EXCHANGE RATE PASS-THROUGH
UNTUK HARGA
DOMESTIK: KASUS INDONESIA (2004-2013)
YOHANES PUTRA ABADI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Exchange Rate
Pass-through untuk Harga Domestik: Kasus Indonesia (2004-2013) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Yohanes Putra Abadi
ABSTRAK
YOHANES PUTRA ABADI. Exchange Rate Pass-through Untuk Harga Domestik: Kasus Indonesia. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model VECM data bulanan dari Januari 2004 sampai dengan Desember 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Pergerakan Exchange Rate memiliki efek moderat pada inflasi harga domestik 2. Exchange Rate Pass-through lebih parah terjadi di PPI dibandingkan dengan CPI karena pangsa yang lebih tinggi diperdagangkan di PPI relatif terhadap CPI 3. Dampak Pass-through pada harga domestik menyebar lebih dari 12 bulan, namun efeknya akan lebih parah dalam tiga bulan pertama untuk PPI dan setelah empat bulan pertama untuk CPI seperti yang ditunjukkan oleh koefisien Pass-through 4. Pertukaran Pass-through untuk harga konsumen semakin meningkat setelah fenomena Dinamika Sistem Keuangan Global pada bulan Maret 2009 dimana terjadi depresiasi Rupiah. Exchange Rate Pass-through yang rendah untuk harga domestik, memiliki implikasi bagi pelaksanaan kebijakan moneter, yaitu memberikan kebebasan yang lebih besar untuk mengejar
kebijakan moneter yang independen khususnya melalui penargetan inflasi rezim.
Kata kunci: Inflasi, Nilai Tukar Pass-through, Vector Error Correction Model
ABSTRACT
YOHANES PUTRA ABADI. Exchange Rate Pass-through to Domestic Prices: The Case of Indonesia. Supervised by IMAN SUGEMA.
In this study, the authors use a VECM model of monthly data from January 2004 to December 2013, results showed that: 1. Exchange rate movements had a moderate effect on domestic price inflation 2. Exchange Rate Pass-through is more severe in CPI compared to PPI due to the higher share of trade in PPI relative to CPI 3. Pass-through impact on domestic prices spread over 12 months, but the effect is more pronounced in the first three months after the PPI and CPI
for the first four months as indicated by coefficient Pass–through 4. Exchange
Pass-through to consumer price increased after the condition of the effect of the Global Financial System Dynamics in March of 2009 where there is depreciation of the Rupiah. Exchange Rate Pass-through to domestic prices low, has implications for the implementation of monetary policy, which gives greater freedom to pursue an independent monetary policy through inflation targeting
regime in particular.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
EXCHANGE RATE PASS-THROUGH
UNTUK HARGA
DOMESTIK: KASUS INDONESIA (2004-2013)
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah moneter, dengan judul Exchange Rate Pass-through untuk Harga Domestik: Kasus Indonesia (2004-2013).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema selaku pembimbing. Disamping itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ka Farhana Zahrotunnisa. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Juga tidak lupa ungkapan terima kasih kepada teman-teman Ilmu Ekonomi 47 dan teman-teman dari Komisi Kesenian, teman-teman UKM PMK atas dukungan doa dan motivasinya dalam penyusunan skripsi saya ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Baik bagi penulis maupun pihak pihak lain.
Bogor, Agustus 2014
Yohanes Putra Abadi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Exchange Rate Pass-through 5
Penelitian Terdahulu 6
Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu 7
KERANGKA PEMIKIRAN 8
METODE PENELITIAN 9
Jenis dan Sumber Data 9
Metode Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Uji Stasioner 11
Penetapan Tingkat Lag Optimal 12
Uji Kointegrasi 13
Pengaruh Exchange Rate Terhadap Harga Domestik 14
Variabel yang Berhubungan dengan CPI dan PPI 17
SIMPULAN DAN SARAN 21
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 23
RIWAYAT HIDUP 26
DAFTAR TABEL
1 Augmented Dickey Fuller ( ADF ) Unit Root Test 12
2 OptimalLagJan2004–Dec2013 13
3 OptimalLagJan2004–March 2009 13
4 OptimalLagApril2009–Dec2013 13
5 SummaryofCointegrationTests 14
6 Impuls Respon: Estimated Cumulative Pass-through Coefficient of
DomesticPrices 16
7 Variance Decomposition of Domestic Prices 17
DAFTAR GAMBAR
1 Annual Percentage Change of Exchange Rate, PPI and CPI 1
2 ExchangeRatePass-through 5
3 Kerangka Pemikiran 8
4 Impulse Responses of Domestic to One Standard Deviation Innovation
in Exchange Rate 15
5 Estimate Cumulative Pass-through Coefficients 15
6 Impuls Response Function for Jan 2004 – Dec 2013 Period 18 7 Impuls Response Function for Jan 2004 – March 2009 Period 19 8 Impuls Response Function for April 2009 – Dec 2013 Period 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai Reserve Money, Indeks Harga Konsumen (CPI), Indeks Harga Perdagangan Besar (PPI), Indeks Produksi Industri (IPI), Harga Minyak (HM), dan Exchange Rate Nominal (EXR) Indonesia periode Januari
2004 – Desember 2013 23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi perekonomian suatu negara dapat dilihat dari salah satu indikator dasar makroekonomi. Salah satu dari indikator dasar makroekonomi tersebut adalah inflasi. Inflasi adalah kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus menerus, memengaruhi individu, pengusaha dan pemerintah (Mishkin, 2008). Umumnya laju inflasi digunakan untuk mengukur sejauh mana perekonomian suatu negara mampu mempertahankan stabilitas kegiatan perekonomiannya. Inflasi yang terjadi disebabkan karena adanya demand pull inflation (inflasi tarikan permintaan) dan cost push inflation (inflasi desakan biaya). Untuk negara dengan perekonomian terbuka, inflasi berasal dari internal presure (faktor dalam negeri) dan juga external presure (faktor luar negeri). Faktor eksternal bersumber dari adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri ataupun adanya fluktuasi nilai tukar.
