• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel Asli PROPORSI KEPOSITIVAN CHLAMYDIA TRACHOMATIS YANG DIPERIKSA DENGAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) IN-HOUSE PADA SEMEN LAKI-LAKI PASANGAN INFERTIL DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONSENTRASI SERTA MOTILITAS SPERMA DI KLINIK YASMIN - RSCM KENCANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Artikel Asli PROPORSI KEPOSITIVAN CHLAMYDIA TRACHOMATIS YANG DIPERIKSA DENGAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) IN-HOUSE PADA SEMEN LAKI-LAKI PASANGAN INFERTIL DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONSENTRASI SERTA MOTILITAS SPERMA DI KLINIK YASMIN - RSCM KENCANA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PROPORSI KEPOSITIVAN

CHLAMYDIA TRACHOMATIS

YANG DIPERIKSA DENGAN TEKNIK

POLYMERASE CHAIN

REACTION (PCR) IN-HOUSE

PADA SEMEN LAKI-LAKI PASANGAN

INFERTIL DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONSENTRASI SERTA

MOTILITAS SPERMA DI KLINIK YASMIN - RSCM KENCANA

Lindayani Halim, Sjaiful Fahmi Daili, Sri Linuwih Menaldi, Wresti Indriatmi, Budi Wiweko

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

ABSTRAK

Chlamydia trachomatis (CT) merupakan bakteri penyebab infeksi menular seksual (IMS) yang tersebar luas di berbagai negara. Insidens infeksi CT yang rendah pada populasi umum karena infeksi ini sering bersifat asimtomatik sehingga kurang diperhatikan. Infeksi CT berpengaruh pada organ reproduksi manusia, namun peran CT pada infertilitas laki-laki masih kontroversial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi kepositivan CT yang diperiksa dengan teknik

polymerase chain reaction (PCR) pada seme n laki-laki pasangan infertil dan hubungannya dengan konsentrasi serta motilitas sperma.

Metode desain penelitian ini bersifat deskriptif-analitik dengan rancangan studi potong lintang. Berdasarkan perhitungan, sampel minimal penelitian ini sebesar 97 orang. Berdasarkan pemeriksaan PCR, tidak didapatkan subyek penelitian (SP) yang mengandung CT pada cairan semennya. Penelitian ini mendapatkan 54 dari 100 SP (54,0%) mengalami kelainan sperma, yaitu konsentrasi, motilitas, atau keduanya. Sebanyak 41 dari 100 (41,0%) SP mengalami kelainan konsentrasi sperma dan 46 dari 100 SP (46,0%) mengalami kelainan motilitas sperma.

Tidak ditemukan CT pada cairan semen semua SP. Hubungan kepositivan CT dengan konsentrasi dan motilitas sperma pada penelitian ini tidak dapat dinilai karena hasil PCR CT yang negatif pada semua SP. Chlamydia trachomatis bukan merupakan penyebab infertilias laki-laki pada penelitian ini (MDVI 2014; 41/4:140 - 146)

Kata kunci: Chlamydia trachomatis, infertil, konsentrasi dan motilitas sperma, PCR

ABSTRACT

Chlamydia trachomatis (CT) infection is the most common sexually transmitted infection and has a worldwide distribution. The reported incidence rates of genital CT infections in the population are likely underestimated because of the highly asymptomatic nature of the pathogen. Chlamydia trachomatis infection influences human reproductive organs, but the role of this infection in male infertility is controversial. This study ascertained the proportion of CT infections by polymerase chain reaction (PCR) in semen from male partners of infertile couples and its correlation with sperm concentration and motility.

Methode this study was a descriptive-analytic study with cross sectional design. Based on sample calculation, the minimal sample acquired for this study was 97 subjects. Of the 100 male partners of infertile couples in the study, none were positive for CT. Sperm concentration or motility were abnormal in 54% of the 100 evaluated semen specimens. Sperm concentration and sperm motility were abnormal in 41% and 46% of the 100 evaluated semen specimens.

