• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Landasan Teori

a. Teori Stakeholders

Widiawati (2012), mengatakan bahwa teori stakeholders merupakan teori

yang menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi

untuk kepentingan sendiri, namun juga harus memberi manfaat bagi para

stakeholdernya (Pemegang saham, kreditur, konsumen, supplier, pemerintah,

masyarakat, analis, dan pihak lain).

Gray et al (1994) dalam Chariri (2008) menyatakan :

“kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada stakeholder, dan

dukungan tersebut harus dicari, sehingga aktivitas perusahaan adalah

untuk mencari dukungna tersebut. Semakin powerfull stakeholder,

semakin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial

dianggap sebagai media komunikasi antara perusahaan dengan

stakeholdernya.”

Menurut Freeman dan McVea (2001) dalam Anggara (2010) definisi

stakeholders adalah setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau

dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi. Clarkson (1995) dalam Anggara

(2010) membagi stakeholder menjadi dua berdasarkan karakteristiknya yaitu

stakeholder primer dan stakeholder sekunder. Stakeholder primer adalah

seseorang atau kelompok yang tanpanya perusahaan tidak dapat bertahan untuk

(2)

going concern, meliputi : shareholder dan investor, karyawan, konsumen dan

pemasok, bersama dengan yang didefinisikan sebagai kelompok stakeholder

publik, yaitu : pemerintah dan komunitas. Kelompok stakeholder sekunder

didefinisikan sebagai mereka yang mempengaruhi, atau dipengaruhi perusahaan,

namun mereka tidak berhubungandengan transaksi dengan perusahaan dan tidak

esensial kelangsungannya.

Definisi lain dilontarkan oleh Rhenald Kasali sebagaimana dikutip oleh

Wibisono, 2007 (dalam Kirana, 2009) yang menyatakan bahwa yang dimaksud

para pihak adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun diluar

perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan.

Dalam hal ini Rhenald Kasali membagi stakeholders menjadi sebagai berikut :

1. Stakeholders internal dan stakeholders eksternal

Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam

lingkungan organisasi. Misalnya karyawan, manajer, dan pemegangsaham

(shareholder), sedangkan stakeholders eksternal adalahstakeholders yang

berada di luar lingkungan organisasi sepertipenyalur atau pemasok,

konsumen atau pelanggan, masyarakat,pemerintah, pers, dan sebagainya.

2. Stakeholders primer, stakeholders sekunder dan stakeholders marjinal

Dalam hal ini stakeholders yang paling penting disebut

stakeholders primer dan stakeholders yang kurang mampu disebut

stakeholderssekunder, sedangkan yang biasa diabaikan disebut

stakeholders marjinal. Urutan prioritas ini bagi setiap perusahaan

(3)

berbeda-beda,meskipun produk atau jasanya sama dan bisa berubah-ubah

dariwaktu ke waktu.

3. Stakeholders tradisional dan stakeholders masa depan

Karyawan

dan

konsumen

dapat

disebut

sebagai

stakeholderstradisional. Karena saat ini sudah berhubungan dengan

organisasi,sedangkan stakeholders masa depan adalah stakeholders pada

masa 15 yang akan datang diperkirakan akan memberikan pengaruhnya

padaorganisasi seperti mahasiswa, peneliti, dan konsumen potensial.

4. Proponents, opponents, dan uncommitted (pendukung, penentang, dan

yang tidak peduli)

Di antara stakeholders ada kelompok yang memihak organisasi

(proponents), menentang organisasi (opponents) dan yang tidak peduli

atau abai (uncomitted). Dalam hal ini, organisasi perlu untukmengenal

stakeholders yang berbeda-beda ini, agar dengan jernihdapat melihat

permasalahan, menyusun rencana dan strategi untukmelakukan tindakan

yang proporsional.

5. Silent majority dan vocal minority (pasif dan aktif)

Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau

mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan penentangan atau

dukungannya secara vocal (aktif) namun ada pula yang meyatakan secara

silent (pasif).

(4)

Teori stakeholder merupakan teori yang menggambarkan kepada pihak

mana saja (stakeholder) perusahaan bertanggung jawab (Freeman, 2001, dalam

Anggara, 2010). Aktivitas CSR menurut teori ini dilakukan untuk

mengakomodasi keinginan dan kebutuhan pemangku kepentingan sehingga

perusahaan dapat beraktivitas dengan baik dengan seluruh dukungan pemangku

kepentingan tersebut (Clarkson, dalam Fitria dan Hartanti, 2010).

b. Teori

Al-Maqashid Al-Syariah

Maqashid syariah didefinisikan sebagai tujuan dari adanya hukum islam

adalah untuk kebaikan dan kesejahteraan (maslahah) umat manusia di dunia dan

akhirat (Nurhayati et al, 2013). Menurut Mingka (2014), Maqashid Syariah

memiliki arti tujuan-tujuan syariah yang digunakan untuk mewujudkan

kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Sedangkan menurut Wibowo (2012),

pengertian dari Al-Maqashid Al-Syariah adalah tujuan-tujuan dan rahasia-rahasia

yang diletakkan Allah swt dan terkandung dalam setiap hukum untuk keperluan

pemenuhan manfaat umat.

Kebanyakan peneliti yang mengambil tema mengenai maqashid syariah

sepakat untuk mengambil keputusan mengenai inti dari tujuan syariah yang ingin

dicapai dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu menciptakan kesejahteraan (Jalb

al-Masalih) dan menghindari keburukan (Dar‟al-Mafasid) („Ashur, 1998 dalam

Mohammed et al, 2008).

(5)

Hukum Islam atau yang biasa disebut dengan Syariah Islam memiliki tiga

sasaran yang ingin dicapai yaitu penyucian jiwa, penegakkan keadilan dalam

masyarakat, dan perwujudan kemaslahatan manusia (Zahrah et al, 1997 dalam

Mohammed et al, 2008). Penyucian jiwa mengandung pengertian agar manusia

mampu berperan sebagai sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya

dengan salah satunya menunaikan ibadah zakat, sebagaimana disebutkan dalam

Al-Quran bahwa zakat berfungsi untuk membersihkan harta manusia (Nurhayati

et al, 2013). Kedua adalah menegakkan keadilan dalam masyarakat, keadilan

disini meliputi segala bidang kehidupan manusia termasuk keadilan dari sisi

hukum, sisi ekonomi, dan sisi persaksian (Nurhayati et al, 2013). Sasaran yang

terakhir adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia.

