BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perubahan yang cukup signifikan telah terjadi di berbagai sektor kehidupan
masyarakat Indonesia pada dekade ini. Sistem pemerintahan misalnya, telah
bergeser dari sentralistik menjadi desentralisasi dan otonomi daerah yang terletak
di kabupaten/kota. Pada sektor perdagangan, batas antar negara semakin tidak
nampak dengan adanya teknologi e-commerce. Dengan dimulainya perdagangan
bebas tingkat Asia, dari sisi regulasi hampir tidak ada lagi perbedaan antara
organisasi domestik dengan organisasi asing dalam menjalankan usahanya di
berbagai bidang dan daerah di Indonesia.
Kondisi ekonomi memaksa setiap organisasi lokal untuk meningkatkan kualitas
produk dan efisiensinya sehingga dapat meningkatkan daya saing agar dapat
mengimbangi banyaknya organisasi bisnis asing yang masuk ke Indonesia.
Berbagai usaha juga telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan peran
serta masyarakat dalam upaya bangkit dari keterpurukan akibat krisis multi
dimensi yang melanda sejak tahun 1997. Segala upaya pemerintah tersebut
bertujuan untuk mendorong percepatan pembangunan terutama di sektor
perekonomian melalui berbagai investasi, dari yang berskala kecil dengan nilai
puluhan jutaan hingga yang bernilai milyaran rupiah. Berbagai aktivitas
perekonomian tersebut secara bertahap akan menyebabkan terjadinya
pengusaha maupun pekerja. Melalui aktivitas tersebut diharapkan akan muncul
pemukiman-pemukiman baru dan kluster-kluster masyarakat berbasis pekerjaan.
Konsekuensi lebih jauh dari hal tersebut adalah meningkatnya kebutuhan akan
fasilitas penunjang, misalnya pendidikan dan kesehatan.
Berbagai fasilitas kesehatan seperti Rumahsakit yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan yang ada kini telah banyak tersedia. Disamping milik pemerintah kini
telah banyak pula fasilitas pelayanan kesehatan yang didirikan oleh pihak swasta,
mulai dari balai pengobatan hingga rumah sakit berskala internasional. Jumlah
kunjungan pasien ke berbagai fasilitas tersebut juga menunjukkan kecenderungan
yang positif. Ini mengindikasikan bahwa kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan dan pelayanan medis makin meningkat. Kesehatan menjadi suatu hal
yang penting untuk diperhatikan, karena merupakan modal dasar bagi suatu
bangsa untuk maju dan berkembang. Hal ini sudah menjadi perhatian pemerintah
Indonesia, yang tercermin dalam visi Indonesia Sehat 2010. Untuk mendukung
visi tersebut, tiap propinsi dan Kabupaten/kota mengembangkan strateginya
masing-masing dengan target-target tertentu yang diharapkan dapat menjadi titik
awal tercapainya visi tersebut.
Meskipun demikian, perlu disadari bahwa ada keterbatasan sumber daya yang
dimiliki dalam berbagai upaya pengembangan tersebut., antara lain :
Fasilitas infrastruktur baik pembangunan jalan maupun sarana
komunikasi dan telekomunikasi ;
Kemudahan perijinan lokasi ;
Masalah sumber daya manusia ;
Masalah dana.
Pengembangan pelayanan kesehatan sangat terkait dan dipengaruhi oleh
berbagai aspek baik demografi, pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan, serta
perkembangan lingkungan fisik dan biologi khususnya epidemiologi penyakit. Dari
sisi demografi, saat ini kecenderungan yang tampak adalah bergesernya piramida
penduduk dari muda ke dewasa dan tua. Ini menunjukkan bahwa angka kelahiran
semakin menurun dan angka harapan hidup yang semakin meningkat. Sementara
itu, gaya hidup masyarakat cenderung makin konsumtif. Meskipun krisis multi
dimensi menyebabkan keterpurukan ekonomi masyarakat, disisi lain cukup
banyak kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan dapat meneruskan pola
hidup konsumtif.
Dengan gaya hidup tidak seimbang, akibatnya, dari segi epidemiologi juga telah
terjadi pergeseran pola penyakit. Meskipun angka kejadian infektus sebagai tipikal
penyakit di negara tropis masih tinggi, namun kini sudah banyak masyarakat yang
menderita penyakit-penyakit tipikal negara industri-industri dan maju. Pergeseran
ini tentunya akan sangat berpengaruh pada penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan, teknologi kedokteran yang harus dikuasai/disediakan dan kecukupan
tenaga kesehatan terlatih. Pada aspek lain, untuk faktor mutu dan manajemen
pelayanan kesehatan khususnya Rumahsakit turut memegang peran penting
sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis tenaga kesehatan, anggaran dana, obat,
dan sistem pelayanan kesehatan secara makro. Salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat adalah rumah sakit. Ini
terlihat dari makin meningkatnya utilitasi fasilitas di Rumahsakit dari tahun ke
tahun.
Dengan berbagai perubahan kondisi demografis, pola penyakit dan
perkembangan teknologi, diperlukan suatu perencanaan rumah sakit yang
benar-benar berbasis pada kondisi lingkungan yang dihadapi. Hal ini penting untuk
menghindari suatu investasi yang sia-sia karena berbeda dengan keinginan dan
kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini perlu dilakukan suatu studi khusus untuk
meneliti perubahan lingkungan tersebut, dalam rangka mengantisipasi berbagai
kemungkinan yang akan terjadi.
2. Maksud dan Tujuan
Pemerintah Kota Pekalongan bermaksud untuk mendirikan fasilitas pelayanan
kesehatan yaitu Rumahsakit untuk mendukung misi pemerintah setempat dalam
bidang kesehatan dan pendidikan. Secara umum, rencanan pendirian Rumahsakit
ini akan membantu pemerintah kota Pekalongan dalam mewujudkan derajat
kesehatan yang tinggi bagi masyarakatnya, dengan menyediakan fasilitas
pelayanan yang memadai, membentuk intregrasi dalam bidang kesehatan dari
berbagai disiplin ilmu, disamping juga memenuhi aspek ekonomis sebagaimana
layaknya bidang usaha yang lain. Apalagi selama ini pemerintah kota Pekalongan
Pendirian Rumahsakit ini diharapkan sebagai salah satu upaya mempersiapkan
diri terhadap perubahan lingkungan akibat globalisasi. Untuk itu, pihak pemerintah
kota pekalongan khususnya Dinas Kesehatan Kota Pekalongan bermaksud
melakukan studi kelayakan terhadap rencana pendirian Rumahsakit baru yang
ditinjau terutama dari kebutuhan masyarakat. Mengacu pada berbagai hal tersebut
di atas maka pihak Dinas Kesehatan Kota Pekalongan telah menunjuk konsultan
untuk melakukan kajian terhadap berbagai aspek tersebut.
Hasil Studi Kelayakan ini akan dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah
kota Pekalongan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam perencanaan
tipe dan berbagai fasilitas yang disediakan di Rumahsakit nantinya. Disamping itu
dokumen ini juga dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dalam pengambilan
keputusan investasi.
Selain mempunyai motivasi sosial dan keuntungan, sebagaimana layaknya bentuk
usaha lain, rencana pendirian Rumahsakit ini juga diharapkan dapat :
Membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan pendapatan
masyarakat pada umumnya dan calon tenaga kerja di Rumahsakit pada
khususnya,
Meningkatkan pendapatan pemerintah daerah.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Meningkatkan peluang terjadinya aliansi strategis antar-berbagai lembaga
3. Ruang Lingkup Studi Kelayakan
Studi kelayakan ini pada dasarnya merupakan suatu penelitian yang akan
berusaha untuk mengkaji kebutuhan dan harapan masyarakat akan adanya
fasilitas pelayanan kesehatan khususnya Rumahsakit. Kajian ini diharapkan dapat
mengungkap berbagai pelayanan yang potensial untuk dikembangkan dalam
konteks pendirian Rumahsakit kota Pekalongan. Karena itu untuk dapat
mengungkap lebih mendalam maka dalam penelitian ini dilakukan survey
langsung kepada masyarakat.
Pada dasarnya pelaksanaan studi ini dapat dikelompokkan menjadi 3 tahapan
yang juga tercermin dalam 3 jenis pelaporan yaitu ;
1. Laporan fakta dan analisa, laporan ini berisi berbagai kajian mengenai fakta
dilapangan melalui hasil survey langsung dan berbagai data statistik yang ada.
Fakta yang ada selanjutnya akan dilakukan analisa awal untuk memberikan
kajian-kajian mendalam yang berhubungan dengan rencana pendirian
Rumahsakit baru di Kota Pekalongan.
2. Laporan Draft Studi Kelayakan ; Laporan ini lebih lengkap karena terdiri dari
kajian pasar, keuangan dan block plan. Namun masih perlu dibahas dan
disempurnakan, terutama masukan dari pemilik dalam hal ini pemerintah kota
Pekalongan,
3. Laporan Final Studi Kelayakan.
4. Metode Penyusunan Studi Kelayakan
4.1. Pengumpulan dan Analisis data
a. Data Sekunder
Data ini diperoleh dari berbagai instansi terkait di kota Pekalongan dan
sekitarnya. Data-data ini dapat berupa data statistik maupun data non statistik.
