• Tidak ada hasil yang ditemukan

MELIHAT USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH U

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MELIHAT USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH U"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MELIHAT USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN;

SEBUAH PENDEKATAN CAPABILITY APPROACH

Andy Arya Maulana Wijaya

Pendahuluan

Kemiskinan merupakan masalah yang hingga hari ini menarik untuk didiskusikan dan pencarian solusi pemecahannya. Kemiskinan di negeri ini telah menjadi masalah kronis yang menyebabkan adanya kesenjangan dan pengangguran. Peta kemiskinan masyarakat yang lebih banyak tersebar dipedesaan menjadikan persoalan ini semakin sulit dalam mendefinisikan problematika kemiskinan, maka tentunya dalam upaya pengentasannya pun akan menemui berbagai kendala teknis dilapangan.

Isu kemiskinan merupakan masalah multidimensional yang sering disimbolisasikan sebagai fenomena sosial. Masalah kemiskinan di Indonesia dapat dilihat pada penggambaran bahwa kemiskinan diperlihatkan pada 1) kepemilikan aset yang rendah; 2) terbatasnya akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana dasar seperti transportasi, komunikasi, informasi, pasar, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan; 3) kelompok miskin tidak berdaya dan diam karena tekanan faktor-faktor politik dan budaya; 4) rendahnya keterlibatan dalam kegiatan ekonomi produktif; 5) rendanya tingkat partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik; 6) sistem pemerintahan yang kurang baik telah mengakibatkan ketidakberdayaan dan pemiskinan; 7) bencana alam, seperti banjir, tanah longsor,gempa bumi, kekeringan dan lain sebagainya; 8) pelaksanaan otonomi daerah dalam masa transisi telah menyebabkan terjadinya mismanagement dan penyimpangan mulai dari aras nasional sampai di aras paling bawah sistem pemerintahan; 9) kebijakan pembangunan pada masa lalu dirasakan belum berpihak kepada kelompok miskin (pro poor policy), khususnya dalam kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam maupun sistem keuangan (Wrihatlono,2008).

(2)

Kelima ketidakberuntungan itu saling terkait satu sama lain sehingga menjadi deprivation trap. Dari kelima jenis ketidakberuntungan ini, Chamber menganjurkan agar dua jenis ketidakberuntungan pada keluarga miskin yang patut diperhatikan, yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan, karena keduanya sering menjadi sebab keluarga miskin menjadi lebih miskin

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan basis kekuatan ekonomi kerakyatan yang cukup tangguh menghadapi krisis. Terbukti pada krisis ekonomi Asia tahun 1997, dimana sektor UMKM kemudian dapat menyerap tenaga kerja ditengah-tengah banyaknya pengangguran akibat bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar. Disamping itu juga UMKM dapat menjaga stabilitas ekonomi domestik, karena sifatnya yang madiri dan tidak menggantungkan diri pada kondisi ekonomi makro.

Hanya saja kondisi saat ini UMKM terutama didaerah masih ditempatkan pada poros sub-ordinat dalam kegiatan ekonomi nasional. Usaha ini tergolong jenis usaha marjinal, yang antara lain ditunjukkan oleh penggunaan teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal dan kadang akses terhadap kredit yang rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal. Studi yang dilakukan di beberapa negara menunjukkan bahwa usaha mikro kecil mempunyai peranan yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan, penyediaan barang dan jasa dengan harga murah, serta mengatasi masalah kemiskinan. Disamping itu, usaha mikro juga merupakan salah satu komponen utama pengembangan ekonomi lokal dan mampu memberdayakan kaum perempuan dalam meningkatkan bargaining position perempuan dalam keluarga.

(3)

Batasan Masalah

Amartya Sen, seorang ekonom peraih nobel menyatakan bahwa orang disebut miskin karena mereka tidak bisa melakukan sesuatu, bukan karena tidak memiliki sesuatu. Maksud dari pernyataan tersebut adalah karena ketiadaan aksesibilitas yang kemudian menjadikan seseorang itu terjebak dalam kemiskinan. Mencoba mengkorelasikan kondisi yang ada terhadap kerentanan pelaku UMKM dan persoalan penanggulangan kemiskinan, maka dalam kajian ini akan memberikan fokus pada upaya pemberdayaan UMKM sebagai usaha penanggulangan kemiskinan.