Terdapat 3 tujuan syariah yang dikembangkan oleh Zahrah (1997) dalam

Mohammed et al (2008) yang berjudul Usl al-Fiqh. Dalam penelitian tersebut,

secara spesifik beliau mengklasifikasikan tujuan syariah kedalam 3 lingkup yang

berbeda yaitu :

1. Tahdhib al-Fard (Pendidikan Individual)

2. Iqamah al-„Adl (Perwujudan Keadilan)

3. Jalb al-Maslahah (Kesejahteraan Masyarakat)

Dari beberapa definisi diatas dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja

perbankan berdasarkan Al-Maqashid Al-Syariah harus sesuai dengan ketiga

tujuan syariah diatas. Dalam islam, ketiga sasaran yang ingin dicapain inilah yang

dikenal dengan nama Al-Maqashid Al Syariah atau pencapaian tujuan syariah

(6)

(Nurhayati et al, 2013). Maqashid syariah memiliki peran yang sangat penting

dalam perbankan syariah yaitu untuk merumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi

makro (moneter, fiskal, pendanaan publik), menciptakan produk-produk

perbankan dan keuangan syariah, serta merumuskan regulasi-regulasi dalam

perbankan maupun lembaga keuangan syariah (Mingka, 2011)

Konsep Maqashid syariah penting untuk diimplementasikan agar dapat

menjadi pengawal bagi setiap transaksi ekonomi dan keuangan agar bisa

mengikuti perkembangan zaman namun sekaligus tidak lepas dari prinsip dasar

syariat (Wibowo, 2012). Tanpa maqashid syariah, maka semua pemahaman

mengenai ekonomi syariah, keuangan, dan perbankan syariah akan sempit dan

kaku serta kehilangan substansi syariahnya (Mingka, 2014).

c. Teori Kepatuhan (Compliance Theory)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia patuh memiliki pengertian suka

menurut, taat pada perintah maupun aturan. Jadi kepatuhan berarti sifat patuh;

ketaatan (Kamus Pusat Bahasa, 2002). Fungsi kepatuhan dalam Bank Syariah

adalah sebagai tindakan dan langkah yang bersifat preventif untuk memastikan

kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan

oleh Bank Syariah (Sukardi, 2012).

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/2/PBI/2011 tentang

Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum, yang dimaksud kepatuhan adalah

nilai, perilaku, dan tindakan yang mendukung terciptanya kepatuhan terhadap

(7)

ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

termasuk prinsip syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah.

Menurut Tyler dalam Saleh (2004), terdapat dua perspektif dalam literatur

sosiologi mengenai kepatuhan pada hukum, yang disebut instrumental dan

normatif. Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong

oleh kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap perubahan-perubahan yang

berhubungan dengan perilaku. Perspektif normatif berhubungan dengan apa yang

orang anggap sebagai moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi mereka.

Bank syariah sejatinya menerima titipan amanah dari para nasabah agar

dana yang disetorkan kepada Bank digunakan dengan benar sesuai dengan

hukum-hukum yang disyariatkan oleh Islam. Prinsip ini adalah hal fundamental

yang secara jelas membedakan tujuan bank syariah dengan bank konvensional.

Oleh karena itu, prinsip kepatuhan terhadap syariat islam yang diterapkan dalam

lingkungan bank syariah merupakan salah satu aspek utama dalam menilai kinerja

bank syariah. Besarnya nilai kinerja berdasarkan perspektif syariah,

menggambarkan seberapa besar bank syariah telah berhasil memenuhi nilai-nilai

Islam dari nilai kepatuhan syariah hingga perwujudan nilai-nilai sosial, keadilan,

dan kemasyarakatan yang pada penelitian ini mengacu pada indeks pengukuran

berdasarkan konsep Al-Maqashid Al-Syariah.

(8)

d. Perbankan Syariah

Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran

dua gerakan renaissance Islam modern : neorevivalis dan modernis. Tujuan utama

dari pendirian lembaga keuangan berdasarkan etika ini adalah tiada lain sebagai

upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominnya

berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah (Syafi’i,2001).

Pada mulanya, upaya penerapan sistem profit and loss sharing tercatat di

Pakistan dan Malaysia pada tahun 1940-an. Upaya tersebut berupa pengelolaan

dana jamaah haji secara non-konvensional. Sedangkan rintisan institusional

lainnya yaitu berdirinya Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir

pada tahun 1963. Di Indonesia, lahirnya bank syariah-bannk syariah di negeri ini

diawali dengan diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam.

Diskusi ini dilakukan oleh beberapa tokoh seperti Karnaem A. Perwataatmadja,

M. Dawan Rahargjo, A.M. Syaefuddin, dan M. Amien Azis pada awal periode

1980-an. Prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank syariah baru dilakukan

pada tahun 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil dari diskusi tersebut

adalah berupa berdirinya Bank Mu'amalat Indonesia (BMI) sebagai Bank Syari'ah

pertama di Indonesia pada tanggal 1 November 1991 sebagai hasil kerja Tim

Perbankan MUI.

Menurut Undang-undang RI Nomor 10 tahun 1998, bank adalah badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya

(9)

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Undang-undang Nomor 21 tahun

2008 tentang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah

dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usahanya. Sedangkan

bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan

prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Bank syariah merupakan salah satu lembaga keuangan yang keegiatan

operaasionalnya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Menurut undang-undang

Nomor 21 Tahun 2008, prinsip syarah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan

perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki

kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Bank Syariah memiliki

karakteristik tersendiri, Sudarsono (2008) menjelaskan karakteristik bank syariah

sebagai berikut :

1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian

diwujudkan dalam bentuk nominal, yang besarnya tidak kaku dan

dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar-menawar dalam batas

wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu

sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak.

2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan

pembayaran selalu dihindari, karena persentase dalam hal kewajiban

untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, karena persentase

(10)

bersifat melekat pada sisi utang meskipun batas waktu perjanjian telah

berakhir.

3. Di dalam kontrak-kontrak pembiaaan proyek, bank syariah tidak

menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang

ditetapkan di muka, larena pada hakikatnya yang mengetahui tentang

ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanyalah Allah semata.

4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh

penyimpangan dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi

bank dianggap sebagai titipan yang di amanatkan sebagai penyertaan

dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai

dengan prinsip syariah sehingga pada penyimpangan tidak dijanjikan

imbalan yang pasti.

5. Dewan Pengawas Syariah (DPS) bertugas untuk mengawasi

operasionalisasi bank dari sudut syariahnya. Selain itu manajer dan

pimpinan bank Islam harus menguasai dasr-dasar muamalah Islam

6. Fungsi kelembagaan bank syariah selain menjembatani antara pihak

pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana, juga

mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban

menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan

dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.

Menurut Rivai (2007), secara kelembagaan bank syariah di Indonesia

dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :

(11)

1. Bank Umum Syariah (BUS)

Bank Umum Syariah adalah bank yang melakukan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran. BUS merupakan badan usaha yang

setara dengan bank umum konvensional dalam bentuk hukum

perseroan terbatas, perusahaan daerah, atau koperasi. Seperti halnya

bank umum konvensional, BUS dapat berusaha sebagai bank devisa

atau bank non devisa.

2. Unit Usaha Syariah (UUS)

Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja di kantor pusat bank

umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor

cabang syariah atau unit syariah. Secara struktur organisasi, UUS

berada satu tingkat di bawah direksi bank umum konvensional yang

bersangkutan. UUS dapat berusaha sebagai bank devisan atau non

devisa. Sebagai unit kerja khusus UUS mempunyai tugas :

a. Mengatur dan mengawali seluruh kegiatan kantor cabang syariah

b. Melakukan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan

penempatan dana yang bersumber dari kantor cabang syariah

c. Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor

cabang syariah

d. Melakukan tugas penatausahaan laporan keuangan kantor cabang

syariah

(12)

3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

BPRSmerupakan badan usaha yang setara dengan bank perkreditan

rakyat konvensional dengan bentuk hukum perseroan terbatas,

perusahaan, atau koperasi.

Dalam beberapa aspek, bank konvensional dan bank syariah memiliki

persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,

teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh

pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sbagainya.

Akan tetapi terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya, perbedaan

antara bank syariah dan bank konvensional dapat dilihat dari empat aspek (Amir

dan Rukmana, 2010). Keempat aspek tersebut adalah :

1. Falsafah

Pada bank syariah tidak berdasarkan atas bunga, spekulasi dan

ketidakjelasan, sedangkan pada bank konvensional berdasakan atas

bunga.