Nilai tukar (harga dari mata uang asing dipandang dari segi mata uang domestik) adalah salah satu harga terpenting dalam ekonomi terbuka (Chowdhury, A.Hossain. 1996). Nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya, sedangkan nilai tukar riil adalah memperhitungkan inflasi. Pergerakan nilai tukar memiliki efek moderat pada inflasi harga domestik seperti yang terlihat pada (Gambar 1).
Secara teoritis, sebuah negara yang menerapkan nilai tukar mengambang akan menghadapi situasi dimana nilai tukar dalam negeri terhadap mata uang asing akan mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung ketingkat harga domestik. Sebagian barang-barang konsumsi yang dibeli merupakan barang yang diimpor, sehingga ketika mata uang domestik jatuh terhadap mata uang asing akan berdampak langsung dengan harga barang di negara tersebut. Selain itu, efek tidak langsung dari dalam negeri perubahan mata uang terjadi melalui peningkatan biaya produksi industri dalam negeri digunakan yang bahan baku impor. Efek langsung dari nilai tukar pada tingkat harga domestik yang terkait dengan teori paritas daya beli (PPP), yang mengasumsikan bahwa ada hubungan antara perubahan nilai tukar dengan perubahan harga domestik (Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Indeks Harga Perdagangan Besar (PPI)).
Gambar 1 Annual Percentage Change of Exchange Rate, PPI and CPI (Rp/US$)
2
grafik data diatas kenaikan dan penurunan CPI dan PPI melalui nilai tukar dan dikombinasikan dengan kondisi perekonomian Indonesia, hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia, krisis energi dan krisis pangan, krisis keuangan dan krisis ekonomi dunia dan ditandai dengan tingkat inflasi yang terlihat terlalu jauh ketimpangannya antar tiap bulan dalam per tahun nya dari 2004-2013. Kekuatan pengaruh nilai tukar terhadap inflasi itu sendiri tergantung pada sistem nilai tukar apa yang digunakan suatu negara. Negara-negara didunia memiliki rezim penetapan nilai tukar yang beragam, yang dibedakan menjadi tiga yaitu peg, fix,
dan floating. Peg exchange rate atau menempel adalah penetapan nilai tukar
dengan mengacu pada salah satu mata uang (biasanya US Dollar). Fix exchange rate (nilai tukar tetap) adalah penetapan nilai tukar yang dipatok oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu, keuntungan dari menggunakan fix exchange rate
adalah dapat meminimalisir risiko fluktuasi nilai tukar, sedangkan floating
exchange rate (nilai tukar mengambang) adalah membebaskan nilai tukar
terhadap pasar uang yang terjadi di negara tersebut (Malahayati, 2011).
Indonesia sendiri merupakan suatu negara dengan perekonomian terbuka, sehingga fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS secara teoritis berhubungan positif dengan laju inflasi, dimana ketika nilai tukar Rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS laju inflasi cenderung tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kinerja sektor keuangan Indonesia yang juga banyak dipengaruhi oleh Dinamika Sistem Keuangan Global, akibatnya nilai tukar rupiah melemah tajam ke level Rp 11.829,4 per dollar AS pada bulan Maret 2009 yang akan menyebabkan laju inflasi cenderung tinggi. Salah satu teori yang digunakan untuk menentukan nilai tukar adalah teori purchasing power parity (PPP), atau lebih dikenal dengan teori paritas daya beli. Teori paritas daya beli ini menyatakan bahwa nilai tukar mata uang antar negara harus mencerminkan nilai perbandingan nilai mata uang suatu negara terhadap negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli masing-masing negara yang berarti nilai tukar antara dua negara sama dengan rasio tingkat harga dari kedua negara tersebut. Teori ini memprediksikan bahwa penurunan daya beli dari suatu mata uang akan menyebabkan nilai tukar dari mata uang tersebut terdepresiasi dan begitu pula sebaliknya depresiasi mata uang domestik dapat menyebabkan terjadinya inflasi. Dengan demikian secara teoritis dengan asumsi PPP berlaku, maka inflasi dalam negeri yang lebih besar daripada luar negeri akan mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah. Selanjutnya depresiasi itu sendiri juga akan mendorong inflasi karena Pass-through effect dari barang-barang dan bahan baku impor sehingga biaya produksi juga akan meningkat. Dalam situasi perekonomian negara yang mengalami depresiasi sangat besar, depresiasi rupiah mengakibatkan kenaikan sangat besar pada harga barang-barang tradable dan nontradable.
Exchange Rate Pass-through merupakan hubungan antara pergerakan nilai
3
(hysteresis) dari keputusan perusahaan untuk masuk atau keluar ketika perubahan
nilai tukar, tingkat perdagangan intra perusahaan, kebijakan perdagangan, kebijakan devisa mempengaruhi harga pasar dari barang yang diperdagangkan, lingkungan inflasi yang berbeda.
