau person, faktor lingkungan, dan faktor perilaku mempengaruhi ssatu sama lain dan faktor ini saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi, pemikiran, dan kecerdasan (Santrock, 2007).

Teori sosial kognitif menekankan pada pembelajaran konservasi dalam pembelajaran ini tadi, ditemukan fakta bahwa pembelajar lebih menunjukkan perilaku meniru tindakan model yang di lihatnya. Teori kognitif sosial atau disebut juga teori observasi obervational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru di bandingkan dengan teori belajar belajar yang lainya. Bandura berpendapat bahwa faktor sosial, kognitif dan faktor perilaku memainkan peran penting dalam pembelajaran hal ini berarti bahwa faktor kognitif berupa ekspektasi siswa untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya.

Teori kognitif sosial menguraikan kumpulan ide mengenai cara perilaku dipelajari dan diubah. Penerapan teori ini hampir pada seluruh perilaku, dengan perhatian khusus pada cara perilaku baru diperoleh melalui mengamati (observasional learning). Teori ini digunakan dengan mudah untuk perkembangan agresi, perilaku yang dtentukan, ketekunan, belajar loncatan ski, dan reaksi psikologi yang datar pada emosi. Teori Bandura dengan jelas menggunakan sudut pandang kognitif untuk menguraikan belajar dan perilaku melalui kognitif kita berarti bandura berasumsi tentang pikiran manusia dan menafsirkan pengalaman mereka. Dasar kognisi dalam belajar ada 4 tahap yaitu :

a. Atensi atau perhatian

Jika reaksi baru dipelajari dari melihat atau mendengar lainnya, maka hal itu jelas bahwa tingkat memberi perhatian yang lain akan menjadi yang terpenting.Faktor-faktor untuk mendapatkan perhatian yaitu : (1) penekanan penting dan perilaku menonjol. (2) memperoleh perhatian dari ucapan/perhatian, dan (3) membagi memasukkan respon. Penyandian dalam simbol verbal dipermudah oleh berpikir aktif orang atau ringkasan secara verba tindakan yang mereka amati. Waktu respon yang diamati disandikan, ingatan kesan visual atau simbol verbal dapat beranjut dengan melatih kembali secara mental. Dengan begitu penyandian akan mencoba untuk berpikir giat mengenai tindakan dan memikirkan kembali penyandian verbal.

(10)

Rangkaian tindakan baru merupakan simbol pertama pengaturan dan pelatihan, semua waktu dibandingkan dengan waktu atau memori dari perilaku model. Penyesuaian dibuat dalam rangkaian tindakan baru, dan rangkaian perilaku awal. Perilaku sebenarnya dicatat oleh orang dan mungkin juga oleh pengamat yang memberikan timbal balik yang benar dari perilaku suka meniru. Dasar penyesuaian dari timbal balik membuat pengaturan simbolik rangkaian tindakan baru, dan rangkaian perilaku di mulai lagi. Teori belajat sosial memperkenalkan tiga prasyarat utama untuk berhasil dalam proses ini. Pertama, orang harus memiliki komponen keterampilan. Biasanya rangkaian perilaku model dalam penelitian berhubungan dengan kemampuan orang untuk meniru perilaku penguatan menjadi relevan. Ketika kita mencoba menstimulus orang untuk menunjukkan pengetahuan pada perilaku yang benar. Walaupun teori belajar sosial mengandung penguatan untuk tidak menambah pengetahuam guna "mengecap dalam perilaku", itu peran utama memberi penguatan (hadiah dan hukuman) seperti seorang motivator

Secara ringkas, teori belajar sosial Bandura memiliki 2 implikasi penting : (1) respon baru mungkin dipelajari tanpa having to perform them (learning by observation) (2) hadiah dan hukuman terutama mempengaruhi pertunjukan (performance) dari perilaku yang dipelajari : bagaimanapun ketika memberikan kemajuan, mereka memiliki pengaruh tambahan atau kedua dalam pengetahuan atau belajar dari perilaku baru yang terus pengaruhnua pada atensi dan latihan.

Menurut Gredel (1994) teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura menegaskan hal yang sangat penting dalam pembelajaran observasi adalah : (1) kemampuan individu untuk mengambil sari informasi dari tingkah laku orang lain, dan (2) memtuskan tingkah laku mana yang akan diambil untuk melaksanakan tingkah laku tersebut.

Teori belejara sosial Albert Bandura sebenarnya terintegrasi dalam teosi belajar imitatif dan obsevasi, sebenarnya mendasarkan eksperimen belajar yang dilakukan dari teori belajar behavioristik. Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah :

a. Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.

b. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik. c. Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, dan

keakuratan umpan balik

d. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan dari diri sendiri.

(11)

a. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik, kemudian melakukannya.

b. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.

c. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai, dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.

Teori belajar sosial menurut Bandura erat kaitannya dengan perilaku siswa yang terbentuk dari hubungan antara pembelajar dengan lingkungannya. Menurut pandangan paham belajar sosial, tibnkah laku dan lingkungan dapat diubah, dan tidak satupun merupakan penentu utama dari terjadinya perubahan tingkah laku. Pemerolehan tinbgkah laku kompleks tidak dapat diterangkan dengan hubungan dua arah antara lingkungan individu. Bandura mengajukan hubungan segitiga yang saling berkaitan antara P (pribadi), L (lingkungan), dan T (tingkah laku). Adapun visualisasinya seperti ditunjukan pada gambar dibawah ini .

Gambar 1 Hubungan Segitiga (Model Deterministic Resprocal)

C. Teori Edward Burnett Tylor

(12)

budaya merupakan salah satu pijakan teori belajar kultural. Tylor telah menulis tentang berbagi macam masalah, tetapi yang terpenting ialah teori tentang ‘budaya’ yang diartikan oleh tylor pada tahun 1871. Karena teorinya itu maka Tylor terus diingat dalam sejarah perkembangan antropologi. Teori itu berbunyi : “Budaya dalam arti kata etnografis yang luas, ialah gagasan keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, tata susila, adat, dan tingkah laku yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat”. Sehingga teori awal yang dibuat oleh Tylor terhadap ‘budaya’ masih dianggap penting oleh kalangan antropologis.

Tylor menganut cara berpikir evolusionisme dan berpendapat bahwa asal mila religi adalah adanya kesadaran manusia akan adanya jiwa yang disebabkan oleh dua hal yaitu perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dengan hal-hal yang mati, dan peristiwa mimpi. Pada saat tidur atau pikiran melayang hubungan jiwa dan raga akan tetap ada. Tetapi jika manusia mati hubungan jiwa dan raga akan terputus. Jiwa yang terputus dari raga akan bebas mengisi alam yang akan menjadi makhluk halus yang akan hidup berdampingan dengan manusia, ditempatkan pada posisi yang penting yaitu dijadikan obyek penghormatan dan peyembahan.

Tylor juga berpendirian bahwa bentuk religi paling tua adalah penyrmbahan kepada roh-roh yang merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang-orang yang telah meninggal, terutama nenek moyangnya. Penyembahan terhadap makhluk halus menurut Tylor disebut sebagai animisme yang pada akhirnya merupakan bentuk religi tertua. Makhluk halus penghuni alam sering disebut sebagai Dewa. Semua Dewa pada hakikatnya merupakan penjelmaan dari satu dewa yang tertinggi. Dewa memiliki tingkatan dan tingkat tertinggi para Dewa menurut keyakinan terhadap satu Dewa atau Tuhan dan akan timbul religi yang bersifat monotheisme sebagai tingkat yang terakhir dalam evolusi religi manusia.

(13)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Teori revolusi sosio-kultural erat kaitannya dengan masyarakat dan budaya, dimana keduanya saling mempengaruhi dalam sebuah pembelajaran. Teori revolusi sosio kultural ditokohi oleh Piaget dan Vygotsky. Menurut Piaget menyatakan bahwa anak-anak yang ingin mengetahui dan memgkonstuksi pengetahuan tentang obyek dunia, mereka mengalami dan melakukan tindakan tentang obyek yang diketahuinya dan mengkonstuksi obyek itu berdasarkan pemahaman mereka. Sedangkan menurut Vygtsky menekankan pada hakekat sosio kultural pembelajaran, yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya.

2. Teori kognitif sosial Bandura menjelaskan tingkah laku yang dihasilkan oleh lingkungan dan faktor kognitif.

3. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

B. SARAN

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Darmadi. (2017). Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran Dalam Dinamika Belajar Siswa. Yogyakarta: CV Budi Utomo

Husamah, Pantiwati, Y., Restian, A., & Sumarsono, P. (2018). Belajar dan Pembelajaran. Malang: UMM Press.

Gambar

Gambar 1  Hubungan Segitiga (Model Deterministic Resprocal)

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan braket logam pada perawatan ortodonti telah dilakukan sejak awal tahun 1900 dan umumnya logam yang digunakan adalah logam mulia seperti emas dengan

Manusia juga tidak lepas dari hubungannya dengan manusia yang lainnya.Dimana manusia tidak hanya memiliki peran sebagai manusia alamiah yang bergantung pada

ingin membuat tes untuk kelincahan yang lebih spesifik dalam cabang

pada saat itu. Isinya dikatakan oleh Poerono, hanya berbincang-bincang lepas di dalam kelas tentang kehidupan. Untuk perkuliahan seni lukis sendiri Amang Rahman lebih

 Setelah mempelajari modul, mengamatai vidio dan berdiskusi dengan guru, Peserta didik dapat menjelaskan interaksi antara perangkat keras, perangkat lunak dan pengguna1.

11 Saya sering bertanya di kelas pada guru yang mengajar 12 Saya senang berpendapat tentang segala sesuatu 13 Saya tidak percaya dengan kemampuan saya.. 14 Saya selalu

Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, kinerja ekspor produk logam tumbuh 44,3% (y.o.y) pada triwulan laporan, lebih tinggi dari periode sebelumnya

Bab (54) obat mata kabur, ambil kulit pinang menggala yang masak maka jemur kering-kering maka bakar ambil abunya maka bubuh air limau nipis, maka tapis dengan perca putih, maka