Yang selanjutnya akan diolah dengan cara pengkajian dan tabulasi secara
sistematis hingga menghasilkan informasi yang relevan dengan tujuan Studi
Kelayakan ini.
b. Studi Kepustakaan
Sebagai bahan pembanding studi ini, berbagai referensi pustaka yang
mendukung akan digunakan dalam koridor studi kelayakan ini.
c. Survei
Survei ini bertujuan untuk meyakinkan keinginan dan harapan masyarakat
terhadap kemungkinan adanya pelayanan kesehatan baru seperti Rumahsakit.
d. Pengamatan lingkungan
Untuk lebih meyakinkan berbagai informasi yang diperoleh, selanjutnya
diadakan peninjauan langsung ke lokasi dan sekitarnya dengan tujuan :
Untuk lebih mengetahui kesesuaian dan kelayakan lokasi serta
faktor-faktor yang mendukung pendirian Rumahsakit baru di kota Pekalongan,
Untuk mengetahui daya dukung sarana dan prasarana dalam
pemberian pelayanan berkaitan dengan pendirian Rumahsakit baru,
Untuk mengetahui hal-hal lain yang perlu dalam mendukung pendirian
4.2. Sistematika Pembahasan Studi
Secara umum, laporan (buku) ini merupakan tahap akhir dari proses studi
kelayakan, dengan sistematika pembahasannya sebagai berikut :
a. Pendahuluan
Dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai latar belakang proyek, tujuan studi
kelayakan, metode yang digunakan, dan sistematika penyusunan.
b. Profil Kota Pekalongan
Dalam bagian ini dititikberatkan pada kondisi kota Pekalongan secara umum.
Analisis akan ditinjau dari kondisi demografi, kesehatan, ekonomi, maupun
sosial budaya. Analisis terhadap berbagai kondisi tersebut masih dalam koridor
studi kelayakan.
c. Kinerja beberapa Rumahsakit di kota Pekalongan dan sekitarnya
Bagian ini akan memaparkan berbagai jenis pelayanan Rumahsakit yang saat
ini tersedia di kota Pekalongan dan sekitarnya. Selanjutnya juga akan dianalisis
mengenai kinerja setiap Rumahsakit tersebut, yang meliputi; rawat inap, rawat
jalan, dll.
d. Kajian Aspek Pasar dan Pemasaran
Dalam aspek ini pada awalnya akan dititikberatkan pada analisa mengenai
pasar yang berlaku dan kecenderungannya secara umum. Selanjutnya akan
dikaji mengenai tingkat persaingan organisasi pelayanan kesehatan di kota
Pekalongan dan sekitarnya melalui analisis terhadap berbagai jenis pelayanan
Rumahsakit yang saat ini tersedia saat ini. Selanjutnya juga akan dilakukan
proyeksi pangsa pasar terhadap rencana pengembangan atau pendirian
dianalisis mengenai pilihan tempat Rumahsakit dari aspek keterjangkauan
pasien dan calon pasien.
e. Kajian AspekTeknis & Tekhnologi serta kebutuhan peralatan
Tahap awal dari bagian ini adalah menentukan jenis pelayanan yang akan
diberikan. Berdasarkan hal tersebut selanjutnya akan dilakukan kajian fisik
berupa pembuatan block plan serta kajian kebutuhan peralatan.
f. Kajian Aspek Sumberdaya manusia dan aspek lainnya
Dalam aspek ini dilakukan kajian secara umum mengenai kebutuhan
sumberdaya manusia (SDM) di Rumahsakit baik tenaga medis maupun non
medis.
g. Kajian Keuangan studi kelayakan
Dalam aspek ini hasil analisis sebelumnya akan dikaitkan dengan indikator
kelayakan standar yaitu Net Present Value dan Payback Period untuk
mengetahui kelayakan investasi yang telah ditentukan sebelumnya.
BAB II
PROFIL KOTA PEKALONGAN
1. Kondisi Geografis dan Demografis Kota Pekalongan
Kota Pekalongan adalah daerah yang terletak di pesisir pantai utara pulau Jawayang lebih dikenal dengan kawasan Pantura, tepatnya ada posisi geografis
60°50’42” sampai dengan 60°55’44” Lintang Selatan dan 109°37’55” sampai
dengan 109°42’19” Bujur Timur, dan data curah hujan yang ada di kota
Pekalongan selama tahun 2002 sebanyak 2.514 mm.
Kota Pekalongan dibatasi oleh Laut Jawa di bagian Utara, Kabupaten Batang di
sebelah Timur, Kabupaten Pekalongan di sebelah Barat dan Kabupaten
Pekalongan dan Kabupaten Batang di sisi Selatan Kota Pekalongan. Jarak
terdekat dengan ibu kota propinsi adalah kota Semarang sejauh 101 km dan
terjauh adalah Kota Surabaya yaitu 488 km, sedangkan dengan Ibukota negara
sejauh 384 km.
Hingga tahun 2002 berdasarkan data dari Kantor Pemberdayaan Masyarakat
Kota Pekalongan, memiliki jumlah penduduk sebanyak 263.540 jiwa dengan
60.325 KK yang terbagi di beberapa wilayah yaitu di Pekalongan Barat sebanyak
83.516 jiwa yang berada di 13 Kelurahan, Pekalongan Timur 61.341 jiwa ada
pada 13 Kelurahan, Pekalongan Selatan 49.378 jiwa ada di 11 Kelurahan dan di
Jika luas daerah Kota Pekalongan sebesar 45,25 km²,dengan jarak terjauh dari
Utara ke Selatan ± 9 km dan dari Barat ke Timur sepanjang ± 7 km maka
diperkirakan kepadatan penduduk mencapai sekitar 5.824/ km², sedangkan jumlah
rata-rata anggota rumah tangga adalah 4,2. Sedangkan kepadatan penduduk
terbesar ada di Pekalongan Barat dengan luas daerah sebesar 10,05 km² dan
jumlah penduduk 83.516 jiwa diperkirakan kepadatan penduduknya sekitar
8.310/km², dan angka rasio ketergantungan penduduk ternyata masih cukup kecil
mengingat jumlah penduduk usia (15 – 64) tahun sebanyak 167.526 jiwa jauh
lebih besar dibandingkan penduduk usia (0 – 14) tahun dan usia diatas 65 tahun
yang berjumlah sebanyak 96.031 jiwa atau rasio ketergantungan rata rata
penduduknya sebesar 57,32 (Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan 2002).
Mayoritas penduduk Kota Pekalongan menganut agama Islam sebanyak 247.017
jiwa dengan 84 buah masjid, 584 Mushola/Surau dan masyarakat lainnya
menganut agama Kristen Protestan, Katholik Hindu, dan Budha. Sejak tahun 1998
setiap tahun hingga tahun 2001 telah terjadi peningkatan angka penduduk Kota
Pekalongan yang menunaikan ibadah haji pada tahun 1998 sebanyak 426, 1999 -
94, 2000 - 474, dan 2001 sebanyak 860 orang dan terakhir tahun 2002 ada 531
2. Lingkungan Kesehatan Kota Pekalongan
Status Kesehatan penduduk dapat dilihat dari indikator-indikator utama yaitu
angka kematian bayi dan angka kematian ibu. Tabel-tabel berikut ini menunjukkan
indikator kesehatan di kota Pekalongan.
Tabel. 1. Angka Kematian Bayi
Jumlah Bayi
Melihat angka kematian bayi di tabel di atas tampak bahwa perbandingan jumlah
kelahiran dan kematian sebesar 2,19% dari kelahiran hidup atau 21,9 per 1000
kelahiran hidup. Angka ini relatif cukup rendah mengingat angka nasional sebesar
48 per 1000 kelahiran hidup. Ini menunjukkan bahwa program kesehatan yang
berkaitan dengan kesehatan anak cukup berhasil. Kondisi ini juga menunjukkan
Tabel 2. Jumlah kematian ibu
orang per 5.211 kelahiran hidup ini berarti angka kematian ibu di Kota Pekalongan
sebesar 192 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini juga relatif rendah
dibandingkan dengan angka nasional yang sebesar 373/100.000 kelahiran hidup.
Sekali lagi ini menunjukkan bahwa kondisi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat relatif baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa kebutuhan kesehatan
masyarakat telah bergeser dari kebutuhan mendasar ke kebutuhan yang lebih
tinggi.