Pemahaman yang mendalam tentang Exchange Rate Pass-through adalah sangat penting karena beberapa alasan: pertama, pengetahuan tentang derajat dan waktu Pass-through sangat penting untuk penilaian yang tepat dari transmisi kebijakan moneter pada harga serta untuk peramalan inflasi. Kedua, penerapan target inflasi membutuhkan pengetahuan tentang ukuran dan kecepatan nilai tukar
Pass-through ke inflasi. Dan terakhir, tingkat nilai tukar Pass-through memiliki
implikasi penting untuk expenditure-switching efek dari nilai tukar. Dengan kata lain, tingkat nilai tukar Pass-through akan memungkinkan bagi arus perdagangan tetap relatif tidak sensitif terhadap perubahan nilai tukar, meskipun permintaan mungkin sangat elastis. Jika harga merespon lamban terhadap perubahan nilai tukar dan jika arus perdagangan merespon lambat terhadap perubahan harga relatif, maka neraca pembayaran secara keseluruhan proses penyesuaian akan sangat terhenti, yang akan menghasilkan tingkat tertentu dari "nilai tukar putuskan".
Perumusan Masalah
Indonesia sendiri merupakan suatu negara dengan perekonomian terbuka, sehingga fluktuasi nilai tukar secara teoritis berhubungan positif dengan laju inflasi, dimana ketika nilai tukar terdepresiasi laju inflasi cenderung tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kinerja sektor keuangan Indonesia yang juga banyak dipengaruhi oleh Dinamika Sistem Keuangan Global, akibatnya nilai tukar rupiah melemah tajam ke level Rp 11.829,4 per dollar AS pada bulan Maret 2009. Selanjutnya depresiasi itu sendiri juga akan mendorong inflasi karena Pass-through effect dari barang-barang dan bahan baku impor sehingga biaya produksi juga akan meningkat. Pemahaman yang mendalam tentang nilai tukar Pass-through adalah sangat penting karena beberapa alasan: pertama, pengetahuan tentang derajat dan waktu Pass-through sangat penting untuk penilaian yang tepat dari transmisi kebijakan moneter pada harga serta untuk peramalan inflasi. Kedua, penerapan target inflasi membutuhkan pengetahuan tentang ukuran dan kecepatan nilai tukar
Pass-through ke inflasi. Dan terakhir, tingkat nilai tukar Pass-through memiliki
implikasi penting untuk expenditure-switching efek dari nilai tukar. Dengan kata lain, tingkat nilai tukar Pass-through akan memungkinkan bagi arus perdagangan tetap relatif tidak sensitif terhadap perubahan nilai tukar, meskipun permintaan mungkin sangat elastis. Jika harga merespon lamban terhadap perubahan nilai tukar dan jika arus perdagangan merespon lambat terhadap perubahan harga relatif, maka neraca pembayaran secara keseluruhan proses penyesuaian akan sangat terhenti, yang akan menghasilkan tingkat tertentu dari "nilai tukar putuskan‘'.
4
1. Seberapa besar pergerakan exchange rate mempengaruhi produsen dalam negeri dan harga konsumen di Indonesia dengan menganalisis data dari Januari 2004 sampai Desember 2013?
2. Bagaimana hubungan variabel lain selain exchange rate terhadap CPI dan PPI?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini secara umum adalah:
1. Untuk menerangkan sejauh mana pergerakan exchange rate
mempengaruhi harga produsen dalam negeri dan harga konsumen di Indonesia dengan menganalisis data dari Januari 2004 sampai Desember 2013.
2. Mengidentifikasi hubungan variabel lain selain exchange rate terhadap CPI dan PPI.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada otoritas moneter untuk mengambil langkah kebijakan yang tepat berdasarkan kondisi perekonomian yang sedang terjadi karena adanya pengaruh Exchange
Rate Pass-through. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat
bagi para pembaca sebagai refrensi untuk penelitian lebih lanjut. Ruang Lingkup Penelitian
Analisis data yang digunakan menggunakan metode Vector Error Correction
Model (VECM), uji stasioner, uji optimum lag, uji kointegrasi, peramalan impuls
response dan Varian Decomposition (VD). Data yang digunakan adalah Harga
Minyak Mentah (HM)/Indonesia Crude Price (dalam mata uang lokal), Indeks Produksi Industri (IPI) Indonesia, Reserve Money (RM) Indonesia, Exchange Rate
Nominal (EXR) Rupiah terhadap US$, Indeks Harga Perdagangan Besar (PPI)
5
TINJAUAN PUSTAKA
Exchange Rate Pass-through
Mekanisme Exchange Rate Pass-through menurut Majardi (2001) menjelaskan dampak perubahan faktor eksternal, yaitu nilai tukar (exchange rate)
dan perubahan harga dunia (world price) terhadap laju inflasi di Indonesia. Jalur mekanisme transmisi pergerakan nilai tukar terhadap laju inflasi terbagi dalam dua jalur, yaitu melalui pergerakan nilai tukar langsung (direct Pass-through) dan jalur tidak langsung (indirect Pass-through). Kedua jalur sama-sama penting dalam perekonomian terbuka. Sementara jalur ekspektasi adalah untuk melihat tingkat ekspektasi masyarakat dalam merespon perubahan-perubahan faktor eksternal tersebut terhadap inflasi Gambar 2.
Direct Pass-through Effect
Indirect Pass-through Efect
Sumber: Majardi (2001)
Ganbar2 Mekanisme Exchange Rate Pass-through
Melalui jalur langsung harga impor, perubahan nilai tukar akan berpengaruh langsung ke harga domestik dengan arah positif. Jalur tidak langsung, yaitu perubahan nilai tukar akan mempengaruhi perubahan permintaan dan penawaran terhadap ekspor karena dampak pada permintaan agregat. Secara teoritis terdepresiasinya rupiah memberi peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki neraca perdagangan melalui peningkatan ekspor dan pengurangan impor. Trend
pergerakan kurs rupiah cenderung melemah terhadap USD disebabkan oleh dampak inflasi yang cenderung meningkat. Namun terdapat fenomena yang yang dinamakan J-Curve dimana depresiasi nilai tukar menyebabkan neraca perdagangan pada awalnya akan memburuk sebelum akhirnya meningkat secara permanen. Hal ini disebabkan oleh pada jangka pendek volume ekspor dan volume impor tidak akan banyak berubah dan pengaruh harga akan lebih mendominasi, sehingga dalam jangka pendek neraca perdagangan akan memburuk.