2. Operasional

Pada bank syariah dana masyarakat berupa titipan dan investasi baru

akan mendapatkan hasil jika diusahakan berupa simpanan yang harus

dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Pada sisi penyaluran, bank

(13)

syariah menyalurkan dananya pada sektor usaha yang halal dan

menguntungkan, sedangkan pada bank konvensional, aspek halal tidak

menjadi pertimbangan utama

3. Social

Pada bank syariah, aspek sosial dinyatakan secara eksplisit dan tegas

yang teruang dalam visi dan misi perusahaan, sedang pada bank

konvensional tisak tersirat secara tegas.

4. Organisasi

Bank syariah harusn memiliki DPS, sementara bank konvensional

tidak memiliki DPS. Selain beberapa perbedaan di atas, terdapat satu

unsur yang sangat membedakan antara bank syariah dan bank

konvensional, yaitu terkait dengan keberadaan Dewan Pengawas

Syariah (DPS). Dewan Pengawas Syariah (DPS) berfungsi untuk

mengawasi operasional dan produk-produk yang dikeluarkan oleh

bank syariah agar tetap sesuai dengan ketentuan syariah. Posisi DPS

sejajar dengan Dengan Komisaris pada setiap bank. Penetapan anggota

DPS dilakukan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan

mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN).

Sudarsono (2008) menyebutkan bahwa terdapat tiga fungsi DPS, yaitu:

a. Mengawasi jalannya operasionalisasi bank sehari-hari, agar sesuai

(14)

b. Membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa

bank yang diawasinya teah berjalan sesuai dengan ketentuan

syariah

c. Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang

diawasinya.

Sedangkan fungsi DSN adalah :

a. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai

dengan syariah.

b. Meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang

dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah.

c. Memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan

sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan

syariah.

d. Memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga

yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah

ditetapkan.

e.

Corporate Social Responsibility (CSR)

Terdapat beberapa definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

menurut beberapa pihak, di antaranya :

1. Menurut undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas, tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) adalah

(15)

komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan

ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan

lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas

setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

2. Andreas (2011) mengatakan bahwa CSR merupakan komitmen

berkelanjutan suatu perusahaan untuk bertanggung jawab secara

ekonomi, legal, dan etis terhadap dampak-dampak dari tindakan

ekonominya terhadap komunitas masyarakat dan lingkungan serta

proaktif melakukan upaya-upaya berkelanjutan untuk mencegah

potensi-potensi dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan serta

meningkatkan kualitas sosial dan lingkungan.

3. World Business Councill for Sustainable Development dalam Irianta

(2004) mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai

komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan

memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi sekaligus

memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya serta

komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan.

4. Menurut Bank Dunia

"CSR is the commitment if business to contribute to sustainable

economic development working with employees and their

representatif, the local commmunity and society at large to improve

(16)

quality if life, in ways that are both good for business and good for

development."

5. Pengertian CSR versi Uni Eropa mengatakan:

"CSR is a concept where by companies integrate social and

environmental stakeholders on voluntary basis"

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa CSR tidak hanya

terbatas pada tanggung jawab yang bersifat reaktif, yaitu bertanggung jawab

karena perusahaan telah menimbulkan dampak-dampak dari tindakan ekonominya

terhadap komunitas masyarakat dan lingkungan, tetapi juga bertanggung jawab

secara proaktif yaitu perusahaan merumuskan program-program dan upaya-upaya

berkeseimbangan untuk mencegah potensi dampak negatif atau resiko aktivitas

ekonomi perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan serta meningkatkan

kualitas sosial dan lingkungan yang menjadi stakeholder-nya (Andreas, 2011).

Andreas (2011) kembali menyebutkan bahwa tanggung jawab tersebut juga

mencakup penyajian dan pengungkapan informasi CSR secara jujur, transparan,

kredibel, dan akuntabel kepada para stakeholder untuk pengambilan keputusan.

Menurut Deegan (2002), ada beragam motivasiyang mendorong

manajemen untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

secara sukarela, beberapa di antaranya:

(17)

2. Pertimbangan "economi rasionality" kemungkinan adanya manfaat

ekonomis yang dapat diperoleh perusahaan dari pelaksanaan aktivitas

CSR.

3. Keyakinan akan adanya tanggung jawab untuk melaporkan.

4. Keinginan untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan guna

memperoleh pinjaman.

5. Untuk memenuhi harapan-harapan dari masyarakat.

6. Untuk menarik minat berinvestasi dari para investor potensial.

7. Untuk mematuhi aturan-aturan dalam suatu industri.

Sedangkan Suwardono, (2008) meyebutkan bahwa alasan perusahaan

mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Melindungi

Pengungkapan dimaksud untuk melindungi perlakuan maajemen yang

mungkin kurang adil dan terbuka (unfair)

2. Tujuan Informatif

Pengungkapan di arahkan untuk menyediakan informasi yang dapat

membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai tersebut.

3. Tujuan Kebutuhan Khusus

Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan public dan

perlindungan informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada public

dibatasi den dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai.

(18)

Corporate Social Responsibility memiliki cakupan yang cukup luas.

Almilia (2011) menyebutkan bahwa CSR memiliki ruang lingkup sebagai berikut:

1. Basic Responsibility; tanggung jawab yang muncul karena keberadaan

perusahaan. Contoh: kewajiban membayar pajak, menaati hukum,

memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham.

2. Organizational Responsibility; tanggung jawab perusahaan untuk

memenuhi kepentingan stakeholder, yaitu karyawan, konsumen,

pemegang saham, dan masyarakat.

3. Social Responsibility; tanggung jawab yang menjelaskan tahapan

ketika interaksi antara bisnis dan masyarakat sehingga perusahaan

dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan.

Menurut Kumar et al, (2010) dalam Jatisena (2011), setidaknya terdapat

enam hal penting yang perlu diperhatikan dalam konsep CSR, yaitu:

1. CSR merupakan bentuk komitmen perusahaan dalam memberikan

suatu kontribusi/pelayanan kepada masyarakat.

2. CSR dilaksanakan atas dasar kesadaran perusahaan untuk

memperhatikan dampak dari aktivitas bisnis yang dilakukan terhadap

berbagai stakeholder perusahaan begitu juga sebaliknya.

3. Pelaksanaan aktivitas CSR yang memperhatikan pembangunan

ekonomi, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan alam sejalan

dengan tiga pilar sustainable development

(19)

5. CSR berusaha menetralisir dampak negatif aktivitas bisnis perusahaan

terhadap masyarakat.

6. CSR menekankan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam

aktivitas bisnis perusahaan.gan apa yang dipandang bermanfaat bagi

pemakai.

7.

f.

Corporate Social Responsibility Perbankan Syariah

Terdapat dua jenis kontrak dalam konteks lembaga keuangan islam, yaitu

kontrak eksplisit dan kontrak implisit. Kontrak eksplisit merupakan suatu kontrak

tertulis dalam hubungannya dengan pihak lain, sedangkan kontrak implisit

merupakan tanggung jawab moral perusahaan terkait dengan pemberian produk

yang berkualitas, pelayanan yang baik terhadap konsumen, lingkungan kerja yang

nyaman bagi pegawai kelestarian lingkungan, kontribusi terhadap kesejahteraan

masyarakat, dan lain sebagainya.