3. Lingkungan Ekonomi
Ekonomi kota Pekalongan seperti kebanyakan daerah di Indonesia sempat
terganggu sewaktu terjadi krisis ekonomi. Lapangan kerja juga sempat
mengalami penurunan. Namun, kondisi ini saat ini semakin membaik. Dari jumlah
perempuan telah bekerja diberbagai sektor lapangan kerja seperti pertanian,
pertambangan, industri, listrik, bangunan, perdagangan, keuangan dan lain
sebagainya, namun sektor lapangan kerja di industri, khususnya industri batik,
telah menyerap tenaga yang terbesar yaitu 10.472 laki-laki dan 6.598 perempuan,
sehingga kota ini juga dijuluki sebagai kota Batik sedangkan 5.328 orang bekerja
sebagai pegawai negeri yang tercatat sebagi anggota KORPRI, karena data dari
Kantor Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekalongan menunjukkan bahwa
ada 3 perusahaan yang tergolong besar dimana perusahaan itu memiliki nilai
investasi minimal 5 milyar rupiah telah menyerap tenaga sebanyak 1.234 orang,
industri menengah dengan investasi antara 200 juta rupiah hingga 5 milyar rupiah
menyerap tenaga sebesar 4.414 orang dan industri kecil yang memiliki investasi
kurang dari 200 juta rupiah menyerap tenaga sebanyak 9.952 orang. Selain itu
ada sekitar 153 orang yang menjadi tenaga kerja ke luar negeri, data statistik
terbesar menunjukkan 92 orang telah bekerja di Malaysia menjadi operator dan
PRT (Pembantu Rumah Tangga) serta 58 orang ke Saudi Arabia juga sebagai
PRT (Pembantu Rumah Tangga), namun Desember 2002 tercatat ada tenaga
kerja yang masih belum tertampung di lapangan kerja dimana angka terbesar
adalah pencari kerja lulusan SMTA 1.305, dan lulusan Sarjana sebanyak 451
orang.
Kondisi masyarakat kota Pekalongan yang berada dalam kategori atau kelompok
KS.III dan KS.III Plus ada sekitar 31,37 % masih jauh dibawah masyarakat yang
dan sisanya ada sekitar18,25% masuk dalam kategori KS.II. Pendapatan per
kapita penduduk kota Pekalongan tampak pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 3. PENDAPATAN PERKAPITA PENDUDUK PEKALONGAN TH.2002
(Berdasarkan Data Produk Domestik Regional Bruto Kota Pekalongan dan Angka-angka perkapita tahun 1998 – 2001 atas dasar Harga Berlaku)
No Tahun Pendapatan perkapita (Rp)
1. 1998 2.818.889
2. 1999 3.284.122
3. 2000 3.596.670
4. 2001 4.977.837
Sumber: data sekunder
Tabel 4. PENDAPATAN PERKAPITA PENDUDUK PEKALONGAN TH.2002
(Berdasarkan Data Produk Domestik Regional Bruto Kota Pekalongan dan Angka-angka perkapita tahun 1998 – 2001 atas dasar Harga Konstan)
No Tahun Pendapatan perkapita (Rp)
1. 1998 1.212.349
Pekalongan atas dasar harga konstan menunjukkan bahwa pendapatan perkapita
penduduk senilai Rp.1.468.836,- menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kota
Pekalongan tahun 2001 yang ditunjukkan oleh Pertumbuhan Domestik Regional
Bruto atas dasar harga konnstan tahun 1993 menunjukkan lebih tinggi dari tahun
sebelumya sebesar 4,30% walaupun perjalanan perekonomian selama tahun
2001 dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara langsung telah merugikan,
seperti adanya kegagalan panen , dampak krisis ekonomi dan moneter serta
konstruksi dan industri, karena pelaku bisnis baik konsumen ataupun produsen
takut atas resiko yang tidak menentu, karena itu situasi yang kondusif khususnya
yang berkaitan dengan isu politik dan keamanan harus betul-betul dapat dijamin
oleh pemerintah, sehingga pelaku bisnis akan merasa nyaman dan aman dalam
berdagang.
Selain situasi yang kondusif, perputaran roda perekonomian juga didukung oleh
kondisi fasilitas infra struktur berupa jalan raya yang tersedia. Hal ini karena para
pelaku bisnis baik produsen maupun konsumen tidak dapat melakukan transaksi
bisnis bila prasarana jalan dalam kondisi yang tidak memadai, yang pada akhirnya
hanya akan menambah cost production menjadi lebih besar lagi. Kota Pekalongan
hingga kini memiliki tiga macam tipe jalan yaitu jalan negara, jalan propinsi dan
jalan kota yang setiap tahun sejak tahun 2001 telah menunjukkan pertambahan
panjang jalan yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekalongan
dimana jalan propinsi sepanjang 7,610 km dalam kondisi baik hingga sedang
jalan propinsi sepanjang 7,203 km dalam kondisi dalam kondisi baik hingga
sedang, telah mempermudah akses antara produsen dan konsumen dalam
bertransaksi, hal ini dibuktikan dengan angka besar nilai ekspor yang hingga
tahun 2002 masih di dominasi oleh sektor tekstil khususnya produk batik, dan
peringkat kedua di duduki sektor ikan apalagi didukung oleh adanya TPI
Hingga Desember 2002 telah tercatat realisasi ekspor ke manca negara senilai $
4.361.782,9, yang mana sebanyak $ 1.763.989,32 datang dari ekspor garment, $
1.356.464,07 dari batik printing dan sarung batik, serta $ 1.136.982,90 didapat
dari sektor ikan yang terdiri dari ikan kakap merah, ikan tuna steak dan ikan ikan
lainnya.
Fasilitas sarana dan prasarana telekomunikasi sejak tahun 1998 hingga tahun
2002 terus mengalami kenaikan jumlah konsumen karena data yang ada di
PT.Telkom Pekalongan ada 17.850 pelanggan sehingga juga telah mempengaruhi
secara langsung jumlah pemakaian pulsa telepon dan terakhir jumlah pemakaian
ada sekitar 104.270.2744 pulsa, ini juga didukung dengan pertumbuhan TUT
(Teleon Umum Tunggu) dan Wartel (Warung Telekomunikasi) yang hingga tahun
2002 ada 257 TUT dan 35 Wartel.
4. Lingkungan Sosial Budaya
Kota Pekalongan merupakan kota pesisir yang seperti kebanyakan kota pesisir
lainnya merupakan kota dagang. Sistem sosial budaya masyarakat di Pekalongan,
tidak seperti kota-kota pedalaman Jawa, lebih terbuka. Masyarakat Pekalongan
lebih leluasa mengungkapkan perasaan dan pendapatnya, tanpa merasa perlu
terlalu “ewuh pakewuh” seperti kebanyakan masyarakat Jawa pedalaman. Apalagi
jarak Pekalongan dengan kota-kota besar seperti Semarang dan Jakarta relatif
dekat sehingga banyak kaum migran yang telah terpapar kehidupan kota besar
dan membawa budaya tersebut ke kota asalnya, Pekalongan. Selain terbuka dan
tampak pada jumlah jemaah haji yang terus meningkat jumlahnya. Sejak tahun
1998 setiap tahun hingga tahun 2001 telah terjadi peningkatan angka yang
penduduk Kota Pekalongan yang menunaikan ibadah haji pada tahun 1998
sebanyak 426, 1999 - 94, 2000 - 474, dan 2001 sebanyak 860 orang dan terakhir
tahun 2002 ada 531 orang jemaah haji.
5. Analisis Data Sosial, Budaya dan Ekonomi
Berdasarkan data-data sosial ekonomi tersebut di atas maka dapat dikatakan
bahwa kondisi sosial ekonomi kota Pekalongan cukup mendukung adanya
investasi baru di segala bidang. Apalagi tampak bahwa kondisi infrastruktur yang
tersedia cukup memadai seperti sarana jalan yang cukup baik, sarana listrik dan
telpon yang tersebar luas. Dipandang dari sudut pandang investasi di bidang
kesehatan, hal ini amat mendukung karena akses terhadap pelayanan kesehatan
menjadi semakin baik. Apabila ada masyarakat yang menderita sakit, maka
infrastruktur yang memadai akan mempermudah perjalanannya ke Rumahsakit,
atau menghubungi Rumahsakit terdekat lewat telepon. Adanya investasi baru,
terutama dalam bidang kesehatan juga akan membantu menyerap tenaga kerja
yang saat ini baru kurang lebih 19% dari penduduk, sehingga pada gilirannya
akan lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, terdapat pula
kemungkinan hambatan yang muncul karena masih cukup banyaknya masyarakat
miskin yang ada di kota Pekalongan ini (lebih dari 50%). Cukup banyaknya
masyarakat yang miskin menunjukkan bahwa sektor pelayanan kesehatan harus
BAB III
KINERJA BEBERAPA RUMAHSAKIT DI KOTA
PEKALONGAN & SEKITARNYA
Kinerja Rumahsakit dalam tulisan ini adalah kinerja Rumahsakit yang ada di kota
Pekalongan dan sekitarnya baik milik pemerintah maupun milik swasta. Seperti
diketahui bahwa di kota Pekalongan terdapat 5 Rumahsakit umum yang terdiri dari
1 Rumahsakit umum milik kabupaten Pekalongan dan 4 Rumahsakit umum milik
swasta.
1. Sumber Daya Kesehatan Kota Pekalongan
Rasio tenaga medis tahun 2002 per 100.000 penduduk di kota Pekalongan
sebesar 36,81 tenaga medis keperawatan (perawat dan bidan) dan 38,32 tenaga.