Chlamydia trachomatis was not found in any of the male partners of the infertile couples. Correlation between the detection of CT in semen and sperm concentration and motility could not be analyzed because no semen samples were positive for CT. Chlamydia trachomatis was not the underlying cause of men infertility in this study. (MDVI 2014; 41/4:140 - 146)

Key words: Chlamydia trachomatis, infertile, sperm concentration and motility, PCR

Korespondensi :

Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat Telp. 021 - 31935383

(2)

PENDAHULUAN

Chlamydia trachomatis (CT) merupakan bakteri

penyebab infeksi menular seksual (IMS) yang tersebar luas di berbagai negara dan 89 kasus baru terjadi setiap tahun.1

Chlamydia trachomatis dapat menyebabkan kerusakan genital dan mata. Insidens infeksi genital yang disebabkan oleh CT di populasi tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya, karena infeksi ini sebagian besar asimtomatik.2

Sebanyak 74% infeksi CT pada perempuan dan 50% pada laki-laki bersifat asimtomatik, menyebabkan tingginya jumlah individu terinfeksi yang berpotensi sebagai sumber penularan.3

Infeksi CT berpengaruh pada organ reproduksi manusia.4 Gejala sisa akibat infeksi ini pada perempuan

menimbulkan masalah utama, yaitu infertilitas. World Health

Organization (WHO) menyarankan penapisan infeksi CT

pada perempuan.2 Pada laki-laki, infeksi CT dapat

menyebabkan uretritis, epididimitis, dan kemungkinan menyebabkan prostatitis dan infertilitas,5 namun peran CT

pada infertilitas laki-laki masih kontroversial.6

Dewasa ini banyak penelitian mengenai pengaruh CT terhadap infertilitas laki-laki. Penelitian oleh Vigil dkk. (2002) menunjukkan 110 dari 284 (38,7%) laki-laki pasangan infertil terinfeksi CT berdasarkan pemeriksaan direct immunofluo-rescence (DIF) pada semen.7 Sedangkan Manavi dkk. (2006)

mendapatkan 64 dari 147 (44,0%) laki-laki pasangan seksual perempuan terinfeksi CT menunjukkan hasil polymerase chain reaction (PCR) CT positif pada cairan semen.8

Penelitian mengenai interaksi antara spermatozoa dan CT awalnya dilakukan menggunakan mikroskop elektron.9

Hosseinzadeh dkk. (2000) melakukan penelitian terhadap fosforilasi tirosin yang merupakan protein pada sperma sebagai respons terhadap inkubasi badan elementer CT. Penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan fosforilasi pro-tein sperma 80 kDa sebagai respons terhadap inkubasi CT serovar E dan LGV. Penelitian ini merupakan yang pertama membuktikan secara molekular pengaruh langsung CT terhadap kualitas sperma.10 Penelitian selanjutn ya

menunjukkan bahwa lipopolisakarida (LPS) merupakan komponen aktif CT yang menyebabkan kematian sperma.11

Gdoura dkk. (2001) mendapatkan CT pada cairan se-men yang diperiksa dengan teknik PCR pada 15 dari 92 (16,3%) laki-laki pasangan infertil di Tunisia.12 Hosseinzadeh

dkk. (2004) melaporkan cairan semen yang mengandung deoxyribonucleic acid (DNA) Chlamydia pada 31 dari 642 (5,0%) laki-laki infertil dengan menggunakan PCR.13

Metode PCR memiliki sensitivitas > 90% dan spesifisitas > 99% dan dapat mendeteksi keberadaan 1 sekuens asam nukleat.14 Metode ini dikenal sebagai alat diagnostik utama

infeksi CT. Metode PCR pertama kalinya berhasil mendeteksi CT pada semen dengan menggunakan PCR jenis in-house.15

Hingga saat ini pemeriksaan CT pada infertilitas belum merupakan suatu konsensus.16 Sebagian besar individu

terinfeksi CT bersifat asimtomatik dan berperan sebagai res-ervoir sehingga dapat meningkatkan kemungkinan transmisi CT. Dengan demikian penapisan populasi merupakan satu-satunya cara untuk mengurangi transmisi CT.5 Menurut

pengetahuan peneliti, belum ada data prevalensi infeksi CT dan hubungannya dengan konsentrasi dan motilitas sperma pada laki-laki pasangan infertil di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui proporsi kepositivan CT pada semen yang diperiksa dengan teknik PCR dan hubungannya dengan konsentrasi serta motilitas sperma laki-laki pasangan infertil di Klinik Yasmin - RSCM Kencana.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik dengan rancangan studi potong lintang yang dilaksanakan pada bulan Juli - September 2013 di Klinik Yasmin RSCM-Kencana Jakarta.