Inflation External Impact
Exchange Rate World Price
Import
Export
Consumption Goods
Raw Material
Capital Goods
Demand
6
Penelitian Terdahulu
Sahminan (2005) dalam disertasinya meneliti mengenai dampak Exchange
Rate Pass-through terhadap harga impor di Indonesia, Filipina, Singapura, dan
Thailand. Dengan menggunakan data kuartal pertama tahun 1974 sampai kuartal ketiga tahun 2000 dan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara yang diteliti (termasuk Indonesia) mengalami completely Pass-through.
Sato et.al. (2005) meneliti pengaruh Exchange Rate Pass-through terhadap IHK di sembilan negara Asia termasuk Indonesia dengan menggunakan data bulanan dari bulan pertama tahun 1995 sampai bulan kedelapan tahun 2004 dengan menggunakan metode VAR. Hasil temuannya menunjukkan bahwa negara yang mengalami krisis 1997-1998 memiliki koefisien Pass-through relatif besar terhadap harga domestik. Efek Pass-through terbesar terjadi di Indonesia, baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Enny (2004) dalam tesisnya meneliti mengenai dampak pergerakan nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia: pendekatan Exchange Rate Pass-through
selama penerapan sistem nilai tukar mengambang di Indonesia. Dengan menggunakan data bulan September 1997 sampai April 2002 dan menggunakan metode Vector Auto Regression (VAR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak pergerakan nilai tukar rupiah terhadap inflasi di Indonesia terutama selama penerapan sistem nilai tukar mengambang cukup signifikan.
Nita (2011) dalam tesisnya meneliti mengenai pengaruh perubahan nilai tukar rupiah per dolar AS terhadap inflasi selama periode inflation targeting di Indonesia. Dengan menggunakan data selama periode 2005.7 – 2011.6 atau selama awal penerapan ITF hingga 2011.9 dan menggunakan metode Vector Auto
Regression (VAR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) Variabel nilai tukar
rupiah per dolar AS signifikan berpengaruh secara tidak langsung terhadap IHK di Indonesia pada derajat α=5 persen dan secara bersama seluruh variabel dalam model VAR berpengaruh signifikan terhadap inflasi IHK pada derajat α=5 persen baik pada direct Pass-through maupun indirect Pass-through. (ii) Derajat
Pass-through Indonesia adalah rendah dan positif atau berada dalam kategori
incomplete Pass-through, yaitu derajat Pass-through yang berada pada selang
nilai 0 – 1 untuk periode 6 bulan pada direct Pass-through dan sampai 24 bulan pada indirect Pass-through. Incomplete Pass-through mengimplikasikan bahwa perubahan nilai tukar rupiah per dolar AS tidak seluruhnya ditransmisikan ke harga konsumen di dalam negeri. (iii) Penerapan ITF yang dikombinasikan dengan FFER berpengaruh dalam mengendalikan inflasi di Indonesia selama periode penerapan ITF (2005:7-2011:6).
Nilgun, Siklar (2007) dalam penelitiannya meneliti mengenai Exchange Rate
Pass-through untuk harga domestik: Kasus Turki. Dengan menggunakan data
bulanan dari Januari 1994 sampai Desember 2006 dan menggunakan metode
Vector Error Correction Model (VECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Pergerakan nilai tukar memiliki efek moderat pada inflasi harga domestik 2. Nilai tukar Pass-through akan lebih parah PPI dibandingkan dengan CPI karena pangsa yang lebih tinggi diperdagangkan di PPI relatif terhadap CPI 3. Dampak
Pass-through pada harga domestik menyebar lebih dari 12 bulan, namun, efeknya
7 koefisien Pass-through dari PPI dan CPI 4. Pertukaran Pass-through untuk harga konsumen telah semakin melemah setelah free float dari lira terhadap mata uang asing pada bulan Februari 2001 dan perubahan struktural yang dihasilkan dalam perekonomian.
Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu
8
KERANGKA PEMIKIRAN
Indonesia merupakan suatu negara dengan perekonomian terbuka, sehingga fluktuasi nilai tukar secara teoritis berhubungan positif dengan laju inflasi, hal ini disebabkan oleh Dinamika Sistem Keuangan Global yang mempengaruhi kinerja sektor keuangan Indonesia, sehingga membuat nilai tukar rupiah terdepresiasi. Selanjutnya depresiasi itu sendiri juga akan mendorong inflasi karena
Pass-through effect dari barang-barang dan bahan baku impor sehingga biaya produksi
juga akan meningkat. Dalam situasi perekonomian negara yang mengalami depresiasi sangat besar, depresiasi rupiah mengakibatkan kenaikan sangat besar pada harga barang-barang tradable dan nontradable. Dengan demikian Indeks Harga Domestik (CPI dan PPI) akan terpengaruh. Fokus pada penelitian ini adalah untuk menerangkan sejauh mana pergerakan exchange rate mempengaruhi produsen dalam negeri dan harga konsumen dan mengidentifikasi hubungan variabel lain selain exchange rate terhadap CPI dan PPI. Faktor-faktor lain seperti harga minyak, reserve money, dan indeks produksi industri tidak akan dibahas secara mendetail. Kerangka pemikiran secara diagram seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Ganbar3 Kerangka Pemikiran Dinamika Sistem
Keuangan Global
Bank Sentral
Instrumen Kebijakan Moneter
Harga Minyak
Exchange Rate
Reserve Money
Indeks Produksi Industri
traded and nontraded Goods Price
Net Export GDP Output GAP
Indeks Harga Domestik
9
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa time series bulanan dari Januari 2004 sampai Desember 2013 yang diperoleh dari berbagai instansi terkait. Adapun instansi yang dimaksud adalah Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Bank Indonesia dengan SEKI dan The University of British Columbia Sauder School of Business Pacific Exchange Rate Service. Data yang dipakai dalam penelitian ini meliputi:
1. Harga Minyak Mentah/Indonesia Crude Price Indonesia (US$/Barrels) 2. Indeks Produksi Industri Indonesia
3. Reserve Money Indonesia (Juta US$)
4. Exchange Rate Nominal Rupiah terhadap US$ (Rp/US$) 5. Indeks Harga Perdagangan Besar/PPI Indonesia
6. Indeks Harga Konsumen/CPI Indonesia
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum dan narasi terkait keadaan harga domestik yaitu CPI dan PPI Indonesia serta variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan metode kuantitatif, yakni kegiatan penelitian dalam usaha pencapaian kesimpulan atas hipotesis yang diajukan dengan melakukan analisis data-data kuantitatif yang diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6 untuk melihat faktor yang mempengaruhi harga domestik. Adapun tahapan dan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tahapan Analisis Kuantitatif
Sebelum memperkirakan model, penting untuk menetapkan urutan integrasi dari seri yang terlibat. Tahapan mengolah data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Uji Stasioneritas dengan menggunakan The Augmented Dickey Fuller
(ADF) unit root test.
2. Uji Optimum Lag 3. Uji Kointegrasi
4. Peramalan Impulse Response
10
Model Analisis
Untuk memeriksa Exchange Rate Pass-through terhadap harga domestik, sebagian besar karya-karya dalam literatur memanfaatkan Vector Autoregressive
(VAR) pendekatan yang diusulkan oleh McCarthy (2000) yaitu menggunakan
model of pricing a long distribution chain, menganalisis efek langsung dari
perubahan nilai tukar. Model analisis yang digunakan dalam penulisan ini didasarkan pada menemukan atau dengan asumsi bahwa tidak ada hubungan kointegrasi kuat antara variabel-variabel dalam model. Penelitian ini memanfaatkan pendekatan serupa untuk mekanisme Pass-through kecuali metodologi estimasi setelah menganalisis hubungan kointegrasi. Model ini didasarkan pada enam variabel dalam urutan sebagai berikut: harga minyak, (mata uang dalam mata uang lokal) digunakan sebagai proxy untuk shock pasokan internasional; shock permintaan; proxy dengan indeks produksi industri; respon kebijakan moneter, proxy oleh cadangan uang; nilai tukar nominal, indeks harga produsen dan indeks harga konsumen. Adapun hubungan antara variabel tersebut dijelaskan dalam model sebagai berikut:
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
dimana:
harga Minyak (oil price) pada waktu t
perubahan Indeks Produksi Industri pada waktu t
perubahan Uang Cadangan (Reserve Money) pada waktu t
perubahan Exchange Rate nominal pada waktu t
Harga Perdagangan Besar/PPI pada waktu t
Harga Konsumen/CPI pada waktu t
waktu (bulanan)
[ ]
[ ] lag perubahan Uang Cadangan (Reserve Money) berdasarkan 1
periode sebelumnya
[ ] : lag perubahan Exchange Rate nominal berdasarkan 1 periode
sebelumnya
[ ] : lag inflasi WPI berdasarkan 1 periode sebelumnya
11 HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Stasioneritas
Pengujian Stasioneritas digunakan untuk menguji stasioneritas data agar terhindar dari spurious regression atau regresi palsu, sehingga apabila masing-masing variabel bersifat stasioner maka koefisien dalam model akan menjadi valid. Pada tahap pertama karakteristik data diuji dengan menggunakan uji akar unit. Uji ini diterapkan untuk melihat kondisi stasioneritas data yang akan diamati. Kondisi stasioner terpenuhi apabila satu raangkaian data runtut waktu (time series data)
memiliki rata-rata (mean) dan varian (variance) yang konstan sepanjang waktu, selain itu nilai kovarian (covariance) antara dua periode waktu hanya tergantung pada jarak atau lag anatara dua periode waktu tersebut dan tidak tergantung pada waktu (Gujarati, 1997). Semua data yang digunakan dalam bentuk log natural
(natural log), salah satu alsannya adalah untuk menyederhanakan analisis.
Pengujian kestasionerisan dalam data time series merupakan syarat utama dalam melakukan uji kointegrasi. Bila suatu data time series tidak stasioner maka data tersebut menghadapi persoalan unit root, sehingga untuk mengatasinya dilakukan unit root test. Metode pengujian unit root yang digunakan dalam penelitian ini adalah Augmented Dickey Fuller ( ADF ). Variabel yang memiliki nilai p-value atau probabilitynya lebih kecil dibandingkan dengan derajat keyakinan alpha 5 persen, maka variabel tersebut telah stasioner.
