BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Perhitungan Ketebalan Pada Pipa
Ketebalan dibutuhkan dari pipa lurus, kode pipa telah mengatur
perhitungan ketebalan pipa yang diperbolehkan yang disebut dengan ketebalan
minimum ( ) yang meliputi kemampuan untuk kekuatan bahan. Ketebalan dapat
dihitung dengan persamaan dibawah, ketebalan minimum yang dipakai tidak
boleh lebih kecil dari perhitungan (Kannappan, Sam, 1986).
= +
=
( ) + ... (2.1)
Dimana:
= ketebalan minimum yang dibutuhkan (mm)
t = ketebalan disign terhadap tekanan (mm)
P = tekanan dari dalam (KPa)
= diameter luar dari pipa (mm)
S = tegangan yang diijinkan pada suhu disign (KPa) appendix A1
A = ketebalan tambahan, ketebalan ini deberikan untuk
menanggulangi kehilangan akibat korosi atau erosi (mm)
Y = koefisen terhadapa sifat material dan suhu disign, lihat tabel 2.1
Y=
... (2.2)= faktor kualitas
= ... (2.3)
Dimana:
= faktor kualitas casting, nilainya antar 0.85-1.00
= faktor kualitas sambungan
= faktor kualitas struktural
2.2 Tegangan pada Pipa
Tegangan pada pipa dikategorikan menjadi dua kategori dari tegangan.
Pertama tengan yang diakibatkan oleh tekanan baik dari dalam pipa maupun dari
luar pipa. Kedua, tegangan yang datang dari gaya-gaya dan momen-momen yang
bekerja pada sumbu x, y dan z yang diakibatkan oleh berat total, pemuaian panas,
angin, gempa bumi dan yang lainnya (ITT Grinnell Industrial, 1981).
Elemen dari suatu dinding pipa dihubungkan dengan empat tegangan yang
dapat dilihat pada gambar 2.1.
Dimana:
= tegangan Logitudinal (Longitudinal Stress)
= tegangan sirkumferensial (Circumferential Stress)
= tegangan Radial ( Radial Stress)
= tegangan Geser (Shear Stress)
2.2.1 Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress)
Longituginal stress adalah tegangan yang mana arah tegangannya sejajar
dengan sumbu pipa atau tegangan ke arah panjang pipa. Nilai pada tegangan ini
negatif jika mengalami tekan dan positif jika mengalami tarik. Tegangan
logituginal disebabkan gaya aksial, tekanan pipa, momen lentur (Peng,
Ling-Chuan, dan Tsen Long Peng, 2009).
1. Gaya aksial
Gaya yang diberikan baik berupa tekan atau tarik terhadap
luas penampang pipa, dengan bentuk perasaam ditulis sebagai berikut
(ferid ferdiansyah, 2006).
= ... (2.4)
Dimana:
= Tegangan Logituginal akibat gaya aksial (KPa)
= Gaya aksial (N)
= Luas Penampang Pipa ( )
= ( − ) ... (2.5)
Dimana: = diameter luar pipa (mm)
2. Tekanan Dalam Pipa
Tekanan dalam ini dikarenakan fluida yang ada didalam pipa,
fluida ini akan memberikan tekanan baik searah dengan panjang pipa
dan kesegala arah permukaan pipa, dimisalkan seperti pada gambar
2.2 dan 2.3.
Gambar 2.2 Tekanan dalam pipa satu arah
Gambar 2.3 Tekanan dalam pipa segalah arah
= ... (2.6)
= = ... (2.7)
Kemudian rumus diatas dapat diserhanakan menjadi :
= ... (2.8)
Dimana:
= tegangan longitudinal akibat beban dalam (KPa)
= tekanan dalam akibat fluida (KPa)
= luas penampang dalam pipa ( )
t = ketebalan dinding pipa (mm)
3. Tegangan longitudinal akibat momen bending.
Gaya momen dibagi menjadi dua kategori yaitu momen
bending dan momen torsi, pada tegangan longitudinal hanya momen
bending yang terjadi. Momen bending dikategorikan menjadi dua
komponen momen yang terjadi dan . Momen bending
menghasilkan distribusi tegangan yang linear dengan tegangan
terbesar berada pada bagian terluar permukaan terjauh dari sumbu
aksis bending. Gambar Tegangan longitudinal akibat momen bending
dapat dilihat pada gambar 2.4 (Peng, Ling-Chuan, dan Tsen Long
Peng, 2009).