Dengan jumlah tenaga seperti disebutkan, saat ini sarana kesehatan yang ada di
kota Pekalongan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Pekalongan tahun 2002
No Sarana kesehatan Jumlah
1. Rumahsakit pemerintah 1 buah (milik kabupaten Pekalongan)
2. Rumahsakit Swasta 4 buah
3. UPTK BP Paru 1 buah
4. Puskesmas Perawatan 1 buah
Dari tabel diatas terlihat bahwa satu-satunya Rumahsakit pemerintah di kota
Pekalongan adalah Rumahsakit daerah miliknya kabupaten Pekalongan. Dengan
sarana kesehatan yang ada, menurut data tahun 2002 tenaga kesehatan yang
bekerja di lingkungan institusi kesehatan kota Pekalongan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 6. Kategori Tenaga Kesehatan Kota Pekalongan Berdasarkan Institusi Kesehatan
Tabel diatas menggambarkan data tenaga kesehatan yang telah bekerja di
institusi kesehatan. Ini artinya, apabila rencana pendirian Rumahsakit ini
direalisasikan maka pemerintah kota Pekalongan harus mempersiapkan/merekrut
tenaga kesehatan baru khususnya dokter umum, spesialis, perawat, dan tenaga
lainnya.
2. Kinerja Pelayanan Rumahsakit di Kota Pekalongan &
Sekitarnya
Kinerja pelayanan Rumahsakit di kota Pekalongan saat ini tercermin dalam jumlah
kunjungan pasien (rawat jalan), jumlah hari perawatan dan BOR (rawat inap), dan
jumlah pemeriksaan/tindakan untuk penunjang medis. Hal ini selanjutnya dapat
dilihat pada penjelasan berikut.
2.1. Instalasi Rawat Jalan
Gambar 1. Jumlah kunjungan pasien Rawat jalan Tahun 1996 - 2001
Gambar di atas, menunjukkan bahwa jumlah kunjungan rawat jalan di
Rumahsakit, secara umum menunjukkan trend meningkat. Walaupun pada tahun
3 (1998) mengalami penurunan namun kemudian meningkat. Hal ini kemungkinan
besar karena adanya pengaruh krisis moneter tahun 1998. Dari total jumlah
16 Bronkhitis, emfiserna dan penyakit paru obstruktif kronik
Walaupun secara keseluruhan terjadi penurunan jumlah kasus, namun pada
beberapa kasus terjadi peningkatan seperti gastritis dan duodentis, bronkitis, dan
asma. Ada 3 kasus yang tidak ada di tahun sebelumnya yaitu hipertensi, nyeri
perut dan panggul, dan bronkitis akut.
2.2. Instalasi Rawat Inap
Pada tabel diatas terlihat bahwa Persaingan pelayanan kesehatan khususnya
Rumahsakit di Kota Pekalongan cukup tinggi. Dengan 475 tempat tidur untuk
263.540 penduduk, berarti tiap 1 TT tersedia untuk 555 penduduk. Padahal
standar WHO menyebutkan bahwa 1 TT tersedia untuk 1000 penduduk. Hal ini
berarti bahwa apabila pendirian Rumahsakit hanya mengandalkan kota penduduk
Kinerja BOR dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. BOR tahun 1 (1996) – tahun 5 (2001)
39,72
33,86
39,75
47,81 50,02
0 10 20 30 40 50 60
BOR (%)
1 2 3 4 5
Tahun
BAB IV
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Aspek pasar merupakan salah satu aspek utama dalam suatu studi kelayakan
pendirian Rumahsakit harus dikaji secara bersamaan dengan berbagai aspek
lainnya secara lebih tajam. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa tidak
mungkin suatu produk atau pelayanan dapat dikembangkan jika tidak ada pangsa
pasar yang akan menyerapnya. Hasil kajian terhadap aspek pasar ini akan
membantu pengambil kebijakan untuk menentukan segmen mana yang akan
dijadikan sebagai sasaran pengembangan produk atau layanan.
1. Kondisi Persaingan Pasar Rumahsakit di Kota
Pekalongan
Persaingan pelayanan kesehatan khususnya Rumahsakit di Kota Pekalongan
cukup tinggi. Berdasarkan observasi yang dilakukan di lapangan tampak bahwa
RS yang telah ada di Kota Pekalongan mempunyai beberapa
kelemahan-kelemahan yang dapat dijadikan titik tolak untuk menjadikan RS baru ini lebih
unggul. Gambar-gambar berikut ini menggambarkan beberapa kelemahan
Gambar 3. Lahan Parkir Rumahsakit
Gambar di atas menunjukkan bahwa RS tersebut mempunyai lahan parkir yang
terbatas dan akses ke jalan besar juga terbatas. Hal ini dapat menjadi kelemahan
karena akses adalah unsur utama yang harus dimiliki sebuah RS. Kamar-kamar di
RS tersebut juga menunjukkan bahwa masih terdapat peluang untuk
mengembangkan yang lebih baik.
Gambar di atas menunjukkan sebuah kamar VIP yang selama ini menjadi andalan
dari RS tersebut dan menurut wawancara yang dilakukan seringkali penuh.
Apabila terdapat kamar dengan desain yang lebih baik dari kamar di atas,
tentunya akan lebih diminati oleh kalangan menengah ke atas.
Gambar di bawah ini menunjukkan kondisi RS yang cukup laris di Kota
Pekalongan.
Gambar 5. Tampilan Depan Rumahsakit Pekalongan
Dari penampilan luar yang cukup megah, RS ini dapat menjadi pesaing yang
cukup berat bagi RS yang akan didirikan. Apalagi, akses jalan masuknya cukup
baik. Demikian juga dengan kondisi kamarnya seperti tampak pada gambar di
Gambar 6. Ruangan Kamar Rumahsakit
Seperti juga di banyak RS lain, BOR kamar VIP lebih sering penuh dan bahkan
terkadang harus menunggu. Namun demikian, kelemahan dari RS ini adalah
akses UGD yang sempit dan kurang mendukung apabila terdapat pasien gawat
darurat. Hal ini tampak pada gambar di bawah ini :
Dengan akses UGD seperti tampak pada gambar di atas, maka akan sulit apabila
terdapat 2 kecelakaan sekaligus. Jalan menuju ruangan UGD yang sempit dan
terlalu menanjak juga kurang aman bagi pasien kecelakaan atau kasus gawat
darurat yang lain.
Rumahsakit lain di Kota Pekalongan ini, yang terbesar, juga mempunyai
kelemahan dalam akses UGD nya seperti tampak pada gambar di bawah ini :
Gambar 8. Para Penjenguk Korban Kecelakaan
Gambar di atas diambil ketika terjadi kecelakaan. Tampak pada gambar di atas
bahwa kerumunan orang yang melihat korban kecelakaan menutupi akses ke
pintu yang sudah sempit. Rumahsakit di atas juga terletak agak jauh ke dalam
kota sehingga kurang mendukung kemudahan akses pelayanan gawat darurat.
Kasus kecelakaan di Kota Pekalongan yang berada di jalur pantai utara yang
Tabel 9. BANYAKNYA ANGKA KECELAKAAN
(Berdasarkan data Banyaknya korban,Pembayaran klaim, dan Pendapatan dirinci menurut UU.No.33 da UU.No34 Tahun1964 Pada PT.Jasa Raharja (PERSERO) Pekalongan Tahun 2002
UU.No.33/1964 UU.No.34/1964
Bulan
Jml.Korban Jml.Klaim Jml.Korban Jml.Klaim
Januari 119 252.471.550 171 1.105.820.900
Februari 23 78.738.100 120 626.546.650
Maret 30 110.827.950 113 627.332.000
April 47 154.369.600 151 901.594.700
Mei 25 30.481.350 140 907.523.400
Juni 23 78.272.600 131 646.939.750
Juli 19 68.442.800 137 843.330.450
Agustus 33 129.381.100 164 883.295.000
September 61 77.891.850 121 651.339.300
Oktober 60 106.657.800 159 771.219.400
November 9 33.338..950 137 805.715.350
Desember 15 72.743.750 134 712.052.050
Jumlah 464 1.193.667.400 1.678 9.482.708.950
Dari gambaran yang telah disebutkan di atas tampak bahwa pelayanan yang
masih dapat dikembangkan dan masih merupakan kelemahan di RS lain adalah
trauma centre dan pelayanan ruang VIP untuk kelas menengah ke atas.
