• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Asto Adi Sugiharjanto

Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Sahid Surakarta Email : astoadia@yahoo.com

ABSTRAK

Artikel membahas perubahan desain komunikasi visual. Reformasi adalah suatu masa dimana setelah terjadi peristiwa lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Reformasi merupakan suatu upaya membuat perubahan yang mendasar untuk perbaikan di semua bidang, baik sosial, politik, ekonomi dan budaya di suatu masyarakat atau negara. Pada hakikatnya perubahan tersebut sebenarnya dapat dimaknai lebih dari sekedar dari lama ke baru.

Kata kunci: Perubahan, Desain, Komunikasi Visual.

ABSTRACT

The article discusses the changes in visual communication design. The Reformation was a time when after the events of the fall of Soeharto as President of the Republic of Indonesia. Reform is an attempt to make a fundamental change for improvement in all areas, whether social, political, economic and cultural in a society or country. In essence, such changes can actually be interpreted more than just from the old to the new.

(2)

A. PENDAHULUAN

Haminte atau Kotapraja Surakarta merupakan pemerintah kota pertama yang dibentuk Pemerintah Republik Indonesia. Bahkan pembentukan Kota Surakarta mendahului lahirnya UU No. 22/1948 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan sejarah hukumnya, Walikota Surakarta merupakan walikota istimewa. Sebab posisi walikota tidak ada di bawah Residen Surakarta maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah seperti sekarang ini.1 Apabila kita kilas balik kota Solo pada awalnya adalah kota tepian sungai yang berisi masyarakat yang multi-etnis, baik masyarakat Eropa, Asia, Afrika, Timur Tengah maupun Nusantara dan pribumi sendiri.2 Bengawan Solo adalah urat nadi kehidupan masyarakat di pedalaman Jawa sejak Dinasti Syailendra [abad X] hingga zaman Mataram [abad XIX], namun pada abad XV masyarakat asing sudah banyak yang berada di pesisir Jawa untuk mengadakan perdagangan. Selanjutnya, pada abad XVI masyarakat asing itu mulai memasuki pedalaman Jawa yang melalui Bengawan Solo. Oleh karena itu pada abad XVII-XVIII masyarakat asing [Belanda Cina dan Arab] sudah mulai ada yang bermukim di pedalaman Jawa, terutama di Kota Solo.3

Reformasi adalah suatu masa dimana setelah terjadi peristiwa lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Reformasi merupakan suatu upaya membuat perubahan yang mendasar untuk perbaikan di semua bidang, baik sosial, politik, ekonomi dan budaya di suatu masyarakat atau negara. Namun yang terjadi, perubahan yang diharapkan tidaklah semudah yang dibayangkan. Sering kita saksikan berbagai kejadian, berbagai benturan baik pemikiran serta kesalah pahaman dalam perdebatan publik dan secara langsung dilansir di media televisi, yang semula terkesan bersemangat serta menggebu-gebu namun kemudian berakhir dengan status-quo, sungguh sangat membosankan, tidak jelas dan tidak menemukan titik temu yang memberikan suatu kepastian.

Kesemuanya ini apabila dicermati muaranya adalah terjadi suatu perubahan yang ada dalam diri anak bangsa. Banyak kalangan yang memaknai bahwa perubahan itu sekedar pergantian dari rezim Orde-Baru ke rezim Orde-Reformasi, atau bahkan semata-mata bentuk pergantian penguasa dari yang lama ke baru. Pada hakikatnya perubahan tersebut sebenarnya dapat dimaknai lebih dari sekedar dari lama ke baru. Oleh karena itu perubahan yang ada janganlah ditanggapi dengan sepele dan hanya sepintas lalu, harus dihayati dengan sungguh-sungguh secara konseptual, secara hakiki, secara ilmiah dan terutama secara open mind. Pandangan seseorang terhadap diri dan lingkungannya akan mempengaruhi dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif) dan bertingkah laku (konatif). Bisa dikatakan paradigma berpikir anak bangsa saat ini juga mengalami perubahan, sedangkan paradigma dapat diartikan seperangkat asumsi, nilai dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunikasi yang sama. Sehingga paradigma sendiri juga menuntut perubahan mindset, agar dapat memahami dengan benar duduk persoalan suatu gejala atau kejadian serta kecenderungan perkembangan.(Iman Sunario, Perubahan Paradigma, Jurnal YSBN: Edisi 33 Desember 2012).