Dalam islam, semua kegiatan bisnis termasuk bisnis perbankan tidak akan

pernah lepas dari ikatan etika syariah. CSR dalam islam bukanlah sesuatu yang

baru, tanggung jawab sosial sangat sering disebutkan dalam Al-Qur'an. Seperti

firman Allah Q.S Al-Baraqah 205:

"dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk

melakukan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan

binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan."

Q.S. Al-a'raaf 56:

"dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)

memperbaiki dan berdo'alah kepadanya"

(20)

Ayat-ayat di atas menunjukkan kepedulian dan perhatian Islam terhadap

kelestarian lingkungan. Berbagai kegiatan manusia baik dalam bentuk bisnis

maupun non bisnis harus menjamin kelestarian lingkungan.

Selain penjagaan terhadap kelestarian lingkungan, Islam juga sangat

menganjurkan kedermawanan sosial terhadap orang-orang yang membutuhkan.

Allah berfirman dalam Q.S. Al-Tabaqun 16:

"...dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa

yang dipelihara dari kekikiran maka mereka itulah orang-orang yang

beruntung"

Terdapat beberapa prinsip dalam Islam yang menggambarkan hubungan

antara manusia dan penciptanya yang sebetulnya mempunyai keterkaitan dengan

tujuan ekonomi syariah yang mengedepankan masyarakat luas (Muchlis, 2011),

Prinsip-prinsip tersebut yaitu:

1. Prinsip Berbagi dengan Adil

Konsep ini tercermin dalam perintah zakat, infak, dan sedekah.

Prinsip ini mengajarkan bahwa dalam setiap harta yang dimiliki baik

oleh individu maupun kelompok terdapat hak orang lain. Berbagi juga

dimaknai dalam hal-hal yang bersifat non-materiil, seperti berbagi

dalam kebaikan dan amar ma'aruf nahi munkar. Implementasinya

dalam perbankan syariah adalah misalnya dengan aktivitas untuk ikut

mendukung program-program kebaikan bagi manusia dan lingkungan

ataupun ikut serta mencegah timbulnya kerusakan bumi. Terdapat pula

(21)

beberapa ayat Al-Qur'an yang memerintahkan umatnya untuk berbagi

dengan sesama, yaitu antara lain:

Q.S.Al-Baqarah:254

"hai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian rezeki yang

telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak

ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan, dan tidak ada lagi

syafaat"

Q.S.Al-Anfal:3

"yaitu orang-orang yang melaksanakan zakat dan menginfakkan

sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka."

Q.S. Al-Hajj: 4

"Orang-orang yang jika Kami berikan kedudukan di bumi, mereka

melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh

berbuatma'ruf (baik), dan mencegah dari yang munkar (jahat), dan

kepada Allah lah kembali semua urusan"

Tidak seperti konsep keadilan pada umumnya, konsep keadilan

dalm islam merupakan bagian dari iman, karakter, dan kepribadian

manusia. Selanjutnya Muchlis (2012) menjelaskan bahwa prinsip adil

dalam islam adalah tidak menzalimi dan tidak dizalimi, sedangkan

implikasinya dalam aktivitas ekonomi adalah bahwa para pelaku

ekonomi tidak dibenarkn mengejar keuntungan pribadi, seadainya hal

tersebut merusak atau merugikan pihak lain.

2. Prinsip Rahmatan Lil'alamin (Rahmat bagi Seluruh Alam)

Prinsip ini bermakna bahwa keberadaan manusia hendaknya

mampu memberikan manfaat bagi orang lain maupun lingkungan

sekitarnya. Dalam praktik perbankan syariah, prinsip ini

(22)

diimplementasikan dengan aktifitas-aktifitas bank syariah yang

memberikan kebermanfaatan bagi semua pihak baik yang terlibat

secara langsung maupun tidak. Kebermanfaatan itu dapat diwujudkan

dengan pemberian zakat, infak, sedekah, maupun berbagai pembiayaan

kepada para pengusaha. Berikut adalah firman Allah SWT yang

menjelaskan prinsip Rahmatan Lil'alamin.

Q.S. Al-Anbiya':107

"dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk

(menjadi) rahmat bagi semesta alam (rohmatan lil'alamin)"

Sebagai agama yang rahmatan lil'alamin, Islam penuh dengan

nilai-nilai persaudaraan, persatuan, cinta, dan kasih sayang sesama

manusia dan lingkungan alam sekitar. Di sini, meningkatkan

kesejahteraan stakeholder merupakan bagian dari upaya menjadi

rahmatan lil'almin dan menjadi tujuan ekonomi syria.

3. Prinsip maslahah (Kepentingan Masyarakat)

Al-Shatibi mengategorikan maslahah dalam tiga kelompok yaitu :

essential (daruriyyat), complementary (hajiyyat), dan embellishment

(tahsiniyyat). Berikut adalah gambar yang menunjukkan untur-unsur

piramida kepentingan masyarakat (maslahah)

(23)

Gambar.2.1

Piramida Kepentingan Masyarakat

Sumber: Duzuki 2007:35 yang dikutip dalam Mansur (2012)

Lapisan pertama adalah daruriyyat, hal ini menunjukkan bahwa

daruriyyat adalah prioritas utama. Daruriyyat adalah pemenuhan

kepentingan-kepentingan pokok dalam hidup yang berkaitan dengan

pencpaian tujuan syariah yaitu melindungi faith (iman), life

(kehidupan), intellect (akal), posterity (keturunan), dan wealth (harta).

Lapisan kedua adalah hajiyyat, hal ini merujuk pada kepentingan

tambahan yang apabila diabaikan akan menimbulkan kesulitan tapi

tidak sampai merusak kehidupan normal, kepentingan ini perlu

dipertimbangkan untuk mengurangi kesulitan. Lapisan ketiga adalah

tahsiniyyat. Kepentingan yang harus dipertimbangkan adalah terkait

kepentingan yang berfungsi menyempurnakan kepentingan pada

lapisan sebelumnya. Bank Syariah diharapkan menjalankan kewajiban

Tahsiniyyat

(Embellishment)

Hajiyyat

(Complementary)

Daruriyyat

(Essentionals)

(24)

tanggung jawab sosial dengan melakukan hal-hal yang dapat

membantu menyempurnakan kondisi stakeholder-nya.

Mengutamakan kepentingan masyarakat (umat) dalam bentuk

menjaga keimanan, kehidupan, keturunan, intelektual, dan

kesejahteraan merupakan tujuan ekonomi syariah, yang seharusnya

menjadi prioritas bank syariah (Muchlis (2012). Penggunaan maslahah

sangat penting dalam praktik pengungkapan tanggung jawab sosial

perbankan syariah. Klasifikasi maslahah yang digambarkan di atas

mempunyai keterkaitan yang erat dengan tujuan syariah yaitu

memastikan bahwa kepentingan masyarakat dilindungi dengan baik.

g.

Islamic Social Reporting (ISR) Index

Islamic Social Reporting (ISR) Index merupakan indeks pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting

and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions). AAOIFI

merupakan organisasi non-profit yang didirikan pada tanggal 26 Februari 1990.

Organisasi ini berfungsi untuk maintaining serta mensosialisasikan standar syariah

untuk Lembaga Keuangan Islam, para anggota, dan industri secara keseluruhan.

Para pendiri, anggota, dan otoritas pengawas menyusun standar yang dapat

diterima oleh berbagai fungsi seperti akuntansi, pemerintahan, etika, transaksi,

dan investasi.