Berdasarkan hasil uji statistik Augmented Dickey Fuller ( ADF ), dapat dilihat bahwa untuk variabel LNHM, LNIPI, dan LNRM nilai nilai p-value atau
probabilitynya lebih kecil dibandingkan dengan derajat keyakinan alpha 5 persen,
maka variabel tersebut telah stasioner pada tingkat level I(0). Hal ini memberi arti bahwa hiptesis nol (Null Hypotheis), yakni variabel yang diuji mengandung akar unit pada tingkat level dapat ditolak. Sedangkan untuk variabel LNEXR, LNPPI, dan LNCPI nilai nilai p-value atau probabilitynya lebih besar dibandingkan dengan derajat keyakinan alpha 5 persen maka variabel tersebut belum stasioner pada tingkat level. Hal ini memberi arti bahwa hiptesis nol (Null Hypotheis), yakni variabel yang diuji mengandung akar unit pada tingkat level tidak dapat ditolak. Oleh karena itu untuk variabel LNEXR, LNPPI, dan LNCPI, perlu dilajutkan uji staioneritas pada derajat difference atau uji derajat integrasi sampai semua variabel yang diamati stasioner pada derajat yang sama. Hasil dalam first
difference menunjukkan bahwa untuk variabel LNEXR, LNPPI, dan LNCPI nilai
p-value atau probabilitynya lebih kecil dibandingkan dengan derajat keyakinan
alpha 5 persen, maka variabel tersebut telah stasioner pada tingkat first difference
12
Tabel 1 Augmented Dickey Fuller ( ADF ) Unit Root Test
Variable Level Probability Difference Probability
LNHM -3.612608 0.0329
LNIPI -3.550571 0.0083
LNRM -4.711416 0.0011
LNEXR -2.151593 0.2253 -8.231762 0.0000
LNPPI -2.043176 0.2683 -10.60337 0.0000
LNCPI -2.066613 0.5586 -11.12728 0.0000
Penetapan Tingkat Lag Optimal
Tahap berikutnya adalah penetapan lag optimal. Penetepan lag optimal sangat penting karena variabel independent yang digunakan tidak lain adalah lag dari variable endogennya. Penetapan lag optimal didasarkan pada nilai Schwarz Information Criterion (SC). Pemilihan lag optimal dilakukan sebelum dilakukan uji kointegrasi, hal ini penting dilakukan sebelum melakukan estimasi dalam model VAR (Gujarati, 1997). Pemilihan panjang lag penting karena bisa mempengaruhi penerimaan dan penolakan hipotesis nol, mengakibatkan bias estimasi dan bisa menghasilkan prediksi yang tidak akurat. Pemilihan panjang lag
optimal dalam model var terutama untuk menghindari terjadinya serial korelasi antara error term dengan variabel endogen dalam model yang dapat menyebabkan estimator menjadi tidak konsisten. Semakin panjang lag yang digunakan akan mengurangi degree of freedom dan jumlah observasi, sedangkan lag yang terlalu pendek akan menghasilkan spesifikasi yang salah (Gujarati, 1997). Isu tentang penentuan panjang lag juga semakin penting seiring dengan anggapan bahwa pemilihan lag yang tepat akan menghasilkan residual bersifat Gaussian (terbebas dari permasalahan autokorelasi dan heteroskedastisitas) (Gujarati, 1997). Untuk menetapkan lag optimal biasanya digunakan nilai Akaike Information Criteria
(AIC), Final Prediction Error (FPE), Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), dan Schwarz Information Criterion (SC).
13 Tabel 2 Optimal Lag Jan 2004 – Dec 2013
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 303.8281 NA 1.97e-10 -5.318359 -5.172725 -5.259271 1 920.9281 1157.062 6.16e-15 -15.69514 -14.67571* -15.28153* 2 968.6225 84.31696 5.02e-15 -15.90397 -14.01073 -15.13583 3 996.5336 46.35236 5.88e-15 -15.75953 -12.99249 -14.63685 4 1041.256 69.48020 5.17e-15 -15.91529 -12.27445 -14.43809 5 1063.693 32.45308 6.87e-15 -15.67309 -11.15844 -13.84136 6 1125.255 82.44835* 4.65e-15* -16.12955* -10.74109 -13.94328 7 1159.418 42.09392 5.28e-15 -16.09675 -9.834490 -13.55595 8 1191.817 36.44890 6.42e-15 -16.03244 -8.896384 -13.13712
Tabel 3 Optimal Lag Jan 2004 – March 2009
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 199.7568 NA 5.05e-11 -6.681270 -6.468121 -6.598244 1 433.3751 410.8459 5.59e-14 -13.49569 -12.00365 -12.91451 2 507.0047 114.2529 1.59e-14 -14.79327 -12.02233* -13.71393* 3 550.9746 59.13193 1.34e-14 -15.06809 -11.01825 -13.49060 4 597.0551 52.43642* 1.17e-14* -15.41569* -10.08696 -13.34005 5 626.6046 27.51158 2.14e-14 -15.19326 -8.585635 -12.61946
Tabel 4 Optimal Lag April 2009 – Dec 2013
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 566.6529 NA 2.61e-17 -21.15671 -20.93366 -21.07094 1 909.3071 594.7959 2.49e-22* -32.72857* -31.16721* -32.12814* 2 937.0024 41.80421 3.58e-22 -32.41518 -29.51551 -31.30011 3 965.4139 36.45260 5.48e-22 -32.12883 -27.89084 -30.49910 4 1017.300 54.82335* 4.01e-22 -32.72831 -27.15202 -30.58394
Uji Kointegrasi
Pendeteksian keberadaan kointegrasi ini dilakukan dengan metode Johansen. Jika variabel-variabel tidak terkointegrasi, kita dapat menerapkan VAR standar yang hasilnya akan identik dengan OLS, setelah memastikan variabel tersebut sudah stasioner pada derajat (ordo) yang sama. Jika pengujian membuktikan terdapat vektor kointegrasi maka kita akan menerapkan VECM untuk system equation. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai Trace Statistics
14
informasi tersebar secara paralel. Berdasarkan uji kointegrasi untuk keseluruhan sampel yaitu dari Jan 2004 – Des 2013 dan sub sampel dari April 2009 – Des 2013, baik uji statistik menunjukkan masing-masing 1 vektor terkointegrasi. Sedangkan untuk sub sampel dari Jan 2004 – Maret 2009, Trace Statistics
menunjukkan 2 dan Max Eigen Statistics menunjukkan 2 vektor terkointegrasi Tabel 5. Adanya kointegrasi menunjukkan terdapat hubungan jangka panjang antara variabel harga minyak, indeks produksi industri, reserve money, exchange
rate nominal, PPI, dan CPI diantara sampel-sampel tersebut.