Subjek penelitian

Subjek penelitian (SP) terdiri atas 100 laki-laki pasangan infertil yang dikumpulkan secara consecutive sampling. SP yang diikutsertakan pada penelitian sudah melalui seleksi kriteria penerimaan dan kriteria penolakan. Kriteria penerimaan adalah laki-laki pasangan infertil, bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan, dan jumlah cairan semen minimal 2 ml. Kriteria penolakan adalah pernah mengonsumsi antibiotik jenis apapun dalam 2 minggu terakhir dan hasil pemeriksaan konsentrasi sperma menunjukkan azoospermia (tidak terdapat spermatozoa).

CARA PENELITIAN

(3)

dan ditampung dalam wadah steril tertutup, kemudian diserahkan kepada peneliti. Peneliti membagi spesimen dalam 2 wadah steril yang terdiri atas minimal 1 ml menggunakan sarung tangan lateks dan micropipette dengan tip sekali pakai untuk setiap SP. Spesimen minimal 1 ml disimpan dalam wadah tertutup rapat dan disimpan dalam suhu 2 - 8 oC,

kemudian dikirim ke laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) selambatnya 2x24 jam sejak pengambilan spesimen. Pemeriksaan spesimen dilakukan oleh tenaga ahli yang kompeten dalam bidang PCR. Pemeriksaan konsentrasi dan motilitas sperma dilakukan sesegera mungkin di laborator ium Klinik Yasmin. Pemeriksaan ini dilakukan oleh dokter ahli biologi dan analis yang pakar di bidangnya.

ANALISIS STATISTIK

Data deskriptif dinilai dalam bentuk persentase. Hubungan kepositivan CT pada cairan semen dengan konsentrasi dan motilitas sperma dianalisis dengan menggunakan Chi-square atau Fisher exact.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik sosiodemografik SP dapat dilihat pada tabel 1. SP termuda berusia 25 tahun dan tertua 50 tahun, masing-masing sebanyak 1 SP, dengan rerata usia 34 tahun (simpang baku 5 tahun). Kelompok usia SP terbanyak adalah 31 - 40 tahun, yaitu sebanyak 69 dari 100 SP (69%). Penelitian

Golshani dkk. (2007) tentang pemeriksaan CT, M. hominis, dan U.urealyticum pada semen laki-laki pasangan infertil pada klinik infertilitas di Iran mendapatkan rentang usia 20 -40 tahun sebagai rentang usia terbanyak yang meliputi 176 dari 200 SP (88%),17 tidak jauh berbeda dengan yang ditemukan pada penelitian ini. Rerata lama infertilitas SP adalah 4,8 tahun (simpang baku 3,7 tahun). Hal ini serupa dengan penelitian Gdoura dkk. (2008) yang mendapatkan rerata lama infertilitas SP 4,3 tahun.18 Berdasarkan tingkat

pendidikan, 86 dari 100 SP (86,0%) berpendidikan tinggi, sedangkan hanya 1 SP (1,0%) dengan tingkat pendidikan rendah. Penelitian Golshani dkk. (2007) mendapatkan 110 dari 200 SP (55,0%) berpendidikan rendah dan hanya 36 SP (18,0%) dengan pendidikan tinggi.17 Sebanyak 49,0% SP

bekerja sebagai pegawai swasta, 26,0% pegawai negeri, 21,0% wiraswasta, dan 4% memiliki pekerjaan yang bervariasi. Sebanyak 92 dari 100 SP (92,0%) menikah 1 kali dan 8 SP (8,0%) menikah 2 kali. Sebanyak 1 SP (1,0%) melakukan poligami. Penelitian Okonofua dkk. (2005) mengenai faktor risiko infertilitas di Nigeria terhadap laki-laki pasangan infertil dengan hasil analisis semen abnormal mendapatkan 122 dari 150 SP (81,3%) monogami dan 21 SP (14,0%) poligami.19

Hubungan seksual selain dengan istri dan konsistensi penggunaan kondom dapat dilihat pada tabel 2. Hanya 7 dari 100 SP (7,0%) mengaku pernah berhubungan seksual dengan orang lain selain istri sebelum menikah dengan kisaran waktu terakhir adalah 1 tahun hingga 7 tahun lalu. Sebanyak 4 SP mengaku kadang-kadang menggunakan kondom dalam hubungan seksual tersebut, 1 SP mengaku tidak pernah

Tabel 1. Karakteristik sosiodemografik subjek penelitian proporsi kepositivan hasil PCR C. trachomatis pada laki-laki pasangan infertil (N=100) di Klinik Yasmin - RSCM Kencana tahun 2013

Karakteristik sosiodemografi Jumlah(n) Persentase(%) Usia (tahun)

* 25 - 30 21 21,0

* 31 - 40 69 69,0

* 41 - 50 10 10,0

Pendidikan

* Rendah 1 1,0

* Menengah 13 13,0

* Tinggi 86 86,0

Pekerjaan

* Pegawai Negeri Sipil 26 26,0 * Pegawai swasta 49 49,0 * Wiraswasta 21 21,0

* Lain-lain 4 4,0

Jumlah pernikahan

* 1 kali 92 92,0

* 2 kali 8 8,0

Jenis pernikahan

* Monogami 99 99,0

* Poligami 1 1,0

(4)

men ggun akan kon dom, dan 2 SP men gaku selalu menggunakan kondom.

Gambaran karakteristik riwayat keluhan klinis pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3. Pada penelitian ini tidak ada SP dengan keluhan klinis pada saat diperiksa. Sebanyak 2 dari 100 SP (2,0%) mengaku pernah mengalami luka pada kelamin. Keluhan disuria pernah dialami oleh 8 SP (8,0%). Terdapat 2 SP (2,0%) yang mengeluh pernah mengalami duh tubuh uretra. Benjolan di lipat paha pernah dialami oleh 4 SP (4,0%). Sebanyak 1 SP (1,0%) mengaku

memiliki 1 buah testis dan merupakan kelainan bawaan sejak lahir. Pada penelitian ini tidak ada SP yg pernah mengalami edema dan eritema lubang uretra. Penelitian Hamdad-Daoudi dkk. (2004) mengenai infeksi CT pada laki-laki pasangan infertil yang asimtomatik juga tidak mendapatkan SP dengan gejala dan tanda klinis IMS pada saat penelitian.20 Okonofua

dkk. (2005) melakukan penelitian terhadap laki-laki dengan analisis semen tidak normal di Tunisia dan mendapatkan sebanyak 63 dari 150 SP (42,0%) SP pernah mengalami duh tubuh uretra; 74 dari 150 SP (49,3%) disuria; dan 27 dari 150

Tabel 2. Karakteristik perilaku seksual subjek penelitian proporsi kepositivan hasil PCR C. trachomatis pada laki-laki pasangan infertil (N=100) di Klinik Yasmin - RSCM Kencana tahun 2013

Perilaku seksual Jumlah (n) Persentase(%) Hubungan seksual dengan orang selain istri

* Tidak pernah 93 93,0

* Pernah 7 7,0

Waktu terakhir berhubungan dengan orang selain istri

* 1 tahun lalu 1 14,3

* >1 tahun lalu 6 85,7

Penggunaan kondom

* Tidak pernah 1 14,3

* Kadang-kadang 4 57,1

* Selalu 2 28,6

Keterangan : N = subjek penelitian; PCR = Polymerase Chain Reaction; RSCM = Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Tabel 3. Karakteristik riwayat keluhan klinis subjek penelitian proporsi kepositivan hasil PCR C. trachomatis pada laki-laki pasangan infertil (N=100) di klinik Yasmin RSCM-Kencana tahun 2013

Riwayat keluhan klinis Jumlah(n) Persentase(%) Luka pada alat kelamin

" Tidak pernah 98 98,0 " Pernah 2 2,0 Jengger pada kelamin

" Tidak pernah 100 100,0 " Pernah 0 0,0 Disuria

" Tidak pernah 92 92,0 " Pernah 8 8,0 Duh tubuh uretra

" Tidak pernah 98 98,0 " Pernah 2 2,0 Pembesaran KGB

" Tidak pernah 96 96,0 " Pernah 4 4,0 Edema uretra

" Tidak pernah 100 100,0 " Pernah 0 0,0 Eritema uretra

" Tidak pernah 100 100,0 " Pernah 0 0,0 Testis

1 buah 1 1,0

2 buah 99 99,0

(5)