1“ Hilangnya Haminte Kota Surakarta”, Harian Solopos, Surakarta,1 November 2012.

2

Qomarudin, “ Membangun Ekonomi Kreatif Kota Solo Melalui Potensi Historisnya Sebagai Bekas Kota

Pelabuhan Internasional Kuno”. Makalah Seminar Solo Creative City, 2012.

3

(3)

B. SURAKARTA DAN PERUBAHANNYA

Sementara itu menurut naskah-naskah Jawa [Babad Sala, Babad Tanah Djawi, Babad Mataram], untuk masyarakat Nusantara [Madura, Bali, Sumatra, Borneo, Sunda] kebanyakan bermukim di kanan-kiri sungai yang ada di Kota Solo, yaitu Kali Pepe, Kali Jenes, Kali Wingko, dan Bengawan Solo. Jadi, Kota Solo pada awalnya adalah kota tepian sungai yang berisi masyarakat multi-etnis, baik masyarakat Eropa, Asia, Afrika, Timur Tengah maupun Nusantara dan pribumi sendiri. Masyarakat Jawa pada umumnya bermukim secara mengelompok di rumah-rumah pangeran Jawa [magersari], selain bermukim di perkampungan-perkampungan dekat lahan-lahan pertanian raja [negaragung]. Jadi berdasarkan uraian di atas, Kota Solo adalah kota internasional kuno, yang bertipe tepian sungai, atau bisa kisebut sebagai kota pelabuhan internasional kuno. Kota Solo menjadi ajang pertemuan dari berbagai etnis, yang harus bisa memunculkan berbagai kreatifitas.

Dalam perjalanan waktu, Kota Solo begitu banyak terjadi suatu tragedi atau kejadian-kejadian yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan Kota Solo sampai saat ini. Orang-orang Tionghoa diperkirakan sudah ada di Surakarta pada tahun 1746, tidak lama setelah kota itu dijadikan Ibu kota Kerajaan Mataram oleh Pakubuwana II.4 Dalam perkembangannya, masyarakat Tionghoa di Kota Surakarta memang secara realitas juga mempunyai peran yang cukup penting dalam berbagai bidang baik perekonomian, sosial, dan budaya. Pada awalnya tempat tinggal orang Tionghoa di Surakarta dilokalisasi di Kampung Balong, suatu kampung [pecinan] yang dibangun sejak zaman Kompeni dan berlanjut pada masa kolonial. Antara tahun 1904 hingga 1910, atas desakan organisasi atau gerakan nasionalis di kalangan orang-orang Tionghoa di Indonesia, maka pada tahun 1911 pemerintah kolonial mengabulkan tuntutan untuk menghapuskan wijkenstelsel dan passenstelsel, sehingga pemukiman Tionghoa tidak lagi mengelompok pada suatu tempat atau lokasi tertentu, tetapi menyebar ke tempat atau lokasi lain.5

Dalam perkembangan waktu peran orang Tionghoa cukup besar, misal dalam bidang penerbitan sejak tahun 1905 orang Tionghoa mulai bergerak dalam perusahaan penerbitan surat kabar. Pada tahun 1907 sudah terdapat 5 perusahaan penerbitan, dan menjadi 15 pada tahun 1911. Pada tahun 1909 di Surakarta terbit 4 surat kabar, 3 di antaranya adalah milik orang Tionghoa.6 Dengan berlakunya pasar bebas saat pemerintahan Orde Baru [1966-1998] yang menganut sistem ekonomi terbuka, sekaligus mengakhiri perlindungan terhadap pengusaha pribumi. Hal ini berdampak semakin kuatnya posisi ekonomi orang-orang Tionghoa di Surakarta sehingga bagaimanapun juga sangat berpengaruh terhadap hubungan sosial antara orang Tionghoa dengan masyarakat pribumi. Dengan adanya jurang yang semakin menganga, serta gesekan-gesekan yang menyebab-kan menambah suhu semakin panas kejadian demi kejadian terjadi. Selanjutnya konflik antara Jawa-Tionghoa itu seperti bom waktu, yang sewaktu-waktu bisa meledak menjadi kerusuhan rasial meskipun faktor pemicunya yang relatif kecil. Selama abad ke-20, terjadi beberapa kali kerusuhan anti

4

Periksa Rustopo, Menjadi Jawa, Orang-Orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, 1895-1990, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007), hlm. 62.

5

Periksa Rustopo, hal. 63.

6

(4)

Tionghoa, yaitu pada dasawarsa kedua abad ke-20, pada tahun 1960-an, pada tahun 1970-an, pada tahun 1980-an, dan pada tahun 1990-an.7 Setelah Kota Surakarta mengalami masa damai dari gejolak-gejolak pertentangan selama 18 tahun, namun muncul lagi gejolak pada tahun1998 timbul lagi kerusuhan anti Tionghoa yang lebih besar pada Mei 1998 yang merupakan bagian dari rentetan peristiwa yang menasional, yang diawali dari aksi-aksi demonstrasi mahasiswa di kota-kota besar untuk menumbangkan Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden RI.8

Reformasi adalah suatu masa dimana setelah terjadi peristiwa lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Reformasi merupakan suatu upaya membuat perubahan yang mendasar untuk perbaikan di semua bidang, baik sosial, politik, ekonomi dan budaya di suatu masyarakat atau negara. Namun yang terjadi, perubahan yang diharapkan tidaklah semudah yang dibayangkan. Sering kita saksikan berbagai kejadian, berbagai benturan baik pemikiran serta kesalah pahaman dalam perdebatan publik dan secara langsung dilansir di media televisi, yang semula terkesan bersemangat serta menggebu-gebu namun kemudian berakhir dengan status-quo, sungguh sangat mebosankan, tidak jelas dan tidak menemukan titik temu yang memberikan suatu kepastian. Kesemuanya ini apabila dicermati muaranya adalah terjadi suatu perubahan yang ada dalam diri anak bangsa. Banyak kalangan yang memaknai bahwa perubahan itu sekedar pergantian dari rezim Orde-Baru ke rezim Orde-Reformasi, atau bahkan semata-mata bentuk pergantian penguasa dari yang lama ke baru. Pada hakikatnya perubahan tersebut sebenarnya dapat dimaknai lebih dari sekedar dari lama ke baru. Oleh karena itu perubahan yang ada janganlah ditanggapi dengan sepele dan hanya sepintas lalu, harus dihayati dengan sungguh-sungguh secara konseptual, secara hakiki, secara ilmiah dan terutama secara open mind. Pandangan seseorang terhadap diri dan lingkungannya akan mempengaruhi dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif) dan bertingkah laku (konatif). Bisa dikatakan paradigma berpikir anak bangsa saat ini juga mengalami perubahan, sedangkan paradigma dapat diartikan seperangkat asumsi, nilai dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunikasi yang sama. Sehingga paradigma sendiri juga menuntut perubahan mindset, agar dapat memahami dengan benar duduk persoalan suatu gejala atau kejadian serta kecenderungan perkembangan.(Iman Sunario, Perubahan Paradigma, Jurnal YSBN: Edisi 33 Des. 2012).

(5)

ada sehingga pada ujung-ujungnya terjadi kemacetan atau kebekuan dari pengetahuan itu. Hal inilah yang memunculkan keinginan penulis untuk mengisi atau menjalankan kemacetan serta mencairkan kebekuan dari pengetahuan tersebut. Pengetahuan membeku ketika tak ada orang yang mentranslasinya ke dalam ekspresi (desain, karya, sistem), dan kemudian memanifestasikan menjadi artifak (produk, teknologi, barang). (Yasraf Amir Piliang, Tranformasi Budaya Bangsa Masa depan Budaya Sains dan Teknologi, Jurnal YSBN: Edisi 31 Oktober 2012, hlm. 9).

C. PERUBAHAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI SURAKARTA SEIRING

WAKTU

Kata pertama yang terkadang sering kita dengar adalah “wah iklane bagus ya”, sebenarnya iklan merupakan salah satu hasil karya dari seorang desainer grafis/ desain komunikasi visual.

Seorang pakar pemasaran bernama Warren J. Keegan dalam bukunya “Global Marketing

Management” ketika berbicara tentang promosi, mengutip pernyataan Steward Henderson Britt “ Melakukan bisnis tanpa mengiklankan sama seperti melambai kepada gadis di kegelapan malam. Anda tahu apa yang anda lakukan, tetapi orang lain tidak”. Dari pernyataan tersebut tersirat ikhwal betapa pentingnya peran iklan dalam dunia bisnis. Karena bisa dikatakan tanpa iklan betapa-pun bagus mutu produk maupun jasa yang dimiliki tidak akan dikenal orang, begitu juga suatu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa pendidikan. Supaya diketahui khalayak, maka salah satu cara mempromosikan dengan cara di iklankan atau beriklan. Dalam perkembangan saat ini sebutan iklan identik dengan Pariwara. Dewasa ini, sering terdengar istilah Desain Komunikasi Visual (DKV), atau DESKOMVIS dalam keseharian kita. Sebenarnya, DKV merupakan perkembangan dari seni reklame dan desain grafis. Pengertian DKV adalah perancangan bahasa visual mengenai pengungkapan ide atau pesan yang disampaikan melalui bentuk-bentuk visual kepada penerima pesan (target audience). Bentuk visual tersebut diantaranya adalah gambar, simbol, lambang, warna, ilustrasi dan seni menulis (typography), dll. Proses penyampaian pesan visual akan disampaikan kepada penerima pesan dengan komunikatif, kreatif-inovatif, efektif, dan efisien melalui berbagai bentuk media untuk tujuan tertentu salah satunya berbentuk iklan/pariwara.

1. Pengertian Desain Pariwara ( Iklan )

Dalam dunia seni rupa di Indonesia, kata desain kerapkali dipadankan dengan; reka bentuk, rekarupa, tatarupa, perupaan, anggitan, rancangan, rancang bangun, gagas rekayasa, perencanaan, kerangka, sketsa ide, gambar, busana, hasil keterampilan, karya kerajinan, kriya, teknik presentasi, penggayaan, komunikasi rupa, denah, layout, ruang/interior, benda yang bagus, pemecahan masalah rupa, ... dan pelbagai kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan merancang dalam arti luas (Sachari, et al, 2002 )

Istilah “iklan” (bahasa Melayu) berasal dari kata i’lan (bahasa Arab) yang artinya meneriakkan secara berulang-ulang. Istilah lain dari iklan adalah “reklame”, pengaruh dari bahasa Perancis reclame yang asalnya dari bahasa Latin reclamare, artinya menyerukan.

Dimasa lalu banyak orang Indonesia menyebutnya “advertensi”, terpengaruh bahasa Belanda

(6)

Supriyono, 2010) Jadi secara sederhana iklan dapat diartikan menyerukan informasi atau membuat orang lain berpaling, memperhatikan pesan yang ada di iklan tersebut. Namun seiring perkembangan jaman, iklan memiliki makna yang lebih luas. Menurut Rhenal Kasali, iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Iklan merupakan salah satu sarana atau alat pemasaran guna memperlihatkan dan menjual produk dari perusahaan ke masyarakat tertentu dengan menggunakan media yang dianggap paling tepat.

Karena iklan merupakan salah satu elemen mekanisme ekonomi yang paling kasat mata, maka keberadaannya paling menarik pelbagai penilaian ambivalen (Tinarbuko, 2010). Di satu sisi kelompok pengusaha, iklan dianggap salah satu metode pemasaran yang ampuh guna mendukung kesuksesan bisnis. Dalam perkembangan saat ini iklan tidak hanya menjadi produk jasa maupun produk media, bahkan sudah menjadi komoditas profesi, komoditas bisnis dan industri yang potensial. Sedangkan di sisi lain kelompok konsumen, iklan tidak selalu dianggap positif. Iklan, diakui atau tidak sering digemari sebagai salah satu bentuk hiburan maupun sumber informasi yang ditawarkan dipasar, namun terkadang iklan juga sering mendapat sorotan negatif, dicurigai bahkan dibenci.