(25)

Islamic Social Reporting Index menggunakan prinsip syariah sebagai

landasan dasarnya. Prinsip-prinsip tersebut menghasilkan aspek-aspek material,

moral, dan spiritual yang menjadi fokus utama dari pelaporan social perusahaan

(Widiawati, 2012). Widiawati (2012) menjelaskan bahwa faktor penting yang

menjadi dasar syariah dalam pembentukan Islamic Social Reporting adalah

Tauhid (keesaan Tuhan) dan tidak menyekutukan-Nya, menyerahkan segala

urusan kepada Allah dan tunduk terhadap segala perintah-Nya, meyakni bahwa

kepunyaan Allah-lah Kerajaan langit dan Bumi (Q.S Al-Baqarah: 28). Hal

tersebut mengarahkan pandangan setiap muslim untuk menerima setiap ketentuan

syariah yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadist. Islam memiliki

ketentuan-ketentuan (syariah) dalam berbagai aspek kehidupan termask kegiatan ekonomi.

Hal ini lah yang akan sangat berpengaruh pada kesejahteraan dan keadilan bagi

alam semesta dan seisinya.

Indeks ISR terdiri dari 6 tema utama yang dijelaskan ke dalam beberapa

konten. Tema-tema tersebut adalah mengenai investasi dan keuangan (I & K),

produk dan jasa (P&J), tenaga kerja (TK, sosial, lingkungan, dan tata kelola

perusahaan). Berikut adalah tema-tema yang terdapat dalam Islamic Social

Reporting (ISR) Index beserta pe njelasannya.

Tabel 2.1

Tema dan Konten

Islamic Social Reporting Index

Tema

Konten

(26)

yang gagal bayar

Produk dan jasa

Pengungkapan meliputi komplain atau keluhan masalah

terhadap produk dan jasa organisasi serta

pengungkapan terkait kepuasan pelanggan

Tenaga kerja

Penungkapan meliputi karakteristik pekerjaan,

pelatihan, dan pengembangan karir, persamaan

kesempatan lingkungan kerja, keterlibatan tenaga kerja,

keselamatan kerja, dan kesempatan beribadah di

organisasi.

Sosial

Pengungkapan meliputi aktivitas sosial dan amal

organisasi

Lingkungaan

Pengungkapan terkait dengan aktivitas konservasi

lingkungan dan manajemen ligkungan oleh organisasi.

Tata kelola organisasi

Pengngkapan terkait dengan profit dan strategi, struktur

kepemilikan saham, dan transaksi haram.

Sumber: Fitria dan Hartanti (2010) dalam Khabibah (2012)

Tema-Tema di atas kemudian dijabarkan menjadi 43 item pengungkapan.

Berikut ini adalah item-item pengungkapan yang terdapat dalam Islamic Social

Reporting Index.

Tabel 2.2

Item pengungkapan

Islamic Social Reporting Index

A. Investasi dan Keuangan

1. Riba

2. Gharar

3. Zakat

a. Metode yang digunakan

b. Jumlah zakat

c. Penerima zakat

4. Kebijakan terhadap gagal bayar

5. Current Value Balance Sheet (CVBS)

6. Value Added Statement (VAS)

B. Produk dan Jasa

(27)

8. Status halal pada produk

9. Kualitas dan Keamanan produk

10. Pengaduan pelanggan

C. Tenaga Kerja

11. Sifat pekerjaan

a. Jam kerja

b. Hari libur

c. Manfaat lain

12. Pendidikan dan Pelatihan/Pengembangan SDM

13. Kesamaan kesempatan

14. Keterlibatan karyawan

15. Kesehatan dan keselamatan kerja

16. Lingkungan kerja

17. Kebijakan terhadap pegawai khusus (kelompok khusus, misal:cacat,

mantan narapidana, mantan pecandu narkoba)

18. Pejabat perusahaan melakukan ibadah berjamaah dengan pegawai tingkat

bawah.

19. Karyawan muslim diijinkan melakukan sholat pada waktu tertentu dan

berpuasa selama bulan Ramadhan.

20. Tempat ibadah bagi karyawan

D. Sosial

21. Sedekah

22. Wakaf

23. Dana kebajikan

24. Sukarelawan dari karyawan

25. Pendidikan (Beasiswa)

26. Program magang

27. Program pengembangan generasi muda

28. Masyarakat kurang mampu

29. Program peduli anak

30. Aktivitas amal

31. Dukungan terhadap kesehatan masyarakat/olahraga/kebudayaan

E. Lingkungan

32. Konservasi lingkungan

33. Satwa liar yang terancam punah

34. Polusi lingkungan

(28)

35. Pendidikan lingkungan

36. Proses produksi yang ramah lingkungan

37. Audit lingkungan

38. Sistem manajemen lingkungan

F. Tata Kelola Organisasi

39. Kepatuhan terhadap aturan syariah

40. Struktur kepemilikan (Jumlah pemegang saham dari kalangan non muslim

dan kalangan lainnya)

41. Struktur dewan komisaris muslim dan non muslim

42. Aktivitas terlarang

a. Praktik monopoli

b. Penimbunan barang

c. Manipulasi harga

d. Praktik kecurangan bisnis

e. Perjudian

43. Kebijakan anti korupsi

Sumber: Othman et al (2009)

h.

Maqashid Syariah

Secara etimologi maqashid al-syari‟ah terdiri dari dua kata, yakni

maqashid dan syariah. Maqashid adalah bentuk jamak dari maqshud yang berarti

kesengajaan, atau tujuan. Adapun syariah artinya jalan menuju air, atau bisa

dikatakan dengan jalan menuju ke arah sumber kehidupan. Adapun secara

terminologi, beberapa pengertian tentang maqashid syariah yang dikemukakan

oleh beberapa ulama terdahulu antara lain :

1. Al-Imam al-Ghazali dalam Fauzia (2014:41)

“Penjagaan terhadap maksud dan tujuan syari‟ah adalah upaya mendasar

untuk bertahan hidup, menahan faktor-faktor kerusakan dan mendorong

terjadinya kesejahteraan”.

(29)

2. Ahmad al-Raisuni (1992 : 3)

“Maqashid al-Syari‟ah merupakan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh

syari‟ah untuk dicapai demi kemaslahatan manusia”

3. Abdul Wahab Khallaf (1978 : 197)

“Tujuan umum ketika Allah menetapkan hukum-hukum-Nya adalah untuk

mewujudkan kemaslahatan manusia dengan terpenuhinya kebutuhan yang

dlaruriyah, hajiyah dan tahsiniyah.”

4. Al-Imam al-Syathibi (2004 : 221)

Kematangan konsep maqashid syariah mencapai puncaknya di tangan

al-Syathibi. Menurut Syathibi sesungguhnya syari’ah bertujuan untuk

mewujudkan kemaslahatan manusia sebagai hamba Allah di dunia dan akhirat.

Maka dari itu, ketika hamba-Nya dibebani kewajiban (al-taklif), tak lain untuk

merealisasikan kemaslahatan. Sehingga dalam pandangannya, tidak ada satu

hukum pun yang tidak mempunyai suatu tujuan. Masih menurut Syathibi,

kemaslahatan dapat diwujudkan apabila terpeliharanya lima unsur, yaitu :

agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam rangka untuk mewujudkan

kelima unsur pokok tersebut, Syathibi membagi maqashid syariah menjadi

tiga tingkatan yaitu maqashid al-dlaruriyat, maqashid al-hajiyat, dan maqashid

al-tahsiniyat. Penjagaan terhadap lima unsur di atas bias ditempuh denga dua

cara : 1) Dari segi ada (min nahiyah alwujud), yaitu dengan cara menjaga dan

memelihara hal-hal yang dapat melanggengkan keberadaan lima unsur

tersebut. 2) Dari segi tidak ada (min nahiyah al-adam) yaitu dengan cara

mencegah halhal yang menyebabkan ketiadaan lima unsur tersebut.