Gambar 2.4 Tegangan longitudinal akibat momen bending
= = ... (2.9)
= = ... (2.10)
= ( − ) ... (2.11)
= ( − ) ... (2.12)
dan berada pada permukaan bagian terluar dari pipa, tetapi dalam sudut 90 , maka kedua bending tersebut dikombinasikan
bersama sehingga menjadi tegangan bending total.
= + = + ... (2.14)
Dimana:
= tegangan longitudinal akibat momen lentur ( KPa)
, = momen lentur pada penampang pipa (N.mm)
= momen inersia dari penampang pipa ( )
= radius luar pipa (mm)
= modulus permukaan pipa
Dengan demikaan tegangan logituginal secara keseluruhan adalah jumlah
dari gaya aksial + tekanan dalam pipa + momen bending pipa, sehingga dapat
dituliskan seperti persamaan berikut ini.
= + + + ... (2.15)
2.2.2 Tegangan Radial
Tegangan radial adalah tegangan yang bekerja pada dalam arah radial
pipa atau arah jari-jari pipa. Besar tegangan ini bervariasi dari permukaan dalam
pipa ke permukaan luarnya dan dapat dinyatakan dengan persamaan tegangan
tangensial. Dimana pada permukaan dalam pipa besarnya sama dengan tekanan
dalam atau tekanan yang disebabkan oleh fluida yang ada dalam pipa dan
permukaan luar pipa besarnya sama dengan tekanan atmosfer. Tegangan radial ini
disebabkan oleh tekanan yang ditimbulkan oleh fluida. Gambar tegangan radial
Gambar 2.5 Tegangan Radial
2.2.3 Tekanan Sirkumferensial atau Tegangan Tangensial (Hoop Stress)
Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa yang mana tekanan ini
bersumber dari fluida dan nilainya selalu positif jika tegangan cenderung
membela pipa menjadi dua. Tekanan dalam ini bekerja ke arah tangensial dan
besarnya bervariasi terhadap tebal diding dari pipa, nilai tekanan yang diberikan
kepada diding pipa atau nilai tekanan yang dialami diding pipa sama dengan
tekanan yang diberikan oleh fluida. Besar tegangan ini dapat dihitung berdasarkan
persamaan Lame’s, dimana tekanan Sirkumferensial atau Tegangan Tangensial
(Hoop Stress) dapat dilihat pada gambar 2.6 (Peng, Ling-Chuan, dan Tsen Long
Gambar 2.6 Tekanan Sirkumferensial atau Tegangan Tangensial (hoop stress)
= ( )
( ) ... (2.17)
Secara konservatif persamaan ini dapat disederhakan dengan
mengasumsikan gaya akibat tekanan di sepanjang pipa yaitu : F=P I dan
kemudian ditahan oleh pipa dengan luas = 2tI sehingga persamaan untuk
tegangan sirkuferensial dapat disederhanakan menjadi.
= ... (2.18)
2.2.4 Tegangan Geser
Tegangan geser adalah tegangan yang bekerja dalam penampang pipa
atau luas permukaan pipa, tegangan ini diakibatkan oleh gaya geser dan momen
puntir (Peng, Ling-Chuan, dan Tsen Long Peng, 2009).
1. Gaya geser
Rasio dari nilai maksimum dan nilai rata-ratanya disebut dengan faktor
distribusi gaya geser, untuk pipa menggunakan nilai faktor distribusi tegangan
geser adalah 2, dengan demikian dapat ditulis dengan persamaan dibawah.
Gambar 2.7 Gaya geser
, =
,
... (2.19)
Karena nilai faktor distribusi pada pipa (Q) adalah dua, maka persamaan
tegangan geser akibat gaya geser yang bekerja pada dan adalah.