Tabel 5 Summary of Cointegration Tests
Number of Cointegrat ed Vectors
Jan 2004 – Dec 2013 Jan 2004 – March 2009 April 2009 – Dec 2013
Trace Statistics
Max Eigen Statistics
Trace Statistics
Max Eigen Statistics
Trace Statistics
Max Eigen Statistics
0 124.8870* 50.35996* 162.9533* 68.88327* 111.1326* 42.95649* 1 74.52705 32.78406 94.07001* 40.30328* 68.17616 25.28663 2 41.74299 19.19290 53.76673 22.56496 42.88953 21.95165 3 22.55009 13.63439 31.20177 14.01295 20.93788 13.20275 4 8.915701 4.629367 17.18882 11.00713 7.735129 7.289720 5 4.286334 4.286334 6.181688 6.181688 0.445409 0.445409
Pengaruh Exchange Rate Terhadap Harga Domestik
Fungsi impulse response menggambarkan tingkat laju dari shock variabel yang satu terhadap variabel yang lainnya suatu rentang periode tertentu. Sehingga dapat dilihat lamanya pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan. Hasil fungsi
impulse response dijelaskan pada Gambar 1, dari yang mungkin terlihat bahwa
Exchange Rate Pass-through untuk harga domestik cukup besar yang konsisten
dengan perkiraan yang dilaporkan dalam penelitian lain dari Pass-through di Indonesia (Sato.et.al, 2005). Harga domestik untuk masing-masing PPI dan CPI yaitu untuk PPI merespon naik selama tiga bulan pertama (Januari-Maret), sedangkan untuk CPI segera merespon naik setelah empat bulan pertama (Januari-April) yang terlihat kenaikannya pada April-Mei, kenaikan tersebut disebabkan adanya shock depresiasi terhadap nilai tukar yang diukur dengan fungsi impulse
response dan kumulatif koefisien Pass-through Gambar 4 dan Gambar 5.
Koefisien Pass-through didefinisikan sebagai:
∑
∑
∑
∑
15
Gambar 4 Impulse Responses of Domestic to One Standard Deviation Innovation in Exchange Rate
Gambar 5 Estimate Cumulative Pass-through Coefficients
16
Tabel 6 Impuls Respon: Estimated Cumulative Pass-through Coefficient of Domestic Prices
Month Ahead
LNCPI LNPPI
Jan 2004 Des 2013
Jan 2004 Mar 2009
Apr 2009 Des 2013
Jan 2004 Des 2013
Jan 2004 Mar 2009
Apr 2009 Des 2013 1 0.042912 0.055132 0.00499 0.120071 0.149941 0.006664 2 0.031824 0.046204 0.005628 0.157494 0.206943 0.01123 3 0.031773 0.039313 0.0037 0.191758 0.145839 0.010619 4 0.030344 0.04364 0.002357 0.186238 0.200867 0.009694 5 0.035052 0.036112 0.002192 0.175573 0.120889 0.009203 6 0.03331 0.04219 0.002383 0.158818 0.212556 0.008895 7 0.032177 0.033959 0.002547 0.17227 0.106722 0.00881 8 0.031689 0.04228 0.002646 0.174752 0.229371 0.008874 9 0.032597 0.032574 0.002676 0.173158 0.094256 0.008951 10 0.03295 0.043401 0.002667 0.175245 0.24939 0.00899 11 0.032363 0.031386 0.002646 0.178961 0.077874 0.008998 12 0.032226 0.045091 0.002634 0.178735 0.272441 0.008993
Kumulatif koefisien Pass-through juga dihitung untuk sub-sampel sesudah dan sebelum bulan Maret 2009 untuk memperkirakan dampak dari Dinamika Sistem Keuangan Global paritas terhadap mata uang asing pada nilai tukar
Pass-through untuk harga domestik. Hal ini antara lain ditunjukkan dari perkembangan
17
Variabel yang Berhubungan dengan CPI dan PPI
Hasil variance decomposition, yang menunjukkan kontribusi inovasi dalam nilai tukar terhadap variabilitias dari keadaan PPI dan CPI, disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Variance Decomposition of Domestic Prices
Month Ahead
LNCPI LNPPI
Jan 2004 Des 2013
Jan 2004 Mar 2009
Apr 2009 Des 2013
Jan 2004 Des 2013
Jan 2004 Mar 2009
Apr 2009 Des 2013
1 100 100 100 99.9614 99.82019 90.42726
2 98.93284 98.88225 93.76785 97.13527 96.09737 72.05674 3 98.48927 98.21908 85.99905 91.8938 81.90056 54.93361 4 97.80969 97.84976 80.82732 86.35366 77.83415 44.38175 5 97.36485 97.2073 77.82997 83.87501 65.92966 38.70347 6 97.09741 96.87051 76.10398 83.52662 63.64719 35.54109 7 96.97284 95.86123 75.11854 83.35381 56.90037 33.67961 8 96.81906 95.40714 74.51768 83.28035 56.80659 32.47978 9 96.67973 94.26531 74.08942 83.24022 52.76621 31.60314 10 96.60813 93.89967 73.7393 83.25407 53.71734 30.89842 11 96.57025 92.86971 73.43665 83.33393 50.81465 30.30827 12 96.53421 92.69265 73.17378 83.41639 52.16712 29.80905
18
Gambar 6 Impuls Response Function for Jan 2004 – Dec 2013 Period
-.02
19
Gambar 7 ImpulsResponse Function for Jan 2004 – Mar 2009 Period
-.02
20
Gambar 8 Impuls Response Function for April 2009 – Dec 2013 Period
-.004
Response of LNPPI to LNPPI
-.004
21 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Pergerakan exchange rate memiliki efek moderat pada inflasi harga domestik.