(30)

Dengan demikian, maqashid al-syariah dapat diartikan sebagai tujuan Allah

sebagai shari‟ dalam menetapkan hukum yang terintegrasi terhadap hambanya.

Inti dari maqashid al-syariah adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus

menghindarkan keburukan atau menarik manfaat (maslahah).

i.

Index Maqashid Syariah (IMS)

Index Maqashid Syariah adalah model pengukuran kinerja perbankan

syariah yang sesuai dengan tujuan dan karakteristik perbankan syariah. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan konsep tujuan syariah berdasarkan Zahrah

(1997) sebagaimana beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya. Berdasarkan

3 tujuan syariah yang ditetapkan oleh Zahrah (1997) dalam penelitiannya, maka

secara spesifik perbankan syariah memiliki 3 tujuan utama yang harus dicapai

sebagai berikut:

1. Tahzib al-Fard/Education Individual (Pendidikan Individu)

Tujuan pertama mengungkapkan tentang bagaimana seharusnya

perbankan syariah menyebarkan pengetahuan dan kemampuan serta

menanamkan nilai-nilai yang menunjang pembangunan ruhaniyah.

2. Iqamah al-„Adl/Estabilishing Justice (Perwujudan Keadilan)

Tujuan kedua yaitu perbankan syariah harus meyakinkan bahwa setiap

transaksi dalam aktivitas bisnis dilakukan secara adil termasuk produk,

harga, ketentuan dan kondisi kontrak. Selain itu perbankan syariah

juga harus meyakinkan bahwa setiap bisnis perbankan bebas dari

(31)

elemen-elemen negatif yang dapat menciptakan ketidakadilan seperti

riba, kecurangan, dan korupsi.

3. Jalb al-Maslahah/Public Interest (Kepentingan Masyarakat)

Tujuan ketiga yaitu perbankan syariah harus membuat prioritas

mengenai aktivitas bisnisnya mana yang memberikan manfaat yang

lebih besar bagi masyarakat. Tujuan ini termasuk aktivitas yang

mencakup kebutuhan dasar masyarakat seperti investasi di

sektor-sektor vital, pembiayaan rumah, dan sebagainya.

Index Maqashid Syariah (IMS) dikembangkan berdasarkan tiga faktor

utama yaitu pendidikan individu, penciptaan keadilan, dan pencapaian

kesejahteraan. Konsep ini merupakan adaptasi dari konsep yang dikemukakan

oleh Zahrah (1997) dalam Mohammed et al (2008).

Faktor pertama yaitu pendidikan individu menyatakan bahwa kinerja

perbankan dinilai dari bagaimana perbankan syariah mampu merancang program

pendidikan dan pelatihan baik bagi karyawan dengan nilai-nilai moral, sehingga

terdapat peningkatan pada kemampuan dan keahlian para karyawan. Pada faktor

pertama, terdapat 4 indikator kerja yaitu biaya hibah pendidikan, biaya penelitian

dan pengembangan, biaya pelatihan karyawan, serta biaya publisitas.

Faktor kedua yaitu keadilan. Faktor penilaian kinerja kedua didasarkan

pada tujuan perbankan syariah untuk dapat memastikan kejujuran dan keadilan

dalam semua transaksi dan kegiatan usaha yang tercakup dalam produk, serta

memastikan bahwa seluruh aktivitas perbankan syariah merupakan free interest.

(32)

Faktor ketiga yaitu pencapaian kesejahteraan yaitu perbankan syariah

harus mengembangkan proyek-proyek investasi dan pelayanan sosial untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

j.

Model pengukuran kinerja

Index Maqashid Syariah

Tabel 2.3

Model pengukuran kinerja

Maqashid Syari’ah

Tujuan

Syariah

Dimensi (D)

Elemen (E)

Rasio Kinerja

1.Tahzib Al-

Fard

(Educating

Individual)

D1. Advancement

of Knowledge

E1. Education

Grant

R1. Education

Grant/Total Expense

E2. Research

R2. Research

Expense/ Total

Expense

D2. Instilling New

Skill and

Improvement

E3. Training

R3. Training

Expense/Total

Expense

D3. Creating

Awareness of

Islamic Banking

E4. Publicity

R4. Publicity

Expense/Total

Expense

2.Iqamah

Al-„Adl

(Estabilishin

g Justice)

D4. Fair Returns

E5. Fair

Return

R5. Profit

Equalization Reserves

(PER) / Net or

Investment Income

D5. Cheap

Products &

Services

E6. Functional

Distribution

R6. Mudharabah and

Musyarakah

Modes/Total

Investment Mode

D6. Elimination of

Injustices

E7. Interest

Free Product

R7. Interest Free

Income/Total Income

3.Jalb al

D7. Profitability of E8. Profit

R8. Net Income/Total

(33)

Maslahah

(Public

Interest)

Bank

Ratios

Asset

D8. Redistribution

of Income and

Wealth

E9. Personal

Income

R9. Zakah Paid/ Net

Income

D9. Investment in

Real Sector

E10.

Investment

Ratios in Real

Sector

R10. Investment in

Real Economic

Sectors/ Total

Investment

Kesepuluh rasio kinerja di atas dipilih berdasarkan kriteria-kriteria berikut

ini :

1. Diskusi mengenai tujuan-tujuan perbankan syariah, dimensidimensi

serta elemen-elemen diidentifikasikan dari tujuantujuan tersebut.

2. Penelitian sebelumnya yang sejenis menggunakan rasio-rasio yang

sama untuk mengukur kinerja perbankan syariah dan perbankan

Konvensional.

3. Kemudahan dalam sumber data (Laporan Keuangan) dan metode riset

(multi attribute decision making)

4. Kemungkinan mengukur implementasi konsep maqashid syariah lebih

akurat dengan menggunakan rasio-rasio ini.

Penjelasan dari variabel-variabel Index Maqashid Syariah pada tabel 2.2 di

atas adalah sebagai berikut :

1. (D1) Advancement Knowledge

Bank Syariah ditutut untuk ikut berperan serta dalam mengembangkan

pengetahuan tidak hanya untuk pegawainya tetapi juga untuk

(34)

masyarakat banyak. Peran ini dapat diukur melalui elemen seberapa

besar bank syariah memberikan beasiswa pendidikan (E1. Education

Grant) dan melakukan penelitian dan pengembangan (E2. Research).

Rasio pegukurannya dapat diukur melalui seberapa besar dana

beasiswa terhadap total biayanya (R1. Education Grant/Total Expense)

dan rasio biaya penelitian terhadap total biayanya (R2. Research

Expense/Total Expense). Semakin besar dana beasiswanya dan biaya

penelitian yang dikeluarkan bank syariah, menunjukaqn bahwa bank

syariah peduli tehadap pengembangan ilmu pengetahuan.