= 2 ... (2.20)
= 2 ... (2.21)
Karena dan saling tegak lurus, komponen tersebut dapat
digabungkan dengan membentuk resultan gaya ( ).
= + ... (2.22)
Maka:
Dimana:
= tegangan geser yang terjadi pada pipa (KPa)
; = tegangan geser pada X dan Y (KPa)
; = gaya geser yang bekerja pada x dan y (N)
= luas permukaan penampang pipa ( )
2.3 Tegangan Kombinasi
Tegangan yang terjdi pada dinding pipa kemudian dikombinasikan
seperti gambar di bawah, tegangan yang terjadi di pipa antara lain adalah (Peng,
Ling-Chuan, dan Tsen Long Peng, 2009).
a. Tegangan logituginal
b. Tegangan tangensial (hoop stress)
c. Tengan radial
Tegangan ini disebut sebagai tegangan kombinasi (combined stress) ,
persamaan tegangan kombinasi adalah :
+ + = + + ... (2.24)
Dimana > > . Adapun merupakan tegangan normal
maksimum dan tegangan normal minimum yang diperoleh apabila
tegangan geser tidak bekerja pada dinding pipa, tegangan ini sering disebut
dengan tegangan utama.
Nilai tegangan utama dan tegangan geser maksimum pada permukaan
dinding pipa dapat dicari dengan menggunakan lingkaran Mohr, dalam sistem
tegangan dua dimensi maka salah satu komponen tegangan utama diabaikan
(dalam kasus tegangan pada pipa = 0). Sehingga evaluasi tegangan dapat
dilakukan dua dimensi seperti terlihat pada gambar 2.8 (Peng, Ling-Chuan, dan
Gambar 2.8 Lingkaran mohr kombinasi tegangan
= ( ) + + ... (2.25)
= ( ) − + ... (2.26)
= + = ( ) ... (2.27)
Dimana:
= tegangan utama maksimum (KPa)
= tegangan utama minimum (KPa)
= tegangan yang bekerja pada arah sumbuh X ( ) (KPa)
= tegangan yang bekerja pada arah sumbu Y ( ) (KPa)
Tegangan yang bekerja pada sumbu X sama dengan tegangan logitudinal
dan tegangan yang bekerja pada sumbu Y sama dengan tegangan sirkumferensial
2.4 Tegangan Izin (Allowable Stress)
Dasar tegangan izin disebut juga sebagai tegangan kode karena nilai ini
ditabulasikan dalam buku kode. Tegangn izin berdasarkan kode ini dibuat untuk
menanggulangi kegagalan yang terjadi pada sistem perpipaan. Dua tipe kegagalan
yang harus dijaga atau diperhatikan kembali adalah (Kannappan, Sam, 1986).
a. Tegangan berlebihan atau kegagalan yang diakibatkan berat total,
kecepatan angin, gempa bumi dan lainnya
b. Kelelahan atau distorsi diakibatkan pergeseran (displacement), water
hammer dan lainnya.
Tegangan izin untuk setiap jenis material pipa yang berbeda akan
dibentuk standar material yang berbeda juga berdasarkan jenis materialnya.
Nilai-nilai yang ditampilkan pada tabel untuk temperatur yang ditentukan diambil Nilai-
nilai-nilai tekecil dari kondisi di bawah ini: (Peng, Ling-Chuan, dan Tsen Long Peng,
2009).
1. Lebih rendah dari 1/3 ultimate strength pada suhu kamar dan 1/3 dari
ultimated strength pada kondisi suhu operasi.
2. Lebih rendanh 3/2 dari yield strength pada suhu kamar dan 2/3 pada suhu
operasi.
3. Untuk austenitic steel dan nickel alloys , lebih rendah 2/3 yield strength
pada suhu kamar dan 90% dari yield strength pada suhu operasi, nilai ini
tidak direkomendasikan untuk flange dan komponen-komponen untuk
pipa.