Pilihan pendirian Rumahsakit dapat berupa Rumahsakit umum atau Rumahsakit
khusus. Untuk kota Pekalongan, peluang untuk mendirikan Rumahsakit umum
masih terbuka karena ratio jumlah tempat tidur dibandingkan dengan jumlah
penduduk daerah cakupan masih lebih rendah daripada standar (analisis lebih
lanjut dapat dilihat di bahasan tentang proyeksi kebutuhan tempat tidur untuk
rawat inap). Selain itu, Rumahsakit umum lebih prospektif secara finansial karena
Sebagai Rumahsakit umum, nantinya juga dapat menjadi Rumahsakit rujukan
karena selama ini rujukan puskesmas di kota Pekalongan masih ke Rumahsakit
Kabupaten yang letaknya di Kota Pekalongan. Standar pelayanan minimal sebuah
daerah otonom adalah tersedianya pelayanan kesehatan rujukan. Seperti telah
dikemukakan di atas, Kota Pekalongan sudah membutuhkan pelayanan
kesehatan yang sifatnya pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, bukan lagi
pelayanan dasar karena indikator kesehatan menunjukkan bahwa masalah
pelayanan dasar sudah diatasi oleh Puskesmas yang ada. Dengan adanya
sebuah Rumahsakit umum, maka Kota Pekalongan akan dapat meningkatkan
derajat kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik. Seperti diketahui kelompok
masyarakat menengah ke atas, selama ini memanfaatkan pelayanan Rumahsakit
di kota besar seperti Semarang. Apabila Kota Pekalongan dapat menyediakan
pelayanan kesehatan yang memadai, mereka tidak perlu jauh-jauh berobat dan
pada akhirnya aliran dana masyarakat tidak akan keluar dari Kota Pekalongan.
2. Faktor Pembeli
Pada masa lalu, konsumen di sektor kesehatan adalah konsumen yang pasif dan
penurut. Bagaimanapun kualitas jasa pelayanan kesehatan yang ada, ramah atau
tidak ramah, mereka tetap menerimanya karena kurangnya pengetahuan dan
tidak banyaknya pillihan. Namun kondisi saat ini telah berubah. Oleh karena
semakin banyaknya pilihan, konsumen rumah sakit saat ini adalah konsumen
yang pemilih (choosy) dan cepat berubah pendirian. Mereka semakin cenderung
menjadi konsumen yang penuh perhitungan, serta menuntut jasa pelayanan yang
Konsumen, maka konsumen mempunyai daya tawar yang lebih tinggi
dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dokter dan RS saat ini merupakan
institusi yang rentan terhadap tuntutan hukum. Bila konsumen kurang mendapat
informasi yang memadai tentang jasa pelayanan yang ada, salah paham dan
saling tuntut dapat menjadi ancaman. Bila hal itu terjadi, maka citra RS akan
menjadi taruhannya dan pesaing yang akan mendapat keuntungan. Beberapa
Rumahsakit sudah mengantisipasi hal itu dengan produk penanganan keluhan
yang komprehensif yang terintegrasi dengan bagian pemasaran RS.
Untuk dapat mengukur keinginan dan harapan konsumen atau pembeli pelayanan
kesehatan di Kota Pekalongan, telah dilakukan survei kepada sejumlah pasien di
beberapa RS di Kota Pekalongan. Survei ini bertujuan untuk menilai kekuatan
tawar, terutama dari aspek kemauan dan kemampuan membayar, dari calon
pembeli RS yang akan dibangun.
Dari hasil survei terhadap 103 responden yang sudah mengembalikan kuesioner
tampak bahwa kemampuan membayar responden yang saat ini dirawat di
berbagai RS cukup tinggi. Hal ini tampak pada rata-rata alokasi dana yang
diperuntukkan untuk hal-hal yang sebenarnya bisa dialihkan untuk kesehatan yaitu
rokok, kesehatan itu sendiri, rekreasi dan sumbangan seperti tampak pada tabel
Tabel 10. Rata-rata Alokasi Dana
Keterangan Jumlah
Sewa rumah dan pemeliharaan rumah Rp 92.500
Makan Rp 449.216
Transportasi Rp 78.178
Rokok Rp 113.341
Kesehatan Rp 116.389
Rekreasi dan Sumbangan sosial Rp 93.226
Rekening listrik Rp 57.967
Rekening telpon Rp 129.196
Rekening air Rp 20.750
Lain-lain Rp 268.406
Dari data di atas tampak bahwa total alokasi dana untuk rokok, kesehatan,
rekreasi dan sumbangan sosial adalah sebesar Rp 322.956 per bulan. Hal ini
cukup tinggi, terutama untuk rokok, mengingat dari beberapa penelitian
sebelumnya dan angka SUSENAS, jumlah uang yang dialokasikan untuk rokok
berkisar antara Rp 40.000 sampai dengan Rp 60.000. Dari angka yang diperoleh
dari survei ini maka dapat dikatakan bahwa potensi pasar kesehatan di
Pekalongan cukup baik karena kemampuan membayarnya cukup baik. Bila
melihat kemauan membayar, maka tabel-tabel di bawah ini menunjukkan bahwa
responden mempunyai kemauan yang kurang untuk membayar pelayanan
Tabel 11. Kurangnya Kemauan Membayar Pelayanan Kesehatan Responden
Keterangan Jumlah
Setiap berobat ke dokter umum saya bersedia membayar 15.000
Setiap berobat ke dokter spesialis saya bersedia membayar 30.000
Setiap kali menebus obat di apotik saya bersedia membayar 50.000
Apabila saya dirawat inap kurang dari 3 hari tanpa operasi (kamar klas III) kurang 1 juta Apabila saya dirawat inap 3 sampai 5 hari tanpa operasi (klas III) kurang 1 juta Apabila saya dirawat inap kurang dari 3 hari dan dioperasi (kamar klas III) kurang 2 juta Apabila saya dirawat inap 3 sampai 5 hari dan dioperasi (kamar klas III) 2 juta
Apabila saya dirawat inap kurang dari 3 hari tanpa operasi (kamar VIP) kurang 2 juta Apabila saya dirawat inap 3 sampai 5 hari tanpa operasi (kamar VIP) kurang 2 juta Apabila saya dirawat inap kurang dari 3 hari dan dioperasi (VIP) kurang 3 juta Apabila saya dirawat inap 3 sampai 5 hari dan dioperasi (VIP) kurang 3 juta
Hal ini terutama tampak pada kemauan untuk membayar operasi yang jika dilihat
maka kemauan tersebut amat kurang dibandingkan biaya rata-rata sesungguhnya
bila dioperasi, apalagi di kamar VIP. Namun demikian, mengingat pelayanan
kesehatan lebih tidak sensitif terhadap harga (sensitivitas harga rendah), kemauan
yang rendah ini lebih menunjukkan bahwa segmentasi untuk Rumahsakit yang
akan dibangun sebaiknya lebih fokus. Selain itu hal ini menunjukkan bahwa
manajemen RS yang akan didirikan nantinya harus profesional sehingga dapat
meraih pasar yang cukup sulit ditembus ini.
Berdasarkan survei terhadap harapan pasien yang ada di Kota Pekalongan dan
sekitarnya tampak bahwa sebagian besar mengharapkan adanya pelayanan yang
baik serta murah. Hal ini tampak pada tabel berikut ini:
Tabel 12. Harapan Konsumen akan Pelayanan Kesehatan
Harapan utama Proporsi responden yang berpendapat
Pelayanan yang baik 42,6%
Murah 33,2%
Fasilitas lengkap 15,3%
Letaknya strategis 5,0%
Bersih 2,5%
Obat-obatan tersedia 0,5%
Ada pelayanan ASKES 0,5%
Ada tempat parkir luas 0,5% Sumber: hasil survei diolah
Data di atas menunjukkan bahwa masyarakat kota Pekalongan sudah lebih
mengedepankan mutu pelayanan daripada harga yang murah. Hal ini berarti
Rumahsakit yang akan dibangun sebaiknya lebih mengedepankan pelayanan
yang berkualitas, walaupun dari segi harga harus kompetitif.
Hasil survei di atas menunjukkan gambaran pasar yang bersifat individual.
Sebenarnya di Pekalongan juga terdapat peluang pasar yang bersifat kelompok
yaitu mereka yang biaya kesehatannya ditanggung perusahaan tempat bekerja
atau yang diasuransikan. Biasanya pasar ini menyukai tarif yang lebih pasti, tidak
berubah-ubah dan mengingat mereka merupakan pembeli besar (borongan) maka
mereka menginginkan harga khusus atau diskon. Dengan demikian Perusahaan
dapat lebih memfokuskan diri pada core bisnis, urusan kesehatan karyawan di
Pasar kelompok adalah pasar yang selama ini sering kurang diperhatikan oleh
Rumahsakit. Hal ini disebabkan karena pasar kelompok oleh sebagian
Rumahsakit dianggap “merepotkan”, bahkan sebagian pasar kelompok yang
berasal dari asuransi dianggap “merugikan”. Padahal sebenarnya “kerepotan” dan
“kerugian” tersebut dapat diminimalisir kalau pihak Rumahsakit telah menguasai
teknik penentuan tarif paket untuk pasar kelompok. Dengan demikian, RS dapat
mempunyai posisi tawar yang lebih tinggi. Bila pasar kelompok tersebut tidak
dapat memenuhi tarif yang disepakati, kontraknya tidak perlu diperpanjang lagi.
Apabila RS telah dapat menguasai teknik penentuan tarif paket ini dan pihak
perusahaan yang ingin mengontrak RS telah sepakat dan memahami tarif
tersebut, maka keuntungan dari pihak Rumahsakit akan lebih banyak daripada
melayani pasar individual karena RS telah memiliki captive market.