2. (D2) Instilling New Skill and Improvement

Bank syariah memiliki kewajiban untuk meningkatkan skill dan

pengetahuan pegawainya, hal ini dapat diukur dengan seberapa besar

perhatian bank syariah terhadap pelatihan dan pendidikan bagi

pegawainya. (E3.Training). Rasio pengukurannya dapat diukur melalui

seberapa besar biaya pelatihan terhadap total biayanya (R3. Training

Expense/Total expense). Semakin besar rasio biaya training yang

dikeluarkan oleh bank syariah artinya semakin besar perhatian bank

terhadap pengemc.

3. (D3) Creating Awareness of Islamic Banking

Peran bank syariah dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat

khususnya tentang perbankan syariah adalah dengan melakukan

sosialisasi dan publikasi perbankan syariah dalam bentuk informasi

(35)

produk bank syariah, operasional dan sistem ekonomi syariah. (E4.

Publicity) Hal ini dapat diukur melalui seberapa besar biaya publikasi

atau promosi yang dikeluarkan bank terhadap total biaya yang

dikeluarkannya (R4. Publicity Expense/ Total expense). Semakin besar

promosi dan publisitas yang dilakukan bank syariah akan berdampak

pada peningkatan kesadaran masyarakat terhadap perbankan

syariah.bangan sumber daya insaninya.

4. (D4) Fair Returns

Bank syariah dituntut untuk dapat melakukan transaksi secara adil

yang tidak merugikan nasabahnya. Salah satu yang dapat dilakukan

adalah dengan memberikan hasil yang adil dan setara (Fair return).

Ukuran yang digunakan adalah rasio profit equalization reserve (PER)

bank syariah. Untuk kasus bank syariah di Indonesia, PER belum

diterapkan secara penuh dan belum ada bank syariah yang melaporkan

tingkat PER dalam laporan tahunannya. Hal ini tentunya berbeda

dengan perbankan syariah di Malaysia yang telah menggunakan PER

tersebut. oleh karena itu, rasio PER (R5. Profit Equalization Reserves

(PER)/ Net or Investment income) tidak dapat digunakan karena belum

adanya data terkait dengan hal tersebut.

5. (D5) Cheap Products and Services

Elemen pengukuran yang dilakukan adalah E6. Functional distribution

dengan rasio kinerja pengukuran (R6. Mudharabah or Musyarakah

(36)

Modes / Total Investment Mode), berapa besar pembiayaan dengan

skim bagi hasil mudharabah dan musyarakah terhadap seluruh model

pembiayaan yang diberikan bank syariah. Semakin tinggi model

pembiayaan bank syariah menggunakan mudharabah dan musyarakah

menunjukkan bahwa Bank syariah meningkatkan fungsinya untuk

mewujudkan keadilan sosio ekonomi melalui transaksi bagi hasil.

6. (D6) Elimination of Injustices

Riba (suku bunga) merupakan salah satu instrumen yang dilarang

dalam sistem perbankan dan keuangan syariah. Hal ini disebabkan riba

memberikan dampak buruk terhadap perekonomian dan menyebabkan

ketidakadilan dalam transaksi ekonomi. Riba memberikan kesempatan

yang luas kepada golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan

miskin. Bank syariah dituntut untuk menjalankan aktivitas perbankan

khususnya investasi yang dilakukan terbebas dari riba. Semakin tinggi

rasio investasi yang bebas riba terhadap total investasinya, akan

berdampak positif terhadap berkurangnya kesenjangan pendapatan dan

kekayaan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dapat diukur

melalui rasio Interest free income terhadap total income.

7. (D7) Profitability of Bank

Semakin besar keuntungan yang diperoleh bank syariah maka akan

berdampak pada peningkatan kesejahteraan tidak hanya pemilik dan

pegawai bank syariah tetapi dapat berdampak pada semua stakeholder

(37)

perbankan syariah. Hal ini dapat terlihat dari rasio profitabilitas bank

syariah dan dapat diukur melalui seberapa besar net profit terhadap

total asset bank syariah.

8. (D8) Redistribution of Income & Wealth

Salah satu peran penting keberadaan bank syariah adalah untuk

mendistribusikan kekayaan kepada semua golongan. Peran ini dapat

dilakukan bank syariah melalui pendistribusian dana zakat yang

dikeluarkan oleh bank syariah. Peran ini dapat diukur melalui seberapa

besar rasio zakat yang dibayar bank syariah terhadap net income bank

syariah tersebut.

9. (D9) Investment in Real Sector

Keberadaan bank syariah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan

sektor riil yang selama ini tidak seimbang dengan sektor keuangan.

Prinsip dan akad-akad bank syariah dinilai lebih sesuai dalam

pengembangan sector rill, sehinggga tingkat pembiayaan bank syariah

diharapkan lebih banyak pada sektor riil tersebut seperti sector

pertanian, pertambangan, konstruksi, manufaktur dan usaha mikro.

Salah satu cara pengukuran yang dilakukan untuk melihat hal ini

adalah dengan melihat seberapa besar pembiayaan bank syariah

terhadap sektor riil dibandingkan

dengan total pembiayaan bank tersebut (R10. Investment in Real

Economic Sectors / total Investment). Semakin tinggi pembiayaan

(38)

yang disalurkan ke sektor riil yang dilakukan perbankan syariah akan

mendorong terjadinya pengembangan ekonomi sektor ril yang akan

memberikan kemaslahatan kepada seluruh lapisan masyarakat.

k. Verifikasi dan pembobotan model pengukuran

Index Maqashid Syariah

Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari pengukuran di atas, maka

dilakukan verifikasi dari model dan pembobotan pada setiap konsep dan elemen

pengukuran melalui wawancara dengan 16 pakar syariah di Asia dan Timur

Tengah (pembobotan tersebut berdasarkan hasil penelitian dari Mustafa Omar

Muhammed, sebagaimana terdapat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.4

Bobot rata-rata tujuan dan elemen pengukuran

Maqashid Syariah

Tujuan Syariah

Bobot

(Weighting)

Rata-rata

(100 %)

Elemen (E)

Bobo

(Weighting)

Rata-rata

(100 %)

1. Tahzib Al-Fard

(Education

Individual)

30

E1. Education Grant

24

E2. Research

27

E3. Training

26

E4. Publicity

23

Total

100

2. Iqamah Al-„Adl

(Estabilishing

Justice)

41

E5. Fair Returns

30

E6. Functional Distribution

32

E7. Interest Free Product

38

Total

100

3. Jalb Al Maslahah

(39)

E10. Investment Ratios in

Real Sector

37

Total

100

Total

100

l.

Tahapan Pengukuran Kinerja Index

Maqashid Syariah

Ada tiga tahap yang akan dilakukan untuk mengukur kinerja maqashid

syariah bank syariah, yaitu :

1. Menilai setiap rasio kinerja maqashid syari’ah yang terdiri dari 10 rasio

kinerja yaitu:

a. Education Grant/Total Expense (R11)

b. Research expense/Total Expense (R21)

c. Training expense/Total Expense (R31)

d. Publicity expense/ Total Expense (R41)

e. Profit Equalization Reserves (PER) / Net or Investment Income (R12)

f. Mudharabah and Musyarakah Modes/ Total Investment Mode (R22)

g. Interest Free Income/Total Income (R32)

h. Net Income/ Total Asset (R13)

i. Zakah paid / Net Asset (R23)

j. Investment in Real Economic Sectors / Total Investment (R33)

2. Menentukan peringkat dari bank syariah berdasarkan Indikator Kinerja (IK).

Proses menentukan peringkat dari setiap bank syariah dilakukan melalui

Indikator Kinerja (IK) setiap bank syariah. Proses tersebut menggunakan

(40)

simple additive weighting method (SAW) dengan cara pembobotan, agregat

dan prose menentukan peringkat (weighting, aggregating and ranking

processes). SAW merupakan metode multiple atribute decision making

(MADM) yang dilakukan sebagai berikut:

a. Pengambil keputusan (decision maker) mengidentifikasi setiap nilai atribut

dan nilai intraatribut. Dalam penelitian ini yang menjadi atribut adalah tiga

tujuan maqashid syariah dan intra-atribut adalah 10 elemen dan 10

indikator kinerja (rasio) sebagaimana pada tabel sebelumnya (tabel 2.2).

b. Para pembuat keputusan menentukan bobot setiap atribut dan intra–atribut.