4. 100% dari tegangan rata-rata untuk laju penyusutan dari 0.01% per 1000
jam.
5. 67% (2/3) dari tegangan rata-rata untuk patah pada setiap 100000 jam.
6. 80% tegangan minimum untuk patah pada setiap akhir 100000 jam.
Batas dari tegangan dikarenakan oleh beban sustained dan pergeseran
1. Internal pressure stress
Tegangan dikarenakan tekanan dari dalam diperhitungkan aman
ketika ketebalan dari dinding pipa dan beberapa penguatan diperhitungkan
telah cukup.
2. Tegangan logitudinal
Jumlah dari tegangan logitudinal tidak melebihi tegangan yang
diijinkan untuk material pada kondisi maksimum ( ).
3. Allowable stress range
Adalah merukan suatu batas tegangan ijin yang diturunkan dari
basic allowable stress . allowable stress range adalah batas tegangan yang
diizinkan, yang terjadi pada suatu material pipa atau komponenya akibat
beban berulang, beban akibat ekspansi termal dan juga konstruksi.
Pada ASME B31.3 adapun batasan tegangan yang diizinkan
akibat beban berulang ini adalah sebagai berikut: (The American Society
of Mechanical Engineers, 2010).
= ( 1,25 + 0,25 ) ... (2.28)
Jika lebih besar dari , maka batasan yang digunakan adalah:
(ASME B31.3 Process Piping, 2010).
= [1,25( + )− ] ... (2.29) Dimana:
=tegangan yang diizinkan akibat beban berulang (KPa)
= tegangan izin pada temperatur dingin (KPa)
= tegangan izin pada temperatur operasi (KPa)
= tegangan Logitudinal pada pipa (KPa)
Tabel 2.1 Stress range reduction factors
Number of cycle faktor stress range reduction ( )
7.000 and less
7.000 to 14.000
14.000 to 22.000
22.000 to 45.000
45.000 to 100.000
Over 100.000
1.0
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
Sumber : Kannappan, Sam. 1986. Introduction to Pipe Stress Analysis /hal 50
Nilai f adalah faktor yang berfungsi untuk memperkirakan penurunan
kemampuan sebuah material dalam menerima beban. Adapun nilai faktor ini
dapat lihat juga dalam bentuk grafik seperti pada gambar 2.9.
Sumber : ASME B31.3 Process Piping 2010/hal 16
2.5 Tegangan Berdasarkan Kode Standar
Standar yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah ASME B31.3,
standart ini digunakan untuk analisa tegangan yang terjadi, jenis standar ini
digunakan untuk menganalisa jenis pipa proses.
Prioritas utama apabila hendak melakukan suatu analisa flexibilitas dan
tegangan pada sistem perpipaan adalah harus memenuhi persyaratan-persyaratan
dan sesuai dengan Code atau standar yang benar. Batatasan-batasan dalam Code
dan Standar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni batasan yang
berhubungan dengan tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan, dan batasan
beban (gaya dan momen) yang terjadi pada nozzle equipment akibat beban
operating load dan sustained load sistem perpipaan. Pada sistem perpipaan ada
dua dasar mode kegagalan (failure) yaitu kegagalan tegangan sustained (primer)
dan kegagalan tegangan expansi (sekunder) (Peng, Ling-Chuan, dan Tsen Long
Peng. 2009).
a. Sustained Load
Sustained load merupakan tegangan primer yang
menyebabkan kegagalan katastrofis. Jumlah dari seluruh tegangan
logitudinal ( ) akibat tekanan, berat dan akibat beban sustain yang
lain tidak boleh melebihi , dimana adalah basic allowable stress
pada kondisi atau suhu logam maksimum.
Sustained load memiliki karateristik antara lain adalah:
- Kegagalan yang terjadi menimbulkan deformasi plastic yang
sangat besar. Selama beban ini berkerja maka deformasi akan
berlanjut sampai kesetimbangan gaya tercapai.
- Sifatnya bukan cyclic alami.
- Beban sustain biasanya diakibatkan oleh adanya berat dan
tekanan (pressure).