SP (18,0%) ulkus genital, namun tidak dilaporkan SP dengan keluhan klinis pada saat penelitian.19

Proporsi hasil pemeriksaan CT dengan PCR dapat dilihat pada tabel 4. Berdasarkan pemeriksaan PCR, tidak didapatkan SP yang mengandung CT pada cairan semennya. Proporsi kepositivan CT pada cairan semen menggunakan teknik ELISA pernah dilaporkan oleh Daili dkk. (2000). Penelitian tersebut mendapatkan hasil positif pada 10 dari 90 SP (11,1%).21 Adanya perbedaan hasil ini kemungkinan

disebabkan karena perbedaan risiko terinfeksi CT. Wardoyo (2012) melakukan penelitian pada laki-laki dengan keluhan duh tubuh uretra di poliklinik IMS RSCM dan melakukan pemeriksaan CT pada spesimen tersebut dengan teknik PCR yang sama dengan penelitian ini. Hasil pemeriksaan tersebut mendapatkan CT positif sebanyak 1 dari 17 laki-laki.22 Subjek

penelitiannya memang berbeda dengan SP pada penelitian ini, yaitu laki-laki dengan keluhan duh tubuh uretra.

Pannekoek dkk. (2003) melakukan penelitian terhadap 153 semen laki-laki asimtomatik pasangan subfertil menggunakan PCR in-house dan mendapatkan hasil CT positif sebanyak 2 dari 153 SP (1,3 %).23 Penelitian Bezold

dkk. (2007) mendapatkan CT positif pada semen laki-laki pasangan infertil yang diperiksa menggunakan teknik PCR in-house sebanyak 6 dari 240 SP (2,5%).24 Sedangkan

penelitian oleh Gdoura dkk. (2008) terhadap semen laki-laki pasangan infertil mendapatkan hasil CT positif yang diperiksa dengan PCR in-house sebanyak 44 dari 104 SP (42,3%).18 Gdoura dkk. (2001) mendapatkan CT positif pada

semen laki-laki pasangan infertil dengan menggunakan PCR Cobas Amplicor® sebanyak 33 dari 92 SP (35,9%).12 Penelitian

ini tidak mendapatkan SP dengan hasil PCR CT positif. Beberapa kemungkinan penyebab tidak ditemukannya PCR CT yang positif pada penelitian ini, antara lain rendahnya prevalensi infeksi CT pada populasi penelitian yang sebagian besar tidak berisiko tinggi terkena IMS, mudahnya konsumsi antibiotik, adanya infeksi CT pada organ lain, misalnya prostat dan epididimis yang sering tidak terdeteksi pada semen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa CT dapat berada di prostat dan epididimis, terutama pada infeksi laten.25 Sehingga tidak terdeteksinya CT pada cairan semen

belum memastikan bahwa individu tersebut bebas dari infeksi CT.

First void urine merupakan pilihan spesimen pada laki-laki, namun terdapat korelasi yang baik antara hasil PCR CT

first void urine dan semen, sehingga semen dapat dipergunakan dalam pemeriksaan PCR CT.18 Hasil PCR dapat

dipengaruhi oleh inhibitor, misalnya urin, -HCG, hemoglo-bin, dan berbagai garam.26 Hingga 10% spesimen semen

diketahui mengandung inhibitor.27 Namun, uji optimasi telah

dilakukan dalam penelitian ini yang bertujuan untuk meniadakan pengaruh inhibitor sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya hasil negatif palsu.

Per bedaan h asil PCR CT pada pen elitian in i dibandingkan dengan penelitian serupa di luar negeri yang hasilnya lebih tinggi, kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya perbedaan perilaku seksual, perbedaan sensitivitas PCR pada setiap jenis PCR, perbedaan target PCR pada setiap jenis PCR, kemungkinan mutasi pada gen target, dan adanya CT yang tidak memiliki plasmid.