Mengingat kota Pekalongan dekat dengan daerah-daerah industri maka perlu
diraih peluang pasar perusahaan atau asuransi kesehatan yang menjamin
karyawan perusahaan. Rumahsakit yang akan didirikan untuk itu perlu
menetapkan tarif paket karena tarif paket lebih disukai pasar khusus ini. Sistem
pembayaran biasanya dapat dilakukan dengan cara klaim apabila ada karyawan
yang sakit. Sistem klaim dapat dilakukan secara penggantian langsung
(reimbursement), atau per hari rawat (daily charge) atau memberi RS tersebut
sejumlah anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya, misalnya per orang yang
3. Faktor Pendatang Baru
Intensitas persaingan semakin tinggi bila dalam waktu dekat akan segera
dibangun RS baru. Ini berarti akan muncul pesaing baru dan ada kemungkinan
pasar yang tadinya sudah dikuasai akan beralih ke pesaing tersebut. Bila hal itu
terjadi, maka RS yang akan didirikan di Kota Pekalongan ini mungkin perlu
membuat produk yang dapat membuat pasar tetap setia atau
produk-produk unggulan. Yang jelas, RS baru ini harus mempunyai pelayanan yang khas.
Di Kota Pekalongan saat ini telah direncanakan pendirian sebuah Rumahsakit
baru yang merupakan milik seorang dokter spesialis cukup terkenal. Ancaman ini
cukup serius mengingat berdasarkan survei yang diadakan ternyata alasan utama
untuk berobat ke RS adalah karena dirujuk oleh dokter, alasan berikutnya adalah
karena pelayanan yang terkenal baik. Ini berarti bahwa faktor dokter perujuk amat
mempengaruhi sehingga bila RS Baru yang merupakan milik salah seorang dokter
tersebut nantinya berdiri maka dokter tersebut dapat dipastikan akan merujuk
pasiennya ke Rumahsakitnya sendiri.
4. Faktor Pemasok
Kekuatan posisi tawar pemasok kepada RS dapat mempengaruhi intensitas
persaingan dan mendorong perlunya inovasi dan pengembangan produk.
Pemasok di sini dapat berarti pemasok alat kesehatan atau pemasok jasa.
Pemasok obat atau alat kesehatan biasanya mempunyai daya tawar yang lebih
rendah. Namun pemasok jasa medik, terutama dokter spesialis mempunyai daya
tawar yang lebih tinggi. Sering terjadi tarif RS sangat tergantung pada dokter
spesilias tertentu yang memang merupakan pemasok pasien utama. Hal ini akan
mempengaruhi intensitas persaingan dengan RS lain yang mungkin dapat lebih
murah tarifnya. Beberapa RS mencoba melakukan inovasi dengan menciptakan
produk pelayanan yang tidak tergantung pada satu atau sekelompok spesialis
tertentu misalnya dengan pelayanan home care pasca perawatan. Dengan cara
ini, RS berharap dapat mengurangi hari rawat di RS, dan tentu saja jumlah jasa
medis yang harus diberikan kepada dokter spesialis, sehingga dapat mengurangi
biaya bagi pasien namun RS sendiri tidak kehilangan sumber pendapatan.
Hasil pengamatan di Kota Pekalongan menunjukkan bahwa faktor pemasok ini
juga dapat menjadi ancaman karena dokter spesialis Kota Pekalongan, seperti
5. Faktor Produk Substitusi
Produk substitusi pelayanan kesehatan, yang biasaya berupa pelayanan
kesehatan alternatif, juga berpengaruh terhadap perlu tidaknya sebuah RS
mengembangkan produk baru. Sebuah RS di Yogyakarta bahkan mencoba
mengakomodasi pelayanan kesehatan alternatif ini sebagai salah satu produknya.
Pelayanan kesehatan alternatif memang mempunyai pasar yang cukup luas.
Dengan mengakomodasinya dalam produk, RS tersebut berharap dapat meraih
pangsa pasar yang selama ini lebih banyak dikuasai oleh profesional non medis
seperti shinse, paranormal dan lain sebagainya. Sekaligus RS tersebut berusaha
meningkatkan posisi persaingannya karena dengan demikian konsumen yang
tertarik untuk mencoba pelayanan alternatif tersebut dapat mengenal RS secara
lebih baik dan ini dapat merupakan pasar baru yang potensial untuk pelayanan
medik konvensional.
Di Pekalongan, saat ini terdapat sebuah klinik alternatif yang secara mencolok
mengiklankan pelayanan medik di sebuah Rumah Toko (Ruko) di pinggir jalan
protokol. Memang berdasarkan pengamatan, jumlah pasien tidak terlalu banyak
dan kebanyakan merupakan mereka yang sebenarnya menderita gangguan
psikosomatis. Namun demikian, bila tidak diwaspadai, pelayanan seperti ini dapat
6. Proyeksi Pangsa Pasar Pendirian Rumahsakit kota
Pekalongan
Proyeksi terhadap pangsa pasar yang kemungkinan dicapai oleh Rumahsakit baru
nantinya di kota Pekalongan, berguna terutama untuk mengantisipasi kapasitas
dan jenis layanan yang perlu disiapkan. Berikut ini akan disajikan hasil proyeksi
kinerja (BOR, hari perawatan, dan jumlah pasien).
6.1. PROYEKSI PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP
Pada prinsipnya output (volume) di rawat inap dapat berupa Lenght of Stay (LOS),
jumlah pasien, dan Bed Occupancy Ratio (BOR). Proyeksi kinerja instalasi rawat
inap berbasis pada ketiga item tersebut. Proyeksi jumlah tempat Tidur(TT)
Rumahsakit yang nantinya akan didirikan, berbasis data jumlah penduduk
kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, dan Kota Pekalongan. Disamping itu
data jumlah tempat tidur yang tersedia di berbagai Rumahsakit di 3 kabupaten
tersebut juga diperhitungkan. Hasil analisis kemudian diperbandingkan dengan
standar WHO.
Proses analisis kebutuhan tempat tidur adalah sebagai berikut:
Jumlah penduduk:
§ Kota Pekalongan = 263.540 jiwa,
§ Kab Batang = 665.426 jiwa ,
§ Kab Pekalongan = 807.051 jiwa,
§ Total = 1.736.017 jiwa.
Perbandingan jumlah penduduk dgn TT 1 TT = 2.012penduduk.
Standar: 500-1000 penduduk = 1TT
Berdasarkan analisis perbandingan jumlah penduduk dengan TT dan standar
WHO maka terlihat masih ada kemungkinan penambahan TT untuk pasar
kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan dan Kabupaten Batang. Kapasitas TT
yang dibutuhkan ± 100TT ditambah dengan 10TT untuk ICU/ICCU. Karena itu,
proyeksi proporsi TT untuk Rumahsakit yang akan didirikan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 13. Proyeksi Proporsi Tempat Tidur
NO KELAS TT
1 VIP 20
2 I 30
3 II 20
4 III 30
5 ICU/ICCU 10
Sumber: data proyeksi
Berdasarkan kajian terdahulu terlihat bahwa untuk kelas atas (VIP) selalu penuh.
Sedangkan untuk kelas menengah ke bawah relatif sedang. Karena itu BOR untuk
tahun pertama diproyeksikan masing-masing; VIP 50%, kelas I 20%, kelas II 20%,
kelas III 30%, dan ICU/ICCU 30%. Peningkatan BOR diproyeksikan 20% pertahun
hingga BOR mencapai kapasitas maksimal, yaitu untuk VIP 100%, untuk kelas I
maksimal tersebut diharapkan akan ada penambahan jumlah tempat tidur.
Proyeksi BOR secara rinci selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 14. Proyeksi BOR Rawat Inap selama 10 tahun
PROYEKSI BOR
NO TAHUN
VIP KELAS I KELAS II KELAS III ICU/ICCU
1 I 50% 20% 20% 30% 30%
2 II 60% 24% 24% 36% 36%
3 III 72% 29% 29% 43% 43%
4 IV 86% 35% 35% 52% 52%
5 V 100% 41% 41% 62% 62%
6 VI 100% 50% 50% 75% 75%
7 VII 100% 60% 60% 90% 90%
8 VIII 100% 72% 72% 90% 100%
9 IX 100% 86% 86% 90% 100%
10 X 100% 86% 86% 90% 100%
Sumber: data proyeksi
LOS rata-rata untuk kelas I hingga VIP berdasarkan data kinerja Rumahsakit
disekitar kota Pekalongan sekitar 4 hari. Sedangkan rata-rata LOS pasien
ICU/ICCU sekitar 7 hari. Dengan proyeksi LOS tersebut, maka jumlah pasien
diperoleh dengan cari membagi jumlah hari dalam setahun dengan LOS yang
dikalikan dengan jumlah Tempat Tidur dan BOR. Hasil perhitungan tersebut,
Tabel 15. Proyeksi Jumlah Pasien Rawat Inap
Mengacu pada berbagai data proyeksi, selanjutnya dilakukan diproyeksi terhadap
jumlah hari perawatan (JHR). Gambar berikut adalah proyeksi JHR untuk tahun I.