Bobot dari 3 tujuan maqashid syariah dan 10 elemen (intra-atribut) telah

diberikan bobot oleh pakar syariah sebagaimana pada tabel 3.3 di atas.

Evaluasi dari 10 rasio kinerja diperoleh dari laporan tahunan 11 bank

syariah yang menjadi objek penelitian periode 2011 – 2014.

c. Kemudian akan diperoleh skor total untuk setiap bank dengan cara

mengalikan setiap rasio skala setiap atribut. Secara matematis, proses

menentukan Indikator kinerja dan tingkat index maqashid syariah tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Tujuan pertama yaitu Tahzib al-Fard (Mendidik Individu) Indikator

Kinerja (IK) untuk Tujuan 1 (T1) adalah sebagai berikut:

IK (T1) = IK

11

+ IK

21

+ IK

31

+ IK

41

Dimana :

(41)

IK

21

= W

11

x E

21

x R

21

IK

31

= W

11

x E

31

x R

31

IK

41

= W

11

x E

41

x R

41

Atau;

W

11

(E

11

x R

11

+ x E

21

x R

21

+ x E

31

x R

31

+ x E

41

x R

41

)

Dimana;

T1 = Tujuan pertama dari maqashid syari’ah (Tahzib al Fardi)

W

11

= Bobot rata-rata untuk tujuan pertama (Tahzib al Fardi)

E

11

= Bobot rata-rata untuk elemen pertama tujuan 1 (E1.Education

Grant)

E

21

= Bobot rata-rata untuk elemen kedua tujuan 1 (E2.Research)

E

31

= Bobot rata-rata untuk elemen ketiga tujuan 1 (E3.Training)

E

41

= Bobot rata-rata untuk elemen ke empat tujuan 1 (E4.Publicity)

R

11

= Rasio kinerja untuk elemen pertama tujuan 1

R

21

= Rasio kinerja untuk elemen kedua tujuan 1

R

31

= Rasio kinerja untuk elemen ketiga tujuan 1

R

41

= Rasio kinerja untuk elemen ke empat tujuan 1

2) Tujuan kedua (T2) yaitu Iqamah al- Adl (Menegakkan Keadilan).

Indikator Kinerja (IK) untuk Tujuan 2 adalah sebagai berikut:

(42)

IK (T2) = IK

12

+ IK

22

+ IK

32

Dimana :

IK

12

= W

22

x E

12

x R

12

IK

22

= W

22

x E

22

x R

22

IK

32

= W

22

x E

32

x R

32

atau; W

22

( E

12

x R

12

+ E

22

x R

32

+ E

32

x R

32

)

3) Jalb al Maslahah (Kemaslahatan umum) = Tujuan 3 (T3) Indikator

Kinerja (IK) untuk Tujuan 3 sebagai berikut:

IK (T3) = IK

13

+ IK

23

+ IK

33

Dimana :

IK

13

= W

33

x E

13

x R

13

IK

23

= W

33

x E

23

x R

23

IK

33

= W

33

x E

33

x R

33

atau; W

33

( E

13

x R

13

+ E

23

x R

23

+ E

33

x R

33

)

3. Menentukan Index Maqashid Syariah (IMS)

Index Maqashid Syariah (IMS) untuk setiap bank syariah merupakan total

semua kinerja indikator dari 3 tujuan maqashid syariah. Sehingga IMS setiap

bank syariah dapat dirumuskan sebagai berikut:

(43)

Dengan kata lain IMS untuk setiap bank syariah adalah jumlah total dari

indikator kinerja maqashid syari’ah tujuan 1, tujuan 2 dan tujuan 3.

m.

Corporate Financial Performance Perbankan Syariah

Kinerja keuangan adalah analisis keuangan yang pada dasarnya dilakukan

untuk mengevaluasi kinerja di masa lalu, dengan melakukan berbagai analisis

sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan

dan petensi-potensi yang kinerjanya akan berlanjut (Lesmana dan Surjanto, 2003).

Berikut adalah beberapa proksi yang digunakan untuk mengukur Corporate

Financial Performance (CFP) dalam penelitian ini:

1. Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang menggambarkan ingkat

keuntungan bank, dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari

kegiatan operasionalnya. Rasio NPM mengacu pada pendapatan

operasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit

yang dalam praktiknya memiliki berbagai risiko seperti risiko kredit

(kredit bermasalah dan kredit macet) Rasio ini dirumuskan sebagai

berikut:

(44)

2. Return on Asset (ROA)

Return on Asset (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan

manajemen bank dalam memperoleh keuuntungan atau laba

keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar

pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik

pula posisi bank tersebut dari pengguna asset. Menurut Endri (2008),

ROA dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas seluruh

perusahaan dan dapat mengindikasikan baik tidaknya penggunaan

seluruh asset yang tersedia oleh bank. Berdasarkan ketentuan Bank

Indonesia, ROA diformulasikan sebagai berikut :

ROA digunakan sebagai rasio dalam kinerja keuangan karena bank

Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih

mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset

yang mana sebagai besar dananya berasal dari masyarakat yang

nantinya akan kembali disalurkan ke masyarakat.

n. Dewan Pengawas Syariah

Pengertian dari Dewan Pengawas Syariah menurut Keputusan Dewan

Pimpinan MUI tentang susunan pengurus Dewan Pengawas Nasional

(DSN)-%

100

x

ncome

OperatingI

NetIncome

NPM

%

100

x

Asset

NetIncome

ROA

(45)

MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001 "DPS adalah badan yang ada di lembaga

keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di

lembaga keuangan syariah tersebut". Dewan Pengawas Syariah

diangkat dan

diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat

rekomendasi dari DSN.

Adapun fungsi DPS menurut Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang

susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001:

1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan

syari'ah yang berada di bawah pengawasannya.

2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah

kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan

Syari'ah Nasional (DSN)

3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan

syari'ah yang diawasi kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam

satu anggaran.

4. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan

pembahasan- pembahasan DSN.

Berikut adalah struktur pada Lembaga Keuangan Syariah:

1. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi

komisaris sebagai pengawas direksi.

2. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja

manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen

Gambar

Tabel 2.5  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat pengguna ingin melakukan pencarian ayat yang berkaitan dengan sains dan teknologi, pengguna hanya perlu membuka aplikasi indeks sains dan teknologi dalam al-

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Deskripsi Literasi Sains Siswa dalam Implementasi Pembelajaran IPA Terpadu Model Connected.... Pembelajaran IPA di SMP Saat

PENERAPAN PAKEM MELALUI STRATEGI MASTER UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Informasi keagamaan yang terdapat dalam naskah ini adalah tentang perkawinan Islam menurut Imam Syafii.. Peraturan perkawinan yang dibahas dalam penelitian ini akan

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman