• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN TEORI SITUASIONAL MENURUT PARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PANDANGAN TEORI SITUASIONAL MENURUT PARA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN TEORI SITUASIONAL MENURUT PARA AHLI

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Kepemimpinan Pendidikan

yang dibina oleh Dr.H.Kusmintardjo.M.Pd,

oleh

Isnaini Afrita Syari 140131602306 Galuh Hardana Putra

140131602735 Melinda Fitria Febdriyana

140131603268

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN

(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan ... 2

BAB II PEMBAHASAN A. Pandangan teori situasional Model Linkert ... 5

B. Pandangan teori situasional menurut Reddin ... 6

C. Pandangan teori situasional model Vroom Yetton ... 8

D. Pandangan teori situasional Model Path-Goal(House) ... 9

E. Model Kontingensi Oleh fiedler... 13

F. Model situasional oleh Hersey dan Blanchard ... 15

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ... 18

DAFTAR RUJUKAN ... 17

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepemimpinan merupakan bagian penting dari manajemen yaitu merencanakan dan mengorganisasi, tetapi peran utama kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guna menyikapi tantangan globalisasi yang ditandai dengan adanya kompetisi global yang sangat ketat dan tajam.

Sebuah sekolah adalah organisasi yang kompleks dan unik, sehingga memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Untuk membantu para kepala sekolah di dalam mengorganisasikan sekolah secara tepat, diperlukan adanya satu esensi pemikiran yang teoretis, seperti kepala sekolah harus bisa memahami teori organisasi formal yang bermanfaat untuk menggambarkan kerja sama antara struktur dan hasil sekolah. Oleh sebab itu dikatakan bahwa” keberhasilan sekolah adalah sekolah yang memiliki pemimpin yang berhasil..

Masalah kepemimpinan pendidikan saat ini menunjukan kompleksitas,baik dari segi komponen manajemen pendidikan, maupun lingkungan yang mempengaruhi keberlangungan suatu pendidikan. Persoalan yang muncul bisa sepontan, bisa berulang-ulang, makanya diperlukan interaksi yang kreatif dan dinamis antar kepala sekolah , guru dan siswa.

(4)

ya sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan dan perasaan orang-orang yang bekerja sehingga kinerja guru selalu terjaga.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Pandangan teori situasional Model Linkert? 2. Bagaimana pandangan teori situasional menurut Reddin?

3. BagaimanaPandangan teori situasional model Vroom Yetton?

4. Apa yang dimaksud Pandangan teori situasional Model Path-Goal(House)? 5. Apa maksud Model Kontingensi Oleh fiedler?

6. BagaimanaModel situasional oleh Hersey dan Blanchard?

C.Tujuan

1. Mengetahui jenis kepemimpinan di dalam lembaga atau organisasi 2. Mengetahui peyelesaian masalah organisasi dengan teori situasional. 3. Mengetahui cara kepemimpinan dengan berbagai model.

4. Mengetahui cara mengembangkan potensi Anggota.

5. Memahami gaya kepemimpinan dengan berbagai sudut pandang.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

Teori situasional berasal dari pelawanan kaum psikologis dan sosiologis terhadap teori sifat. Ia lebih menekankan pada analisis situasional. Para peneliti berusaha mengidentifikasi karakteristik yang berbeda tentang keberhasilan pemimpin. Mereka menyusun perangkat khusus situasi yang relevan untuk perilaku dan performa pemimpin. Variabel yang dianggap sebagai determinan kepemimpinan, meliputi :

1. Perangkat struktural organisasi (ukuran, struktur heirarkhis, dan formalisasi).

2. Iklim organisasi (kekuatan posisi, tipe dan kesulitan tugas, dan aturan prosedural).

3. Karakteristik bawahan ( pengetahuan dan pengalaman, toleransi terhadap keragaman, tanggungjawab dan kekuasaan).

Pendapat lain menyatakan bahwa pengembangan teori situasional merupakan penyempurnaan dari kelemahan-kelemahan teori sebelumnya. Dasarnya adalah teori kontingensi dimana pemimpin efektif akan melakukan diagnosa situasi, memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan menerapkan secara tepat. Dua hipotesis yang dikembangkan tentang kepemimpinan. Yaitu : (1) kualitas pemimpin dan kepemimpinan yang tergantung kepada situasi kelompok, dan (2) kualitas individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan hasil kepemimpinan terdahulu yang berhasil dalam mengatasi situasi yang sama (Hocking and Boggardus, 1994 dalam Mustiningsih, 2013).

Empat dimensi situasi secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap kepemimpinan seseorang, yaitu :

1. Kemampuan manajerial, meliputi kemampuan sosial, pengalaman, motivasi, dan penelitian terhadap reward yang disediakan oleh organisasi.

2. Karakteristik pekerjaan, tugas yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat, tingkat kerjasama kelompok berpengaruh pada efektivitas pemimpinnya.

3. Karakteristik organisasi : budaya organisasi, kebijakan, birokrasi, merupakan faktor yang berpengaruh pada efektivitas pemimpinnya. 4. Karakteristik pekerja : kepribadian, kebutuhan, ketrampilan, pengalaman

(6)

Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan (Duniabaca, 2011 dalam Mustiningsih, 2013). Pemimpin idealnya memberikan pehatian kepada fakta bahwa terhadap bawahan yang memiliki kematangan atau kemampuan dan komitmen berbeda seharusnya diterapkan gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Misalnya setelah bawahan matang, maka menghendaki gaya kepemimpinan yang berbeda dari para pemimpin mereka. Bawahan yang tidak berpengalaman menghendaki perhatian terhadap tugas yang tinggi dari pemimpinny. Seseoarang yang cukup matang menghendaki dukungan sosial dan emosional (consideration) yang tinggi. Sedangkan mereka yang telah matang sepenuhnya menghendaki baik initiating structure (task orientation) maupun consideration (relation orientation) yang rendah.

A.Pandangan teori situasional Model Linkert

Menurut Rensis Likert (dalam Mustiningsih, 2013) Ada 4 sistem kepemimpinan yang dikembangkan yaitu sebagai berikut.

1. Sistem Otoritatif dan Eksploitif.

Pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannnya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kakunditetapkan oleh pemimpin.

Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain: a. Pimpinan menentukan keputusan

b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman d. Komunikasi top down.

2. Sistem Otoritatif dan Benevolent.

Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Bawahan juga diberi berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.

Ciri-ciri dri sistem otokratis paternalistic atau otoriter bijak, antara lain. a. Pimpinan percaya pada bawahan

b. Motivasi dengan hadiah dan hukuman c. Adanya komunikasi ke atas

d. Mendengarkan pendapat dan ide bawahan e. Adanya delegasi wewenang

3. Sistem Konsultatif.

(7)

tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.

Ciri-ciri sistem konsultatif antara lain: a. Komunikasi dua arah

b. Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan

c. Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas 4. Sistem Partisipatif.

Adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer juga tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepeda bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.

Ciri-ciri sistem partisipatorif antara lain. a. Team work

b. Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan c. Komunikasi dua arah (top down and bottom up)

B. Pandangan teori situasional menurut Reddin

Menurut Reddin dalam wahjosumidjo (1992, h. 74) dinyatakan ada tiga pola dasar yang dapat digunakan unuk menetapkan pola perilaku kepemimpinan yang biasa disebut dengan Model Kepemimpinan Situasional Tiga Dimensi. Model tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Berorientasi pada tugas (task oriented).

Menurut Reddin, tipe seseorang pemimpin dapat dilihat dari kualitas keinginannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan demikian ada seorang pemimpin yang memiliki keinginan kuat untuk menyelesaikan pekerjaan yang dihadapinya, namun ada pula pemimpin yang lemah hasratnya untuk menyelesaikan tugas.

2. Berorientasi pada hubungan (relationship oriented).

(8)

mempunyai hubungan yang erat dengan orang lain, dan ada pula yang hubungannya sangat bersifat formal.

3. Berorientasi pada efektifitas (effectiveness oriented).

Reddin berpendapat bahwa komponen ketiga, yang menyebabkan seorang pemimpin yang satu berbeda dengan pemimpin lainnya adalah kemauan untuk memperoleh produktifitas yang tinggi. Dengan demikian ada seorang pemimpin yang efektif sekali, dan ada pula pemimpin yang kurang efektif, dan ada pula pemimpin yang tidak efektif sama sekali. Kubus kepemimpinan menurut W.J. Reddin. Berdasarkan ketiga dasar komponen tersebut Reddin membagi kepemimpinan menjadi 8 tipe, antara lain.

1. Deserter

Tipe pemimpin yang kurang memperhatikan produksi maupun terhadap orang orang yang melaksanakannya. Cara kepemimpinannya tidak efektif.

2. Bureaucrat

Tipe pemimpin yang selalu mentaati prosedur dan peraturan perusahaan. Sekali peraturan ditetapkan, ia akan mematuhinya, terlepas apakah peraturan itu tepat atau tidak. Karena itu seorang "bureaucrat" akan cocok, kalau peraturan yang dibuat sudah benar. Gaya kepemimpinannya harus mempunyai efektifitas saja.

3. Missionary

Tipe pemimpin yang hanya berorientasi pada yang melaksanakannya. Gaya kepemimpinan ini condong pada manusia.

4. Developer

Tipe pemimpin yang memiliki orientasi atas efektifitas dan hubungan baik dengan orang lain. Gaya kepemimpinannya efektif.

5. Autocrat

Tipe pemimpin yang mempunyai orientasi pada tugas saja sedangkan perhatian terhadap orang yang melaksanakannya kurang. Gaya kepemimpinannya condong kepada prestasi atau produksi.

6. Benevolent autocrat

(9)

7. Compromiseer

Tipe pemimpin yang memiliki orientasi pada tugas dan hubungan baik dengan orang lain.

8. Executive

Tipe pemimpin yang memiliki tiga sifat, yaitu orientasi pada tugas, orientasi pada hubungan baik dan orientasi efektifitas. Gaya kepemimpinan yang terbaik.

Tolok ukur dari tiga dimensi dar Redin adalah Kepemimpinan yang efektif dan tidak efektif.

1. Kepemimpinan tidak efektif:

a. Deserter ( pembelot ) b. Autocrat ( Otokrasi )

c. Miiisionary ( pelindung ) d. Compromiser ( Kompromis )

2. Kepemimpinanefektif

a. Bureaucrat ( birocrat ) b. Developer ( pembangun ) c.Benevolent autocrat ( Otokrasi yang lunak) d.Axecitutive ( eksekutif )

C.Pandangan teori situasional model Vroom Yetton

Menurut Mustiningsih (2013) salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan yang dilakukan para pemimpin seringkali sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelaas bahwa komponen utama dari efektivitas pemimpin adalah kemapuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan yang melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik.

Partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stres, dan meningkatkan produktivitas. Partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan yang akan diberikan pemimpinnya.

Normative Theory dari Vroom & Yetton, yang membagi menjadi 5, yaitu :

(10)

Membuat keputusa dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.

2. AII (Autocratic): leader obtain necessary information from

subordinates but then makes decision unilaterally.

Membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan

3. CI (Consultative): leader shares the problem with subordinates individually, but then makes decision unilaterally.

Berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka ke dalam kelompok lalu membuat keputusan

4. CII (Consultative): leader shares problem with subordinates in group meeting but then makes decision unilaterally.

Berbagi akan masalah dengan kelompok mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan

5. GII (Group Decision): leader shares the problem with subordinates in a group meeting; decision is reaches through discussion to consensus.

