Optimisme dalam Mendidik
Anak di Era Akhir Zaman
Oleh:
Tanggung Jawab Mendidik Anak (1)
•Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (Q.S. at-Tahrim [66]: 6).
•Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:
“Tidak ada satu pun anak yang lahir (di muka bumi ini) kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi, seperti seekor hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat, apakah kamu merasakan adanya cacat padanya?” Kemudian Abu Hurairah Radhiyallahu anhu membaca firman Allâh Azza wa Jalla:
Tanggung Jawab Mendidik Anak (2)
•
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas
orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang
suami pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah
suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu
sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.” (HR.
Bukhari).
•
Kesimpulan:
Orangtua wajib mendidik anak-anaknya untuk tetap
dalam fitrah agama, yaitu men-tauhid-kan Allah Azza
wa Jalla dan bertakwa kepada-Nya, agar kelak selamat
Visi dan Misi Keluarga
•
Terpelihara dari api neraka.
•
Masuk surga sekeluarga.
Visi
•
Taat Beribadah
•
Menjalankan Sunnah
•
Menjauhi Larangan Allah Subhanahu
wa Ta’ala
Tujuan Pendidikan Anak
BERIBADAH
(Q.S. Adz-Dzariyat
[51] : 56).
Syarat diterimanya
ibadah:
1. Ikhlas karena Allah.
2. Mengikuti tuntunan
Nabi
shallallahu ‘alaihi
wa sallam
(ittiba’).
(Q.S. al-Kahfi [18] : 110)
Yang utama diajarkan
kepada anak:
1. Tauhid
2. Adab dan Akhlak
3. Syariat Islam
Tanda-tanda Kiamat Kecil:
Di antara tanda-tanda sebagian kiamat kecil dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
1. Disia-siakannya amanah.
2. Dicabutnya ilmu dan meluasnya kebodohan.
3. Banyaknya pembela kezaliman.
4. Maraknya perzinaan.
5. Meluasnya praktek riba.
6. Munculnya berbagai alat musik dan penghalalan atasnya.
7. Banyaknya peminum khamr dan orang yang menghalalkannya.
8. Terjadi banyak pembunuhan.
9. Waktu terasa begitu cepat.
10.Munculnya kemusyrikan di tengah-tengah umat Islam.
11.Tampaknya perbuatan keji, pemutus silaturrahmi, dan buruknya hubungan bertetangga.
12.Pengultusan terhadap sesepuh.
13.Banyaknya orang tamak dan bakhil.
14.Munculnya berbagai penghinaan, pencemaran nama baik, dan perbuatan qadzaf.
15.Meninggalnya orang-orang shalih.
16.Memberikan penghormatan (ucapan salam) kepada orang yang dikenal saja.
17.Mencari ilmu dari anak-anak kecil.
18.Munculnya kaum wanita yang berpakaian, tetapi telanjang.
19.Semakin banyak dan tersebar luasnya tulisan yang tidak berguna.
20.Menganggap remeh perbuatan sunnah yang dianjurkan dalam Islam.
21.Maraknya kebohongan dan ketidakhati-hatian dalam menyampaikan informasi.
22.Maraknya kesaksian palsu dan disembunyikannya kesaksian sebenarnya.
Bagaimana agar Selamat di Akhir Zaman?
•
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak
akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia, “Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku
dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allâh berfirman,
“Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu kamu melupakannya, dan begitu
(pula) pada hari ini kamupun dilupakan”. (Thaha[20] : 123-126)
•
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya
seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Tantangan Mendidik Anak di Akhir Zaman
•
Bagaimana cara mendidik anak di akhir zaman?
•
Bagaimana menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak di saat
kebodohan meluas dan kemaksiatan semakin marak?
•
Bagaimana cara mengembangkan moral anak?
•
Bagaimana mengatasi kekhawatiran/kecemasan/kegelisahan
Cara Nabi Mendidik Anak.
•
Menampilkan suri teladan yang baik.
•
Memberi pengarahan di waktu yang tepat.
•
Bersikap adil kepada anak.
•
Menunaikan hak anak.
•
Membelikan mainan untuk anak.
•
Membantu anak untuk berbakti dan mengerjakan ketaatan.
Cara Mengembangkan Moral Anak:
• Hangat dan bertanggung jawab
• Kelekatan yang aman (secure attachment)
Kualitas
Hubungan
• Ada 3: love withdrawal, power assertion, induction.