Dalam kajian ini akan mencoba melihat peran dan posisi strategis UMKM dalam perekonomian nasional dan daerah, sehingga akan memberikan korelasi positif terhadap upaya penanggulangan kemiskinan terutama pada peningkatan ekonomi masyarakat dan pengangguran. Dengan merujuk pada dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) sebagai pendekatan kapabilitas (capability approach) yang disingkronkan dengan Strategi Nasional Pemberdayaan UMKM dalam penanggulangan kemiskinan melalui peran strategis UMKM tentunya.

Diskusi Teoritik

Apa itu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ?

Memang disadari bahwa hingga saat ini pendefinisian UMKM masih berbeda-beda oleh instansi yang ada. Namun sebagai upaya pengenalan mengenai kondisi UMKM tersebut, dalam kajian ini akan memberikan beberapa rujukan pendefinisian UMKM tersebut sebagai bagian dari upaya pengenalan sektor tersebut. Dalam UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang menyebutkan bahwa ;

a. Usaha Mikro, adalah Usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan. Memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan dan hasil penjualan tahunan paling banyak 300 juta rupiah.

(4)

c. Usaha Menengah adalah usaha produktif yang memiliki kekayaan bersih lebih dari 500 juta rupiah sampai paling banyak 10 milyar rupiah, dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 2,5 milyar rupian sampai paling banyak 50 milyar rupiah.

Menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UM), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.

Terlepas dari itu, bahwa peran dan posisi strategis UMKM dalam perekonomian nasional dan daerah sangat penting dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran di daerah. sehingga penting kiranya peran pemerintah daeran dalam melakukan pemberdayaan terhadap sektor tersebut. dimana perkembangan global dengan adanya perdagangan bebas, tentunya keberdayaan UMKM sangat diperlukan untuk dapat bersaing dengan adanya produk-produk luar, jika memang kita tidak ingin hanya menjadi penonton dari adanya perdagangan bebas tersebut.

Tentang Kemiskinan

Kemiskinan disadari memang memiliki konsep yang cukup abstrak, defenisi kemiskinan bisa berbeda-beda antara satu institusi dan institusi lainnya tergantung dari apa dan ukuran yang dipakainnya. Asian Development Bank misalnya memahami kemiskinan sebagai perampasan aset-aset dan kesempatan individu untuk berkembang. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang kecenderungannya merujuk pada Bank Dunia lebih melihat pada kepemilikan asset, tingkat penghasilan kebutuhan dasar (basic needs), serta kecukupan pemenuhan kalori.

(5)

Specker (1993) menyatakan bahwa kemiskinan mencakup (1) kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal, (2) gangguan dan tingginya risiko kesehatan, (3) risiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi dan lingkungannya, (4) kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tak bisa hidup layak, dan (5) kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat ditunjukkan oleh ketersisian sosial, ketersisihan dalam proses politik dan kualitas pendidikan rendah.

Disisi lain, kemiskinan dapat diterjemahkan sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan. Lawrence M. Mead dalam tulisannya, Poverty dan Political Theory juga mengatakan hal yang serupa. Namun ia menambahkan bahwa kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan mereka yang memiliki pendapatan rendah, namun juga yang dianggap gagal memenuhi fungsi sosial yang diharapkan, seperti berhenti sekolah melanggar hukum, tidak bekerja walaupun mampu bekerja. Mead juga menambahkan bahwa penyebab gaya hidup demikian masih menjadi kontroversi (Mead, 1996; 2 dalam Wrihatlono,2008). Amartya Sen menyatakan bahwa keterbelakangan aksesibilitas menjadi penyebab kemiskinan (Handayani, 2004: 10), keterbelakangan tersebut menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan pilihan untuk mengembangkan hidupnya.

May (2001) yang dikutip dalam Darwin (2005) menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan; ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif, ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku anti sosial (anti social behaviour), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastuktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan keterpisahan.

Dari penjelasan diatas dapat disederhanakan bahwa masalah kemiskinan adalah menyangkut pada kekurangan pemenuhan kehidupan yang layak, akses masyarakat pada pelayanan minimal dalam kehidupannya misalnya kesehatan, pendidikan, dsb, partisipasi dalam pengambilan kebijakan, dan lemahnya kelembagaan dari masyarakat tersebut.

(6)

artian bahwa derajat kesejahteraan masyarakat yang cenderung relatif, bahwa bisa jadi seseorang dikatakan miskin namun hak-hak dasarnya sudah terpenuhi.