Berbagai masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok

D. Pandangan teori situasional Model Path-Goal(House)

(11)

untuk mencapai tujuan akhir, baik yang berasal dari faktor anggota atau lingkungan kerja, untuk itu dalam upaya pencapaian tujuan akhir organisasi maka perlu memperhatikan tujuan anggota organisasi dan situasi lingkungan kerja.

Sebuah teori kepemimpinan yang berfokus pada kebutuhan bagi pemimpin untuk membuat hadiah tergantung pada pencapaian tujuan dan untuk membantu anggota kelompok dalam mencapai penghargaan dengan menjelaskan tujuan dan jalan untuk menghilangkan hambatan untuk kinerja. Menurut Teori path-goal ada empat gaya kepemimpinan.

1. Kepemimpinan memberi petunjuk atau arahan . Pemimpin member petunjuk atau menjelaskan tujuan dan memberikan aturan-aturan dan peraturan khusus untuk membimbing bawahan untuk mencapai tujuan itu.

2. Kepemimpinan yang mendukung; Pemimpin menampilkan kepedulian pada bawahan termasuk bersifat ramah kepada bawahan dan peka terhadap kebutuhan mereka.

3. Kepemimpinan berorientasi prestasi, pemimpin menekankan pada pencapaian tugas-tugas yang sulit dan pentingnya performa yang baik dan secara bersamaan menampilkan keyakinan bahwa bawahan akan kinerja baik.

4. Kepemimpinan partisipatif, pemimpin “berkonsultasi” dengan bawahan tentang pekerjaan tugas tujuan, dan jalan untuk mencapai tujuan gaya kepemimpinan ini melibatkan berbagai informasi serta “?konsultasi” dengan bawahan sebelum mengambil keputusan (Wiyono, 2013). Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental

pressures and demmand (Gibson, 2003).

1.Karakteristik Bawahan

(12)

a. Letak Kendali (Locus of Control)

Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.

b. Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)

Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.

c. Kemampuan (Abilities)

Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.

2.Karakteristik Lingkungan

(13)

a. Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.

b. Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.

Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu: a. Struktur Tugas

Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.

b. Wewenang Formal

Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi

c. Kelompok Kerja

Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.

(14)

Hubungan antara tipe kepemimpinan, faktor-faktor moderator dan hasil akhir yang dicapai tersebut dapat disajikan dalam Gambar berikut ini.

Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.

MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

E. Model Kontingensi Oleh fiedler

Menurut danim (2012) teori kontingensi atau Contigency theory beranjak daei asumsi bahwa gaya kepemimpinan dalam pembuatan keputusan mondar-mandir dari situasi ke situasi yang lain dan itu dipandang sebagai cara terbaik untuk mengatur. Teori kontingensi melampaui pendekatan situasional, yang mengamati bahwa semua faktor harus dipertimbangkan dan untuk menunjukkan

(15)

bagaimana mengelola ketika faktor-faktor kunci tersebut hadir. Pilihan manajer tergantung pada tiga faktor kunci berikut.

1. Kekuatan pada manajer. Kekuatan pada manajer mengandung makna nilai manajer, kepercayaan bawahan kecenderungan kepemimpinan, dan perasaan aman dalam situasi yang tidak pasti.

2. Kekuatan pada bawahan. Kekuatan pada bawahan mengandung makna eksopetasi, kebutuhan akan kemerdekaan, kesiapan untuk pembuatan keputusan dan impilkasinya pada tanggung jawab toleransi teehadap ambiguitas dalam difinisi tugas minat terhadap masalah, kemampuan untuk memahami dan mengidentifikasikan tujuan organisasi, pengetahuan dan pengalaman untuk menangani masalah.

3. Kekuatan pada situasi, tergantung pada jenis organisasi,efektivitas kelompok, masalah tugas itu sendiri, dan tekanan waktu.