Gambar 10. Proyeksi JHR tahun I
1,460
6.2. PROYEKSI PASIEN RAWAT JALAN
Proyeksi pasien rawat jalan didasarkan pada jumlah penduduk yang kemungkinan
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan penduduk kota Pekalongan
sebanyak 263.540 jiwa dan diasumsikan tiap orang rata-rata sakit 4 bulan sekali
akan diperoleh pasar pelayanan kesehatan di kota Pekalongan. Apabila untuk
Rumahsakit kota Pekalongan yang rencananya akan dibangun, diproyeksikan
mengambil pangsa pasar sebesar 1,5% dari pasar pelayanan kesehatan yang ada
maka proyeksi jumlah pasien rawat jalan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 16. Proyeksi Jumlah Pasien Rawat Jalan
NO TAHUN JUMLAH PASIEN
Pertahun Per hari
1 I 11.859 32
2 II 14.231 39
3 III 15.654 43
4 IV 17.220 47
5 V 18.942 52
6 VI 20.836 57
7 VII 22.919 63
8 VIII 25.211 69
9 IX 27.733 76
10 X 30.506 84
Sumber: data proyeksi
Jumlah pasien rawat jalan pada tabel diatas selanjutnya tiap tahun meningkat
20% seiring dengan perkembangan dan cakupan pelayanan yang ada.
Selanjutnya, berdasarkan kajian pola dan jenis penyakit dalam bab terdahulu,
pelayanan rawat jalan di 7 poli spesialis, 1 poli gigi dan 1 poli umum. Selain poli
umum dan poli gigi, pelayanan rawat jalan terdiri dari poli spesialis yaitu:
1. Poli penyakit dalam,
2. poli anak,
3. poli mata,
4. poli kebidanan dan kandungan,
5. poli syaraf,
6. poli bedah, dan
7. poli THT.
Dari total pasien rawat jalan pada tabel diatas, selanjutnya akan diproyeksi
kedalam setiap poli dengan asumsi sbb:
1. Jumlah pasien poli umum sebesar 25% dari total proyeksi jumlah pasien rawat
jalan,
2. Jumlah pasien poli penyakit dalam sebesar 20% dari total proyeksi jumlah
pasien rawat jalan,
3. Jumlah pasien poli bedah bedah, mata, THT dan poli Syaraf masing-masing
sebesar 5% dari total proyeksi jumlah pasien rawat jalan,
4. Jumlah pasien poli kebidanan dan kandungan sebesar 15% dari total proyeksi
jumlah pasien rawat jalan,
5. Jumlah pasien poli syaraf sebesar 10% dari total proyeksi jumlah pasien rawat
Berdasarkan dasar asumsi tersebut, kemudian dilakukan proyeksi jumlah pasien
untuk setiap poli seperti pada tabel berikut.
Tabel 17. Proyeksi Jumlah Pasien Setiap Poli di Rawat Jalan Tahun I - X
POLI
Tabel 17 diatas menunjukkan jumlah pasien dengan pelayanan periksa dokter.
Sedangkan untuk pelayanan tindakan untuk poli spesialist seperti; tindakan
sederhana, tindakan kecil, tindakan sedang, dan tindakan besar diproyeksi
masing-masing sebesar 40%, 30%, 20% dan 10% dari proyeksi jumlah pasien.
6.3. PROYEKSI JUMLAH PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pasien radiologi dapat berasal dari rawat jalan maupun rawat inap. Karena itu,
jumlah pasien radiologi diasumsikan berasal dari 25% pasien rawat jalan dan 50%
pasien rawat inap. Proyeksi jumlah pasien radiologi selanjutnya dapat dilihat pada
Tabel 18. Proyeksi Jumlah pasien radiologi Tahun I - X
6.4. PROYEKSI JUMLAH PASIEN KAMAR BEDAH
Proyeksi jumlah pasien kamar Bedah berbasis asumsi bahwa minimal 2 pasien
per hari. Setiap tahun meningkat 20%. Selanjutnya, proyeksi pasien bedah dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 19. Proyeksi Jumlah pasien Bedah Tahun I – X
6.5. PROYEKSI JUMLAH PEMERIKSAAN LAB
Seperti halnya pasien radiologi, pasien lab juga dapat berasal dari rawat jalan
maupun rawat inap. Karena itu, jumlah pasien lab diasumsikan berasal dari 50%
pasien rawat jalan dan 100% pasien rawat inap. Berikut adalah gambar proyeksi
jumlah pasien lab.
Gambar 11. Proyeksi Jumlah pasien lab mulai tahun I – X.
9.945
6.6. PROYEKSI JUMLAH PASIEN REHAB MEDIK
Proyeksi jumlah pasien Rehab Medik berbasis asumsi bahwa minimal 2 pasien
per hari. Setiap tahun meningkat 20%. Selanjutnya, proyeksi pasien Rehab Medik
Tabel 20. Proyeksi Jumlah pasien Bedah Tahun I – X
6.7. PROYEKSI JUMLAH PASIEN IGD
Proyeksi jumlah pasien Rehab Medik berbasis asumsi bahwa minimal 10 pasien
per hari untuk tahun I. Setiap tahun meningkat 20%. Selanjutnya, proyeksi pasien
IGD dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 21. Proyeksi Jumlah pasien IGD Tahun I – X
BAB V
KAJIAN ASPEK TEKNIS & TEKHNOLOGI SERTA
KEBUTUHAN PERALATAN
Kajian kedua aspek ini pada dasarnya bertujuan untuk melihat sampai berapa
besar kebutuhan dana pendirian Rumahsakit baru tersebut. Karena itu, mengacu
pada kajian pasar dan kebutuhan pelayanan kesehatan maka direncanakan
pendirian Rumahsakit kota pekalongan mengacu pada standar Rumahsakit tipe C.
Rumahsakit tipe C adalah Rumahsakit yang menyediakan pelayanan rujukan
tingkat pertama yang dilengkapi dengan 4 spesialis besar yaitu; spesialis penyakit
dalam, bedah, Obgyn, dan spesialis anak dan 4 spesialis lain yang sifatnya “on
call”. Spesifikasi Rumahsakit yang rencananya akan didirikan adalah sebagai
berikut:
INSTALASI RAWAT INAP
Fasilitas kamar di instalasi rawat inap terdiri dari VIP (20 TT), Kelas I (30 TT),
Kelas II (20 TT), dan kelas III (30 TT), ditambah dengan 10 TT untuk
ICU/ICCU. Pada instalasi ini tentunya membutuhkan berbagai fasilitas mulai
dari kamar, hingga peralatan medis dan non medis. Rincian kebutuhan
peralatan medis dan non medis selanjutnya dapat dilihat pada lampiran.
INSTALASI RAWAT JALAN & IGD
Selain fasilitas ruang poli dan IGD, di instalasi ini juga membutuhkan investasi
alat medis dan non medis. Rincian kebutuhan peralatan medis dan non medis
selanjutnya dapat dilihat pada lampiran.
INSTALASI PENUNJANG MEDIS
Instalasi penunjang medis seperti lab, Radiologi, Rehab Medik dan lain-lain
lebih banyak membutuhkan investasi peralatan medis dan non medis dari
pada bangunan.
FASILITAS & SARANA PENDUKUNG RUMAHSAKIT
Fasilitas pendukung Rumahsakit seperti unit gizi, londry, dan unit lainnya juga
diperlukan dana untuk investasi. Tapi penekanannya lebih banyak pada
peralatan non medis dan bangunan.
LAIN-LAIN.
Yang dimaksud dengan lain-lain adalah sarana umum yang ada di
Rumahsakit, seperti masjid, wartel, dll.
Pembangunan berbagai fasilitas fisik serta kebutuhan peralatan sebaiknya
dilakukan secara bertahap sesuai kemmampuan dan melihat kondisi pasar. Dari
kelima item yang rencananya ada untuk pendirian Rumahsakit Pekalongan,
milyard enam puluh lima juta sembilan ratus ribu rupiah), yang selanjutnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 22. Rekapitulasi Biaya Inventarisasi Aset Rsud Pekalongan
No Kegiatan Nilai (Rp.)
1 Bangunan 22,389,960,000 2 Alat Medis dan Non Medis 12,966,730,000 3 Lain-lain 1,709,210,000
Jumlah 37,065,900,000
Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada lampiran I mengenai daftar inventarisasi
Aset.
