• Tidak ada hasil yang ditemukan

UEU Undergraduate 10444 BAB 1.Image.Marked

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UEU Undergraduate 10444 BAB 1.Image.Marked"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kelahiran seorang anak dalam sebuah keluarga merupakan suatu bagian yang indah, bahkan anak dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas pernikahan (Hurlock, 1980). Ketika seorang ibu sedang mengandung, ia mengharapkan anak yang ada dalam kandungannya lahir dengan sehat dan sempurna. Selain itu, sejak anak masih dalam kandungan para orang tua mencoba membayangkan dan menggambarkan anaknya secara fisik dan mulai merencanakan apa yang dapat mereka lakukan untuk memberikan yang terbaik bagi anak mereka.

Pada dasarnya setiap orang tua berharap untuk memiliki anak yang sehat dan tumbuh secara normal. Seorang anak dikatakan normal apabila mampu berkembang dengan baik dan seimbang seiring pertumbuhannya dan seperti anak lain pada umumnya (Hurlock, 1980). Namun, ada juga anak yang dilahirkan sebagai anak berkebutuhan khusus, salah satunya dengan diagnosis autisme.

(2)

juga dengan penelitian Center for Disease Control (CDC) Amerika Serikat pada tahun 2008, menyatakan bahwa perbandingan autisme pada anak usia 8 tahun yang terdiagnosa dengan autisme adalah 1:80. Di Amerika serikat, kelainan autisme empat kali lebih sering ditemukan pada anak lelaki dibandingkan anak perempuan dan lebih sering banyak di derita anak-anak keturunan Eropa Amerika dibandingkan yang lainnya. Di Indonesia, pada tahun 2013 diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak yang menderita autisme dalam usia 5-19 tahun. Penderita autis dari tahun ke tahun semakin meningkat. Di Indonesia tahun 2015 diperkirakan satu per 250 anak mengalami gangguan spektrum autis. Tahun 2015 diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autisme dan 134.000 penyandang spektrum autis di Indonesia (Judarwanto, 2015).

(3)

Anak-anak dengan diagnose Autism Spectrum Disorders (ASD) hadir dengan kesulitan dalam komunikasi bahasa dan interaksi sosial, perilaku Stereotip, dan pola perilaku terbatas (American Psychiatric Association, 2013). Orang tua dan pengasuh anak-anak dengan diagnosa ASD mengalami stres yang signifikan dan mengalami tantangan dalam pengasuhan (Hayes & Watson dalam Lai & Oei, 2014). Hal ini disebabkan anak dengan diagnosis ASD berhubungan dengan masalah perilaku seperti kesulitan dalam beradaptasi, kecemasan, hiperaktif, dan obsesi terhadap suatu ritual merupakan sumber stres bagi orang tua dan pengasuh (Peters-Scheffer et al dalam Lai&Oei, 2014). Maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri ibu terhadap kekurangan anaknya berkaitan juga dengan yang dirasakan oleh ibu.

Kenyataan melahirkan anak autisme yang termasuk dalam karakteristik berkebutuhan khusus menjadi “pukulan” tersendiri bagi ibu. Mahoney (1992)

(4)

panik, sedih, bingung dan lain sebagainya. Ibu merupakan orang yang paling terbebani dengan hal ini dikarenakan seorang ibu mempunyai kelekatan yang besar dengan anaknya sejak mengandung bayinya. Bowlby (dalam Haditono dkk,1994) menyatakan bahwa anak memiliki kelekatan atau ikatan emosional yang kuat melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dan dalam kehidupannya biasanya orang tua, yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu.

Kondisi ibu dengan perasaan tidak percaya bahwa anaknya mengalami autisme kadang-kadang menyebabkan orang tua mencari dokter lain untuk menyangkal diagnosa dokter sebelumnya, bahkan sampai beberapa kali berganti dokter. Pada akhirnya, setelah dihadapkan pada fakta yang obyektif dari berbagai sumber, maka kebanyakan orang tua pun menjadi tidak percaya (shock) menerima kenyataan pahit yang menimpa anaknya. Sampai pada tahap dimana orang tua akan menerima dengan berbagai macam perasaan sebelumnya yang harus diatasi. Orang tua akan mulai memberikan terapi kepada anak atau memasukkan ke sekolah khusus (Puspita, 2004).