Pada sisi lain, telah muncul tanggapan bahwa telah diyakini oleh sejumlah pakar dan peneliti bahwa seorang pemimpin yang baik menggunakan semua gaya tergantung pada kekuatan apa yg terlibat antara lain pengikut, pemimpin, dan situasi. Alur gerakan itu sangat ditentukan disamping oleh situasi juga atas dasar pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pemimpin atau pengikutnya. Beberapa contoh disajikan berikut ini.

1. Menggunakan gaya otoriter pada karyawan baru yang belajar bekerja. Dia tampil laksana pemimpin yang kompeten dan pelatih yang baik. Karyawan termotivasi untuk belajar keterampilan baru, situasi adalah lingkungan yang baru bagi karyawan.

(16)

3. Gaya partisipatif digunakan pada sebuah tim pekerja yang mengetahui pekerjaan mereka. Pemimpin tahu masalah, tetapi tidak memiliki semua informasi. Karyawan mengetahui pekerjaan mereka dan ingin menjadi bagian dari tim.

4. Gaya kepemimpinan delegatif digunakan seseorang dengan pekerja yang tahu lebih banyak tahu tentang pekerjaan daeipada pemimpinya sendiri. Pemimpin tidak dapat melakukan semuanya . Kebutuhan karyawan untuk mengambil andil besar dari pekerjaanya. Selain itu, tuntutan situasi mungkin memaksa pimpinan berada di tempat atau melakukan hal-hal lain.

5. Gaya kepemimpinan Demokratisasi mengedepankan msuyawarah untuk mencapai mufakatt, pendekatan kerja dari, oleh, dan untuk kepentingan bersama. Gaya ini dipakai jika tersedia wahana dan waktu untuk itu. Fielder cukup terkenal dengan teori kepemimpinan model kontigensi yang dalam literatur disebut sebagai Fielder’s Contigency Model. Dalam model ini pemimpin dipandang akan efektif bila menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi yang ditentukan oleh 3 faktor utama.

1. Hubungan pemimpin-anggota. Sifat dari hubungan antar pribadi pemimpin dan pengikut, dinyatakan dalam istilah baik atau buruk. Kepribadian keduanya memainkan peran penting dalam variabel ini.

2. Striktur tugas. Sifat tugas yang digambarkan sebagai terstruktur atau tidak, berhubungan dengan kebebasan kreatif yang memungkinkan bawahan untuk menyelesaikan tugas dan bagaimana tugas didefinisikan.

3. Posisi kekuasaan. Sejauh mana posisi pemimpin itu sendiri memungkinkan untuk mendapatkan anggota kelompok mematuhi dan menerima arah kepemimpinannya.

F. Model situasional oleh Hersey dan Blanchard

(17)

tinggi kemampuan dan rendah motivasi, serta tinggi kemampuan dan tinggi motivasi. Untuk itu, ada empat gaya yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi bawahan, yaitu :

1. Gaya kepemimpinan direktif (directing), adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi tinggi terhadap tugas dan rendah terhadap hubungan manusia. 2. Gaya kepemimpinan konsultasi (coaching), adalah gaya kepemimpinan

yang berorientasi tinggi terhadap tugas dan tinggi terhadap hubungan manusia.

3. Gaya kepemimpinan partisipasi (supporting), adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi rendah terhadap tugas dan tinggi terhadap hubungan manusia.

4. Gaya kepemimpinan delegatif (delegating), adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi rendah terhadap tugas dan rendah terhadap hubungan manusia.

Keberhasilan kepemimpinan tidak hanya ditentukan oleh perilaku pemimpin tetapi juga faktor-faktor situasional organisasi, seperti jenis pekerjaan, lingkungan organisasi, dan karakteristik individu yang terlibat dalam organisasi. Tidak ada satu gaya kepemimpinan yang paling efektif untuk semua organisasi. Kepemimpinan yang efektif adalah perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan karakteristik organisasi, terutama kematangan bawahan. Harsey dan blanchard dalam Wiyono (2013) mengidentifikasi dua aspek kematangan bawahan, yaitu kematangan kerja (job maturity) dan kematangan psikologi (psychological maturity). Kematangan kerja mengacu pada kematangan atau kemampuan dalam

melaksanakan tugas, yang dipengaruhi dari aspek pendidikan dan pengalaman. Sedangkan kematangan psikologi mengacu pada tingkat motivasi yang direfleksikan dengan tanggung jawab atau kemauan dalam melaksanakan tugas.