PCR jenis in-house juga digunakan pada beberapa penelitian dan memberikan hasil yang juga bervariasi. PCR yang digunakan dalam pen elitian in i adalah PCR konvensional jenis in-house yang mendeteksi forward

primer 5'-CTAGGCGTTTGTACTCCGTCA dan reverse pr i mer 5' -TCCTC AGGAGT TTATGC ACT, yan g mengamplifikasi fragmen 200-bp dari gen orf8 pada plas-mid CT. Primer yang pernah digunakan oleh Lee dkk. (2007) dan mendapatkan 2,9% dari 96 SP yang positif terdeteksi CT pada urin ini kemudian dibuat di Indonesia untuk digunakan pada pemeriksaan PCR CT di laboratorium Mikrobiologi FKUI.28

Mutasi pada gen target perlu dipertimbangkan sebagai salah satu kemungkinan penyebab hasil PCR yang negatif. Delesi pada bagian plasmid CT pernah terjadi di Swedia (2005-2006) sehingga menyebabkan penurunan CT yang terdeteksi sebanyak 25% dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.29

Hingga saat ini PCR masih merupakan pilihan utama untuk mendiagnosis CT. Sensitivitas dan spesifisitas PCR yang tinggi dan melebihi teknik pemeriksaan lainnya menempatkan PCR sebagai teknik pemeriksaan yang paling akurat.1 Kultur merupakan baku emas dalam mendiagnosis CT, namun sensitivitasnya lebih rendah daripada PCR karena kultur hanya dapat mendeteksi mikroorganisme hidup.30

Pada penelitian ini tidak ditemukan CT pada semen, maka tidak dapat dinilai adanya hubungan antara kepositivan CT pada semen dengan konsentrasi dan motilitas sperma sehingga hipotesis penelitian ini tidak terjawab. Namun demikian, penelitian ini menunjukkan pemeriksaan PCR CT pada semen dapat digunakan sebagai alat diagnostik infeksi CT, terutama pada kasus infertilitas. Pemeriksaan PCR CT tetap dianjurkan terutama pada kasus infertilitas yang

Tabel 4. Proporsi kepositivan C. trachomatis semen subjek penelitian pada laki-laki pasangan infertil (N=100) di klinik Yasmin RSCM-Kencana tahun 2013

PCR C. trachomatis Jumlah(n) Persentase (%)

Positif 0 0,0

Negatif 100 100,0

(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Akande V, Turner C, Horner P, Horne A, Pacey A. Impact of Chlamydia trachomatis in the reproductive setting: British fertility society guidelines for practice. Hum Fertil (Camb). 2010;13(3):115-25.

2. Cunningham KA, Beagley KW. Male genital tract chlamydial infection: implications for pathology and infertility. Biol Reprod. 2008;79(2):180-9.

3. Gonzales GF, Munoz G, Sanchez R, Henkel R, Gallegos-Avila G, Diaz-Gutierrez O, dkk. Update on the impact of Chlamydia trachomatis infection on male fertility. Androl. 2004;36(1):1-23.

4. Paavonen J, Eggert-Kruse W. Chlamydia trachomatis: impact on human reproduction. Hum Reprod Update. 1999;5(5):433-47. 5. Spiliopoulou A, Lakiotis V, Vittoraki A, Zavou D, Mauri D.

Chlamydia trachomatis: time for screening? Clin Microbiol Infect. 2005;11(9):687-9.

6. Ochsendorf FR. Sexually transmitted infections: impact on male fertility. Androl. 2008;40(2):72-5.

7. Vigil P, Morales P, Tapia A, Riquelme R, Salgado AM. Chlamydia trachomatis infection in male partners of infertile cou ples: in ciden ce and sperm fu nction . An drol. 2002;34(3):155-61.

8. Manavi K, McMillan A, Young H. Genital infection in male partners of women with chlamydial infection. Int J STD AIDS. 2006;17(1):34-6.

9. Pacey AA, Eley A. Chlamydia trachomatis and male fertility. Hum Fertil (Camb). 2004;7(4):271-6.

10. Hosseinzadeh S, Brewis IA, Pacey AA, Moore HD, Eley A. Coin cubation of h uman spermatozoa with Ch lamydia trachomatis in vitro causes increased tyrosine phosphorylation of sperm proteins. Infect Immun. 2000;68(9):4872-6.

dicurigai terdapat infeksi CT, misalnya dengan adanya bukti infeksi CT pada perempuan pasangan laki-laki tersebut.