Kemudian faktor penyebab kemiskinan juga dapat dilihat pada hasil studi literatur, ada empat yaitu 1) Faktor budaya, yakni individu yang terjebak pada kebiasaan hidup yang menyebabkan mereka terjebak pada kemiskinan; 2) Faktor Struktural, dimana kemiskinan masyarakat lebih disebabkan kebijakan publik yang tidak berpihak pada masyarakat; 3)Faktor Alam, bahwa dalam hal ini kemiskinan disebabkan oleh faktor ekologis misalnya daerah yang tidak subur, tandus, kering dsb; 4) Faktor Konflik Sosial Politik atau Perang, persoalan ini sudah tentu akan membawa munculnya kemiskinan di masyarakat karena konflik dan perang akan mematikan sumberdaya yang ada (Darwin, 2005).

Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK)

Bappenas dalam Strategi Nasional Pengentasan Kemiskinan (SNPK) menerjemahkan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasar untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Tidak terpenuhi hak-hak dasar diartikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, akses terhadap sumberdaya sosial dan ekonomi, kegiatan usaha produktif, perumahan, air bersih dan rasa aman.

Kemiskinan adalah masalah sosial yang kompleks yang juga menuntut penanganan secara komprehensif. Masalah kemiskinan tidak dapat direduksi secara sederhana sebagai masalah kurangnya pendapatan, dan diberi solusi yang juga sederhana, misalnya dengan memperluas kesempatan. Kemiskinan juga dapat mengambil bentuk lain, seperti lemahnya kapabilitas, lemahnya kelembagaan, kerentanan, dan lemahnya suara.

(7)

Untuk itu melalui Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK), memuat strategi yang ditawarkan seperti yang tercantum dalam Interrim Poverty Reduction Strategy Paper (I-PRSP), yang disebut sebagai empat pilar penanggulangan kemiskinan, yang kemudian dalam SNPK ini ditambahkan menjadi lima pilar, yaitu;

1. Perluasan Kesempatan, pilar ini mengatasi kemiskinan dari sisi pendapatan. Strategi yang dilakukan melalui pilar ini adalah dengan menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin memperoleh kesempatan yang luas dalam memenuhi hak-hak dasarnya.

2. Pemberdayaan Kelembagaan Masyarakat, secara spesifik pilar ini mengatasi kemiskinan dari sisi lemahnya kelembagaan. Dilakukan dengan memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.

3. Peningkatan Kapasitas, dilihat pada sisi rendahnya kapabilitas orang miskin dan lemahnya suara dan representasi. Strategi yang dilakukan dalam pilar ini adalah dengan mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin.

4. Perlindungan Sosial, pilar ini melihat pada sisi kerentanan orang miskin, dilakukan dengan memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan perempuan dan masyarakat miskin baru yang disebabkan bencana alam, dan konflik sosial.

(8)

Pembahasan

Fenomena Kemiskinan di Indonesia

Persoalan kemiskinan telah menjadi sedemikian peliknya untuk diurai dan dipecahkan, hal ini disebabkan oleh berbagai pandangan tentang definisi kemiskinan, sehingga definisi dan pengukurannya tidak mudah untuk diselesaikan dalam satu pengertian. Secara konseptual perdebatan yang muncul selama ini dihadapkan pada dua sisi yang saling bertabrakan, yaitu mendudukan kemiskinan dalam aspek ekonomi semata atau memposisikan kemiskinan sebagai isu sosial.

Pada Agustus 2011, misalnya, dalam sebuah laporan bertajuk “Poverty in Asia and the Pacific: An Update”, ADB melaporkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 43,07 juta jiwa jika menggunakan garis kemiskinan sebesar 1,25 dollar AS, atau meningkat sebesar 3,31 juta jiwa jika dibandingkan dengan kondisi 2008 (jumlah penduduk miskin sebesar 40,36 juta jiwa). Laporan ini jelas membingungkan karena tidak sejalan dengan statistik kemiskinan resmi versi pemerintah yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Terkait perkembangan kemiskinan sepanjang 2008 hingga 2010, laporan BPS justru menunjukkan sebaliknya: jumlah penduduk miskin terus menurun secara konsisten. BPS mencatat, di 2008 jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa atau sekitar 15,42 persen dari total penduduk, sementara di 2010 jumlah penduduk miskin mencapai 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen.