(5)

“ya awalnya saya kaget sekali, sedih banget perasaan saya ga percaya, dan saya sampai pergi ke dokter lain untuk memastikannya. Tapi setelah itu saya mencoba untuk menerima dan segera memberikan anak terapi atas usul dari dokter, maka dari itu saya langsung membawa anak saya terapi” Dari hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada awalnya ibu A merasa sedih dan tidak percaya atas diagnosa dokter, namun seiring waktu ibu A mampu menerima dirinya dengan bersikap realistik terhadap kekurangan anaknya yang autisme dengan membawa anaknya terapi.

Berbeda dengan pengalaman ibu B, berusia 30 tahun, seorang ibu rumah tangga, usia anak 7 tahun dan sudah menjalani terapi selama 2 tahun. Sampai sekarang ibu B masih malu terhadap penilaian lingkungan sosial dan orang-orang di sekitarnya dikarenakan memiliki anak autisme, seperti hasil wawancara dibawah ini :

“Saya kaget, sedih, sampai stress memikirkannya, saya sampai nangis-nangis tidak bisa menerimanya. Karena kita tidak ada yang turunan autisme. Saya jadi malu, kemana-mana saya juga malu, kalau bisa dirumah aja deh.. sampai sekarang juga saya belum bisa menerima kondisi anak saya, sampai saya berfikir kenapa harus terjadi sama saya”

Dengan demikian dari hasil wawancara kedua ibu yang mempunyai anak autis dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki penerimaan diri yang berbeda-beda dengan keadaannya yang memiliki anak autisme.

(6)

keterbatasan diri, mampu bersikap realistik terhadap situasi yang dihadapinya, berusaha mengembangkan diri dengan cara-cara yang positif. Sebaliknya ibu yang memiliki anak autisme yang memiliki penerimaan diri negatif cenderung bersikap malu, sulit menerima kritik, sulit menerima kekurangan yang terkait dengan memiliki anak autisme.

Dari hasil penelitian Retno (2015) dengan topik hubungan dukungan keluarga dengan penerimaan diri ibu yang mempunyai anak autis menunjukkan hasil bahwa semakin baik dukungan keluarga terhadap ibu yang memiliki anak autis akan semakin positif penerimaan diri ibu yang memiliki anak autis dan sebaliknya. Selain itu penelitian kuantitatif Ari Saadah (2016) dengan topik Stres Orang Tua Yang Memiliki Anak Down Syndrome. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang tua dengan anak yang berkebutuhan khusus tersebut memiliki stres yang rendah atau tidak merasa terbebani berlebihan dengan kondisi yang dihadapinya. Dari hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri ibu terhadap kekurangan anaknya berkaitan juga dengan yang dirasakan oleh ibu.

(7)

B. Identifikasi Masalah

Setiap ibu mengharapkan bahwa anak yang dilahirkannya memiliki kondisi yang sehat, cerdas tanpa adanya kekurangan. Ibu selalu memiliki gambaran yang ideal dan harapan yang positif tentang anak yang dilahirkannya. Ibu berharap memiliki anak yang tumbuh berkembang tanpa adanya gangguan, memiliki anak yang lincah, berperilaku sopan, tumbuh bermain bersama dengan anak-anak lainnya dan dapat mencapai prestasi dalam pendidikannya.