- Batasan yang diijinkan (allowable) untuk tegangan sistem
adalah berkisar pada tegangan yield material. (yaitu titik
- Terjadinya kegagalan tersebut diawali dengan peringatan
(warning), karena akibat berat sehingga dapat menimbulkan
displacement (pergeseran) yang besar dan tidak
disangka-sangka.
Secara matematis persamaan dari sustained load dapat
digambarkan seperti berikut:
= ( ) ( ) + ≤ ... (2.30)
Dimana:
= tegangan logitudinal (KPa)
= luas penampang pipa ( )
= faktor intisifikasi (SIF) in-plane
= faktor intisifikasi (SIF) out-plane
= momen lenduan in-plane karena sustained load
(N.mm)
= momen lendutan out-plane karena sustained load
(N.mm)
b. Occasional load
Ocasional load adalah beban yang terjadi kadang-kadang
selama proses operasi normal. Beban ini dikarenakan oleh beban yang
kuantitas terjadinya hanya sesekali saja misalnya seperti gempa bumi,
angin, water hammer, pressure drop,dan lain-lain. Occasional load
Occasional load ini tidak boleh melebihi 1,33 , yang mana
adalah basic allowable stress , berikut adalah persamaan
occasional load:
+ ≤ 1,33 ... (2.31) Dimana:
= Tegangan akibat occasional load
c. Expansion Load
Expansion load adalah stress yang terjadi akibat adanya
perubahan temperatur, jika temperatur naik akan mengakibatkan
pemuaian sedangkan jika suhu menurun maka akan terjadi
pengkerutan. Pemuaian dan pengkerutan akan mengakibatkan
kegagalan dan kebocoran pada sambungan, misalnya sambungan pada
pompa,vessel, tank dan lain-lain.
Beban expansion load memiliki karakteristik, antara lain
adalah:
- Sering menimbulkan kegagalan yang sangat membahayakan
setelah menggunakan sejumlah beban (biasanya tinggi).
- Kegagalan terjadi tanpa peringatan. Selama cyclic
berulang-ulang, crack menjalar keseluruh permukaan hingga kapasitas
beban yang cukup menjadi hilang. Sekali ini terjadi cycle
berikutnya mengakibatkankegagalan tiba-tiba.
- Sifat kegagalannya cyclic secara alami, yaitu karena penjalaran
atau pemuaian (expansi) thermal.
- Hampir semuanya dibatasi oleh dirinya sendiri, yaitu
pemakaian beban tunggal tidak akan pernah terjadi kegagalan.
- Ciri-cirinya adalah suatu crack kecil karena adanya kenaikan
tegangan atau ketidaksempurnaan material pada inner atau
Pada ASME B31.3 yang dievaluasi pada beban ekspansi
adalah tegangan logitudinal akibat momen lentur dan tegangan geser
akibat momen torsi, dari persamaan tegangan geser maksimum dapat
diperoleh persamaan:
= = + 4
= ( ) ( ) + 4 ... (2.32)
= = ( ) + ( ) + ( ) ... (2.33)
Dimana:
= tegangan dari beban ekspansi (KPa)
= momen lendutan in-plane karena expansion load
(N.mm)
= momen lendutan out-plane karena expansion load
(N.mm)
= momen torsi karena expansion load (N.mm)
, = faktor intensifikasi (SIF) in-plane dan out-plane
Tengangan ekspansi yang terjadi tidak boleh melebihi
expansion allowable stress range , dengan itu persamaan untuk
expansion load adalah sebagai berikut:
2.6 Beban yang Terjadi pada Sambungan.
2.6.1 Sambungan Flange
Standar prosedur perencanaan flange pertama sekali dikembangkan pada
tahun 1930 dan mengadobsi ASME Pressure Vessel Section VIII. Flange secara
garis besar dibagi menjadi tiga bagian : flange ring, hub ring dan pipa yang
terkoneksi. Berikut akan dijelaskan beban yang bekerja pada sambungan flange,
pembebanan yang terjadi pada flange dapat dilihat pada gambar 2.10 (Peng,
Ling-Chuan, dan Tsen Long Peng, 2009).