Artinya, jika merujuk pada data BPS, sepanjang 2008 hingga 2010 jumlah penduduk miskin di Indonesia telah berkurang sebesar 3,94 juta jiwa, bukan meningkat seperti laporan ADB. Menariknya, laporan BPS ini ternyata sejalan dengan hasil hitung-hitungan Bank Dunia. Dengan menggunakan batas kemiskinan sebesar 1,25 dollar AS, Bank Dunia melaporkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia sepanjang 2008 hingga 2010 menurun secara konsisten dengan rata-rata penurunan mencapai 2,3 persen per tahun, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata penurunan hasil hitungan BPS yang hanya sebesar 1 persen per tahun. Bahkan, rata-rata penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia bakal lebih besar lagi, menurut versi Bank Dunia, jika garis kemiskinan yang digunakan sebesar 2 dollar AS, yakni mencapai 4,2 persen per tahun.

(9)

persoalan kemiskinan masih banyak ditemui, bahkan fenomena kelaparan, busung lapar, konflik karena perebutan sumberdaya, keterbatasan akses pendidikan, kesehatan masih sering dijumpai. Hal ini kontraporduktif dengan capaian perkembangan ekonomi nasional yang berkisar 6-6,5 persen. Disamping itu persoalan korupsi juga masih terus menghantui upaya pengentasan kemiskinan di negeri ini.

Mencermati kondisi ini, maka perlu kiranya memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat dalam bentuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai upaya menanggulangi kemiskinan melalui pendekatan pemenuhan kapabilitas masyarakat (capability approach). Kenapa melalui UMKM? seperti yang dijelaskan diatas bahwa UMKM terbukti memiliki ketahanan terhadap krisis global, disamping itu juga mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Hanya saja saat ini masih diperhadapkan pada beberapa persoalan, maka sudah selayaknya pemerintah memberikan kebijikan keberpihakan pada kondisi UMKM tersebut sebagai upaya membagun ekonomi kerakyatan.

Peran dan Posisi Strategis UMKM

Ketahanan UMKM terhadap krisis ekonomi glabal yang lalu membuktikan bahwa UMKM bisa dijadikan salah satu strategi dalam penanggulangan kemiskinan. Walaupun sebagian besar pelaku UMKM ini masih berpusat pada sektor informal, namun hingga saat ini sektor ini setidaknya mampu memberikan kontribusi pada perekonomian nasional dengan perkembangannya dari tahun ketahun yang cenderung signifikan, disamping itu perannya dalam penyerapan tenaga kerja, dan pada gilirannya juga adalah peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Tercatat bahwa perkembangan UMKM hingga akhir tahun 2012 ini menunjukkan perkembangan yang positif, dimana menurut BPS hingga tahun 2012 ini terdapat 56,534,592. Tentu ini menjadi positif bagi keberdayaan masyarakat yang terlibat dalam kelompok UMKM tersebut, perkembangan ini juga cukup signifikan dimana tiap tahun perkembangan UMKM diramalkan akan cenderung meningkat. Pada posisi ini kemudian, perkembangan UMKM tentu bersinergi dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor ini.

(10)

kabar gembira dimana tingginya tingkat pengangguran yang ada dapat diserap pada sektor UMKM, jika kemudian posisinya mampu didukung dengan pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah.

Sedangkan untuk sumbangsih UMKM dalam PDB menunjukkan peningkatan yang cukup baik, dimana pada tahun 2011 sektor ini mampu menyumbang Rp. 4.303.571. dan pada tahun 2012 meningkat menjadi Rp. 4.869.568 artinya terjadi peningkatan pendapatan sebesar Rp. 565.969 (diolah dari BPS RI).

Berdasarkan sajian data diatas, dapat dilihat bahwa perbedaan yang cukup signifikan terhadap produktivitas yang diberikan sektor UMKM nasional. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengentasan kemisikinan dan pengangguran masyarakat, dengan unit usaha dan penyerapan tenaga kerja pada sektor UMKM tersebut. sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa peran strategis UMKM terutama dalam keberdayaannya didaerah akan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian daerah serta daya saing daerah.

Secara umum, UMKM memiliki peran yang besar di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Peran UKM tersebut secara umum adalah:

1. Sebagai lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga berpotensi mengurangi pengangguran dan kemiskinan,

2. Memberikan kontribusi kepada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, dan

3. Berkontribusi kepada peningkatan ekspor sekaligus berpotensi memperluas ekspor dan investasi (Dep. Keuangan RI: 2011).