Hasil konsentrasi dan motilitas sperma pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5. Penelitian ini mendapatkan 54 dari 100 SP (54,0%) mengalami kelainan sperma, yaitu kelainan konsentrasi, motilitas, atau keduanya. Sebanyak 41 dari 100 (41,0%) SP mengalami kelainan konsentrasi sperma dan 46 dari 100 SP (46,0%) mengalami kelainan motilitas sperma, sedangkan 33 SP (33,0%) mengalami kelainan konsentrasi dan motilitas sperma secara bersamaan. Sejumlah 46 SP (46,0%) tidak mengalami gangguan sperma. Hasil ini sedikit lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Eggert-Kruse dkk. di Jerman (2003) mengenai prevalensi CT pada laki-laki pasangan subfertil. Penelitian tersebut melaporkan sebanyak 318 dari 707 SP (45,0%) SP mengalami penurunan kualitas semen.31

Gangguan sperma pada penelitian ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang memang tidak disingkirkan dalam penelitian ini karena keterbatasan biaya. Berbagai faktor tersebut antara lain status nutrisi, kondisi psikologis, toksin lingkungan, radiasi, penyakit kronik, dan infeksi menular seksual lainnya.32

KESIMPULAN DAN SARAN

Proporsi kepositivan C. trachomatis pada semen laki-laki pasangan infertil yang diperiksa dengan teknik PCR di klinik Yasmin-RSCM Kencana sebesar 0,0%. Proporsi gangguan konsentrasi atau motilitas sperma sebesar 54,0%. Proporsi kelainan konsentrasi sperma sebesar 41,0% dan proporsi kelainan motilitas sperma sebesar 46,0%. Pada pen elitian ini tidak ditemukan cairan semen yang mengandung CT sehingga tidak dapat dinilai adanya hubungan antara kepositivan CT pada semen dan konsentrasi serta motilitas sperma dan menyebabkan hipotesis penelitian ini tidak terjawab.

Perlu dilakukan perbandingan teknik pemeriksaan CT pada semen antara teknik PCR konvensional jenis in-house

dengan jenis komersial pada populasi yang sama. Meskipun tidak ditemukan CT pada semen laki-laki infertil, namun tetap perlu diwaspadai kemungkinan infeksi CT pada

organ-or-gan lainnya, misalnya prostat dan epididimis yang tidak diteliti pada penelitian ini.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih kepada dr. Silvia W. Lestari, M. Biomed dari Laboratorium Klinik Yasmin dan Dr. Andi Yasmon dari Departemen Mikrobiologi FKUI.

Tabel 5. Proporsi gangguan konsentrasi dan motilitas sperma subjek penelitian pada laki-laki pasangan infertil (N=100) di klinik Yasmin RSCM-Kencana tahun 2013

(7)

11. Hosseinzadeh S, Pacey AA, Eley A. Chlamydia trachomatis-induced death of human spermatozoa is caused primarily by lipopolysaccharide. J Med Microbiol. 2003;52(Pt 3):193-200. 12. Gdoura R, Keskes-Ammar L, Bouzid F, Eb F, Hammami A, Orfila J. Chlamydia trachomatis and male infertility in Tunisia. Eur J Contracept Reprod Health Care. 2001;6(2):102-7. 13. Hosseinzadeh S, Eley A, Pacey AA. Semen quality of men

with asymptomatic ch lamydial in fection . J An drol. 2004;25(1):104-9.

14. Manavi K. A review on infection with Chlamydia trachomatis. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. 2006;20(6):941-51. 15. Eley A. How to detect Chlamydia trachomatis in males? J.

Androl. 2011;32:15-22.

16. Land JA, Evers JL. Chlamydia infection and subfertility. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. 2002;16(6):901-12. 17. Golshani M, Eslami G, Ghobadloo ShM, Fallah F, Goudarzi

H, Rahbar AAS, dkk. Detection of Chlamydia trachomatis, Mycoplasma homin is an d Ureaplasma u realyticum by multiplex PCR in semen sample of infertile men. Iranian J Publ Health. 2007;36(2):50-7.

18. Gdoura R, Kchaou W, Ammar-Keskes L, Chakroun N, Sellemi A, Znazen A, dkk. Assessment of Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Ureaplasma parvum, Mycoplasma hominis, and Mycoplasma genitalium in semen and first void urine specimens of asymptomatic male partners of infertile couples. J Androl. 2008; 29: 198-206.