Gambar 2.10 Pembebanan pada Flange
= ... (2.35)
= ... (2.36)
= ( 2 ) ... (2.37)
Dimana:
= gaya gasket untuk seal (N)
= jarak dudukan (mm)
= faktor gasket
Kemudian untuk menghitung momen flange total adalah:
= ℎ + ℎ + ℎ ... (2.38) Dimana:
= momen total flange (N.mm)
Menghitung tegangan yang terjadi pada flange, ada tiga tegangan yang
dapat dihitung pada flange yaitu: tegangan longitudinal ( ), tegangan radial
flange ( ) dan tegangan tangensial ( ).
= ... (2.39)
= ( , ) ... (2.40)
= − ... (2.41)
2.6.2 Sambungan nozzle pada pompa
Pompa adalah jenis peralatan berputar (rotating equipment) yang banyak
digunakan pada industri. Pada sambungan pompa dengan pipa terdapat nozzle,
agar sistem perpipaan dapat beroperasi dengan baik sebaiknya dilakukan
pengecekan gaya dan momen yang bekerja akibat pipa terhadap nozzle apakah
masih sesuai dengan gaya dan momen yg diizinkan ( Kannappan, Sam, 1986 ).
Standart yang sering digunakan dalam pengecekan gaya dan momen
610 memiliki detail beban pipa yang diizinkan. Berikut adalah tabel API
Std-610 pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Gaya dan momen yang diizinkan pada pompa sentrifugal
Sumber : API 610, hal 12
Berikut adalah pompa horizontal berdasarkan API Standart 610 khusus
untuk jenis pompa sentrifugal. Dimana jenis dari pompa ini ada beberapa jenis
yang dibedakan berdasarkan posisi nozzle saluran masuk dan nozzle saluran keluar
dari pompa yaitu side nozzle, top nozzle, dan end nozzle. Jenis pompa ini sering
digunakan dalam perusahaan atau pabrik-pabrik sehingga API 610 ini sudah
menjadi acuan dalam suatu perancangan. Jenis pompa ini digunakan untuk
industri perminyakan, industri petrochemical dan industri gas.
Penentuan nilai gaya dan momen yang diizinkan adalah dengan cara
mengetahui diameter dari nozzle atau nominal pipe size (NPS) setelah ditentukan
diameter kemudian gaya yang digunakan sebagai batas izin adalah berdasarkan
posisi nozzle dari pompa itu sendiri sedangkan nilai momen pada setiap posisi
nozzle adalah sama Berikut akan diperlihatkan bagian pompa jenis side by side
Gambar 2.11 Pompa dengan dua sisi nozzle discharge dan suction
API std 610 merupakan standar internasional yang menetapkan
persyaratan untuk pompa horizontal. Pompa berdasarkan kriteria untuk design
pipa untuk pompa horizontal harus memenuhi kriteria F1.2a, F1.2b, F1.2c (Peng,
Ling-Chuan, dan Tsen Long Peng, 2009).
Dimana:
1. F1.2a, gaya dan momen yang ada tabel API 610 tetapi jika gaya dan
momen lebih dari 1x tabel tetapi kurang dari 2x tabel maka nozzle
pompa harus memenuhi kriteria F1.2b dan F1.2c
2. F1.2b, gaya resultan ( , ) dan Momen resultan
( , ) yang bekerja pada masing-masing nozzle
pompa harus memenuhi kriteria berikut :
Dimana:
= resutan gaya (discharge & suction) aktual (N)
= resultan momen (discharge & suction) aktual (N.mm)
= resultan gaya yang diizinkan pada tabel (N)
= resultan momen yang diizinkan pada tabel (N.mm)
3. F1.2C dengan masing-masing flange nozzle pompa harus
diterjemahkan ke pusat pompa. Besarnya gaya resultan yang diberikan
, momen resultan dibatasi oleh kriteria berikut.