2. Komponen Pariwara ( Iklan )

Manakala pariwara (iklan) sebagai salah satu perwujudan kebudayaan massa yang tidak hanya berfungsi sebagai media dengan tujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli barang atau jasa, maka perancangan haruslah selalu diperhatikan komponen apa saja yang berkaitan dengan ikhwal iklan. Sedikitnya ada empat komponen iklan yang selalu harus diperhatikan, yaitu berkaitan dengan strategi, konsep, desain, dan naskah.

Pertama; Strategi pariwara (iklan), biasanya diperoleh dari pihak klien atau pihak yang

menghendaki dibuatkan iklan. Berisi tentang target audiens, positioning, pesaing atau kompetitor, keunggulan produk atau jasa. Kedua; Konsep pariwara (iklan), adalah penjabaran dari proses yang pertama. Konsep iklan merupakan solusi yang ditawarkan untuk memecahkan problem yang ada. Inti dari konsep iklan, antara lain menjawab pertanyaan dan menawarkan pada pembaca tentang keuntungan apa saja jika mengunakan produk atau jasa yang di iklankan. Ketiga; Desain, merupakan penampilan visual secara keseluruhan dari iklan. Dengan tujuan utama adalah untuk menarik perhatian pembaca atau target audiens.

Keempat; Naskah atau biasa disebut copy, adalah bagian verbal dari iklan yang

mengekspresikan konsep bersama dengan visual. Naskah harus ditulis dengan bahasa yang jelas, ringkas, mudah dimengerti, dan menggunakan bahasa keseharian yang familier dengan target audiens. Naskah iklan tidak selalu menerapkan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia formal karena naskah iklan diasumsikan sebagai suara atau perkataan langsung (Supriyono, 2010).

3. Tujuan Pariwara ( Iklan )

(7)

frekuensi pembelian yang diperoleh akan sejalan dengan target penjualan yang telah ditetapkan. Sedangkan pemahaman secara kualitatif akan menjamin bahwa pesan iklan yang disampaikan sejalan dengan tujuan pemasaran yang telah ditetapkan. Periklanan merupakan suatu usaha untuk mempengaruhi kelompok atau masyarakat terhadap suatu produk atau jasa dengan memunculkan kelebihan untuk proyeksi jangka panjang. Maksudnya bila produsen mengiklankan produk atau jasa tertentu maka bisa diperlukan waktu yang cukup panjang. Namun manakala produk atau jasa sudah dikenal, maka yang diperlukan masanya tertentu yang sifatnya periodik supaya masyarakat masih mengingatnya. Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi non personal mengenai gagasan, barang atau jasa yang dibiayai oleh sponsor tertentu. Iklan dimaksudkan untuk mengkomunikasikan gagasan, barang atau jasa dari pihak pengiklan yang biasanya disampaikan melalui media masa : koran, majalah, tabloid, televisi, internet, surat langsung, dsb. Tujuan utama perusahaan adalah mencari keuntungan atau laba. (Dalrymple and Parsons, 1990). Menurut Soegeng Toekio (2007), Kepariwaraan dengan berbagai sasarannya sangat tergantung dari kesiapan serta bentuk atau perautan yang akan disajikannya. Apa yang dapat ditawarkan guna kepentingan industri maupun niaga ini tak hanya sebatas jasa saja, namun banyak keterkaitannya dengan pihak lain yang langsung atau tak langsung sangat berperan. Sekian banyak kepentingan yang mesti dituangkan ke dalam perupaan untuk dapat menyampaikan suatu pesan tertentu. Dan ini adalah sebuah kerja yang menuntut kepekaan, kejelian, kecermatan, bahkan kearifan agar pihak lain tergugah tanpa berumpat atau menjadi resah karenanya.

Disamping itu, perusahaan melakukan kegiatan periklanan juga mempunyai tujuan lain. Menurut Kotler (1994), tujuan utama iklan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam;

Pertama: Untuk menyampaikan informasi. Memberitahu pada konsumen tentang produk atau

jasa.; Kedua: Untuk membujuk. Menganjurkan membeli merk tertentu, mengubah persepsi konsumen tentang ciri-ciri merk tertentu. Iklan dapat juga bernilai stimulus yang merangsang seseorang individu untuk melakukan evaluasi, menilai dan akhirnya mengambil keputusan.; Ketiga: Untuk mengingatkan. Mengingatkan konsumen perlunya produk atau jasa itu dan dimana membelinya. Sedangkan Hiam dan Schewe (1993) menambahkan tujuan iklan yang lain, yaitu : Untuk membangun citra. Perusahaan seringkali melancarkan kampanye periklanan institusional dalam rangka untuk meningkatkan citra.