Namun kenyataannya beberapa anak yang dilahirkan memiliki kekurangan diri, salah satunya adalah anak autisme. Anak-anak dengan diagnosa Autism Spectrum Disorder (ASD) hadir dengan kesulitan dalam komunikasi bahasa dan interaksi sosial, perilaku stereotip, dan pola perilaku terbatas. Kenyataan melahirkan anak autisme yang termasuk dalam karakteristik berkebutuhan khusus menjadi “pukulan” tersendiri bagi ibu. Orang tua yang memiliki anak

(8)

tidak larut dalam kesedihan namun berusaha untuk menerima dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang, salah satunya adalah dengan merawat anaknya, menyekolahkan anaknya dan membawa anaknya terapi untuk perkembangan anaknya. Ibu merupakan orang yang paling terganggu dengan hal ini dikarenakan seorang ibu mempunyai kelekatan emosional dan hal itu memiliki makna yang mendalam untuk seorang ibu yang melahirkan dan membesarkannya.

Dari uraian tersebut peneliti ingin melihat gambaran penerimaan diri ibu yang memiliki anak autism spectrum disorder (ASD) yang telah terdiagnosis autisme selama 2 (dua) tahun.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui gambaran penerimaan diri ibu yang memiliki anak autisme. 2. Mengetahui gambaran penerimaan diri ibu yang memiliki anak autisme

berdasarkan data penunjang.

D. Manfaat Penelitian :

(9)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai Gambaran penerimaan diri ibu yang memiliki anak dengan diagnosa Autism Spectrum Disorder (ASD).

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a. Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi Ibu – ibu yang memiliki anak ASD.

b. Para konselor, dokter, psikolog, guru yang dapat membantu memahami keadaan psikologis ibu yang memiliki anak autisme

c. Masyarakat agar lebih memahami tentang kondisi ibu yang memiliki anak autisme.

E. Kerangka berfikir

(10)

Kenyataan melahirkan anak autisme yang termasuk dalam karakteristik berkebutuhan khusus bisa menjadi beban bagi ibu yang merawatnya. Ibu dengan anak berkebutuhan khusus mengalami tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan ibu yang anaknya sehat. Beberapa ibu yang memiliki anak autisme mengalami shock bercampur perasaan sedih, khawatir, cemas, takut dan marah ketika pertama kali mendengar diagnosis bahwa anaknya mengalami gangguan autisme. Beberapa ibu yang memiliki anak autisme ada yang terpuruk secara emosional dan sulit menerima dirinya secara positif, namun ada pula yang bisa bangkit dan menerima diri secara positif.

(11)

Gambar

Gambar 1.1 Bagan Kerangka berfikir.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu peneliti membuat sebuah sistem Aplikasi Rekam Bengkel Pada Yamaha Dau Motor yang nantinya berfungsi sebagai pencatatan dan pemantauan serta fitur tambahan

ABSTRAK Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Petngas Penyuluh Lapangan Pertanian Pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan Dan Ketahanan Pangan BP4KKP

Berdasarkan penelitian sebelumnya [13], mengenai pembakaran menyeluruh pada ruang bakar dan reaktor pirolisis ( sebelum optimasi) menggunakan bahan biomassa kayu,

menggunakan metode pembelajaran ini siswa diberikan suatu permasalahan yang harus siswa pecahkan bersama-sama hal ini menuntut siswa untuk berfikir tingkat tinggi

Peneliti menyimpulkan secara keseluruhan bahwa fungsi pengawasan berdasarkan konsep Sarwoto mengenai pengawasan yang diperlukan bagaimana pengawasan itu menjadi lebih

Dari beberapa kendala telah terjadi maka Proyek Pembangunan Underpass di simpang Dewa Ruci Kuta Bali merupakan proyek yang memiliki risiko cukup tinggi.. Proyek

Hampir seluruh ahli ekonomi Islam, termasuk al-Māwardi, berpandangan bahwa mekanisme pasar yang benar diajarkan Rasulullah adalah mekanisme pasar bebas, tidak ada

boleh menggunakan aair panas. Selain itu menganjurkan ibu untuk mengganti pembalut minimal 2 x sehari atau jika terasa penuh. Menganjurkan ibu untuk ambulasi dini yaitu