< 1,5 +
< 1,5 + ... (2.43)
< 1,5 +
Dengan,
= + + ... (2.44)
= +
= +
= +
2.6.3 Gaya Dan Momen Pada vertikal Dan Horizontal Equipment
Nozzle dengan ukuran dua inci dan lebih besar dari pada dua inci,
untuk Coloum, drum, dan shell dan tube pada heat exchanger yang dibuat
dari baja ataupun alloy di rekomendasikan untuk didesign mampu
bertahan akibat dari gaya dan momen akibat beban pemuaian (expansion
load) dan juga sustained load dari pipa. Gaya dan momen ini harus
diperhitungkan untuk memulai dikerjakan pada masing-masing bagian
nozzle, persamaan menentukan gaya dan momen ini diambil berdasarkan
1. Orientasi dari gaya dan momen pada peralatan vertikal
Perlengkapan atau equipmen vartikel sering kita jumpai dalam
plant seperti misalnya tank, vertical vessel, boiler, filter, dan lainya.
Dalam menentukan gaya dan momen yang dapat ditanggung pada
sambungan antara equipment dengan pipa, jika gaya dan momen yang
diberikan oleh pipa melewati kemampuan equipment menahan gaya dan
momen tersebut maka bisa menyebabkan kegagalan pada sambungan dan
jika itu terjadi pipa yang telah direncankan harus dirancang ulang kembali.
Di bawah kita dapat melihat gaya dan momen yang bekerja pada
sambungan (nozzle) pada equipment pada gambar 2.12.
Gambar 2.12 Orientasi dari gaya dan momen pada peralatan vertikal
Nozzle pada bagian samping atau bagian atas.
a. Moment
i. Momen bending longitudinal (Mx)
ii. Momen bending sirsumferensial (Mz)
∅= 100 (N.mm) ... (2.46) iii. Momen bending resultan
= + ∅ / (N.mm) ... (2.47) iv. Torsional dan momen (My)
= 150 (N.mm) ... (2.48)
b. Gaya
i. Gaya aksial in-plane flange(Fx)
= 2000 (N) ... (2.49)
ii. Gaya tangesial in-plane flange(Fz)
∅ = 1500 (N) ... (2.50) iii. Resultan gaya geser
= + ∅ / (N) ... (2.51) iv. Tensil radial atau gaya tekan(Fy)
= 2000 (N) ... (2.52)
2. Orientasi dari gaya dan momen pada peralatan horizontal
Peralatan horizontal juga sering ditemukan pada pabrik sebagai
contoh adalah heat exchanger, vessel, tank, dan lainya. Sambungan pada
horizontal equipment harus didesign agar tidak terjadi gaya dan momen
yang berlebih pada sambungan (nozzle), jika terjadi kelebihan gaya atau
momen maka pipa tersebut dinyatakan tidak aman dan membahayakan.
Setiap engineering setelah selesai dalam menghitung tegangan yang terjadi
aman, maka para engineering dilibatkan dalam menganalisa apakah nozzle
pada equipment mampu menerima gaya dan momen yang bekerja pada
pipa. Dalam memudahkan melihat bentuk-bentuk pembebanan itu
diperlihatkan gaya dan momen yang berkerja pada sambungan equipment
Gambar 2.13 Gaya dan momen yang berkerja pada peralatan horizontal
Untuk nozzle yang dibentuk menghadapa ke atas, nilai gaya dan
momennya dapat ditentukan dengan persamaan di bawah ini.
a. momen.
i. Resultan momen bending
= 164 (N.mm) ... (2.53)
dimana Mb adalah resultan dari komponen Mx dan Mz
ii. Momen torsi
= 150 (N.mm) ... (2.54)
b. Gaya
i. Resultam gaya geser
= 2500 (N) ... (2.55)
dimana Fa adalah resultan dari komponen fx dan fz
ii. Radial tensile atau gaya tekan
= 2000 (N) ... (2.56)
dimana adalah kostanta yang dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah,
Tabel 2.3 kostanta
FLANGE RATING
ANSI Class DIN Heat Exchanger Kolom dan drum