Karena iklan merupakan salah satu elemen mekanisme ekonomi yang paling kasat mata, maka keberadaannya paling menarik pelbagai penilaian ambivalen. (Sumbo Tinarbuko, 2010). Di satu sisi kelompok pengusaha, iklan dianggap salah satu metode pemasaran yang ampuh guna mendukung kesuksesan bisnis. Dalam perkembangan saat ini iklan tidak hanya menjadi produk jasa maupun produk media, bahkan sudah menjadi komoditas profesi, komoditas bisnis dan industri yang potensial.

D. PENYEBAB PERUBAHAN DKV [ IKLAN] DI SURAKARTA

(8)

yang berbeda mengadopsi metode dan pendekatan yang berbeda.9 Memang keberagaman serta perubahan desain, yang dalam hal ini iklan tentulah ada indikator-indikator yang dapat untuk membedakan dari waktu ke waktu. Pergeseran pengertian dan lingkup inilah yang menjadi titik tolak perkembangan desain di Indonesia, yaitu 1) desain dalam lingkup gambar [termasuk melukis, mengambar, dan mengambar bangunan], 2) desain dalam lingkup gaya seni [aspek estetis], 3) desain dalam lingkup seni rupa [termasuk pendidikan seni rupa dan kerajinan], 4) desain dalam lingkup keteknikan [karya teknologis]10

Dunia periklanan sebagai bagian dari ajang bisnis merupakan wilayah yang paling subur dan potensial bagi pengembangan profesi desain grafis, ... dunia desain grafis mengalami percepatan kemajuan dan omset usaha, terutama ketika penggunaan komputer grafis semakin populer di masyarakat sejak awal tahun 1990-an.11 Gejala perubahan dari nilai estetik di Indonesia kalau menurut Agus Sachari dapat digolongkan sebagai berikut: 1) adanya perubahan pola pikir, 2) penggunaan teknologi yang lebih maju, 3) adanya perubahan citarasa masyarakat, 4) Munculnya gerakan pembaruan dalam seni, 5) berperanya ideologi politik, 6) dibukanya pendidikan seni rupa modern.12 Gejala yang ada mau tidak mau juga berpengaruh terhadap perubahan desain di Surakarta, apalagi di era sekarang ini dapat dikatakan tanpa batas dengan adanya kemajuan teknologi informasi. Hal ini dapat dikatakan benar terkait dengan ihwal gejala perubahan, karena apabila dilihat dari sejarah, Surakarta merupakan kota yang multietnis seperti yang telah dipaparkan di atas.

Menurut pengamatan, di Surakarta dalam rentang waktu antara tahun 1998 sampai saat ini desain iklan out door/ luar ruang benar-benar mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi meliputi berbagai hal, baik dari proses produksi, fungsi, serta material pendukung yang lain. Hal tersebut mulai nampak setelah masa reformasi atau lengsernya Soeharto. Yang berimbas pada berbagai hal mengalami perubahan-perubahan, karena merasa terbebas dari segala aturan yang ada pada masa itu. Yang paling nampak adalah dari segi fungsi yang awalnya iklan dipergunakan untuk kepentingan komersil namun saat ini beralih fungsi untuk kepentingan pribadi taruh kata iklan untuk calon gubernur, caleg, maupun pimpinan daerah dengan menampilkan wajah-wajah dari orang yang bersangkutan dengan ukuran raksasa. Apabila dikilas balik orang masih ada perasaan malu bila menampilkan wajah dirinya. Hal ini tidak terlepas pula dengan kemajuan teknologi, karena tahun 1998 teknologi berbeda dengan setelah tahun 2000. Sehingga dalam pembuatan desain semakin lebih bervariasi dalam menampilkan ide-ide ke dalam suatu desain. Misal akan memunculkan foto-foto yang realis tidak mengalami kesulitan di dalam realisasinya atau produksinya. Hal ini juga didukung dengan kemampuan para desainer dalam menciptakan suatu karya.