Kondisi ini tentunya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan. Dengan pemberdayaan terhadap UMKM dengan berorientasi pada persoalan yang masih ditemui oleh kelompok UMKM ini terutama didaerah, yakni modal, akses pasar dan kelembagaannya. Ditambah lagi kondisi perdagangan bebas kedepan yang akan diterapkan, bukan tidak mungkin jika sektor ini tidak dipersiapkan maka akan kembali membuka luas kemiskinan di Indonesia.

(11)

menjadi semakin ketat dan UMKM harus mampu beradaptasi dalam pasar bebas tersebut.

Terbukanya perdagangan bebas tersebut akan membawa kepada kondisi adanya globalisasi dan liberalisasi pasar. Sekalipun hal ini banyak menuai protes dari berbagai kalangan, liberalisasi perdagangan akan tetap terjadi untuk itu tidak ada jalan lain selain mempersiapkan UMKM menghadapi hal tersebut. Sehingga peran pemerintah daerah dalam regulasi maupun penciptaan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan UMKM didaerah sangat dibutuhkan.

Walaupun kemudian saat ini, orientasi kita pada adanya peran UMKM tersebut sebagai peluang dalam menanggulangi kemiskinan. Namun persiapan terhadap adanya pasar bebas perlu diperhatikan juga, sebagai mekanisme pembentukan jaringan global. Pada gilirannya kemudian kehadiran pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat melalui UMKM ini sangat diperlukan sinergis dengan kondisi yang ada. Untuk itu, penguatan UMKM perlu dilihat sebagai strategi penanggulangan kemiskinan nantinya.

Pemberdayaan UMKM Melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Presiden SBY mencanangkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai upaya peningkatan akses Usaha Mikro dan Kecil (UMK) ke Perbankan dengan skema penjaminan pada tanggal 5 November 2007. Tujuannya adalah memudahkan akses UMK kepada sumber pembiayaan khususnya perbankan. Penyaluran KUR ditujukan untuk mendukung penyediaan modal kerja dan/ atau investasi bagi UMK dan koperasi yang memiliki usaha produktif yang layak (feasible) namun belum bankable. Pengertian belum bankable disini adalah para UMK yang belum pernah atau belum terbiasa berhubungan dengan perbankan. Selama ini mereka memperoleh pinjaman dari non bank atau dengan rentenir dengan tingkat bunga yang melebihi tingkat bunga bank. Jadi permasalahan para UMK sebenarnya bukan pada tingkat bunga yang tinggi, tapi pada akses ke perbankan.

(12)

terdapat 33 bank pelaksana penyalur KUR dan empat perusahaan penjaminan yaitun PTAskrindo, Perum Jamkrindo, PT Jamkrida Jatim dan PT Jamkrida Bali.

Berdasarkan data Menko Perekonomian menyatakan secara akumulatif, penyaluran KUR sejak tahun 2007 hingga bulan Juli 2012 sebesar Rp. 82,3 triliun dengan jumlah debitur sekitar 6,8 juta. Jadi jika diasumsikan setiap debitur terdiri dari 4 orang, maka penyaluran KUR ini telah mendukung biaya hidup sekitar 27,2 juta orang atau 11,45 persen dari total penduduk Indonesia sebesar 237.641.326 jiwa pada tahun 2010 (berdasarkan sensus BPS). Selain itu, tingkat kredit bermasalah (NPL) rata-rata sebesar 3,4 persen.

Hanya saja saat ini KUR masih menemui beberapa kendala efektifitas pelaksanaanya, diantaranya adalah sekitar lebih dari 50 persen lebih KUR hanya terserap di UMKM Pulau Jawa. Kemudian masih ditemukannya agunan tambahan yang memberatkan masyarakat kelompok UMKM yang nota bene adalah pekerja sektor informal sehingga sulit mengakses prasyarat bank, kurangnya akses bank hingga kedaerah terpencil, dan kurangnya kerjasama yang dilakuakn oleh pemerintah daerah dalam penyaluran KUR tersebut.

Melihat kondisi tersebut yang kemudian dikaitkan dengan peran dan posisi strategis penguatan UMKM, dalam upaya menanggulangi kemiskinan dan pengangguran terutama didaerah. maka, keberdayaan kelompok UMKM tersebut menjadi perhatian khusus pemerintah dan pemerintah daerah dalam skema pemberdayaan masyarakat. pada gilirannya kemudian, pemberdayaan tersebut diorientasikan kepada adanya peningkatan keberdayaan UMKM pada sisi inovasi produk, jaringan pasar, penyerapan tenaga kerja, yang kemudian berimpikasi pada peningkatan perekonomian masyarakat.