Exchange Rate Pass-through akan lebih parah pada PPI dibandingkan dengan
CPI karena pangsa yang lebih tinggi diperdagangkan di PPI relatif terhadap CPI. Dampak Pass-through pada harga domestik menyebar lebih dari 12 bulan, namun efeknya akan lebih parah dalam tiga bulan pertama untuk PPI dan setelah empat bulan pertama untuk CPI seperti yang di tunjukkan oleh koefisien Pass-through. Pertukaran Pass-through untuk harga konsumen telah semakin meningkat setelah kondisi dari pengaruh Dinamika Sistem Keuangan Global Maret 2009 dimana terjadi depresiasi Rupiah. Hasil ini, yang menunjukkan Exchange Rate Pass-through yang rendah untuk harga domestik, memiliki implikasi bagi pelaksanaan kebijakan moneter. Exchange
Rate Pass-through yang rendah memberikan kebebasan yang lebih besar
untuk mengejar kebijakan moneter yang independen khususnya melalui penargetan inflasi rezim.
2. Adanya hubungan sisanya varians dari PPI dan inflasi CPI dijelaskan oleh inovasi dalam variabel lainnya lain seperti variable CPI, PPI, Harga Minyak, Indeks Produksi Industri, dan Reserve Money dalam fungsi impulse response.
Saran
1. Nilai tukar memiliki dampak langsung pada indeks harga domestik maka kebijakan moneter aktif dari Bank Indonesia perlu dilakukan untuk meminimalkan dan memperpendek dampak perubahan nilai tukar pada harga domestik dengan mengarahkan suku bunga pasar uang, agar sejalan dengan upaya pencapaian sasaran inflasi dan diharapkan dapat mengefisienkan pembentukan harga di pasar dan juga mendukung stabilitas nilai tukar.
2. Pengaruh nilai tukar Rupiah pada harga domestik dipengaruhi oleh kemampuan Bank Indonesia untuk menstabilkan Rupiah. Untuk itu jumlah cadangan devisa Bank Indonesia harus cukup tersedia untuk melakukan intervensi pasar.
22
DAFTAR PUSTAKA
[BI] Bank Indonesia. 2011. Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bulanan 2000-2014. Jakarta (ID): BI.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1988. Indeks Harga Konsumen Indonesia 1990-2013. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Indeks Produksi Industri Bulanan 2003-2013. Jakarta (ID): BPS.
Chowdhury, A.Hossain. 1998. Open-Economy Macroeconmics for Developing
Countries. Cheltenham, UK Northampton, MA, USA.
[DITJEN MIGAS] Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas Bumi. 2013. Indonesia
Crude Price (ICP) Bulanan 1996-2013. Jakarta (ID). Kementerian Energi
Dan Sumberdaya Mineral.
Enny. 2004. Analisis Dampak Pergerakan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di Indonesia: Pendekatan Exchange Rate Pass-through. Thesis. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Gujarati. 1997. Ekonometrika Dasar: Edisi Kelima Terjemahan Bahasa Indonesia. Penerjemah: Sumarno Zain. Mc Graw – Hill Inc dan Erlangga.
Http://fx.sauder.ubc.ca/ diakses pada tanggal 13 Februari 2014.
Majardi, F. 2000. Dampak Pass-through Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Laju Inflasi. Jakarta. Ocassional Paper Bank Indonesia.
Malhayati. 2011. Analisis Fenomena Twin Deficit pada Negara Negara ASEAN. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
McCarthy, J. 2000. Pass- through of Exchange Rates and Import Price to
Domestic Inflation in Some Industrialized Economies. Working Paper. Bank
For International Settlements. Switzerland. Monetary and Economic Department Basel, Switzerland.
Mishkin. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Edisi 8. Terjemahan Bahasa Indonesia. Penerjemah: Lana Soelistia Ningsih dan Beta Yulianita G. Columbia: Columbia University dan Salemba Empat.
Nilgun, Siklar. 2007. Exchange Rate Pass-through to Domestic Prices: The
Turkish Case (1994-2006). Cambridge. Jurnal. The Business Review.
Nita. 2011. Studi Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah Per Dollar AS Terhadap Inflasi Selama Periode Inflation Targeting Di Indonesia. Thesis. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik. Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sahminan. 2005. Exchange Rate Pass-through into Import Price in Major
Southeast Asian Countries. Jurnal. Chapel Hill. The University of North
Carolina.
Sato et.al. 2005. Pass-through of Exchange Rate Changes and Macroeconomic
Shocks to Domestic Inflation in East Asian Countries. Japan. RIETI
Discussion Paper Series 05-E-020.
Taylor, J.B. 2000. Exchange Rate Pass-through Effects: A Dissaggregate Analysis
Of Colombiaan Impor of Manufactured Goods. Economic Studies. Colombia.
23 Lampiran 1 Nilai Reserve Money (RM), Indeks Harga Konsumen (CPI), Indeks Harga Perdagangan Besar (PPI), Indeks Produksi Industri (IPI), Harga Minyak (HM), dan Exchange Rate Nominal (EXR) Indonesia periode Januari 2004 – Desember 2013
Tahun Bulan LNRM LNCPI LNPPI LNIPI LNHM LNEXR 2004 1 33.34078945 4.704563 6.068426 4.747277 12.46771 9.034689
24
25
26