• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kategori Fatis

1. Pengertian Kategori Fatis

Malinowski (dalam Singgih Sugiarto, 2008:15) memperkenalkan fatis untuk pertama-tama pada tulisannya The Problem of Meaning in Primitive Language, dengan istilah “Phatic Communion”, yaitu

pertukaran kata-kata belaka, kata-kata itu tidak membawa arti namun memenuhi fungsi membentuk dan menjaga kontak sosial dalam komunikasi. Kategori fatis adalah kategori yang memulai, mempertahankan atau mengukuhkan pembicaraan antara penutur dan mitra tuturnya (Kridalaksana, 1994:114).

Kategori fatis adalah kata dalam sebuah kalimat yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, dan mengkukuhkan komunikasi (Kunjana Rahardi, 2010:65) Kategori fatis adalah tipe tuturan yang digunakan untuk menciptakan ikatan sosial yang harmonis dengan semata- mata saling bertukar kata-kata. Kategori fatis sering tidak memiliki makna yang relevan sama sekali dengan apa yang dimaksudkan (Waridi, 2008:39).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kategori fatis merupakan kategori yang tidak hanya berfungsi sebagai penyampai buah pikiran namun juga sebagai bentuk kesopansantunan kepada mitra tutur, contoh dalam bahasa Jawa ungkapan nuwun sewu tidak memiliki makna

(2)

commit to user

yang tepat selalu disesuaikan dengan konteks kalimat dan situasi pada saat penutur mengucapkan kata tersebut pada mitra tutur namun tujuanya adalah untuk menghormati mitra tutur agar komunikasi yang baik tetap terjaga.

Dapat dipastikan bahwa golongan kategori fatis tidak dapat di masukan dalam kelas interjeksi. Interjeksi bersifat emotif, sedangkan kategori fatis bersifat komunikatif. Menurut Hermina Sutami (dalam Zulfa Laila, 2011 :11) perbedaan antara interjeksi dengan kategori fatis yang berbentuk partikel adalah sebagai berikut.

1. Interjeksi terletak di awal kalimat, sedangkan partikel fatis dapat terletak di awal, tengah maupun akhir kalimat.

2. Secara sintaksis, interjeksi berfungsi sebagai K, sedangkan partikel fatis yang membentuk kata dengan konstituen yang didampinginya mengikuti fungsi yang dimiliki oleh konstituen tersebut, misal S, P, dan O.

3. Secara semantis, interjeksi berfungsi emotif, maksudnya mengungkapkan emosi pembicara agar diketahui oleh orang lain.

Partikel fatis memiliki fungsi komunikatif, maksudnya partikel fatis berperan dalam hubungan sosial atau pergaulan antara pembicara dengan mitra wicara melalui komunikasi.

4. Secara pragmatis, interjeksi meminta perhatian kawan bicara melalui kata seru yang dilontarkan. Partikel fatis memiliki dua fungsi, primer dan sekunder, fungsi primer adalah untuk memulai, mengukuhkan, dan mengakhiri parcakapan. Fungsi sekunder menunjukan adanya fokus

(3)

pembicaraan atau dapat juga tidak menyatakan apa-apa sehingga disebut fungsi netral.

Penulis menggunakan definisi dari Kridalaksana sebagai kerangka konseptual penelitian ini, dengan alasan definisi tersebut relevan dengan objek dan data pada penelitian mengenai kategori fatis dalam roman KRTSRC karya Suparto Brata yang akan dilakukan oleh penulis.

2. Ciri-ciri Kategori Fatis

Berikut ciri-ciri kategori fatis menurut Hermina Sutami (Dalam Zulfa Laila Maulida 2011: 12) adalah sebagai berikut :

1. Secara morfologis, fatis termasuk golongan kata tugas, karena itu ia bersifat tertutup atau anggotanya termasuk sedikit, sukar mengalami perubahan bentuk dan tidak dapat berinfleksi.

2. Secara sintaksis, fatis tidak dapat menduduki S, P, O tetapi berfungsi memperluas atau mengadakan transformasi kalimat, atau memiliki perilaku mirip dengan kata tambah yaitu segolongan kata yang berfungsi sebagai atribut bagi unsur pusat.

3. Secara semantis, fatis tidak dapat dimaknai secara leksikal, melainkan hanya dapat diperjelas dalam ikatan kalimat (gramatikal).

3. Bentuk Kategori Fatis

Harimurti Kridalaksana (2005 : 116) membagi kategori fatis menjadi tiga bentuk dasar, yaitu :

a. Partikel

Menurut Harimurti Kridalaksana, partikel adalah kata yang biasanya mengandung makna gramatikal tetapi tidak mengandung

(4)

commit to user

makna lesikal (2008 :174). Kategori fatis yang berbentuk partikel masih dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu :

1. Fonem

Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukan kontras makna (Harimurti Kridalaksana, 2008:62). Misalnya dalam bahasa Jawa /a/ merupakan fonem karena membedakan makna kata aku dan iku. Berikut contoh kategori fatis yang berbentuk fonem :

(2) O, aku Senen-Jumad tansah ribet ing kantor. (I/SSP/19) ‘O, saya Senin-Jumad tetap sibuk di kantor’

(3) E, iki aku karo ibuku barang. (II/MRSJ/96) ‘E, ini saya dengan ibuku juga.’

2. Suku Kata

Suku kata adalah ujaran yang terjadi dalam satu denyut, yakni pada satu penegangan otot pada waktu pengembusan udara dari paru-paru (Harimurti Kridalaksan, 2008:230). Dari pengertian di atas ketegori fatis masih digolongkan menjadi dua bentuk lagi yaitu, kategori fatis yang terdiri dari satu suku kata dan kategori fatis yang terdiri dari dua suku kata. Berikut contoh kategori fatis yang terdiri dari satu suku kata, lho sebagai penekanan pernyataan :

(4) Iki lho layange, waosen dhewe. (II/MRSJ/90) ‘ Ini lho suratnya, bacalah sendiri.’

Contoh kategori fatis yang terdiri dari dau suku kata, alah sebagai penyangkalan :

(5)

(5) Alah, kono ya tau ngece […] (I/SSP/26) ‘Alah, kamu juga pernah mengejek […]’

b. Kata

Kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri terjadi dari fonem tunggal atau gabungan fonem (Harimurti Kridalaksana, 2008:110). Contoh kategori fatis yang berbentuk kata, kata halo sebagai pembuka pembicaran :

(6) Halo? Martinjung? Mengko bengi mrenea ya. (II/MRSJ/144) ‘Halo? Martinjung? Nanti malam kesini ya’.

c. Frasa

Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu dapat rapat atau renggang. (Harimurti Kridalaksana, 2008:66). Berikut ini contoh kategori fatis yang berbentuk frasa kula nuwun menandai kehadiaran :

(7) Kula nuwun, Ibu. (I/SSP/68) ‘Permisi, Ibu.’

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kategori fatis memiliki tiga bentuk yaitu: partikel fatis, kata fatis, dan frasa fatis.

Menurut Zulfa Laila Maulida (2011:17) dari ketiga bentuk tersebut masih terdapat dua bentuk kategori fatis yang dapat bergabung. Jadi bentuk kategori fatis secara garis besar ada dua macam yaitu :1) bentuk dasar terdiri dari: partikel fatis, kata fatis, dan frasa fatis, 2) bentuk gabungan terdiri dari dua macam yaitu gabungan partikel fatis dengan partikel fatis dan gabungan antara partikel fatis dengan kata fatis. Bentuk gabungan tersebut misalkan :

(6)

commit to user

1) Gabungan antara partikel dengan partikel fatis, partikel lho dan kok sebagai ungkapan keterkejutan :

(8) Lho, kok ora pa-pa! (III/CNE/254) ‘Lho, mengapa tidak apa-apa!’

2) Gabungan antara partikel fatis dengan kata fatis, kata ya dan partikel rak, sebagai pembuka percakapan dan penegasan :

(9) Neng kene rak ya didusi barang. (III/CNE/230) ‘Disini kan ya dimandikan segala.’

4. Fungsi dan Makna Kategori Fatis

Fungsi dan makna kategori fatis merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan, oleh karena itu sulit untuk membedakan keduanya.

Senada dengan pernyataan Hill (1993:22) yang menyatakan bahwa fatis tidak memiliki makna referensial, tetapi fungsinya dapat melekat pada tuturan yang mengandung makna referensial (dalam Ben Sudiyana, 2005:56). Berikut ini adalah definisi mengenai fungsi dan makna kategori fatis :

a. Fungsi Kategori Fatis

Menurut Leech fatis berfungsi untuk menjaga agar garis komunikasi tetap terbuka dan terus menjaga hubungan sosial secara baik, yang terpenting bukan apa yang dikatakan namun orang harus mengatakan sesuatu demi terjaganya hubungan baik dalam komunikasi. (2003 : 64-65). Hill (dalam Ben Sudiyana, 2005:68) menegaskan bahwa fungsi fatis adalah untuk menandai kehadiran dan eksistensi penutur.

(7)

Fungsi fatis adalah sebagai unsur kontak menyampaikan maksud pengirim pesan dalam memulai, mempertahankan, dan menghentikan komunikasi dapat bermakna memperhalus perintah, pengandaian, perkiraan, penegasan dan persetujuan (Singgih Sugiarto, 2008 :19).

Penggunaan bahasa untuk mempertahankan suasana baik seperti basa-basi dan memecah kesunyian atau untuk mempertahankan keakraban hubungan. (Khaidir Anwar, 1990:46).

Menurut Harimurti Kridalaksana kategori fatis berfungsi memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dengan kawan bicara (2005 :114).

Guy Cook (dalam Pranowo, 1996:94) menjelaskan bahwa fungsi fatis masuk dalam fungsi makro, bahwa fungsi fatis merupakan penggunaan bahasa untuk memulai pembicaraan.

Fungsi fatis merupakan fungsi bahasa secara sosial untuk mempererat hubungan sosial walaupun secara logis tidak mempunyai arti. Dalam masyarakat inggris mengatakan “Nice day, isn’t it” adalah untuk menjaga hubugan dalam interaksi sosial

(Riyadi Santosa, 2003:20).

Fungsi fatis adalah untuk mengekspresikan suatu solidaritas dan empati kepada orang lain, fungsi ini digunakan untuk memulai dan mempertahankan komunikasi (Holmes dalam Achmad HP, Alek Abdullah, 2012 :187).

(8)

commit to user

Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa fungsi fatis: 1) memulai pembicaraan agar tercipta hubungan yang baik dengan mitra tutur, 2) mengukuhkan atau mempertahankan pembicaraan, 3) sekedar basa-basi untuk menjaga hubungan baik, 4) menandai kehadiran atau eksistensi penutur.

Misal :

(10) Kok ora mikir ta kowe kuwi? (III/CNE/209) ‘Kok tidak berfikir sih kamu itu?’

Kalimat tersebut merupakan salah satu contoh kategori fatis yang berbentuk partikel fatis yang berfungsi untuk mengukuhkan pertanyaan.

b. Makna Kategori Fatis

Kategori fatis banyak ditemukan dalam bahasa yang tidak baku dan terpengaruh dialek maka sering kategori fatis tersebut tidak memiliki makna yang tepat maknanya sesuai konteks percakapan. Menurut Mansoer Pateda Makna kontekstual adalah makna yang muncul sebagai akibat ujaran dan konteks. (2001 :116). Bentuk fatis yang ditemukan dalam tuturan sehari-hari memiliki makna yang beragam seperti menekankan kesungguhan, kepastian, bantahan, keheranan, keingintahuan, kegeraman, menghaluskan paksaan, tawaran, basa-basi dan sebagainya.

(Hermina Sutami dalam Zulfa Laila Maulida, 2011 :32)

Terkadang untuk menunjukan maksud keramahan sering kita memberi tempat bagi basa-basi atau omong kosong, misal dengan mengucap salam, selamat berpisah, dan pernyataan basa-

(9)

commit to user

basi lain. Kata-kata tersebut tidak bermakna, dalam pengertian hanya mengisi kekosongan percakapan saja, apa yang dikatakan orang tersebut kecil sekali artinya. (Geoffrey Leech, 2003: 81).