(13)

Strategi Pemberdayaan UMKM Sebagai Strategi Penanggulangan Kemiskinan. Jamak dipikiran kita bahwa persoalan kemiskinan akan sulit dipecahkan, karena tekanan dari berbagai sisi mulai dari sisi ekonomi, politik, hingga tekanan globalisasi. Hanya saja kita belum menyadari ada kondisi alternatif yang kemudian jika dimaksimalkan akan memberikan sebuah inovasi dalam penanggulangan kemiskinan.

Sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dalam bentuk tenaga kerja merupakan aset yang baik jika dioptimalkan kemanfaatannya bagi kesejahteraan bersama. Melalui sentra UMKM yang notabene adalah penggerak ekonomi kerakyatan, hari ini cenderung tidak diperhatikan karena sektor ini lebih banyak bergerak pada sektor usaha informal dimasyarakat. Namun seperti yang terjelaskan sebelumnya, ternyata ketahanan sektor ini terhadap krisis, daya penyerapan tenaga kerja, kemudian sumbangsihnya dalam peningkatan PDB, sudah selayaknya sektor ini menjadi garda terdepan dalam peningkatan usaha ekonomi masyarakat.

Apalagi saat ini, ketika diperhadapkan dengan fenomena kemiskinan yang bervariasi antar daerah. skema otonomi daerah merupakan peluang daerah dalam ikut serta menumbuhkan semangat enterpreneurship masyarakatnya dalam membebaskan dirinya dari apa yang seringkali disebut lingkaran kemiskinan (vicious of poverty). Maka melalui peran dan posisi strategis UMKM dalam perekonomian, Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu melakukan serangkaian upaya ataupun revitalisasi peran serta sektor ini melalui pemberdayaan.

Rendahnya kapabilitas dan aksesibilitas kelompok UMKM ini yang kemudian saat ini dihadapi oleh upaya peningkatan UMKM. lemahnya kapabilitas ini, pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan UMKM yang sudah tentu berimplikasi pada lemahnya jaringan pasar, akses pada modal, lemahnya inovasi, rendahnya produktivitas dan lain sebagainnya. Sehingga hal ini akan turut berimplikasi pada peningkatan kemiskinan dan pengangguran dimasyarakat.

(14)

melalui usaha pemberdayaan sektor ekonomi masyarakat dalam bentuk UMKM inilah salah satu cara bijak menyikapi hal tersebut.

Mensikapi realitas tersebut, saat ini menjadi kebutuhan bahwa pemberdayaan UMKM tersebut akan bersinergis terhadap jalannya strategi penanggulangan kemiskinan di Indonesia. kondisi ini perlu ditanggapi positif oleh serangkaian tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan pemberdayaan sektor ini sebagai usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) tercatut lima pilar dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia, yaitu a) Perluasan kesempatan; b) Pemberdayaan Kelembagaan Masyarakat; 3) Peningkatan Kapasitas; 4) Perlindungan Sosial; 5) Penataan Kemitraan Global. Dalam dokumen tersebut terlihat bahwa orientasi yang dilakukan sebagai pilar penanggulangan kemiskinan, melalui pendekatan kapabilitas (capability Approach), yang mana memberikan penguatan pada kapabilitas masyarakat miskin sebagai jalan keluar dari jeratan kemiskinan.

Sejalan dengan itu, dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM pasal 5, menyebutkan bahwa tujuan pemberdayaan Koperasi dan UMKM adalah; 1) mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan berkeadilan; 2) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; 3) meningkatkan peran UMKM dalam pembangungan daerah dan menciptakan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

Strategi pemberdayaan UMKM diarahkan kepada pembangunan kompetensi inovasi dan teknologi sehingga dapat lebih berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta dapat meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha secara lebih terstruktur dan terlembaga melalui perkoperasian. Untuk itu, pertu diperbaiki lingkungan usaha yang lebih kondusif bagi peningkatan daya saing UMKM tersebut. Seiring dengan itu, perlu juga dilakukan peningkatan akses usaha UMKM kepada sumber daya produktif, serta ditingkatkan juga kapasitas, kompetensi, dan produktivitas usaha.