• Yang memfasilitasi perkembangan moral: induction.
Teknik Disiplin
Orang tua
• Secara proaktif mencegah perilaku bermasalah sebelum terjadi.
• Pada anak usia dini dengan cara mengalihkan perhatiannya.
• Pada anak yang lebih besar dan remaja dengan mendiskusikan nilai-nilai (values) yang dianggap penting oleh keluarga.
Bagaimana proses internalisasi
nilai-nilai? (Menurut Psikoanalitik)
Rasa bersalah dan hasrat untuk menghindari rasa bersalah merupakan
fondasi perilaku moral.
Rasa takut kehilangan kasih sayang orang tua dan takut dihukum.
Untuk mengurangi kecemasan, menghindari hukuman, dan
mempertahankan kasih sayang ortu, anak meng-identifikasi-kan
Karakteristik Ortu yang Anaknya Berperilaku Bermoral
(Eisenberg & Valiente, 2002, dalam Santrock, 2010):
•
Hangat dan suportif, daripada suka menghukum.
•
Menggunakan teknik disiplin induksi (memberi penalaran dan penjelasan tentang
bagaimana perilaku anak dapat memengaruhi orang lain).
•
Memberi kesempatan kepada anak untuk mempelajari sudut pandang dan
perasaan orang lain.
•
Melibatkan anak dalam pengambilan keputusan keluarga dan dalam proses
memikirkan keputusan yang menyangkut moral.
•
Menjadi teladan terhadap perilaku bermoral dan memberi kesempatan kepada
anaknya untuk melakukannya.
•
Memberikan informasi mengenai perilaku apa yang diharapkan dan alasannya
mengapa.
Hubungan Pikiran-Emosi-Perilaku (1)
Pikiran
Perasaan (Emosi
dan Fisik)
Hubungan Pikiran-Emosi-Perilaku (2)
•
Jika pikiran kita negatif tentang tantangan mendidik anak di akhir
zaman, maka emosi yang kita rasakan pun akan negatif
(khawatir/cemas/takut/ngeri/terancam, dsb) yang kemudian akan
membuat kita bereaksi dengan perilaku yang kurang positif juga juga
(misal, sangat membatasi sosialisasi anak, overprotektif).
•
Jika pikiran kita positif tentang tantangan mendidik anak di akhir
zaman (misal, yakin Allah tidak akan memberi ujian di luar
kemampuan kita), maka emosi kita pun akan lebih tenang dan
perilaku kita lebih positif dalam mendidik anak.
•
Antara pikiran-emosi-perilaku saling memengaruhi secara timbal
Cara Mengatasi Kecemasan dalam
Mendidik Anak di Akhir Zaman
•
Menantang pikiran negatif dengan mencari
penjelasan alternatif yang lebih sedikit
mengancam.
•
Uji pikiran alternatif dengan mencari bukti,menguji
isi pikiran, mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian yang mungkin terjadi.
•
Buat catatan tentang pikiran kita untuk
mengevaluasi-kembali (apa yang saya pikirkan?;
apa yang terjadi secara aktual?; apa yang saya
pelajari dari kejadian ini?)
Strateg
i
Self-Efficacy: Mediator Pengetahuan
dan Perilaku.
• Mungkin sebagian ortu telah banyak mengikuti kajian parenting,ilmu parentingnya sudah “molotok”, tetapi masih merasa kesulitan dan galau dalam mendidik anak.
• Apa yang membuat ortu kesulitan menerapkan pengetahuan parenting yang dimiliki dalam praktek pengasuhan sehari-hari?
• Jawabannya: self-efficacy belief.
• Menurut Bandura, self-efficacy belief adalah keyakinan individu tentang kemampuan yang dimilikinya untuk melakukan tugas tertentu dengan berhasil sampai tuntas.
• Banyak penelitian membuktikan bahwa self-efficacy lebih dapat memprediksi keberhasilan seseorang dalam melakukan suatu tugas daripada kemampuan aktual orang tersebut.
• Seberapa besar usaha yang dikerahkan dan seberapa lama individu bertahan ketika menemui hambatan dipengaruhi oleh seberapa besar keyakinannya terhadap kemampuan yang dimilikinya (seberapa tinggi tingkat self-efficacynya).
• Individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan lebih tekun dan bertahan ketika menemui hambatan dibandingkan individu yang self-efficacynya rendah.