9

Periksa John A Walker,. Desain, Sejarah, Budaya, sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2010, hal. 109.

10

PeriksaAgus Sachari, et al.,. Desain, dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya, Bandung: ITB , 2001, hal. 19.

11

PeriksaAgus Sachari, et al.,. hal. 61.

12

(9)

E. PENUTUP

Perkembangan yang ada saat ini memang selain dipengaruhi dari pola gaya hidup masyarakat, tentulah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi serta tuntutan jaman yang semakin tidak ada jarak. Sehingga segala sesuatu serba instan. Pada tahun 1998 biasa untuk iklan komersil, namun dengan perkembangan teknologi dan pola pikir serta biaya produksi semakin murah untuk kepentingan perorangan hal yang dulu susah dilakukan saat ini bisa dilakukan.

(10)

Beberapa Contoh Desain yang berbeda.

Desain Iklan yang diproduksi Tahun 1998-an Masih menggunakan teknologi manual [airbrush],

(11)

Desain Iklan yang diproduksi Tahun 2012-an Sudah menggunakan teknologi lebih maju.

- Foto di atas Iklan Layanan Masyarakat - Foto di bawah Iklan Komersil

(12)

Poster Caleg Ginda Ferachtriawan, SE., M.Si Poster Caleg M. Eko Prasetyo, SE. (Sumber : Asto Adi. S 2013) (Sumber Asto Adi. S, 2013)

Poster Caleg H.M. Al Amin, SE Poster Caleg Joko Triyono (Sumber : Asto Adi. S 2013) (Sumber Asto Adi. S, 2013)

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012.

Dalrymple, Douglas J. And Parsons, Leonard J. Marketing Management, Strategy and Cases, 5th. ed, New York: John Wiley & Sons, 1990.

Gustami, SP., Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara; Kajian Estetik Melalui Pendekatan Multidisiplin. Yogyakarta: Kanisius, 2000.

Hiam, Alexander and Schewe, Charles D. The Portable MBA in Marketing, New York: John Wiley & Sons, Inc, 1993.

Kotler, Philip, Marketing Management, Analiysis, Planning, Implementation,and Control, 8th. ed, Englewood Cliffs, New Yersey: Prentice- Hall, Inc. 1994.

Kotler, Philip and Fox, Karen F.A., StrategicMarketing For Educational Institutions, 1st. ed, Englewood Cliffs, New Yersey: Prentice- Hall, Inc, 1985.

Kusrianto, Adi, PengantarDesain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit ANDI , 2007.

Rustopo, Menjadi Jawa, Orang-Orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, 1895-1990, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007.

Sachari, Agus, et al. Sejarah dan Perkembangan Desain dan dunia kesenirupaan di Indonesia. Bandung: Penerbit ITB, 2002.

Soegeng Toekio, Bahasa Rupa dalam Pariwara Poster, Bandung: Penerbit Kelir, 2007.

Supriyono, Rakhmat, Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2010 Tinarbuko, Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2010.

Tinarbuko, Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra, 2010.

Referensi

Dokumen terkait

DIPLOMA 3 Ferak€dltaci) STRATA 1 (t€.akr€ditaBi) STRATA 2

Hal ini menunjukkan bahwa domba jantan menghasilkan bobot karkas yang lebih banyak dibandingkan dengan domba betina pada umur yang sama.. Hal ini sesuai dengan

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kegiatan dan kemajuan hasil belajar mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dalam

Kecendurungan kandungan protein pada bibit kopi robusta klon BP 308 lebih tinggi daripada BP 358 diduga karena intensitas cahaya yang tinggi merupakan salah

baru yang diinputkan sudah ada dalam sistem, apabila sudah ada maka proses akan kembali pada input customer baru, apabila data customer baru belum ada maka proses dilanjutkan

Profil Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Anak Usia Dini di Kelompok B TK Darussalam Sebelum diterapkan Pembelajaran Bahasa Inggris Melalui Metode Bernyanyi

Allah SWT menciptakan manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dibandingkan mahluk hidup lainnya. Allah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada hamba-Nya

Gaya belajar kinestetik tidak begitu berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa, hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengujian regresi untuk nilai Signifikan dari variabel gaya