(15)

1. Peningkatan Iklim usaha yang kondusif bagi UMKM, 2. Peningkatan akses terhadap Sumber daya produktif, 3. Pengembangan produk dan pemasaran bagi UMKM, 4. Peningkatan daya saing SDM UMKM,

5. Peningkatan Kelembagaan.

Melihat strategi yang dilakukan pemerintah terhadap pemberdayaan UMKM tersebut, tentu sejalan dengan apa yang menjadi pilar penanggulangan kemiskinan seperti yang tercantum dalam SNPK. Sehingga hal ini akan menjadi sinergis terhadap peran UMKM dalam upaya pengentasan kemiskinan. Karena seperti yang telah dijelaskan bagaimana kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional.

Namun hal ini kembali lagi kepada komitmen stakeholder, pengambil kebijakan, masyarakat, LSM dan semua pihak yang berpengaruh dalam mengambil tindakan terhadap keberdayaan UMKM terutama yang ada didaerah. disamping itu juga, perlu adanya tindakan yang berkelanjutan dan ditunjang dengan adanya partisipasi masyarakat dalam hal ini kelompok UMKM sendiri.

Penutup

Melihat peran strategis UMKM sebagai upaya penanggulangan kemiskinan dari sisi kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja, sumbangsih pada PDB yang berimplikasi pada pengentasan kemiskinan memang cukup menggembirakan. Hanya saja tantangannya kemudian, saat ini disamping pada terbatasnya akses permodalan, jaringan, informasi pasar, inovasi, produktivitas dan kelembagaan, perlu juga dilihat pada sisi tantangan adanya perdagangan bebas dan efeknya pada kondisi UMKM kita jika tidak dipersiapkan untuk menghadapi kondisi tersebut.

(16)

Referensi

Darwin, Muhadjir M.,2005. Memanusiakan Rakyat : Penanggulangan Kemiskinan Sebagai Arus Utama Pembangunan, Yogyakarta: Penerbit Benang Merah.

Kumorotomo, Wahyudi., 2008. Perubahan Paradigma Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, Makalah ditulis sebagai Background Study RPJMN Tahun 2010-2014 Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, Bappenas.

Meliala, Adrianus,.2012. Masalah Kemiskinan dan Kejahatan Serta Respons Kebijakan Publik dalam Rangka Mengatasinya, dalam Jurnal Dialog Kebijakan Publik, Edisi 8/Desember/2012, hal.9-21

Suharto, Edi (2008a), Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta (Cetakan Kedua)

Suharto, Edi (2008b), Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta (Cetakan keempat).

Syarief, Teuku., Prospek dan Kendala KUR dalam Mendukung Perkuatan Permodalan UMKM. diskusi rutin pemberdayaan Koperasi dan UKM Kalangan Penelti dan pejabat struktural di lingkungan Kementerian Negara Koperasi dan UKM tanggal 7 Januari 2011.

Wanto, Alfi Haris,. 2011. Kebijakan Pemberantasan Kemiskinan di Indonesia, Mamahami Penyebab Serta Upaya Penanggulangannya, Majalah Triwulan Perencanaan Pembangunan, Edisi 03/TahunXVII/2011.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam rumusan masalah, peneliti ini merumuskan bagaimanakah

corporate social responsibility , perputaran modal kerja, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional terhadap profitabilitas perusahaan yang diukur dengan ROA

Desain arsitektur pada gambar 3.3 menjelaskan aliran data atau proses yang berhubungan antar aktor dari aplikasi pencatatan penjualan suku cadang dan jasa service yang dibuat

DEFINISI 33 : garis tinggi pada suatu segitiga adalah suatu segmen yang ditarik dari sembarang verteks ( titik sudut ), tegak lurus terhadap sisi dihadapannya (dapat

Hasil penelitian Pasaribu, Syafrizal, Mawarni (2018) menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk NPK majemuk meningkatkan panjang tanaman mentimun, produksi per plot,

Faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, yakni: (1) Kualitas produk, pelanggan akan merasakan puas bila hasil evaluasi yang mereka lakukan menunjukan produk yang

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa modifikasi metode ekstraksi yaitu dengan perlakuan alkali dingin sebelum ekstraksi dapat menghasilkan karaginan

Langit karya I Made Suarsa, mengetengahkan tentang masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Bali. Dari sebelas cerpen yang ada dalam buku tersebut,