19. Okonofua F, Menakaya U, Onemu SO, Omo-Aghoja LO, Bergstrom S. A case-control study of risk factors for male infertility in Nigeria. Asian J Androl. 2005;7(4):351-61. 20. Hamdad-Daoudi F, Petit J, Eb F. Assessment of Chlamydia

trachomatis infection in asymptomatic male partners of infertile couples. J Med Microbiol. 2004;53:985-90. 21. Daili SF, Infeksi menular seksual: Tantangan dalam kesehatan

reproduksi [pidato pada upacara pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 8 Januari 2005.

22. Wardoyo EH. Deteksi Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae menggunakan polymerase chain reaction dupleks pada duh genital pasien infeksi menular seksual [tesis]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.

23. Pannekoek Y, Westenberg SM, Eijk PP, Repping S, van der Veen F, van der Ende A, dkk. Assessment of Chlamydia trachomatis infection of semen specimens by ligase chain reaction. J Med Microbiol. 2003;52:777-9.

24. Bezold G, Politch JA, Kiviat NB, Kuypers JM, Wolff H, Anderson DJ. Prevalence of sexually transmissible pathogens in semen from asymptomatic male infertility patients with and without leukocytospermia. Fertil Steril. 2007;87(5):1087-97. 25. Witkin SS, Kligman I, Bongiovanni AM. Relationship between an asymptomatic male genital tract exposure to Chlamydia trachomatis and an autoimmune response to spermatozoa. Hum Reprod. 1995;10(11):2952-55.

26. Wagenlehn er FM, Weidner W, Naber KG. Chlamydial infections in urology. World J Urol. 2006;24(1):4-12. 27. Lanjouw E OJM, Stary A, Boag F, van der Meijden W. I.

2010 European guideline for the management of Chlamydia trachomatis infections. Int J STD AIDS. 2010;21:729-37. 28. Lee SR, Chung JM, Kom YG. Rapid one step detection of

pathogenic bacteria in urine with sexually transmitted disease (STD) and prostatitis patient by multiplex PCR Assay (mPCR). J Microbiol. 2007: 45: 453-9.

29. Herrmann B. A new genetic variant of Chlamydia trachomatis. Sex Transm Infect. 2007;83:253-4.

30. Hocking JS, Guy R, Walker J, Tabrizi SN. Advances in sampling and screening for Chlamydia. Future Microbiol. 2013;8(3):367-86.

31. Eggert-Kruse W, Rohr G, Kunt B, Meyer A, Wondra J, Strowitzki T, dkk. Prevalence of Chlamydia trachomatis in subfertile couples. Fertil Steril. 2003;80(3):660 - 3. 32. Phillips T. NetCE 10 Hour Course: a review of infertility

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik sosiodemografik subjek penelitian proporsi kepositivan hasil PCR C
Tabel 3. Karakteristik riwayat keluhan klinis subjek penelitian proporsi kepositivan hasil PCR C
Tabel 5.  Proporsi gangguan konsentrasi dan motilitas sperma subjek penelitian pada laki-laki pasangan infertil (N=100)               di klinik Yasmin RSCM-Kencana tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan klien. Penerapan kewaspadaan umum merupakan bagian pengendalian infeksi yang tidak terlepas dari peran

Berdasar data awal hasil pengamatan akhir pada parameter tinggi batang yang tercantum pada gambar grafik 4 menyatakan bahwa rata pertumbuhan tanaman okra yang

Secara khusus objektif kajian ini adalah untuk mendalami proses akulturasi nilai-nilai persaudaraan Islam yang dilakukan oleh dayah kepada pelajar, usaha-usaha

Metode dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, berjenis causal research.Causal research merupakan suatu penelitian

Pada tabel diskripsi dari variabel Y dapat disimpulkan bahwa nasabah Bank Muamalat Kediri setuju dengan loyalitas nasabah sebanyak 195 suara atau 59% responden. Setelah

Ibu tercinta yang telah merawat amanat dari Sang Khalik yang senantiasa semangat merawat saya sendiri sejak saya berusia 7 tahun, terima kasih atas kasih

Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak.. memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu

mustofa Upaya Gerakan Pemuda Ansor Dalam Meningkatkan Akhlaqul Karimah Melalui Kegiatan Rutinan Sholawat HIMMATA pada Remaja di Desa Kebonagung Kecamatan Wonodadi