(18)

BAB III

PENUTUP

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian singkat makalah yang telah kelompok kami sajikan diatas, maka sebagai kesimpulannya akan kami sampaikan beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut:

Secara garis besar kepemimpinan kontinum dipengaruhi oleh tiga bidang yaitu: bidang pengaruh pimpinan, bidang pengaruh kebebasan bawahan, dan bidang situasi yang mempengaruhi pembuatan keputusan. Ketiga hal tersebut berperan aktif terhadap pemimpin dalam membuat keputusan.

Kepemimpinan grid, Dalam pendekatan managerial grid ini, manajer berhubungan dengan 2 hal yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Managerial Grid menekankan bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan manajer serta memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. Bukannya ditekankan pada berapa banyak produksi harus dihasilkan, dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahan.

Kepemimpinan tiga dimensi, Reddin menyatakan ada tiga pola dasar yang dapat dipergunakan dalam menetapkan pola perilaku kepemimpinan, yaitu: Berorientasi pada tugas (task orriented), Berorientasi pada hubungan (relationship orriented), Berorientasi pada effektifitas (effectiveness orriented).

(19)

DAFTAR RUJUKAN

Danim, S. 2012. Kepemimpinan Pendidikan Kepemimpinan Jenius (IQ + EQ), Etika, Perilaku Motivasional dan Mitos. Bandung: Alfabeta.

Kurnia, N. 2009. Teori Kepemimpinan; Teori Kepempimpinan Situasional Fiedler Model Kepemimpinan Normatif Menurut Vroom dan Yetton, Path Goal

Theory dalam Kepemimpinan, (Online)

(http://ninda- psikologi.blogspot.com/2009/11/teori-kepemimpinan-teori-kepemimpinan.html), diakses 2 September 2015.

Meilana,I. 2013.Teori Kepemimpinan Likert, (Online),

(https://ikachessmeilana.wordpress.com/2013/06/02/teori-kepemimpinan-likert/),diakses 2 September 2015.

Mustiningsih. 2013. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

(20)

Lampiran 1. Hasil Wawancara dengan Pimpinan yayasan Mts dn MI Nurul Jadid, Bondowoso Dr. Juharyanto, M.M, M.Pd.

Pewawancara : Selamat siang Pak Narasumber : Selamat siang

Pewawancara : terimakasih atas waktunya, berapa lama bapak memmpin yayasan ini?

Narasumber : Baik, yayasan ini berdiri sejak tahun 2009 awal saya lulus dari perguruan tinggi strata satu. Dan posisi saya saat ini hanya sebagai pengawas wawasan.

Pewawancara : Selama bapak memimpin yayasan dan sebelum menjadi pengawas yayasan, apakah banyak kendala yang bapak temui? Narasumber : Selama saya memimpin yayasan, saya tidak pernah merasa

menemukan kendala dalam memimpin. Karena banyak timbul kesadaran dari pihak guru, siswa, maupun masyarakat yakni dari pihak wali murid.

Pewawancara : Bagaimana bisa, seperti itu pak?

Narasumber : Karena awal perekrutan, kami merekrut guru-guru Melalui orang tua calon guru dimana orang tua sering bertemu kami di masjid sekolah . Dan sering berjamaah di masjid kami. Kami yakin bahwa orang yang sering berjamaah di Masjid adalah orang-orang yang baik dan yakin pasti akan membimbing anaknya dengan baik, sebelumnya kami Tanya kepada jamaah apakah mempunyai anak yang mampu mengajar di yayasan kami. Ini bukan praktik nepotisme tetapi kami yakin bahwa orang yang mendahulukan sholat jamaah baik inshaaAllah kerjanya juga baik. Kami menerima siapapun yang mau dan ikhlas bekerja sama dan mengabdi dengan yayasan kami. Kami tetap mengadakan tes dasar. Tes dasarnya mengenai keagamaan dan juga tes mengaji.