Kategori fatis mempunyai makna context sensitive atau terikat pada konteks yang berupa sintaksis (ditentukan oleh ciri struktural dalam suatu kontruksi) dan bersifat semantis (ditentukan oleh aspek semantis situasional sintaksisnya).

(Juniatosidauruk,

http://sidauruk276.blogspot.com/2010/07/kategori-fatis-dan- aplikasi.html)

5. Pengertian Roman

Roman merupakan cerita yang bisa menjadi gambaran yang sempurna dari suatu masyarakat dalam suatu masa dengan orang-orang yang hidup di dalamnya, si pengarang tidak terikat cerita sehingga dapat memperlihatkan kepada pembaca seluas-luasnya segi persoalan kehidupan.

(Aning Retnaningsih, 1982 : 18)

Roman adalah karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing (KBBI, 2007:961).

Sekarang ini istilah novel dan roman sering disamakan saja, akan tetapi novel dan roman tidaklah sama roman memberikan kosentrasi kehidupan dalam suatu saat dan pemusatan kehidupan yang tegas, sedangkan roman rancanganya lebih luas, mengandung sejarah perkembangan manusia yang biasanya terdiri atas beberapa bagian cerita.

(10)

commit to user B. Kerangka Pikir

Struktur penelitian ini dapat dituangkan dalam kerangka pikir yang menjelaskan mengenai kategori fatis dalam roman berbahasa Jawa KRTSRC karya Suparto Brata. Adapun sumber data yaitu buku roman berbahasa Jawa yang berjudul Kumpulan Roman Telu :Ser! Randha Cocak, terdiri tiga roman di dalamnya, yang masing-masing berjudul (1) Ser! Ser! Plong,(2) Mbok Randha Saka Jogja ,dan (3) Cocak Nguntal Elo. Dalam Roman tersebut ditemukan data

yang berupa partikel, kata, dan frasa yang merupakan kategori fatis. Data yang berupa partikel, kata, dan frasa yang merupakan kategori fatis, kemudian dianalisis mengenai bentuk, fungsi, dan makna. Berikut adalah kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Kategori Fatis dalam Roman Berbahasa Jawa KRTSRC karya Suparto Brata.

(11)

Bagan Kerangka Pikir

Fungsi dan Makna

Dasar :

1. Partikel 2. Kata 3. Frasa

1. Memulai pembicaraan agar tercipta hubungan yang baik dengan mitra tutur

2. Mengukuhkan atau mempertahankan pembicaraan

3. Sekedar basa-basi untuk menjaga hubungan baik 4. Menandai kehadiran

atau eksistensi.

KRTSRC karya Suparto Brata

Partikel, kata, dan frasa yang merupakan kategori fatis dalam KRTSRC

Bentuk

Makna kategori fatis adalah makna yang sesuai dengan konteks kalimat dan bersumber pada situasi komunikasi tersebut.

Gabungan : 1. Partikel

dengan partikel.

2. Partikel dengan kata.

Karya sastra

Bahasa sebagai alat komunikasi

Bahasa lisan Bahasa tulis

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon Keluarga

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pembiayaan Mudharabah yaitu yang menyediakan seluruh dana atau menyediakan modal niaga kepada orang

“ Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu proses dalam penerapan atau pelaksanaan kebijakan dengan berbagai

Berdasarkan kedua definisi mengenai keputusan pembelian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah bentuk dari perilaku konsumen dalam menentukan

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peta pikiran (Mind Mapping) merupakan satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual, peta

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa CSR tidak hanya terbatas pada tanggung jawab yang bersifat reaktif, yaitu bertanggung jawab karena perusahaan

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) yang dicapai oleh karyawan baik dari segi kualitas

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra kitab adalah suatu jenis karya sastra klasik yang mengemukakan ajaran Islam, yang bersumber dari