1. Aspek Teknis & Teknologi
Secara umum apabila ditinjau dari berbagai aspek, ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam memilih lokasi:
a. Mendukung produk unggulan Rumahsakit yaitu Trauma Center (IGD), dimana
letak tanah tersebut cukup strategis, berada dipinggir jalan dan mudah diakses
dari segala arah,
b. Luas tanah minimal 1 hektar,
c. Apabila lokasi yang tersedia berada di tempat yang “tidak strategis”, dalam
jangka panjang perlu disiapkan infrastruktur, misalnya; jalan menuju lokasi
Pertimbangan diatas apabila dihubungkan dengan rencana yang pernah di buat
pada tahun 2002 untuk pengembangan Puskesmas Bendan menjadi Rumahsakit,
maka hal tersebut kurang mendukung produk unggulan yang diusulkan. Secara
umum, beberapa alasan yang tidak mendukung Puskesmas Bendan menjadi
Rumahsakit adalah sbb:
a. Luas tanah hanya ± 3.500m2. Dengan tanah seluas itu, apabila dibangun
Rumahsakit maka luas bangunan menjadi sempit karena harus menyediakan
lahan parkir. Kalaupun mau dikembangkan harus memperluas lahan,
sedangkan kondisi saat ini sangat tidak mungkin karena disamping sudah
dikelilingi jalan, juga dibelakang Puskesmas tersebut ada bangunan Sekolah
Menengah.Pertama (SMP),
b. Bangunan yang ada sekarang maupun yang direncanakan lebih tepat sebagai
Puskesmas dengan rawat inap karena konsep denahnya tidak mendukung
produk unggulan yang diusulkan. Misalnya UGD terletak di belakang, tidak ada
kamar VIP, dan lahan parkir yang sempit,
c. Akses dari jalan besar kurang lancar, karena lokasi yang agak jauh dari jalan
PANTURA. Kalaupun Puskesmas Bendan akan didirikan menjadi Rumahsakit
dengan unggulan IGD(Trauma Center) dan VIP, maka pasien Gawat Darurat
akan lebih mudah aksesnya ke beberapa Rumahsakit swasta lain yang
letaknya lebih dekat dengan PANTURA,
d. Rumahsakit yang baik harus dirancang secara sistematis sejak awal dan
sebaiknya tidak tambal sulam. Oleh karena itu, seandainya lokasi Puskesmas
dahulu. Konsekuensinya, biayanya lebih mahal dan akan terjadi inefesiensi
aset PEMDA.
Persyaratan teknis selanjutnya dijelaskan di bawah ini.
1.1. Persyaratan Lokasi
1.1.1 Umum
Pada dasarnya lokasi ideal yang diharapkan dapat dibangun Rumah Sakit Umum
Kota Pekalongan hendaknya mengacu pada Strategi Kebijakan Pemerintah baik
dari Rencana Tata Ruang Kota Pekalongan untuk Renstra maupun Zona
Pemerintahan Wilayah Pembangunan Kota yang bisa memberikan dukungan baik
dari segi perdagangan (pemasaran), ekonomi, pendidikan, lingkungan hidup,
pariwisata, dll sehingga diupayakan bisa mendapatkan keuntungan secara
komprehensif dari segala kebijakan Pemerintah Pekalongan secara optimal.
Perlu diingat bahwa lokasi yang ada memberikan suatu kemungkinan
pengembangan di masa mendatang dari segi perkembangan lokasi proyek yang
memiliki potensi lokasi yang dapat dikembangkan di masa mendatang di mana
dapat kita ketahui dari potensi lahan disekitar lokasi yang memiliki mayoritas
masih merupakan tanah kosong disisi lokasi maupun disisi seberang jalan raya di
depan lokasi.
Disamping itu tidak kalah penting adalah adanya faktor pendukung dari
Puskesmas-Puskesmas yang telah ada sebelumnya dengan harapan dapat
mendukung Rumah Sakit Umum Kota Pekalongan yang akan berdiri seoptimal
1.1.2. Khusus
Lokasi yang disyaratkan untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Kota
Pekalongan diharapkan memiliki luas lahan minimal 10.000 m2 / 1 Ha dengan
ukuran panjang x lebar ideal dan terletak di sepanjang jalan raya Pantura dengan
kontur tanah yang relatif rata sehingga mengakomodasi segala kepentingan
dengan harapan memberikan kenyamanan dan keamanan pasien Rumah Sakit
Umum Kota Pekalongan.
1.2. Persyaratan Pendukung Lokasi
Untuk mendukung tercapainya lokasi yang ideal perlu ada tinjauan untuk
mempertajam persyaratan lokasi
1.2.1. Faktor Primer
SDM di bidang Kesehatan
SDM yang memadai sangat dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah
Rumah Sakit yang baik. Meskipun pada dasarnya Rumah Sakit Umum
merupakan usaha yang banyak memberikan pelayanan berupa produk jasa.
Namun kebutuhan dokter spesialis, tenaga medis & manajemen kesehatan
tidak bisa dianggap sepele begitu saja baik kuantitas maupun kualitas akan
sangat berpengaruh terhadap terselenggaranya sebuah Rumah Sakit Umum
Kota Pekalongan yang unggul dalam segala hal terutama pelayanan,
Sarana Transportasi
Sarana transportasi untuk akses ke arah lokasi harus memadai baik angkutan
kota, bus maupun kereta api dimana dapat dicapai dengan mudah sehingga
membantu terhadap pasien dari segala penjuru baik dari Kota Pekalongan
maupun dari luar Pekalongan seperti Batang, Pemalang, Tegal bahkan
Semarang.
Adapun untuk lokasi juga tidak kalah penting dari segi parkir sehingga tidak
menyebabkan kemacetan yang akan mengganggu kenyamanan penghuni
Rumah Sakit Umum Kota Pekalongan. Maka diperlukan sistem sirkulasi baik
dari luar ke dalam maupun sebaliknya secara efisien dan efektif.
Sarana Pendukung Lain
Beberapa sarana lain yang dibutuhkan berkaitan dengan proyek untuk
mendukung kelancaran operasional proyek baik pada saat persiapan maupun
saat proyek sudah berjalan adalah :
§ Sarana Listrik
Sarana listrik harus tersedia untuk menunjang berjalannya proyek baik dari
persiapan maupun opersionalnya bangunan ditambah dengan kapasitas
listrik dan jarak yang dekat dengan gardu induk akan sangat membantu
terselenggaranya proses pembangunan Rumah Sakit Umum Kota
Pekalongan, juga tidak lupa adanya kebutuhan darurat listrik dengan
penyediaan listrik cadangan secara prima dan bisa dipertanggungjawabkan
baik untuk bangunan itu sendiri maupun alat-alat medis perangkat
§ Sarana Air
Sarana air merupakan unsur utama dalam pelaksanaan proyek dimana
sarana air harus tersedia baik dalam kapasitas sebagai persediaan
sementara maupun setelah bangunan Rumah Sakit Umum berlangsung.
Ada beberapa sumber air yang bisa didapatkan yaitu sumur biasa dengan
buis beton , sumur bor maupun sumur dari PDAM. Ada baiknya sumber air
menggunakan ketiganya sehingga bisa dijadikan cadangan sewaktu-waktu
sumber air tersebut berkurang sehingga kelangsungan operasional Rumah
Sakit Umum bisa berlangsung tanpa mengurangi kenyamanan penghuni
RSU tersebut.(untuk efisiensi penyimpanan dibutuhkan sarana water torn
secara terpadu).
Perlu diingat bahwa jarak antara sumber air bersih dengan sanitasi
khususnya air kotor bisa diatur dengan peraturan yang berlaku sehingga
mengurangi pencemaran dari sumber air kotor yang nantinya dikaji
bersama-sama dengan pengolahan limbah dengan analisa dampak
lingkungan ( AMDAL ) secara terpadu.
§ Sarana Telekomunikasi
Guna menunjang kegiatan pelayanan Rumah Sakit Umum, telekomunikasi
juga merupakan sarana pendukung yang penting dimana dapat berfungsi
sebagai :
- Komunikasi dari dalam atau ke luar bangunan (Telkom)
- Antar ruang dalam bangunan (PABX)
- Komunikasi dari bangunan ke unit-unit mobile yang bergerak
Untuk itu daerah tersebut harus tersedia jalur telekomunikasi yang cukup
memadai baik jalur Telkom maupun jalur telpon selular ataupun satelit.
1.2.2. Faktor Sekunder
1. Strategi Kebijakan Pemerintah ( RENSTRA, RTURK )
2. Pengembangan di masa datang.
Berbagai hal di masa mendatang bisa terjadi baik hal positif maupun
negatif, namun demikian kemungkinan-kemungkinan tersebut bisa kita
prediksikan secara ilmiah dengan pertimbangan-pertimbangan yang
didasarkan pada analisa-analisa terpadu dari beberapa aspek-aspek
pendukung antara lain:
a. Potensi lahan untuk lokasi masih memungkinkan untuk dikembangkan
secara maksimal.
b. Potensi disekeliling lokasi yang memungkinkan mendukung
berkembangnya Rumah Sakit Umum ini.
c. Akses dari segala penjuru yang mudah dicapai.
d. Kontur tanah yang relatif stabil dan rata untuk menjaga kekuatan
struktur bangunan secara berkala.
3. Persyaratan teknis dan non teknis rancang bangun
a. Faktor Teknis
Salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam persyaratan teknis
adalah pelayanan, untuk itu jenis aktifitas, sirkulasi dan pengelompokan
zona kegiatan memberikan andil yang cukup besar dalam