Pewawancara : Dengan cara penerimaan pengajar seperti itu, Apakah tidak mempengaruhi sumber daya manusia. Apakah benar-benar tidak terjadi masalah selama memimpin guru-guru dan juga karyawan? Narasumber : Kami tidak pernah merasa ada masalah. Kami menganggap

guru-guru sudah memahami kewajiban juga memahami tugas apa yang harus dilaksanakan. Pada yayasan kami tidak ada yang namanya senioritas, semua sama setara. Hal yang paling membuat kami semua saling memahami adalah kami sering mengadakan acara yang membuat kepekaan para guru itu ada. Kami membagi uang kesejahteraan guru dengan setiap bulan mengadakan istigatsah bersama dan setelah istigatsah dibagikan uang bisharoh/ kesejahteraan. Dengan cara itu kekeluargaan kami terikat.

(21)

Narasumber : Alhamdulillah, saya tidak pernah marah. Menurut saya guru-guru sudah memahami masing-masing tugasnya, meskipun ada sedikit kesalahan kami bersama-sama saling memperbaiki

Pewawancara : Apakah yayasan yang bapak pimpin sudah mencapai target yang maksimal?

Narasumber : Menurut saya sudah, semua pihak yang ada pada yayasan sudah mendukung penuh, semangat dari guru dan murid juga kompak, sehingga Alhamdulillah yayasan kami sering mendapat kejuaraan akademik tingkat Nasional dan bahkan murid-murid kami pernah menjadi panitia tentu dengan bimbingan , yaitu mengadakan olimpiade yang diikuti 5 Negara. Menjadi kebanggan tersendiri bagi kami.

Kesimpulan dari hasil wawancara kelompok kami adalah

Pemimpin seperti beliau menggunakan Gaya kepemimpinan Demokratisasi mengedepankan msuyawarah untuk mencapai mufakat, pendekatan kerja dari, oleh, dan untuk kepentingan bersama. Gaya ini dipakai jika tersedia wahana dan waktu untuk itu. Beliau memimpin dengan sabar tetapi juga tegas.

Keberhasilan kepemimpinan tidak hanya ditekankan pada perilaku yang ditampilkan pimpinan dalam kelompok, tetapi perlu ditelaah dari sisi perilaku yang ditampilkan mentransformasi nilai kepada bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu teori kepemimpinan adalah kepemimpinan transformasional.

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan panggung belakang (back stage), disini memungkinkan seorang pemimpin perempuan menggunakan kata-kata kasar ketika berkomentar, marah, mengumpat, bertindak

Perilaku “R” yang suka berkata kasar kepada orang lain, “T” yang menjadi pribadi yang pendiam dan penakut, dan sikap “W” yang suka berkata kasar dan membuat kegaduhan

Padahal, kewirausahaan mengajarkan cara-cara berpikir kreatif, inovatif, positif, dan menggerakan hati nurani untuk lebih proaktif, properubahan,

Pendidikan agama telah termaktub dalam pendidikan for- mal dengan diberlakukannya mata pelajaran pendidikan agama sesuai dengan kurikulum yang berstandar nasional,

Diumumkan kepada mahasiswa semester IV, responsi Biokimia hari Senin, 7 Maret 2011 pukul 13.00 WIB dilaksanakan di :.

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri terhadap tertanggung, dengan memperoleh premi, untuk memberikan

Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa, maka beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 14

Lukisan berjudul Women III adalah merupakan hasil karya yang dibuat oleh seniman yang menganut aliran lukisan abstrak ekspresionis willem de Kooning dan merupakan salah satu